Analisis Struktur dan Kinerja Perdagangan

advertisement
TINJAUAN ICEPUSTAKAAN
Studi komprehensif tentang kegiatan perdagangan internasional dan interaksinya
terhadap struktur dan kinerja perekonomian suatu negara masih relatif sedikit walaupun
tidak dapat dikatakan langka.
Khusus mengenai Indonesia, yang secara khusus
membicarakan pengaruh perdagangan internasional ada beberapa terutama dari hasil
disertasi doktor dan pengkajian dari universitas-universitastertentu. Hanya, yang memiliki
fokus utama pada perdagangan pruduk pertanian boleh dikatakan langka.
Dalam tinjauan ini akan dikemukakan beberapa kepustakaan yang berkenaan
dengan interaksi kegiatan ekonomi eksternal suatu negara dengan ekonomi dalarn
negerinya untuk negara berkembang dan juga secara khusus untuk ekonomi Indonesia.
Perdag;ang;anInternasional clan Perekonomian Ne&araBerkembang
Negara-negara berkembang pada umumnya merniliki permasalahan ekonomi yang
hampir serupa yaitu berkisar pada rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat
pengangguran dan inflasi, serta ketidakseimbangan ekonomi makro berupa defisit
pembelanjaan pemerintah dan defisit neraca pembayaran (Khayum, 1991). Pada dasamya
semua permasalahan tersebut masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki
keterkaitan yang erat satu dengan yang lain. Timbulnya satu permasalahan dapat menjadi
pemicu permasalahan lainnya dan dapat d i n g timbal balii.
Dalam perekonomian yang terbuka, faktor eksternal dapat menjadi pemicu
permasalahan dalarn negeri. Adams, Behrman, dan Roldan (1979) menelaah ha1 ini untuk
perekonomian Brazil, dimana faktor eksternal dapat berpengaruh secara invasif melalui
berbagai peubah ekonomi makro, yaitu keterkaitan antara produksi-pendapatan;
keterkaitan produksi-lapangan kerja dan input, efek neraca pembayaran, efek penerimaan
pajak, efek konsumsi, efek investasi, serta efek upah harga.
Flood (1980) mengemukakan bahwa gambaran dasar dari suatu perekonomian
terbuka adalah strukturnya secara stokastik dipengaruhi oleh adanya interaksi dengan
perekonomian lainnya.
Lebih jauh dikemukakan bahwa gangguan pada suatu
perekonomian dapat terjadi karena suatu keputusan yang dibuat oleh para pengambil
keputusan pada ekonomi lain. Gangguan tersebut dapat membuat kejut (shock) terhadap
peubah-peubah makro tertentu, misalnya terjadinya kejut moneter akan berpengaruh
terhadap ekonomi dalam negeri melalui jalur harga, suku bunga, dan output.
Bagi negara berkembang, perdagangan internasional memang menirnbulkan
kontroversi, antara manfaat dan mudharat yang ditimbulkannya. Manfaat yang timbul,
telah banyak dijelaskan oleh para ekonom, terutarna dimulai oleh kaum klasik dan
neoklasik. Misalnya Haberler (1959) berpendapat bahwa perdagangan internasional telah
memberikan sumbangan yang luar biasa bagi pembangunan negera berkembang di abad 19
dan 20 dan sumbangan tersebut akan sama di masa datang.
Jhingan (1990) merinci manfaat dari perdagangan internasional menjadi manfaat
langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung bagi negara berkembang adalah dapat
memperluas pasar selain pasar dalam negeri, yang pada gilirannya dapat mendorong laju
pertumbuhan ekonomi, sebagai resultan atas kenaikan investasi, tabungan dan pendapatan
masyarakat.
Selain itu juga dapat meningkatkan efisiensi produksi karena alokasi
sumberdaya yang membaik.
Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah dapat
mempertukarkan barang-barang yang mempunyai kemampuan untuk pertumbuhan
ekonomi rendah menjadi tinggi, sumber informasi perkembangan teknologi, menarik
pemasukan modal asing, dan menyehatkan pasar dalam negeri.
Kontroversi mudharat perdagangan internasional dikemukakan oleh Myrdal(1956)
yang dikutip oleh Jhingan (1990) yaitu akibat wajar perdagangan antara negara industri
(maju) dan negara terbelakang adalah awal terjadinya suatu proses komulatif pemiskinan
dan stagnasi negara yang disebut terakhir. Argumen dari hal tersebut adalah
1. terjadinya dampak negatif dari pergerakan modal internasional
2. timbulnya demonstration effect internasional yang merupkan
3. terjadinya kemerosotan sekuler dari commodity terms of trade
Terhadap tesis yang dikemukakan Myrdal tersebut banyak mendapatkan kritik dan
menimbulkan debat yang berkepanjangan, dimana efek negatif (backwash effect) yang
timbul tersebut hanyalah merupakan ekses, sehingga efek positif (~preadeffect) yane
tirnbul jauh lebih besar daripada efek negatifhya.
Senada dengan Myrdal, Prebisch dan Singer seperti yang diemukakan
Djojohadikusumo (1994), menyatakan bahwa perdagangan dalam jangka panjang akan
merugikan kedudukan negara-negara berkembang dan menjadi kendala terhadap proses
pembangunan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan-pertirnbangan
1. elastisitas permintaan terhadap komoditas primer lebih kecil daripada elastisitas
permintaan terhadap barang manufaktur
2. permintaan terhadap barang manufaktur cenderung untuk lebih banyak bertambah
dibandingkan dengan permintaan terhadap komoditas primer
3. keunggulan teknologi pada pihak negara-negara industri berarti bahwa barang
ekspornya mengandung unsur teknologi yang lebih canggih, dimana faktor ini biasanya
dikuasai oleh perusahaan multinasional atau transnasional yang berinduk di negaranegara industri
4. struktur pasar barang dan struktur pasar tenaga kerja di negara-negara industri berbeda
sekali dari keadaannya di negara berkembang.
Diversifikasi ekonomi dan industrialisasi adalah jalan keluar bagi negara-negara
berkembang dari dilema lingkaran yang tak berujungpangkal sebagaimana dialami di masa
lampau. Dengan kata lain perubahan stuktur ekonomi merupakan cara untuk mengatasi
dilema tersebut.
Model Makro Ekonomi Terbuka Untuk Negara Berkembang
Dornbusch (1980) mengemukakan bahwa arti terbuka dalam model makro
ekonomi terbuka adalah mencerminkan suatu usaha untuk mengintegrasikan ekonomi
makro tertutup dengan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam ilmu ekonomi
tentang perdagangan dan pembayaran luar negeri.
Menurut Khayum (1991), dalam membuat model ekonomi makro untuk negara
berkembang paling tidak perlu diidentifikasi beberapa hal yang memiliki dampak terhadap
perekonomian yang bersangkutan. Hal tersebut antara lain
1. keberadaan sektor pertanian sebagai sektor ekonomi yang paling besar baik dalarn
tenaga kerja maupun kontribusinya terhadap produk nasional.
2. pentingnya sektor eksternal dalam akunting untuk kinerja perekonomian.
3. berbagai hal yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
produktivitas dan alokasi penggunaan sumberdaya yang lebih baik.
4. tingkat perkembangan sistem moneter.
Sektor eksternal merupakan faktor yang penting untuk diintegrasikan dalam model
bagi kebanyakan negera berkembang, karena pada umumnya setiap negara berkembang
memiliki sumber devisa yang menonjol dalam perekonomiannya untuk produk primer
tertentu. Seperti Bruton (1955) yang menyarankan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi
tergantung pada tingkat tabungan dan neraca perdagangan sebagai proporsi dari output
total bila digunakan model pertumbuhan Harrod-Domar yang diperluas.
Sementara itu Colman and Nixson (1986) menarik kesimpulan dari sejurnlah
literatur tentang situasi negara berkembang yang harus dapat diakomodasi dalam model
ekonomi makro, yaitu
1 . struktur ekonomi didominasi oleh produksi komoditas primer yang utamanya diekspor
ke ekonomi pasar yang maju, dan dipertukarkan dengan barang-barang konsumsi dan
industri untuk memenuhi permintaan dalam negeri
2. adanya pengaruh kepentingan ekonomi asing seperti keberadaan perusahaan
transnasional
3. ketergantungan yang berat pada impor teknologi asing
4. ketergantungan kultural, sosial, dan politik merupakan kondisi yang umum.
Menurut Khayum (1991) perkembangan pemodelan ekonomi makro pada saat ini
banyak diwarnai oleh pendekatan strukturalis (eclecticism)dimana analisis ekonomi untuk
negara berkembang tidak selalu harus dilandasi atas teori ekonomi, tetapi dilandasi oleh
pengaruh aspek-aspek struktur ekonomi yang diujicobakan dan perilaku bagaimana
ekonomi bedbngsi.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa model ekonomi makro
untuk negara berkembang memiliki ciri khusus yang berbeda dengan negara maju. Tetapi
pada dasarnya ciri khusus tersebut dapat dirnodifikasi dari model-model baku makro
ekonomi untuk negara-negara maju.
Ciri khusus yang dimaksud seperti yang telah
dikemukakan di atas.
Suatu taksonomi model makro ekonomi disarankan oleh Challen and Hagger
(1983) yang mengidentifikasi lima model utama yaitu KK (Keynes-Klein), MS (MuthSargent), PB (Phillips-Bergstrom), WJ (Walras-Johansen) dan WL (Walras-Leontief).
Nama-nama tersebut diturunkan dari dua tokoh utama pertama menghasilkan kerangka
pemikiran dan analisis model makro ekonomi .
Diantara kelima model tersebut model KK paling luas digunakan, terutama negaranegara yang berkiblat pada ekonomi Amerika Serikat. Pada permulaannya model ini
terdiri atas 16 persamaan dan 44 peubah yang digunakan untuk menganalisis ekonomi
Amerika oleh Klein (1950) (Challen dan Hager, 1983). Dalam perkembangannya model ini
terus berkembang dengan sistem keseimbangan umum dari pasar barang, pasar tenaga
kerja, aktifitas pemerintah dan pasar uang. Jadi dapat terlihat bahwa sebenarnya model ini
merupakan model ekletik (campuran) dari ekonomi Neoklasik dan Keynesian.
Model MS merupakan salah satu model yang berkembang sebagai model sisi
penawaran yang berbeda dengan model KK yang lebih terfokus kepada sisi permintaan.
Model ini berlandaskan pada hipotesis pemikir "ekspektasi rasional" yang dirintis antara
lain oleh pembuat model MS itu sendiri. Ekspektasi rasional dalam pasar tenaga kerja
menjadi inti dari teori ini yang bermuara pada sisi penawaran. Sisi permintaan dari model
ini mengambil dari berbagai model seperti model Keynesian yang dimodiflcasi (lihat
Parkin, 1984).
Dari berbagai sistem pemodelan yang diiemukakan di atas perlu kiranya untuk
dipertimbangkan dalam menyusun model. Pendekatan struktural yang eklektik dapat
digunakan untuk menyusun model yang sesuai dengan situasi dan kondisi ekonomi
Indonesia yang terbuka, terrnasuk neraca pembayaran sangat invasif pengaruhnya terhadap
seluruh sektor.
Model Makro Ekonorni Terbuka Indonesia
Perekonomian Indonesia termasuk dalam perekonomian terbuka karena peranan
ekspor dan impor mencapai lebih dari 50 % dalam Produk Domestik Bruto. Sebenarnya
sudah cukup banyak studi yang membangun model makro ekonomi Indonesia, terutama
setelah masa orde baru. Sebagian besar dari studi itu merupakan studi yang difokuskan
pada sektor moneter. Sektor perdagangan intemasional belum dikaji secara rinci, hanya
dikaitkan sebagai pelengkap dari sistem moneter dalam negeri.
Studi sebelum tahun 1970, menurut Simatupang (1986) antara lain model ECAFE
No.1 (1964) dan model Onishi (1964). Model tersebut merupakan pengembangan dari
model dua senjang (two gap model) terutama kesenjangan dalam perdagangan
internasional.
Model ini tidak sampai pada analisis kebijaksanaan.
ECAFE No.1
disempumakan menjadi ECAFE No.2 (1967), yang lebih lengkap karena telah
dipertimbangkan harga dan uang selain juga simulasi ekonomi Indonesia tahun 1960an
yang diwarnai oleh stagnasi dan hiperinflasi.
Setelah tahun 1970, muncul studi diantaranya Aghevli (1977), Boediono (1979),
Nasution (1982), Pamungkas (1984), Sirnatupang (1986), Azis (1990), Isdiyoso (1992).
Pada umurnnya model-model ini telah secara khusus meneaji neraca pembayaran (blok
eksternal), walaupun bukan sebagai fokus utama, kecuali Aghevli (1977), Simatupang
(1986) dan Azis (1990).
Aghevli (1977), Nasution (1982), dan Simatupang (1986) boleh dikatakan
merupakan rangkaian yang berlanjut, dimana model yang disusun merupakan model yang
berorientasi pada moneter. Bahkan Isdiyoso (1992) juga mengembangkan sebagian model
yang dibuat oleh Simatupang (1986) dengan rincian sektor yang besar terutarna sektorsektor yang berkaitan dengan pertanian. Hubungan antara sektor eksternal dengan sektor
moneter dan permintaan agregat dibahas secara terinci, dimana pada model Aghevli
produk domestik bruto masih diasumsikan sebagai peubah eksogen dan model-model
lainnya telah diasumsikan sebagai peubah endogen dalam permintaan agregat. Selain itu
model Simatupang mengembangkan sterilisasi neraca pembayaran yang mana dalam
model Nasution rnasih diasumsikan eksogen diubah menjadi endogen.
Model Azis pada dasarnya merupakan model standar KK, hanya dalam sirnulasinya
dibandingkan dengan asumsi model rational expectation (RATEX). Hal yang menarik
dari model Azis adalah pada sektor eksternalnya, ekspor dan impornya
(disagregasi) berdasarkan tujuan dan asal barang (kelompok negara mitra dagang
Indonesia). Selain itu skenario sirnulasinya juga sangat menarik terutama skenario
pengaruh Yendaka terhadap perekonomian Indonesia.
Model Pamungkas pada dasarnya cukup rinci tingkat disagregasinya, tetapi sektor
eksternalnya hanya secara ringkas pengkajiannya.
Karena model ini memang
menitikberatkan pada hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, lapangan
kerja dan kemiskinan. Asumsi penting yang perlu diiemukakan untuk model ini adalah
bahwa fhngsi produksinya mengikuti ICOR (incremental capital output ratio) dari
Harrod-Domar.
Model Boediono seperti juga model Pamungkas terlihat sangat rinci, yang terdiri
atas dua bagian yaitu makro dan mikro.
Model ini pada dasarnya
merupakan
penggabungan dari model KK yang diperluas dan model WJ. Sektor ekstemal dalarn
model Boediono kurang didisagregasi secara rinci.
Selain model yang dkemukakan di atas sebenarnya masih ada beberapa model
lainnya terutama model-model yang mengikuti model LINK (The International Linkage of
National Models) yang mulai populer sejak tahun 1968, seperti IMF (1989), Ezaki (1983),
BPS dan IDE (1985). Pada dasarnya model-model tersebut merupakan pengembangan
dari model KK dirnana disagregasinya lebii diperluas.
Download