BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan
mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Karena begitu bernilainya kesehatan, seseorang rela membayar
mahal untuk terhindar dari berbagai penyakit. Sistem reproduksimerupakan salah
satu sistemyang harus dijaga kesehatannya.
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan reproduksi adalah
kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,
fungsi serta prosesnya. Sedangkan menurut Depkes RI, kesehatan reproduksi
adalah suatu keadaan sehat, secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan
kedudukan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan
pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit,
melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman dan
memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Nugroho, 2010).
Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat baik ditinjau dari segi kesehatan, politik, maupun sosial ekonomi.
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala
klinis maupun asimptomatis (Daili, 2009).
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2
Saat ini ada banyak jenis-jenis IMS dan yang sering terjadi di Indonesia yaitu
sifilis, gonore, suspek go, sevisitis, urethritis non-GO, trikomoniasis, ulkus mole,
herpes genital, dan kandidiasis (Kemenkes RI, 2011).
IMS yang terjadi pada saluran reproduksi menjadi penyebab utama penyakit
dan kematian pada maternal dan perinatal. Komplikasi penyakit ini adalah
terjadinya kehamilan ektopik, penyakit radang panggul, kelahiran prematur,
keguguran, lahir mati, infeksi bawaan, cacat kronis (kemandulan dan kanker alat
kelamin), menurunkan kemampuan reproduksi perempuan dan meningkatkan
risiko penularan HIV (Depkes RI, 2006; Prabawati, 2012)
Berdasarkan data yang dikeluarkan WHO tahun 2005, sebanyak 457 juta
orang diseluruh dunia terkena infeksi menular seksual (IMS). Kasus penderita
IMS sebagian besar berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara yaitu sebanyak 151
juta, diikuti Afrika sekitar 70 juta, dan yang terendah adalah Australia dan
Selandia Baru sebanyak 1 juta (Suwandani, 2014).
Di United States, dari Sexually Transmitted Disease Surveillance (2007),
terdapat 23 kasus chancroid, 40.920 kasus sifilis, 355.991 kasus gonorrhea,
1.108.374 kasus klamidia dan di setiap tahun jumlah kasus penyakit IMS selalu
meningkat.
Menurut Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) Kemenkes yang
bertujuan untuk menentukan kecenderungan prevalensi Gonore, Klamidia, Sifilis
dan HIV, diantara populasi paling beresiko di beberapa kota di Indonesia. Pada
tahun 2011 prevalensi HIV tertinggi terdapat di kelompok penasun(36%),
prevalensi sifilis tertinggi pada kelompok waria (25%) dan prevalensi gonore
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3
danklamidia pada WPS adalah 56% (WPS langsung) dan 49% (WPS tidak
langsung) (Najmah, 2016).
Prevalensi kasus penyakit menular seksual di provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2013 terhitung sebanyak 10.479 kasus, jumlah tersebut mengalami
peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2012 yang tercatat sebanyak
8.671 kasus. Jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari
jumlah penderita sesungguhnya (Muallim, 2013).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, untuk kejadian
Infeksi Menular Seksual (IMS) pada pasien IMS yang ditemukan tahun 2015
sebanyak 1.580 pasien, dan ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2012
sebanyak 1.256 pasien IMS yang ditemukan dan juga pada tahun 2011 sebanyak
1.226 pasien. Hal ini menunjukkan jumlah kasus infeksi menular seksual dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Di Banyumas sendiri terdapat beberapa klinik
yang melayani pemeriksaan IMS, yaitu Puskesmas I Baturaden, Puskesmas II
Baturaden, dan Puskesmas Purwokerto Selatan.
Prevalensi IMS di klinik IMS Puskesmas II Baturaden berdasarkan laporan
bulanan mulai dari tanggal 26 Desember 2015 sampai 25 September 2016, tercatat
jumlah pengunjung layanan IMS sebanyak 479 orang, dan yang tertinggi pada
kelompok WPS (Wanita Pekerja Seks) (40,7%), pada waria (3%), LSL (Lelaki
Sama Lelaki)(24%),
pasangan risti (5,7%), dan lain-lain (26,6%). Selain itu,
tercatat juga dari 200 jumlah pasien IMS yang diobati, sebanyak 149 (74,5%)
pasien adalah WPS. Dan dari 99 jumlah pasien IMS yang baru ditemukan, yang
tertinggi merupakan kelompok WPS yaitu sebanyak 59 (59,6%) pasien. Dari data
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
4
tersebut, dapat dilihat bahwa pada klinik IMS Puskesmas II Baturaden ini,
penyebaran penyakit infeksi menular seksual yang paling tinggi terjadi pada
kelompok WPS.
WPS atau wanita pekerja seks merupakan salah satu faktor resiko tinggi pada
penularan penyakit IMS. Dikarenakan kelompok ini terbiasa melakukan aktivitas
seksual dengan pasangan yang tidak tetap, sehingga meningkatkan resiko
penularan penyakit tersebut. Klinik IMS Puskesmas II Baturaden memiliki letak
yang strategis dengan pusat prostitusi, jaraknya dekat dengan tempat wisata
sehingga disana banyak djumpai pekerja seks komersial (PSK) yang sangat rentan
dengan penyakit menular seksual (Reviliana, 2012). Pada dasarnya WPS dapat
tidak tertular baik dari seorang laki-laki asing maupun pribumi dan tidak
menularkan IMS dan juga HIV, asalkan WPS tersebut melakukan seks yang
aman, salah satu pencegahannya yaitu pada saat berhubungan seksual selalu
memakai kondom dengan cara yang benar dan tepat (Widodo, 2009). Menurut
penelitian Muda (2014) hasil penelitian berdasarkan karakteristik tindakan
pemakaian kondom didapatkan bahwa sebagian besar dari penderita IMS dengan
kategori tindakan pemakaian kondom yang kurang yakni sebanyak 32 orang
(94,1%), sedangkan penderita IMS dengan kategori tindakan pemakaian kondom
baik sebanyak 2 orang (5,9%).
Faktor-faktor yang terkait dengan kejadian infeksi menular seksual
diantaranya adalah penyebab penyakit (agent), host (umur, jenis kelamin, pilihan
dalam hubungan seksual, lama bekerja sebagai pekerja seks komersial, status
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
5
perkawinan dan pemakaian kondom) dan faktor lingkungan (faktor demografi,
sosial ekonomi, kebudayaan dan medik).
Pekerjaan seseorang berkaitan erat dengan kemungkinan terjadinya IMS,
terutama pada WPS yang merupakan kelompok dengan resiko tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian Aridawarni (2014) dengan menggunakan analisis bivariabel
diperoleh bahwa lama bekerja memiliki hubungan yang bermakna dengan infeksi
menular seksual yang dapat dilihat dari nilai RR 1.97 yang berarti lama bekerja
menjadi WPS lebih dari 4 tahun mempunyai peluang 2 kali lebih besar untuk
mengalami IMS dibandingkan dengan yang tidak mengalami IMS. Handayani
(2015) di Lokalisasi Djoko Tingkir Sragen menunjukkan WPS yang sudah
menjadi WPS > 1 tahun sebagian besar mengalami kejadian IMS sejumlah 44
orang (97,8%), sedangkan WPS yang baru menjadi WPS < 1 tahun sebagian besar
tidak mengalami kejadian IMS yaitu sejumlah 7 orang. Resiko penularan dapat
meningkat seiring dengan lamanya menjadi WPS (Afriana, 2012).
Menurut Kusnsan (2013) pada penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
frekuensi hubungan seksual dan umur responden merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian IMS pada WPS di kota Kendari. Dari hasil
penelitian dikatakan responden yang menerima pelanggan >3 oranglebih beresiko
dibandingkan dengan responden yang menerima pelanggan < 1 orang, sedangkan
responden yang usianya < 29 tahun, akan lebih banyak menderita IMS dibanding
dengan responden yang berusia > 29 tahun.Di Amerika, sebagian dari kasus IMS
terjadi antara usia
15-24 tahun (Staras, et al, 2016). Beberapa studi
memperlihatkan bahwa usia yang lebih muda akan mudah mendapat pelanggan
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
6
dalam melakukan seks komersial ini dan akan beresiko tertular IMS dan
HIV/AIDS yang berarti kelompok muda memiliki prevalensi tertinggi IMS
dibanding kelompok tua baik laki-laki maupun perempuan pada kelompok umur
15-30 tahun (Aridawarni, 2014). Pada penelitian Budiman (2015) orang yang
memiliki jumlah partner seksual >1 orang beresiko terkena IMS-gonore sebesar
4,23 kali dibandingkan dengan orang yang hanya memiliki 1 partner seksual.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prabawati (2012), WPS yang
melakukan vaginal douching secara rutin memiliki odd lebih besar sebanyak 4,4
kali untuk mengalami kejadian IMS daripada PSP yang tidak menggunakan sabun
cuci vagina. Dikarenakan tindakan tersebut dapat menimbulkan efek kering pada
vagina karena kehilangan cairan vagina sehingga permukaan vagina menjadi
kering, mudah lecet apabila ada gesekan, dan memudahkan terinfeksinya IMS.
Selain itu, demografi (daerah asal) seseorang yang berasal dari luar daerah
cenderung untuk berusaha mendapatkan penghasilan yang banyak dengan
caramendapatkan
pelanggan
yang
sebanyakbanyaknya
sehingga
mereka
cenderung untuk berpindah-pindah, hal ini sangat berpotensi untuk mempercepat
penyebaran IMS dan HIV&AIDS (Widodo, 2009).
B. Perumusan Masalah
Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang,terutama pada WPS yang merupakan salah satu kelompok yang
memiliki resiko tinggi untuk tertular dan menularkan penyakit IMS. Meskipun
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
7
demikian, tidak berarti bahwa semuanya melalui hubungan kelamin, tetapi
beberapa ada yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat,
seperti handuk, thermometer dan dapat ditularkan kepada bayi
dalam
kandungannya (Daili, 2010). Penyebab penyakit (agent), host (umur, jenis
kelamin, pilihan dalam hubungan seksual, lama bekerja sebagai pekerja seks
komersial, status perkawinan dan pemakaian kondom) dan faktor lingkungan
(faktor demografi, sosial ekonomi, kebudayaan dan medik) merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap IMS.
Melalui program dari pemerintah, sekarang terdapat kegiatan pengiriman
WPS dari lokalisasi ke klinik IMS Puskesmas II Baturaden dan IMS mobile
(kegiatan penyuluhan dari perawat klinik IMS Puskesmas II Baturaden dengan
mendatangi lokalisasi yang di laksanakan sesuai jadwal) untuk menjalani
pemeriksaan dan pengobatan, namun tidak tertutup bagi kalangan umum yang
ingin memeriksakan diri, terutama terkait masalah IMS (Putri, 2009). Puskesmas
II Baturaden dipilih oleh peneliti sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan
data yang didapatkan, puskesmas ini merupakan klinik yang tercatat memiliki
prevalensi tinggi untuk kejadian IMS khususnya pada WPS, hal ini dikarenakan
terdapatnya lokalisasi untuk para WPS.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Faktor-faktor resiko apa sajakah yang mempengaruhi IMS pada WPS
di wilayah puskesmas II Baturaden”
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
8
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor resiko IMS pada WPS di wilayah
Puskesmas II Baturaden.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan lama bekerja menjadi WPS dengan
kejadian IMS di wilayah Puskesmas II Baturaden
b. Untuk mengetahui hubungan jumlah pasangan WPS dalam 1 minggu
terakhir dengan kejadian IMS di wilayah Puskesmas II Baturaden
c. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan cuci vagina WPS dengan
kejadian IMSdi wilayah Puskesmas II Baturaden
d. Untuk mengetahui hubungan demografi WPS dengan kejadian IMS di
wilayah Puskesmas II Baturaden
e. Untuk mengetahui hubungan usia aktif secara seksual dengan kejadian
IMS di wilayah Puskesmas II Baturaden
f. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian IMS di
wilayah Puskesmas II Baturaden
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
9
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta praktek
dalam menerapkan ilmu kesehatan terutama terkait faktor-faktor resiko IMS
sehingga dapat melakukan pencegahan pada penyakit tersebut.
2. Manfaat Praktis
a.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi
bagi mahasiswa tentang pentingnya menjaga kesehatan, kebersihan diri terutama
pada alat reproduksi sebagai upaya pencegahan penyakit IMS di wilayah
Puskesmas II Baturaden.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pihak-pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.
3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau masukan
untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor resiko IMS di
wilayah Puskesmas II Baturaden.
4. Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan dan mengaplikasikan
ilmu pengetahuan yang didapat selama pendidikan dengan kenyataan yang ada
dilapangan serta untuk menambah wawasan dalam pembuatan skripsi.
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
10
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Widyanarti (2009) dengan judul
“Determinan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seks di Klinik IMS
Puskesmas II Baturaden ”.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Widyanarti (2009) adalah
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan jumlah
pasangan dengan IMS pada WPS, dan dari 5 variabel independen (tingkat
pendidikan, penggunaan kondom, jumlah pasangan, usia aktif secara seksual dan
monogami serial), tidak ada variabel yang paling dominan berhubungan dengan
IMS pada WPS.
Perbedaan penelitian yang akan di lakukan dengan penelitian sebelumnya
adalah desain penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan
desain Case control (kasus kontrol), serta penambahan variabel yaitu demografi,
cuci vagina dan lama bekerja.
2. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Prabawati (2012) dengan judul “Faktor Determinan Keluhan
Infeksi Menular Seksual Pada Pekerja Seks Perempuan Di Kecamatan Tabanan
Tahun 2012”.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabawati (2012) adalah penggunaan
kondom berpengaruh secara bermakna terhadap riwayat keluhan IMS (OR=9,95%
CI=1,34-60,39),
dan faktor
dukungan
sosial juga berpengaruhbermakna
(OR=9,95% CI=2,52-32,14). Variabel lain yang juga berpengaruh dalam analisis
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
11
bivariate adalah sikap negative terhadap pencegahan IMS (p=0,018), akses
terhadap kondom (p=0,007), akses ke layanan kesehatan (p=0,016), dan
pencucian vagina (p=0,033). Untuk PSP yang melakukan vaginal douching secara
rutin memiliki odd lebih besar sebanyak 4,4 kali untuk mengalami kejadian IMS
daripada PSP yang tidak menggunakan sabun cuci vagina.
Perbedaan penelitian yang akan di lakukan dengan penelitian sebelumnya
adalah desain penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan
desain Case control (kasus kontrol), serta penambahan variabel yaitu lama bekerja
menjadi WPS, jumlah pasangan, demografi, dan usia aktif secara seksual.
Faktor-Faktor Resiko..., Tuti Amalia , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
Download