Pengaruh Konsentrasi Bahan Organik, Salinitas, dan

advertisement
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.
Pengaruh Konsentrasi Bahan Organik, Salinitas, dan pH Terhadap
Laju Pertumbuhan Alga
Dwi Ratri Mitha Isnadina 1*, Joni Hermana 2
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia1*
[email protected]
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia2
Abstrak
Kinetika pertumbuhan mikroorganisme, baik alga maupun bakteri, mempengaruhi oksidasi bahan
organik dan produksi biomassa. Pertumbuhan alga dipengaruhi oleh sumber karbon, sumber nutrisi
dan kondisi lingkungan tumbuhnya. Koefisien pertumbuhan alga dapat diformulasikan menggunakan
persamaan Monod. Berdasarkan persamaan Monod, semakin besar konsentrasi bahan organik maka
semakin cepat laju pertumbuhan, sehingga semakin banyak biomassa yang dihasilkan. Pada penelitian
ini, akan dilakukan uji terhadap pengaruh konsentrasi bahan organik sebagai sumber karbon terhadap
pertumbuhan. Variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah salinitas dan pH yang
mewakili kondisi lingkungan. Selain itu, akan dilakukan perhitungan koefisien biokinetik dalam nilai
µ, µmax, Y, dan Ks. Konsentrasi bahan organik divariasikan menjadi 3 yaitu 250 mg/L, 430 mg/L dan
800 mg/L. Kondisi lingkungan tumbuh alga dalam pH asam (pH 4,5 dan pH 6) serta pH basa (pH 9)
sedangkan penambahan konsentrasi salinitas dibagi menjadi 0,8 dan 1,5 ppt. Penelitian dilakukan
selama 14 hari untuk masing-masing konsentrasi bahan organik dan dilakukan analisis parameter
VSS, COD, dan klorofil a setiap hari selama penelitian berlangsung. Laju pertumbuhan spesifik (µ)
tertinggi terjadi pada reaktor uji dengan konsentrasi awal bahan organik sebesar 757,6 mg/L dengan
penambahan salinitas sebesar 1,5 ppt dan dalam kondisi pH 9 yaitu sebesar 0,438 hari-1. Laju
pertumbuhan maksimum (µmax) sebesar 0,448 hari-1, koefisien produksi (Y) sebesar 0,162 mg
VSS/mg COD, dan Ks sebesar 50,1 mg/L. Konsentrasi bahan organik dan pH memiliki pengaruh yang
besar, sedangkan variasi salinitas tidak berpengaruh besar pada penelitian ini.
Katakunci: Koefisien biokinetik, Konsentrasi bahan organik, Pertumbuhan alga, pH, Salinitas
1. Pendahuluan
Mikroalga memiliki peran penting dalam
pengolahan limbah domestik dimana mikroalga
berperan dalam menurunkan nutrien, logam
berat, dan patogen, namun mikroalga sensitif
terhadap pencemar beracun. Selain itu,
mikroalga menghasilkan oksigen (O2) yang
dibutuhkan bakteri heterotrof untuk mengolah
polutan organik (Muñoz dan Guieysse, 2006).
Beberapa dekade terakhir, banyak dilakukan
penelitian mengenai pengolahan air limbah
dengan memanfaatkan peran mikroalga pada
High Rate Algal Ponds (HRAP). HRAP adalah
kolam yang didesain secara ekologis dengan
adanya simbiosis antara bakteri aerobik dan alga
(Craggs et al. 2004). Mikroalga dan bakteri
memiliki peran penting dalam pengolahan air
limbah dengan HRAP, oleh karena itu
pertumbuhan mikroorganisme tersebut merupakan fokus utama untuk menjaga performa
HRAP.
Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti sumber nutrien, sumber
karbon, dan faktor lingkungan (oksigen terlarut,
suhu, pH, dan salinitas). Kinetika pertumbuhan
mikroorganisme mempengaruhi oksidasi bahan
organik dan produksi biomassa (Metcalf dan
Eddy, 2004). Formulasi yang sering digunakan
dalam hubungan mikroorganisme dengan
oksidasi bahan organik adalah Persamaan
Monod. Berdasarkan Persamaan Monod,
semakin besar konsentrasi bahan organik, maka
semakin cepat laju pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri akan mendorong pertumbuhan
mikroalga pada kultur campuran karena bakteri
akan menghasilkan karbon dioksida (CO2) yang
merupakan sumber karbon mikroalga. Simbiosis
mutualisme antara mikroalga dan bakteri muncul
pada pengolahan dengan HRAP.
Variasi harian bahan organik pada badan air
dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme karena bahan organik adalah sumber
karbon bakteri. Selain itu, faktor lingkungan
seperti pH dan salinitas juga mempengaruhi
metabolisme mikroorganisme. Variasi salinitas
terjadi di daerah sekitar muara akibat adanya
pasang surut air laut dimana salinitas
mempengaruhi tekanan osmosis pada sel
mikroorganisme. Sedangkan variasi pH disebabkan adanya aktifitas biologis pada lingkungan
perairan dimana pH mempengaruhi kinerja
enzim dalam metabolisme sel.
Koefisien biokinetik digunakan untuk memprediksi laju oksidasi substrat dan pertumbuhan
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.
biomassa dapat divariasikan sebagai fungsi dari
sumber air limbah, populasi mikroba, dan suhu
(Metcalf dan Eddy, 2004). Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsentrasi
bahan organik, salinitas, dan pH terhadap laju
pertumbuhan alga. Selain itu, dicari nilai
koefisien pertumbuhan alga pada penelitian ini.
2. Metode
Bagian ini meliputi penjelasan mengenai waktu
dan tempat pelaksanaan penelitian; alat dan
bahan yang digunakan; metode penelitian dan
analisis parameter serta cara pengolahan data.
2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni
2013 di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan
Teknik Lingkungan, FTSP-ITS.
2.2. Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan reaktor batch
dengan volume 10 L yang terbuat dari plastik
dan dilengkapi dengan pompa submersible
seperti Gambar 1. Alat lain yang digunakan
adalah peralatan laboratorium untuk analisis
parameter pH, COD (Chemical Oxygen
Demand), VSS (Volatile Suspended Solids), dan
klorofil a.
Gambar 1. Sketsa Reaktor
Keterangan:
Reaktor A = pH 4,5; Salinitas 0,8 ppt.
Reaktor B = pH 6; Salinitas 0,8 ppt.
Reaktor C = pH 9; Salinitas 0,8 ppt.
Reaktor D = pH 4,5; Salinitas 1,5 ppt.
Reaktor E = pH 6; Salinitas 1,5 ppt.
Reaktor F = pH 9; Salinitas 1,5 ppt.
Reaktor Kontrol = tanpa larutan penyangga dan
tanpa penambahan nilai
salinitas.
Bahan yang dibutuhkan adalah reagen yang
dibutuhkan untuk analisis parameter, kultur alga,
dan media kultur. Kultur alga berasal dari saluran
drainase Jl. Arief Rahman Hakim karena
memiliki nilai indeks keanekaragaman terbesar
berdasarkan analisis awal karakteristik. Media
kultur mengandung larutan gula sebagai sumber
bahan organik, larutan NaCl untuk variasi
salinitas, buffer fosfat sebagai larutan penyangga
pH dan nutrisi yang komposisinya berdasarkan
Bold’s Bassal Medium yang dituliskan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrisi Bold’s Bassal Medium
Jumlah di
Konsentrasi
Media
Bahan Kimia
pada Larutan
Kultur
Stock (g/L)
(mL/L)
NaNO3
25,00
10
CaCl2.2H2O
2,50
10
MgSO4.7H2O
7,50
10
K2HPO4
7,50
10
KH2PO4
17,50
10
NaCl
2,50
10
Trace element
1
a. CuSO4.5H2O
1,57
b. (NH4)6Mo7O24
0,09
c. ZnSO4.7H2O
8,82
d. MnSO4.H2O
0,59
H3 B3
11,40
1
EDTA-KOH Solution
1. EDTA Na2
50,00
2. KOH
31,00
FeSO4.7H2O
4,98
1
H2SO4
1 mL/L
2.3. Metode Penelitian
Penelitian berlangsung selama 14 hari dalam
reaktor batch dalam skala laboratorium.
Pengambilan sampel dilakukan tiap hari kecuali
Sabtu, Minggu, dan Hari Libur Nasional.
Penelitian ini menggunakan 3 variabel yaitu
konsentrasi bahan organik, salinitas, dan pH.
Bahan organik divariasikan menjadi 250, 430,
dan 800 mg/L. Salinitas divariasikan menjadi 0,8
dan 1,5 ppt. pH divariasikan menjadi pH 4,5; 6
dan 9.
Reaktor 10 L terdiri dari media kultur sebanyak
7,5 L dan 2,5 L kultur alga. Kultur yang
digunakan bukan kultur murni alga melainkan
campuran antara alga dan mikroba. Parameter
yang dianalisis adalah Chemical Oxygen
Demand (COD), Volatile Suspended Solids
(VSS), dan Klorofil a. Analisis COD
menggunakan metode Closed Reflux, Titrimetric;
analisis VSS menggunakan metode Fixed and
Volatile Solids Ignited at 550oC; dan analisis
klorofil a menggunakan metode Spectrophotometric Determination of Chlorophyll. Metode
analisis berdasarkan Standard Method (APHA,
1998).
2.4. Pengolahan Data
Hasil analisis parameter selanjutnya digunakan
untuk menentukan nilai koefisien biokinetik.
Koefisien biokinetik yang ditentukan pada
penelitian ini adalah nilai µ, µmax, Ks, dan Y.
Cara menentukan nilai koefisien tersebut adalah
sebagai berikut:
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.
• Nilai µ
Nilai µ dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Perez-Garcia
et al., 2010):
(1)
µ = (ln Xt n − ln Xt 0 ) ( t n − t 0 )
€
€
€
€
dimana:
µ
= laju pertumbuhan spesifik, hari-1.
Xtn = konsentrasi biomassa hari ke-n,
mg/L.
Xt0 = konsentrasi biomassa hari ke-0,
mg/L.
tn
= hari ke-n, hari.
= hari ke-0, hari.
t0
Plotkan nilai (t) terhadap (ln X) dan buat
garis regresinya. Nilai slope adalah nilai µ.
• Nilai µmax dan Ks.
Nilai µmax dan Ks dapat ditentukan dengan
menggunakan
persamaan
berikut
(Okpokwasili dan Nweke, 2005):
S0
(2)
µ = µmax
K s + S0
dimana:
µmax = laju pertumbuhan maksimum,
hari -1.
S0 = konsentrasi awal bahan organik,
mg/L.
Ks = konstanta kejenuhan bahan
organik, mg/L.
Plotkan nilai (1/S0) terhadap (1/µ) dan buat
garis regresinya. Nilai slope adalah nilai
K s dan nilai intercept adalah nilai 1 .
µmax
µmax
• Nilai Y
Nilai Y dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Metcalf dan
€
Eddy, 2004):
ΔX
(3)
Y=
ΔS
dimana:
Y = koefisien produksi, mg VSS/ mg
COD.
ΔX = selisih biomassa, mg VSS/L.
ΔS = selisih konsentrasi bahan
organik, mg COD/L.
3. Pembahasan
Laju pertumbuhan alga dipengaruhi oleh dua
faktor utama. Faktor pertama adalah sumber
nutrisi dan energi, sementara faktor kedua adalah
faktor lingkungan seperti pH, suhu, dan salinitas.
Pada penelitian ini dilakukan pengkayaan bahan
organik pada kultur tumbuh untuk melihat
pengaruh sumber karbon organik pada
pertumbuhan alga. Selain itu, dilakukan uji
terhadap pertumbuhan alga di lingkungan yang
bukan
merupakan
kondisi
optimumnya.
Kemampuan tumbuh alga dilihat dari nilai
koefisien biokinetik yang didapatkan. Penelitian
ini membutuhkan 7 reaktor untuk masing-masing
konsentrasi bahan organik seperti Gambar 1.
Konsentrasi bahan organik direncanakan sebesar
250, 430, dan 800 mg/L. Namun dari hasil
analisis didapatkan konsentrasi awal bahan
organik sebesar 232,0; 418,7; dan 757,6 mg/L.
Running I adalah percobaan dengan konsentrasi
awal bahan organik sebesar 232 mg/L, Running
II adalah percobaan dengan konsentrasi awal
bahan organik sebesar 418,7 mg/L, dan Running
III adalah percobaan dengan konsentrasi awal
bahan organik sebesar 757,6 mg/L.
3.1. Perhitungan Koefisien Biokinetik
Perhitungan nilai koefisien berdasarkan biomassa
yang dihitung dalam nilai VSS (mg/L) dan
klorofil a (mg/L). Nilai VSS menggambarkan
banyaknya biomassa baik alga maupun bakteri,
sedangkan nilai klorofil a menggambarkan konsentrasi pigmen klorofil pada sampel. Nilai
klorofil a bukan merupakan nilai berat alga.
Laju pertumbuhan spesifik (µ) adalah kecepatan
pertumbuhan alga selama fase eksponensial
dimana pada penelitian ini dinyatakan dalam
satuan hari-1. Fase eksponensial pada penelitian
ini rata-rata terjadi mulai hari ke-0 hingga hari
ke-3. Contoh grafik hubungan nilai (t) terhadap
(ln X) dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Hubungan t (hari) dengan ln X (VSS)
Reaktor Kontrol
Gambar 3. Hubungan t (hari) dengan ln X (klorofil a)
Reaktor Kontrol
Selanjutnya dicari nilai µmax dan Ks. µmax adalah
laju pertumbuhan maksimum dimana saat
konsentrasi bahan organik semakin banyak, laju
pertumbuhan cenderung konstan atau turun.
Sedangkan Ks menunjukkan kepekaan konsen-
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.
trasi bahan organik terhadap pertumbuhan
biomassa. Ks adalah konsentrasi bahan organik
pada setengah laju pertumbuhan maksimum.
Contoh grafik hubungan nilai (1/S0) terhadap
(1/µ) dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Nilai koefisien selanjutnya adalah nilai Y atau
biomass yield adalah rasio jumlah produksi
biomassa dan jumlah substrat yang digunakan
(Metcalf dan Eddy, 2004). Hasil perhitungan
keseluruhan koefisien biokinetik dapat dilihat
pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Lanjutan Tabel 2.
S0
232,0
418,7
757,6
232,0
418,7
757,6
232,0
418,7
757,6
232,0
418,7
757,6
232,0
418,7
757,6
Gambar 4. Hubungan 1/S0 dengan 1/µ (VSS) Reaktor
Kontrol
Gambar 5. Hubungan 1/S0 dengan 1/µ (Klorofil a)
Reaktor Kontrol
Persamaan Monod pada dasarnya digunakan
untuk kultur murni bakteri yang tumbuh dengan
substrat organik tunggal, namun berdasarkan
penelitian terdahulu yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa model tersebut juga dapat
digunakan dengan baik untuk kultur campuran
antara alga dan bakteri heterotrof pada kondisi
karbon
organik
yang
bermacam-macam.
Koefisien biokinetik tersebut dapat digunakan
untuk memperkirakan oksidasi bahan organik
dan produksi biomassa.
Tabel 2. Koefisien Biokinetik Berdasarkan Nilai VSS
Koefisien Biokinetik
S0
µ
µmax
Ks
Reaktor A (pH 4,5; Salinitas 0,8 ppt)
232,0
0,256
0,027
137,3
418,7
0,018
757,6
0,099
Reaktor B (pH 6; Salinitas 0,8 ppt)
232,0
0,259
0,439
150,2
418,7
0,358
757,6
0,342
Y
0,132
0,000
0,059
0,538
0,296
0,165
Koefisien Biokinetik
µ
µmax
Ks
Reaktor C (pH 9; Salinitas 0,8 ppt)
0,284
0,508
169,5
0,407
0,383
Reaktor D (pH 4,5; Salinitas 1,5 ppt)
0,244
0,089
112,6
0,077
0,153
Reaktor E (pH 6; Salinitas 1,5 ppt)
0,254
0,406
125,8
0,357
0,320
Reaktor F (pH 9; Salinitas 1,5 ppt)
0,376
0,448
50,1
0,378
0,438
Reaktor Kontrol
0,259
0,749
444,9
0,351
0,486
Y
0,621
0,309
0,131
0,252
0,000
0,099
0,375
0,290
0,172
0,746
0,221
0,162
0,421
0,293
0,146
Tabel 3. Koefisien Biokinetik Berdasarkan Nilai Klorofil a
Koefisien Biokinetik
S0
µ
µmax
Ks
Y
Reaktor A (pH 4,5; Salinitas 0,8 ppt)
232,0
0,380
0,399
48,7
0,00020
418,7
0,254
0,00012
757,6
0,515
0,00003
Reaktor B (pH 6; Salinitas 0,8 ppt)
232,0
0,485
0,499
15,4
0,00032
418,7
0,436
0,00026
757,6
0,524
0,00005
Reaktor C (pH 9; Salinitas 0,8 ppt)
232,0
0,621
0,573
21,4
0,00037
418,7
0,376
0,00017
757,6
0,792
0,00028
Reaktor D (pH 4,5; Salinitas 1,5 ppt)
232,0
0,416
0,251
74,1
0,00017
418,7
0,241
0,00007
757,6
0,329
0,00005
Reaktor E (pH 6; Salinitas 1,5 ppt)
232,0
0,541
0,485
19,9
0,00039
418,7
0,484
0,00024
757,6
0,515
0,00004
Reaktor F (pH 9; Salinitas 1,5 ppt)
232,0
0,507
0,750
139,2
0,00034
418,7
0,449
0,00014
757,6
0,776
0,00040
Reaktor Kontrol
232,0
0,668
0,849
73,1
0,00026
418,7
0,653
0,00020
757,6
0,835
0,00029
3.2. Analisis Pengaruh Konsentrasi Bahan
Organik
Sumber bahan organik yang digunakan pada
penelitian ini adalah sukrosa atau gula pasir,
walaupun glukosa dan asetat yang banyak
digunakan sebagai sumber karbon pada budidaya
mikroalga berdasarkan hasil penelitian terdahulu
(Perez-Garcia et al., 2011). Data yang digunakan
untuk analisis adalah laju pertumbuhan reaktor
kontrol pada tiga konsentrasi bahan organik yang
berbeda (S0 = 232 mg/L; S0 = 418,7 mg/L; dan
S0 = 757,6 mg/L). Data tersebut digunakan
karena pada reaktor kontrol tidak ada pengontrolan nilai pH dan penambahan konsentrasi
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.
salinitas, sehingga kondisi lingkungannya tidak
terikat pada variabel tersebut. Dilihat pada Tabel
2, nilai laju pertumbuhan spesifik semakin naik
sejalan dengan bertambahnya konsentrasi bahan
organik. Hal tersebut membuktikan bahwa
peningkatan konsentrasi bahan organik juga akan
meningkatkan laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme. Namun bila dilihat dari Tabel 3, nilai
laju pertumbuhan spesifik pada S0 = 418,7 mg/L
lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan
spesifik pada S0 = 232 mg/L, namun selisih
antara keduanya tidak terlalu mencolok. Hasil
analisis tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kayombo et al. pada tahun 2003.
Penelitian Kayombo et al. menyimpulkan bahwa
semakin besar konsentrasi bahan organik, maka
laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme juga
semakin tinggi dengan fase eksponensial terjadi
selama 3,5 – 5,3 hari.
Pada kultur campuran, terdapat simbiosis antara
mikroalga dan bakteri yang menyebabkan
pertumbuhan bakteri mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Bahan organik merupakan
sumber karbon metabolisme bakteri dimana
metabolisme tersebut menghasilkan CO2 yang
merupakan sumber karbon mikroalga. CO2
dimanfaatkan oleh mikroalga untuk fotosintesis
saat terdapat energi cahaya dan menghasilkan O2
yang digunakan oleh bakteri untuk metabolisme.
Metabolisme mikroalga dapat mengalami
perubahan saat bahan organik eksternal tinggi
dan terjadi keterbatasan karbon inorganik.
Mayoritas
mikroalga
adalah
mikroalga
fotoautotrof, namun saat salah satu dari dua
kondisi tersebut terjadi akan menyebabkan
perubahan metabolisme menjadi fotoheterotrof
atau miksotrof. Fotoheterotrof merupakan proses
dengan dua faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan yaitu substrat karbon organik dan
intensitas cahaya. Namun, ini belum diteliti
secara sistematis dan dimodelkan (Chojnacka
dan Noworyta, 2004). Jadi dapat disimpulkan
bahwa bahan organik mempunyai efek langsung
dan tidak langsung terhadap laju pertumbuhan
alga.
3.3. Analisis Pengaruh pH
pH merupakan salah satu kondisi lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan alga. Perubahan pH pada badan air terjadi akibat proses
biologis yang terjadi. pH mempengaruhi
kelarutan dan ketersediaan ion mineral, sehingga
mempengaruhi penyerapan ion mineral oleh sel.
pH juga mempengaruhi kinerja enzim yang dapat
menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan alga. Selain itu, perubahan pH menyebabkan redistribusi berbagai jenis karbon
inorganik yang mungkin memiliki efek yang
buruk terhadap proses pertumbuhan.
Karbon inorganik yang banyak dimanfaatkan
oleh alga adalah CO2 karena (1) CO2 adalah
bentuk karbon iorganik yang digunakan oleh
enzim ribulose 1,5- biphosphate carboxylase dan
(2) alga tersuspensi yang tumbuh pada kondisi
dimana ada keterbatasan karbon menunjukkan
respon kinetik fraksi CO2 pada karbon organik
terlarut (Liehr et al., 1988).
Berdasarkan nilai rerata laju pertumbuhan
spesifik, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
paling baik terjadi pada kondisi pH 9. Hal
tersebut sesuai dengan kisaran pH optimum
untuk pertumbuhan alga yaitu pH 7 – 9. Laju
pertumbuhan spesifik terkecil terjadi pada media
kultur dengan pH 4,5. Kondisi pH asam dalam
sel dapat mengakibatkan gangguan pada proses
biokimia sel yang selanjutnya mempengaruhi
pertumbuhan sel tersebut (Gunawan, 2012).
3.4. Analisis Pengaruh Salinitas
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan selain pH adalah salinitas (Bartley et
al., 2013). Perubahan salinitas mempengaruhi
alga dengan tiga cara: (1) tekanan osmotik, (2)
tekanan ion, dan (3) perubahan rasio ionik akibat
permeabilitas membran (Mata et al., 2010).
Peningkatan konsentrasi garam berhubungan
dengan penurunan laju fotosintesis. Laju
fotosintesis tertinggi terjadi pada media alami
dan menurun dengan meningkatnya salinitas.
Salinitas mempengaruhi laju pertumbuhan yang
dibuktikan dengan nilai laju pertumbuhan reaktor
kontrol lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan reaktor yang ditambahkan nilai salinitas.
Namun pada penelitian ini juga, laju pertumbuhan alga pada kondisi 0,8 ppt dan 1,5 ppt tidak
banyak perbedaan nilai sehingga disimpulkan
bahwa variasi salinitas yang ditentukan (0,8 dan
1,5 ppt) tidak memberikan efek yang besar
terhadap pertumbuhan alga. Hal tersebut dapat
dilihat dari laju pertumbuhan yang mengalami
kenaikan dan penurunan namun selisih antara
keduanya kecil.
Alga memiliki rentang salinitas optimum yang
berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh
Asulabh et al. (2012) menyimpulkan bahwa alga
air tawar masih mampu bertahan dan tumbuh
pada kondisi dengan tingkat salinitas sebesar 2
ppt. Alga memiliki respon terhadap lingkungan
dengan variasi salinitas kecil yaitu dengan
menghasilkan glukosil-gliserol untuk meningkatkan salinitas dalam sel (Sigee, 2005).
4. Kesimpulan
Laju pertumbuhan alga pada penelitian ini
dipengaruhi konsentrasi bahan organik dan pH,
sedangkan penambahan salinitas pengaruhnya
tidak sebesar konsentrasi bahan organik dan pH.
Data analisis parameter digunakan untuk menentukan koefisien biokinetik dalam nilai µ, µmax, Ks,
Seminar Nasional Pascasarjana XIII – ITS, Surabaya 15 Agustus 2013
ISBN No.
dan Y. Koefisien biokinetik dihitung berdasarkan
nilai VSS dan klorofil a dimana nilai koefisien
yang didapat berbeda-beda untuk masing-masing
kondisi kultur. Pertumbuhan alga terbaik terjadi
di reaktor dengan konsentrasi awal bahan
organik (S0) sebesar 757,6 mg/L dan pH 9
dengan penambahan salinitas sebesar 1,5 ppt
berdasarkan nilai µ yang dihitung atas nilai VSS.
5.
Pustaka
APHA, AWWA, WAE, (1998). Standard Methods for
the Examination of Water and Waastewater 20th
Edition. Washington, D.C.: American Public
Health Association
Asulabh, K.S., Supriya, G., dan Ramachndra, T.V.,
(2012). Effect of Salinity Concentrations on
Growth Rate and Lipid Concentration in
Microcystis sp., Chlorococcum sp., and
Chaetoceros sp. In National Conference on
Conservation and Management of Wetland
Ecosystems. Kerala, India, November, 6-9
Chojnacka, K. dan Noworyta, A., (2004). Evaluation
of spirulina sp. growth in photoautotrophic,
heterotrophic, and mixotrophic cultures. Enzyme
and Microbial Technology, 34: p. 461-465
Craggs, R.J., Zwart, A., Nagels, J.W., dan DaviesColley, R.J., (2004). Modelling sunlight
disinfection in a high rate pond. Ecological
Engineering, 22: p. 113-122
Gunawan, (2012). Pengaruh perbedaan pH pada
pertumbuhan mikroalga klas Chlorophyta.
Bioscientiae, 2(9): p. 62-65
Kayombo, S., Mbwette, T.S.A., Katima, J.H.Y., dan
Jogersen, S.E., (2003). Effects of substrate
concentrations on the growth of heterotrophic
bacteria and algae in secondary facultative ponds.
Water Research, 37: p. 2937-2943
Liehr, S.K., Eheart, W., dan Suida, Mt., (1988). A
modelling study of the effect of pH on carbon
limited algal biofilms. Water Research. 22(8): p.
1033-1041
Mata, T.M., Martins, A.A., dan Caetano, N.S., (2010).
Microalgae for biodiesel production and othe
application: A review. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 14: p. 217-232
Metcalf dan Eddy, (2004). Waste Water Engineering:
Treatment, Disposal, and Reuse. New York:
McGraw-Hill
Muñoz, R. dan Guieysse, B., (2006). Algal-bacterial
processes for the treatment of hazardous
contaminants: A review. Water Research, 40: p.
2799-2815
Okpokwasili, G.C., dan Nweke, C.O., (2005).
Microbial growth and substrate utilization
kinetics. Affrican Journal of Biotechnology, 5(4):
p. 306-317
Perez-Garcia, O., de-Bashan, L.E., Hernandez, JuanPablo, dan Bashan, Y., (2010). Efficiency of
growth and nutrient uptake from wastewater by
heterotrophic, autotrophic, and mixotrophic
cultivation of Chlorella vulgaris immobilized
with Azospirillum brasilense. Journal Phycol.,
46: p. 800-812
Perez-Garcia, O., Escalante, F.M.E., de-Bashan, L.E.,
dan Bashan, Y., (2011). Heterotrophic cultures of
microalgae: Metabolism and potential products.
Water Research, 45: p. 11-36
Sigee, D.C., (2005). Freshwater Microbiology,
Biodivesity, and Dynamic of Microorganisms in
the Aquatic Environment. West Sussex, England:
John Willey & Sons
Download