naskah publikasi hubungan antara pengetahuan agama tentang

advertisement
1
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN AGAMA TENTANG
PERGAULAN ANTAR JENIS KELAMIN DAN SIKAP
TERHADAP HIDUP BERSAMA SEBELUM MENIKAH PADA
MAHASISWA MUSLIM
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing
(H. Fuad Nashori,S.Psi., M.Si., Psikolog)
2
:
Pengantar
Hidup bersama tanpa status pernikahan antara pria dan wanita yang tidak
ada hubungan saudara, atau lebih dikenal dengan istilah kumpul kebo mulai
dimaklumi orang. Isu ini sudah menjadi hal biasa yang berkembang di kalangan
masyarakat. Artis sebagai profesi yang menjadi banyak sorotan bisa dijadikan
contoh. Andi Soraya, sebagai public figure Andy mengakui secara transparan
memutuskan untuk hidup bersama sebelum menikah bersama Steve Emanuel
yang juga adalah seorang selebritis. Baginya pola hidup seperti ini adalah ajang
persiapan untuk saling mengerti dalam mengarungi bahtera rumah tangganya
nanti. Selain itu hidup bersama sebelum menikah baginya adalah hak asasi
manusia untuk melakukannya (GATRA, 3 Oktober 2003). Hidup bersama dengan
pacar tidak hanya terjadi pada artis tetapi juga terjadi pada masyarakat umum
khususnya remaja.
Yogyakarta yang merupakan pusat berkumpulnya generasi muda yang
datang dari berbagai daerah juga merupakan tempat fenomena ini banyak
ditemukan. Selama menyelesaikan studinya di Yogyakarta mereka melakukan
hidup bersama dengan pasangan sebelum mereka menikah, bahkan di
antaranya ada yang sampai memiliki anak (Koran Merapionline, 2 Februari
2006). Bagi mereka, pola hidup bersama tersebut sebetulnya menunjukkan
pandangan mereka tentang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral dan serius.
Mereka menganggap bahwa perkawinan dua orang dengan latar belakang
kebiasaan yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah, karenanya harus ada
3
proses sebelumnya yang membuat mereka bisa lebih saling memahami dan
mengerti. Bagi mereka, hidup bersama memungkinkan mereka untuk mengenal
pasangannya lebih dalam, sehingga jika mereka menikah, tidak terlalu sulit untuk
melakukan adaptasi (Swastika, 2002).
Masyarakat selama ini memastikan bahwa pasangan yang hidup
bersama tersebut tentu saja melakukan aktivitas seksual. Pemenuhan naluri
biologis hanya dibenarkan dalam ikatan suami istri. Jika tidak, berarti salah dan
haram hukumnya. Ini membuktikan bahwa sebenarnya perbuatan hidup bersama
sering disebut dengan istilah samen leven bukanlah perkara yang baru, sejak
dulu telah menjadi satu fenomena yang dianggap melanggar konvensi sosial
masyarakat. Istilah ini memang cenderung sarkastik dan mencerminkan betapa
masyarakat memberi nilai rendah bagi pasangan yang belum menikah, akan
tetapi tetap hidup bersama (Swastika, 2002).
Fenomena hidup bersama sebelum menikah yang marak di lingkungan
sosial di sekitar rumah, tempat kerja, dan masyarakat luas (terpantau melalui
media massa). Bagaimana respon atau sikap mahasiswa terhadap fenomena
hidup bersama sebelum menikah yang sangat identik dengan seks bebas,
berhubungan dengan pandangannya terhadap perilaku tersebut. Mereka yang
menolak, dengan keyakinan tegas bahwa hal itu tidak layak ditolelir, bisa jadi
karena merasakan akibat negatifnya atau karena berpegang pada nilai - nilai
luhur mengenai kesetiaan dan seksualitas. Mereka yang menerima, dengan
konsekuensi sewaktu-waktu dapat melakukan, mungkin berpandangan bahwa
libido merupakan dorongan biologis yang normal dan perlu disalurkan, entah
dengan siapa saja kita ingin melakukannya. Hal ini ditolelir oleh orang yang tidak
melakukan namun membiarkan hal itu terjadi di lingkungannya. Hasil penelitian
4
Ginting (1996) tentang sikap terhadap hubungan
seksual sebelum menikah
didapatkan masih tergolong rendah. Hasil ini berdasarkan dari rerata empirisnya
yang lebih rendah dibanding dengan rerata hipotetik (hipotetik = 132,5 ; empiris =
97,662). Ini berarti sikap individu secara keseluruhan masih tergolong negatif
sebagian besar tidak menyetujui dilakukannya hubungan seksual sebelum
menikah.
Nabhani (2001) mengatakan bahwa hubungan lawan jenis antara laki –
laki dan perempuan atau hubungan seksual antara laki – laki dan perempuan
hanya disyahkan dalam lembaga perkawinan. Sistem interaksi atau pergaulan
laki – laki dan perempuan dalam Islam menetapkan bahwa naluri seksual pada
manusia
adalah
semata – mata untuk melestarikan keturunan. Islam
membenarkan pergaulan walaupun dengan berlainan jenis kelamin, tetapi Allah
dan Rasul memberikan pedoman cara pergaulan supaya ada batasan untuk
menghindari maksiat dan kemungkaran (Baba, 2005). Batasan bergaul dalam
Islam misalnya, tidak membenarkan percampurbauran antara kaum laki - laki dan
perempuan yang bukan mahramnya, menjauhi pergaulan bebas yang dapat
menimbulkan hal - hal negatif yang tidak diinginkan, menjaga pandangan mata
dan memelihara mata cukuplah dengan menundukkan pandangan bila ada laki laki atau perempuan yang bukan mahramnya, jangan memandangnya berulang ulang, menghindari berdua - duaan dengan lawan jenis, dan menghindari
bersentuhan (Abidin, 2005). Seperti dalam HR Thabrani:
“Ditikam salah satu dari pada kamu dengan jarum dari besi pada kepalanya
adalah lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang wanita yang tidak
halal baginya” (Abidin, 2005).
5
Nabhani (2001) mengemukakan bahwa Islam membatasi hubungan
lawan jenis atau hubungan seksual antara pria dan wanita hanya dalam lembaga
perkawinan dan melalui pemilikan hamba - hamba sahaya semata. Sistem
interaksi atau pergaulan pria dan wanita dalam Islam menetapkan bahwa naluri
seksual pada manusia adalah semata - mata untuk melestarikan keturunan umat
manusia. Sistem ini mengatur hubungan lawan jenis antara laki - laki dan
perempuan dengan peraturan yang rinci, dengan menjaga naluri ini agar hanya
disalurkan dengan cara yang alami. Agama memandang percampurbauran
antara laki - laki dan perempuan yang bukan mahramnya diharamkan dan
merupakan dosa besar dan dimasukkan dalam kategori zina (Jamal, 2001).
Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S Al-Israa’: 32
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk”
Pemerintah juga menyatakan ketidaksetujuan akan terjadinya perzinaan.
Hal ini sesuai dengan RUU KUHP yang memuat ancaman hukuman maksimal
untuk perbuatan zina adalah lima tahun (Pasal 484). Sementara, hidup bersama
sebelum menikah hanya diancam pidana maksimal dua tahun (Pasal 486).
Berbicara tentang kesusilaan maka dengan adanya perbuatan tinggal bersama
tanpa ikatan perkawinan, perbuatan zina termasuk di dalamnya. Walaupun
sudah ada RUU yang berlaku untuk tindak asusila, tetapi masih banyak sebagian
dari orang untuk tetap memutuskan hidup bersama sebelum menikah yang
merupakan bagian dari zina (Nasrullah, 2005). Direktur Koalisi Perempuan
Indonesia, Nursyahbani Katjasungkana, kurang setuju dengan RUU yang berlaku
untuk tindak asusila. Nursyahbani Katjasungkana juga mengatakan bahwa
perzinaan terkait dengan relasi domestik. Sepanjang tidak ada kekerasan dan
6
tidak merugikan pihak yang bersangkutan, seharusnya tidak dimasukkan sebagai
tindak pidana (Gatra, 3 Oktober 2003).
Masyarakat sebagai lingkungan sosial mempunyai cara sendiri untuk
menghakimi pasangan yang melakukan hidup bersama sebelum menikah. Tidak
jarang mereka diarak telanjang keliling dusun, atau bahkan langsung dinikahkan
segera setelah kepergok, dan tidak ada satupun alasan yang bisa membuat
mereka lolos dari sanksi sosial. Adanya sanksi yang masyarakat berikan kepada
individu yang melakukan hidup bersama sebelum menikah mencerminkan bahwa
masyarakat menolak adanya hidup bersama sebelum menikah dilingkungannya.
Masyarakat percaya, bahwa perkawinan adalah sesuatu yang mudah dan
alamiah. Meskipun hidup bersama sebelum menikah ada sanksi bagi yang
melakukan, baik di RUU KUHP ataupun sanksi dari masyarakat tetapi masih
banyak saja individu – individu yang melakukan hidup bersama sebelum menikah
dengan pasangannya dan mengabaikan sanksi – sanksi yang ada. Individu
berani mengambil resiko untuk kumpul kebo karena secara psikologis merasa
lebih aman, ada yang memperhatikan dan diperhatikan, lagi pula mereka
percaya bahwa pada titik tertentu masyarakat akhirnya bisa makin permisif dan
kompromis dengan fenomena ini (Swastika, 2002).
Dari kaca mata psikologis, sikap pro dan kontra terhadap hidup bersama
sebelum menikah tersebut diduga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
salah satunya adalah faktor psikologis/kepribadian dan pengetahuan (Pitriana,
2006). Ancok (Paulineke, 1998) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan
salah satu hal yang sangat penting dalam pembentukan sikap dan apakah sikap
itu positif atau negatif juga tergantung bagaimana individu mendapatkan
pengetahuan, mengolah dan menterjemahkannya berdasarkan kebenaran dari
7
ilmu pengetahuan itu sendiri. Glock dan Stark (Paloutzian, 1996) menyebutkan
bahwa religious knowledge (Dimensi intelektual) adalah salah satu dari lima
aspek religiusitas yang dipandang dapat mempengaruhi sikap. Religious
knowledge (dimensi intelektual) adalah seberapa jauh pengetahuan seseorang
terhadap ajaran - ajaran agama yang dianutnya terutama yang terdapat dalam
kitab suci maupun karya tulis lain yang berpedoman pada kitab suci.
Pentingnya aspek pengetahuan dalam segi kehidupan juga didukung oleh
Islam. Islam adalah agama yang sangat mendorong pemeluknya untuk
menguasai ilmu pengetahuan keislaman. Agama Islam telah cukup memberikan
bimbingan cara hidup dan pergaulan yang baik (Nasar, 2006). Sekarang
tergantung dari setiap pribadi individu apakah mau berusaha untuk menimba ilmu
pengetahuan tersebut atau sebaliknya bersikap tidak peduli sehingga nantinya
memunculkan sikap yang bertentangan dengan ajaran agamanya.
Aspek pengetahuan agama khususnya mengenai pergaulan dapat
menimbulkan sikap yang berbeda terhadap hidup bersama sebelum menikah.
Bagi individu yang memiliki pengetahuan mengenai pergaulan yang berlaku
dalam ajaran agama khususnya mengenai pergaulan antar jenis kelamin maka
mereka akan berusaha untuk menghindari terjadinya hidup bersama sebelum
menikah sedangkan yang memiliki pengetahuan yang dangkal akan bersikap
positif terhadap hidup bersama sebelum menikah. Pada pengetahuan agama
tentang pergaulan antar jenis kelamin diterangkan dengan jelas mengenai hal hal yang berkaitan dengan pergaulan antar jenis kelamin misalnya, perintah dan
larangan dalam melakukan pergaulan, tata cara dalam pergaulan sehingga
diharapkan dengan mengetahui pengetahuan agama tentang pergaulan antar
8
jenis kelamin maka hidup bersama sebelum menikah yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam dapat dihindari.
Uraian tersebut di atas yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti
apakah ada hubungan antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis
kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah?
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif
antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap
terhadap hidup bersama sebelum menikah. Semakin tinggi pengetahuan agama
tentang pergaulan antar jenis kelamin semakin negatif sikap terhadap hidup
bersama sebelum menikah. Sebaliknya semakin rendah pengetahuan agama
tentang pergaulan antar jenis kelamin semakin positif sikap terhadap hidup
bersama sebelum menikah.
Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia. Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia yang sedang menempuh pendidkan S1 dari berbagai angkatan
dan jurusan. Metode sampling yang yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah Simple Random Sample. Karakteristik subjek yaitu: (a) mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia; (b) berjenis kelamin pria atau
wanita; (c) berusia 18-24 tahun.
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah metode questionnaire atau angket. Adapun alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah skala.
Skala sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah
9
Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek sikap dari Secord dan
Backman (Azwar, 2005) dan Walgito (2002) yang menyatakan bahwa sikap
terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan
komponen konatif.
Skala sikap hidup bersama sebelum menikah direncanakan terdiri dari 59
aitem. Metode pemberian skor yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
Likert dengan skor yang bergerak dari 1 sampai 4.
Skala pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin
Penyusunan skala ini berdasarkan pembagian aspek-aspek pengetahuan
agama tentang pergaulan antar jenis kelamin oleh Nabhani (2001) yang
membagi menjadi dua aspek yaitu perintah dan larangan agama dalam
pergaulan antar jenis kelamin dan tata cara dalam pergaulan antar jenis kelamin.
Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dalam
penelitian ini adalah pengetahuan yang dimiliki oleh subjek yang berkaitan
dengan pergaulan antar jenis kelamin berdasarkan ketentuan – ketentuan yang
terdapat dalam Al – Quran dan sunnah Rasul.
Skala pengetahuan terdiri dari 30 aitem. Aitem-aitem dalam skala ini
dinyatakan dalam pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan agama
tentang pergaulan antar jenis kelamin. Subjek diberi pertanyaan dengan tiga
pilihan jawaban dan hanya ada satu jawaban yang benar. Pemberian skor
dilakukan dengan melihat kunci jawaban. Jawaban yang benar mendapat nilai 1
dan yang salah nilainya 0. Skor keseluruhan subjek ialah penjumlahan pada
jawaban yang benar.
10
Data dalam penelitian ini merupakan data interval sehingga
dianalisis
dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Teknik analisis data ini
akan menggunakan bantuan SPSS 12.0 for Windows.
Hasil Penelitian
Deskripsi Subjek
Tabel 1
Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
52 %
Laki – lakI
52 orang
Perempuan
48 orang
48 %
Jumlah
100 orang
100 %
Tabel 2
Deskripsi Subjek Berdasarkan Umur
Umur
18
Frekuensi
12 Orang
Persentase
12 %
19
13 Orang
13 %
20
15 Orang
15 %
21
14 Orang
14 %
22
20 Orang
20 %
23
15 Orang
15 %
24
11 Orang
11 %
Jumlah
100 Orang
100 %
Deskripsi Penelitian
Gambaran umum tentang data penelitian dapat dilihat dalam tabel data
penelitian fungsi - fungsi statistik dasar baik skala I (pengetahuan agam tentang
11
pergaulan antar jenis kelamin) maupun skala II (sikap terhadap hidup bersama
sebelum menikah) berikut ini.
Tabel 3
Perbandingan data empirik dan hipotetik
Data Hipotetik
Data empirik
Variabel
Pengetahuan
agama tentang
pergaulan
antar
jenis kelamin
Sikap terhadap
hidup bersama
sebelum
menikah
Skor
maks
Skor
min
M
SD
Skor
maks
Skor
min
M
SD
30
0
15
5
28,00
7,00
21,04
4,48
236
59
147,5
29,5
176,00
62,00
115,63
23,48
Sebaran hipotetik dari skor skala pengetahuan agama tentang pergaulan
antar jenis kelamin dapt diuraikan untuk mengetahui keadaan subjek penelitian
yang berdasarkan pada kategorisasi standar deviasi, dapat dilihat pada tabel,
yaitu:
Tabel 4
Kriteria Kategori Skala Pengetahuan Agama Tentang Pergaulan Antar Jenis
Kelamin
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Rentang Skor
Jumlah
Persentase
X > 27,8
4 orang
4%
23,3 < X < 27,8
30 orang
30 %
18,79 < X < 23,3
41 orang
41 %
14,3 < X < 18,8
15 orang
15 %
12
Sangat Rendah
X < 14,3
10 orang
10 %
Jumlah
100 Orang
100 %
Berdasarkan kategori di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek
memiliki kategori pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin
yang sangat tinggi yaitu sebanyak 4 %, tinggi 30 %, sedang 41 %, rendah 15 %
dan sangat rendah 10 %.
Tabel 5
Kriteria Kategori Sikap Skala Sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah
Kategori
Rentang Skor
Jumlah
Persentase
X > 150,85
8 orang
8%
18 orang
18 %
103,89 < X < 127,37
46 orang
46 %
80,4 < X < 103,9
22 orang
22 %
X < 10,9
6 orang
6%
Jumlah
100 Orang
100 %
Sangat Tinggi
Tinggi
127,37 < X < 150,85
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Berdasarkan kategori di atas maka 46 % subjek berada pada kategori
sedang, 22 % pada kategori rendah, 6 % pada kategori sangat rendah, 18 %
pada kategori tinggi dan 8 % pada kategori sangat tinggi.
Uji Asumsi
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12,0
dengan teknik statistik One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Variabel
pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin menunjukkan K-SZ =
13
1.184 ; p = 0,121 (p > 0,05). Sedangkan variabel sikap terhadap hidup bersama
sebelum menikah K-SZ = 0,550 ; p = 0,923 (p > 0,05). Hasil uji normalitas ini
menunjukkan bahwa kedua alat ukur tersebut memiliki sebaran yang normal.
Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linieritas variabel pengetahuan
agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup
bersama sebelum menikah. Uji lenieritas ini dilakukan dengan menggunakan
program computer SPSS versi 12,0. diperoleh bahwa F = 9,969 ; p = 0,002
(p<0,005), dan deviation from linierity f = 1,547 ; p = 0,093 (p>0,05). Hasil uji
linieritas tersebut menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan agama
tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama
sebelum menikah bersifat linier dan tidak ada kecenderungan menyimpang dari
garis linier.
Uji Hipotesis
Hubungan antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis
kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah dapat diketahui
dengan cara melakukan uji hipotesis. Hasil analisis data menggunakan teknik
korelasi product moment dari Pearson pada program computer SPSS versi 12,0
menunjukkan bahwa terjadi korelasi antara pengetahuan agama tentang
pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum
menikah. Hal ini dapat dilihat dari rxy =
- 0,290 dengan p = 0,02 (p<0,05),
sumbangan efektif sebesar 8,4 persen dan nilai koefisien menunjukkan bahwa di
antara variabel pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dan
sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah terjadi korelasi negatif.
Hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara pengetahuan
14
agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup
bersama sebelum menikah dapat diterima. Hasil uji korelasi tersebut
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel penelitian.
Uji Tambahan
Uji beda dilakukan untuk melihat perbedaan tingkat pengetahuan agama
tentang pergaulan antar jenis kelamin dan sikap terhadap hidup bersama
sebelum menikah berdasarkan jenis kelamin. Analisis data menggunakan
T-
test menunjukkan bahwa:
a. Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin
Uji t dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for
Windows diperoleh hasil t = -3,753 ; p = 0,000 (p<0,01). Hasil uji t
menunjukkan ada perbedaan pengetahuan agama tentang pergaulan antar
jenis kelamin antara laki - laki dan perempuan.
Tabel 6
Pengetahuan Agama Tentang Pergaulan Antar Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
N
Mean
SD
Perempuan
48
22,52
3,256
Laki – laki
52
19,52
4,941
Uji t
Sig.(2-tiled)
- 3,753
0,000
b. Sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah
Uji t dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for
Windows diperoleh hasil t = 1,661 ; p = 0,100 (p > 0,05). Hasil uji t
menunjukkan tidak ada perbedaan sikap terhadap hidup bersama sebelum
menikah antara laki – laki dan perempuan.
Tabel 7
Sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah
Jenis Kelamin
N
Mean
SD
Uji t
Sig.(2-tiled)
15
Perempuan
48
111,60
22,249
Laki – laki
52
119,35
24,194
1,661
0,100
Pembahasan
Setelah dilakukan analisis data melalui korelasi product moment dari
Pearson, diperoleh adanya korelasi negatif antara pengetahuan agama tentang
pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum
menikah. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan agama tentang pergaulan
antar jenis kelamin dapat digunakan untuk memprediksi sikap terhadap hidup
bersama sebelum menikah. Dengan kata lain, korelasi negatif antara
pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap
terhadap hidup bersama sebelum menikah menunjukkan bahwa nilai - nilai
variabel pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin akan diikuti
oleh penurunan tingkat sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah.
Semakin tinggi pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin akan
berjalan seiring dengan semakin rendahnya sikap terhadap hidup bersama
sebelum menikah, hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi (r = -0,290) ; p = 0,02
atau p<0,01. Rendahnya sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah pada
mahasisiwa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga
dapat dilihat dari jawaban pada beberapa aitem, antara lain : aitem 18 “Saya
tidak akan melakukan hidup bersama sebelum menikah walaupun saya sangat
mencintai pasangan saya” sebesar 44% menjawab Sangat Setuju (SS) dan 38%
menjawab Setuju (S), aitem 24 “ Walaupun pasangan akan meninggalkan saya,
saya tetap tidak akan hidup bersama sebelum menikah dengan pacar” sebesar
16
25% menjawab Sangat Setuju (SS) dan 50% menjawab Setuju (S) dan aitem 37
“ Saya tidak akan hidup bersama sebelum menikah dengan pacar karena hanya
akan merugikan diri sendiri” 48% menjawab Sangat Setuju (SS) dan 32%
menjawab Setuju (S).
Sumbangan pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin
terhadap sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah adalah 8,4 %. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin
memberikan pengaruh sebesar 8,4 % terhadap sikap terhadap hidup bersama
sebelum menikah. Sisanya 91,6 % merupakan faktor - faktor lain yang
mempengaruhi
dalam
penelitian
ini.
Pada
analisis
tambahan
dengan
menggunakan uji t terlihat tidak ada perbedaan sikap yang signifikan terhadap
hidup bersama sebelum menikah. berdasarkan uji t dengan t = 1,661 ; p = 0,100
(p>0,05) berarti tidak ada perbedaan sikap yang signifikan antara laki - laki dan
perempuan.
Suhartono (2005) mengatakan pengetahuan adalah proses untuk
mengetahui dan akan menghasilkan sesuatu yaitu pengetahuan. Pengetahuan
agama adalah proses mengetahui norma agama sebagai sistem keyakinan dan
sistem perilaku yang terlembagakan dalam sikap keseharian seseorang.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi sikap,
pengetahuan
juga
pembentukan
sikap.
merupakan
Kurangnya
salah
satu
unsur
pengetahuan
dan
yang
penting
dalam
pemahaman
secara
mendalam akan membawa individu pada sikap yang kurang proporsional.
Rendahnya pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi
sikapnya terhadap suatu objek sikap. Azwar (2005) mengatakan bahwa lembaga
pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh
17
dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian
dan konsep moral individu yang mana dalam penelitian ini adalah mahasiswa
muslim. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang
boleh atau tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan
serta ajaran-ajarannya. Pemahaman yang diperoleh itulah yang disebut
pengetahuan sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu juga
berperan dalam menjalankan ajaran agamanya dan menyikapi suatu objek sikap
yaitu hidup bersama sebelum menikah. Peranan lembaga pendidikan dan agama
sangat penting untuk seseorang sebagai dasar pemahaman mengenai sesuatu
hal dalam menjalankan kehidupan sehari - hari sebagai manusia beragama.
Rendahnya pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin termasuk
faktor yang mendukung bersikap positif terjadinya hidup bersama sebelum
menikah.
Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin yang berisikan
tentang peraturan yang mengatur hubungan antara laki - laki dan perempuan
dapat menjadi pegangan dalam menyikapi dan melakukan suatu hubungan
antara laki - laki dan perempuan yang juga bisa mengarah kepada hidup
bersama sebelum menikah. Pengetahuan agama yang rendah mengakibatkan
seseorang tidak paham betul aturan - aturan maupun norma yang digunakan
sebagai pegangan dan sistem berfikir.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi sikap.
Dalam penelitian ini, mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian adalah
mahasiswa yang kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Berdasarkan hasil dari rerata empirik pada skala pengetahuan
sebesar 21,04 (18,79 < X >23,3) mahasiswa yang kuliah di Fakultas Ekonomi
18
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta termasuk dalam kategori sedang.
Diduga sedang nya pengetahuan yang dimiliki oleh subjek karena adanya keragu
– raguan beragama (religius doubt) yang memang menjadi karakteristik
kehidupan beragama pada masa remaja (Idrus, 2006). Subandi (1991)
mengatakan bahwa remaja kurang peduli terhadap masalah agama maupun
aturan – aturan. Pada skala sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah
diperoleh hasil dari rerata empirik bahwa mahasiswa termasuk dalam kategori
sedang dengan angka sebesar 115,63 (103,89 < X < 127,37). Hasil ini
mengartikan bahwa mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta sebagai subjek dalam penelitian ini termasuk pada orang – orang
yang mentolerir, atau dengan kata lain tidak melakukan hidup bersama sebelum
menikah tetapi membiarkan hal itu terjadi di lingkungannya.
Derajat (1994) berpendapat bahwa cara terpenting untuk mengetahui dan
memahami ajaran agama adalah melalui pendidikan yang dilaksanakan secara
terus menerus sesuai dengan kemampuan dan perkembangan jiwa serta
kecerdasan manusia. Penelitian ini dapat membuktikan bahwa ada hubungan
negatif antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin
dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah walaupun masih
banyak kekurangan dalam penelitian ini, antara lain : metode pengumpulan data
berupa angket yang bisa diganti dengan wawancara yang bisa mengasilkan hasil
yang kebih kuat terhadap fenomena hidup bersama sebelum menikah pada
mahasiswa, selain itu dalam penelitian ini masih kurang menyajikan hasil
penelitian lain yang berhubungan dengan sikap terhadap hidup bersama
sebelum menikah dan pengetahuan agama untuk itu dapat disempurnakan
dengan menambah literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
19
Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan
serta ajaran - ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan
sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan apabila konsep moral dan
ajaran agama berperan dalam menentukan sikap individu terhadap fenomena
hidup bersama sebelum menikah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan, maka kesimpulan
yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah ada korelasi negatif antara
pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap
terhadap hidup bersama sebelum menikah. Semakin tinggi pengetahuan agama
tentang pergaulan antar jenis kelamin, maka akan semakin negatif sikap
terhadap hidup bersama sebelum menikah. Begitu pula sebaliknya, apabila
seseorang atau individu mempunyai tingkat pengetahuan agama tentang
pergaulan antar jenis kelamin yang rendah maka individu tersebut mempunyai
sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah yang positif.
Saran
Bagi penelitian selanjutnya.
a. lebih memperluas subjek penelitian, misalnya subjek yang berlatar
pendidikan non formal.
b. Cermat
lagi
dalam
mengontrol
variabel
-variabel
lain
yang
belum
diikutsertakan pada penelitian ini
c.
Menggunakan metode yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih
spesifik.
d. Menambah literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
20
e. Skala dapat disempurnakan dengan meminta bantuan dari orang yang benar
– benar mengerti dan memahami Pengetahuan agama tentang pergaulan
antar jenis kelamin, memperbaiki susunan kalimat, tata bahasa, penambahan
aitem dan menambah alternatif jawaban.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, D.Z. 2005. Batas Pergaulan Bukan Hanya Fizkal, Malah Mental serta
Spiritual. http//www.wanitajimceria.blogspot.com
Ancok, D. & Suroso, F.N. 1995. Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problemproblem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
________2005. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannyanya. Edisi Kedua.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Baba,
S. 2005. Remaja Bertatih-Perlukan Pengalaman,
http;//utusanrasul.tblog.com/post/196985146
Tunjuk
Ajar.
Budiarti, R.T. 2003. Norma Baru Hidup Bersama. www.GATRA.com/20/02/06
Darajat, Z. 1992. Remaja, Harapan dan Tantangan. Jakarta: CV. Ruhama
Ginting, A. 1996. Hubungan antara Perkembangan Moral dengan Sikap
Terhadap Hubungan Seksual Sebelum Menikah. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Idrus, M. 2006. Keraguan Kepada Tuhan pada Remaja. Psikologika vol. 21
Jamal, I. 2001. Kenikmatan yang Membawa Bencana. Jakarta: Darul Haq
Nabhani, S.T. 2001. Sistem Pergaulan Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Thariqul
Izzah
21
Nasar, M. F. 2006. Perkawinan Beda Agama Laporan: M. Fuad Nasar.
www.Amanah.or.id/detail.php?id=535.10/01/07
Nasrullah, T. 2005. Pasal-pasal Kesusilaan di RUU KUHP dinilai Masih Rancu:
Hukuman Maksimal Untuk Perbuatan Zina Lebih Berat dari “Kumpil
Kebo”. http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=12705&cl=berita
Paloutzian, R. F. 1996. Invitation to the Psychology of Religion. Edisi 2. Needham
Heights, Massachusetts: A Simon & Schuster Company
Pitriana, Y. dan Zulaifah, E. 2006. Pengetahuan Poligami dalam Islam dan Sikap
Terhadap Poligami pada Wanita Muslim. Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Psikologi PSIKOLOGIKA, Nomor 20. Tahun X, 109-118
Subandi. 1999. Psikologi Agama (Diktat Kuliah). Yogyakarta: Fkultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia
Suhartono, S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Swastika, A. 2002. Kumpul Kebo. http://www.kunci.or.id/teks/10kebo.htm
Harian
Merapi.
2006.
Wajah
www.merapionline.com/20/02/06
Baru
Kumpul
Kebo.
22
Download