BAB II TINJAUAN TEORI A. TINJAUAN TEORI 1. Perilaku

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. TINJAUAN TEORI

Perilaku Pencegahan Infeksi Menular
Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior)
sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks.
Pada manusia khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya
memang terdapat bentuk – bentuk perilaku instinktif (species – specific
behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan kehidupan.
Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik
adalah
sifat
diverensialnya.
Maksudnya,
satu
stimulus
dapat
menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus
yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama.
Kurt Lewin (1951, dalam buku Azwar, 2009, p.10) merumuskan
suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah
fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu
meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat kpribadian dan
sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkungan
dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar
dalam menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih
besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan
prediksi perilaku lebih kompleks.
9
10
Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi
perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan
beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu :
A. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap
yang spesifik terhadap sesuatu.
B. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma –
norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai
apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat.
C. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma – norma subjektif
membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.
Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan
melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif
dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam
teori perilaku terencana keyakinan – keyakinan berpengaruh pada sikap
terhadap perilaku tertentu, pada norma – norma subjektif dan pada
control perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan
menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan
apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar,
2009, pp.10-12).
Menurut Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2003, pp.164166) menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok
yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku
11
(non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor yaitu :
 Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan
sebagainya.
 Faktor – faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas
atau sarana - sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat – obatan,
alat – alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
 Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu
ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala
kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk
mencegah
suatu
masalah
kesehatan
atau
penyakit.
Pencegahan
berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan
meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009, p.134).
12
Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5
tingkatan yaitu (Maryati, 2009, p.146):
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).
1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.
2) Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan.
3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain
pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar
nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan
Pelayanan Keluarga Berencana.
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific
Protection).
1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk
mencegah terhadap penyakit – penyakit tertentu.
2) Isolasi terhadap penyakit menular.
3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat – tempat
umum dan ditempat kerja.
4) Perlindungan terhadap bahan – bahan yang bersifat karsinogenik,
bahan – bahan racun maupun alergi.
c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat (Early Diagnosis and Promotion).
1) Mencari kasus sedini mungkin.
2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.
13
3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta,
TBC, kanker serviks.
4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
5) Mencari orang – orang yang pernah berhubungan dengan
penderita berpenyakit menular.
6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)
1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah
dan tidak menimbulkan komplikasi.
2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
3) Perbaikan
fasilitas
kesehatan
bagi
pengunjung
untuk
dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)
1) Mengembangkan
lembaga
–
lembaga
rehablitasi
dengan
mengikutsertakan masyarakat.
2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali
dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi
yang
bersangkutan untuk bertahan.
3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap
penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
4) Penyuluhan dan usaha – usaha kelanjutannya harus tetap
dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
14
 Karakteristik Wanita Pekerja Seks
a. Umur
Umur adalah bilangan tahun terhitung sejak lahir sampai
dengan tahun terakhir seseorang melakukan aktifitas. Umur seseorang
demikian besarnya dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap dan
perilaku. Semakin lanjut umurnya semakin lebih bertanggung jawab,
lebih tertib, lebih bermoral dan lebih berbakti dari pada usia muda
(Notoatmodjo, 2003, p.82). Menurut Hidayat (2003, p.21) umur yaitu
usia individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Tahapan
masa remaja sampai dewasa tua yaitu remaja (12 – 18 tahun), dewasa
muda (18 – 35 tahun), dewasa tengah (35 – 60 tahun) (Ahmadi,
2005, p.78).
b. Pendidikan
1) Definisi
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003, p.16). Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
15
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003). Sedangkan menurut
Notoatmodjo (2007, p.108) pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari serta memproses perubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang. Usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses dan cara.
2) Menurut UU RI no 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya
jalur pendidikan terdiri dari :
a) Pendidikan Dasar
: - SD / MI
- SMP / MTS
b) Pendidikan Menengah
: - SMU dan Kejuruan
- Madrasah Aliyah
c) Pendidikan Tinggi
: - Akademi
- Institut
- Sekolah Tinggi
- Universitas
Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita
karena tingkat pendidikan yang tinggi maka mereka dapat
meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut
masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita yang lulus dari
16
perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan
mampu berperilaku hidup sehat bila dibandingkan dengan seorang
wanita yang memiliki pendidikan rendah. Semakin tinggi
pendidikan seorang wanita maka ia semakin mampu mandiri
dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri. Semakin
tinggi pendidikan wanita akan mudah menerima hal – hal yang
baru dan mudah menyesuaikan diri dengan masalah – masalah baru
(Widyastuti, 2009, p.161).
 Pengetahuan
a.
Definisi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu.
Pengetahuan
merupakan
domain
yang
sangat
penting
untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perlaku yang didasari
pengetahuan yang umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2000).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
obyektifitas
tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan
manusia
diperoleh
melalui
mata
dan
telinga
(Notoatmodjo, 2003, p.108). Berdasarkan kamus besar bahasa
Indonesia (2005) pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
berkaitan dengan proses belajar.
17
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang telah diketahui.
Adapun cara mengetahui sesuatu dapat dilakukan dengan cara
mendengar, melihat, merasa dan sebagainya (Saebani, 2008, p.2).
b. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007, pp.144-146) pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antara lain :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dari
sebuah bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
Kata
kerja
yang
mewakili
adalah
menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, mengatakan dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Kata kerja
operasional yang mewakili adalah menyimpulkan, menjelaskan,
meramalkan dan sebagainya.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondiai
18
real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi
atau pungguna hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Kata kerja
operasional
yang
mewakili
adalah
mendemonstrasikan,
menghubungkan, membuktikan dan lain – lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan
materi atau suatu obyek kedalam komponen – komponen, tetapi
masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu
sama lain. Kata kerja operasional yang mewakili adalah
memisahkan, membedakan, mengelompokan dan sebagainya.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi
yang ada. Kata kerja operasional yang mewakili adalah
mengkatagorikan, mengkombinasikan, menyusun, merangkaikan
dan lain-lain.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
ini
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
obyek. Penilaian – penilaian ini didasarkan pada satu kriteria yang
19
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Kata kerja
operasional
yang
mewakili
memperbandingkan,
membahas,
memberikan argumen.
c.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007, p.124) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kriteria dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut menerima informasi. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh dipendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh
pada pendidikan nonformal.
2) Mass media informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek
(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam – macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana
komunikasi berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
20
surat kabar, majalah dan lain – lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
3) Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang – orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan
demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun
tidak melakukan sesuatu. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu baik lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam
individu yang berada di lingkungan tersebut.
5) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran.
d. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005, pp.11-18) ada 2 cara untuk
memperoleh pengetahuan yaitu :
21
1) Cara tradisional
Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau
metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara – cara
penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain :
a) Cara coba – coba (trial and error)
Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan
bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini
dilakukan
dengan
menggunakan
kemungkinan
dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
b) Cara kekuasaan (otoritas)
Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pada otoritas
atau kekuasaan baik tradisi otoritas pemerintah, otoritas
pemimpin agama maupun ahli ilmu agama. Dari sejarah kita
ketahui dan kita pelajari bahwa kekuasaan pada zaman dulu
adalah mutlak sehingga apapun yang keluar dari mulut raja
adalah kebenaran yang mutlak dan harus diterima oleh
masyarakat atau rakyatnya.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau
merupakan
suatu
cara
untuk
memperoleh
kebenaran
pengetahuan. Dilakukan dengan cara mengulang kembali
22
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang ada pada masa lalu. Oleh sebab itu pengalaman
pribadipun digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
d) Melalui jalan pikiran
Manusia telah mampu menggunakan penalarannya
dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam
memperoleh
kebenaran
pengetahuan
manusia
telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun
deduksi.
2) Cara modern (Ilmiah)
Cara baru modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Dalam memperoleh
kesimpulan dilakukan dengan jalan mengadakan observasi
langsung dan membuat pencatatan - pencatatan terhadap semua
fakta sebelumnya dengan obyek penelitian.
 Infeksi Menular Seksual ( IMS )
a. Definisi
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu infeksi
saluran kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual dengan
pasangan yang berganti – ganti baik secara vaginal, anal maupun oral..
Kuman penyebab infeksi dapat berupa jamur, virus dan parasit.
Perempuan lebih mudah terkena IMS dibandingkan laki – laki karena
saluran reproduksi perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing.
23
Infeksi menular seksual pada perempuan juga sering tidak dikerahui
karena gejalanya kurang jelas dibandingkan dengan laki – laki. Pada
perempuan IMS dapat menyebabkan kehamilan di luar kandungan,
kemadulan, kanker leher rahim, kelainan pada janin / bayi dapat
menyebabkan BBLR dan prematur (Widyastuti, 2009, pp.38-39).
Infeksi menular seksual adalah penyakit menular melalui
hubungan seksual. Akan tetapi, terdapat beberapa jenis yang menular
melalui pemakaian jarum suntik secara bersama – sama. Penyakit ini
ditularkan melalui lendir darah dan cairan tubuh (Suryoprajogo,
2009, p, 138).
Secara garis besar IMS dapat digolongkan menjadi 4 kelompok
yaitu IMS yang memberi gejala klinis berupa keluarnya duh tubuh
(cairan) dari alat kelamin contohnya penyakit gonore, IMS yang
memberi gejala klinis berupa luka di alat kelamin contohnya
chancroid, sifilis dan herpes genetalis, IMS dengan gejala klinis berupa
benjolan atau tumor contohnya penyakit kondiloma akuminata dan
IMS yang tidak memberi gejala pada tahap permulaan contohnya
penyakit hepatitis B dan infeksi HIV/AIDS (Daili, 2004, p.251).
Infeksi menular seksual menular lewat kegiatan seksual
memang kebanyakan dari penyakit ini dapat disembuhkan. Namun
ironisnya banyak sekali korban IMS yang tidak dapat terselamatkan,
lebih parahnya kebanyakan adalah generasi muda.
24
Terkadang IMS tidak menunjukan gejala – gejala apapun. IMS
dapat bersifat simptomatik (tidak memiliki gejala) baik pria maupun
wanita. Beberapa IMS ada yang baru menunjukkan gejalanya setelah
berhari – hari, berminggu – minggu bahkan bertahun – tahun (Andira,
2010, pp.101-102).
b. Jenis IMS
Jenis – jenis IMS diantaranya (Dinas Kesehatan Kota
Semarang, 2009) antara lain gonore, sifilis, clamidia, herpes genetalis,
trikomonas vaginitis, condyloma acuminata, candidiasis, HIV/AIDS,
vaginitis bacterial dan chancroid.
c. Gejala IMS
Menurut UNAIDS dan WHO 2000, gejala – gejala umum IMS
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Gejala IMS
Gejala
Luka
Cairan
normal
tidak
Sakit pada saat
buang air kecil
Perubahan
warna kulit
Tonjolan
seperti jengger
ayam
Sakit
pada
bagian bawah
perut
Perempuan
Laki-laki
Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin, anus,
mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil – kecil,
diikuti luka yang sangat sakit disekitar alat kelamin.
Cairan dari vagina bisa gatal,
Cairan bening atau berwarna,
kekuningan, kehijauan,
berasal dari pembukaan
berbau atau berlendir. Duh
kepala penis
tubuh bisa juga keluar dari
anus
PMS pada wanita biasanya
Rasa terbakar atau rasa sakit
tidak menyebabkan sakit atau selama atau setelah urination
burning urination
terkadang diikuti dengan duh
tubuh dari penis
Terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan
biasanya menyebar ke seluruh bagian tubuh
Tumbuh tonjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin
Bagian bawah perut terasa nyeri
25
Kemerahan
Kemerahan di sekitar alat
kelamin atau diantara kaki
Kemerahan pada sekitar alat
kelamin, kemerahan dan sakit
di kantong zakar
Menurut Suryoprajogo (2009, p.139) tanda dan gejala IMS
antara lain :
1) Keluar lendir yang berbau busuk dari vagina atau saluran kencing.
2) Ulkus di mulut atau alat kelamin.
3) Gatal pada daerah kemaluan.
4) Sakit di bagian bawah abdomen.
5) Bengkak pada pangkal paha.
Menurut Widyastuti (2009, pp.41-44) penyakit kelamin dan
gejalanya yaitu sebagai berikut :
1) Gonore
Penyebabnya : Nisseria Gonnoreae
Gejala pada wanita :
a. Keputihan kental berwarna kekuningan
b. Rasa nyeri di rongga panggul
c. Dapat juga tanpa gejala
Gejala pada laki – laki : a. Rasa nyeri pada saat kencing
b. Keluarnya nanah kental kuning
kehijauan
c. Ujung penis agak merah dan bengkak
2) Sifilis
Penyebabnya : Kuman Treponema Pallidum
Gejala : a. Luka pada kemaluan tanpa nyeri
26
b. Bintil, bercak merah pada tubuh
c. Kelainan saraf, jantung, pembuluh darah
3) Klamidia
Penyebabnya : Clamidia Trachomatis
Gejala : a. Keputihan encer berwarna putih kekuningan
b. Nyeri di rongga panggul
c. Perdarahan setelah hubungan seksual
4) Herpes Genetalis
Penyebabnya : Virus Herpes Genetalis
Gejala : a. Bintil – bintil berair dan nyeri pada kemaluan
b. Luka akibat pecahnya bintil – bintil
c. Dapat muncul lagi seperti gejala awal karena stres, haid,
makan/ minuman berakohol, hubungan seks berlebihan
5) Trikomonas Vaginitis
Penyebabnya : Semacam Protozoa
Gejala : a. Keputihan encer, berwarna kekuning – kuningan,
berbusa dan berbau busuk
b.Vulva agak membengkak, kemerahan, gatal dan
menggangu
6) Kondiloma Akuminata
Penyebabnya : Virus Human Papilloma
Gejala : Timbulnya kutil disekitar kemaluan yang dapat membesar
dan dapat menyebabkan kanker mulut rahim
27
7) Kandidiasis
Penyebabnya : Kandida Albicans
Gejalanya : Keputihan yang banyak
8) HIV/AIDS
Penyebabnya : Virus HIV
Gejalanya : Sering menampakan gejalanya sampai bertahun –
tahun (5 – 10 tahun) yaitu penurunan daya tahan tubuh
9) Chancroid
Penyebab : Bakteri Haemopillus Ducreyi
Gejala : a. Luka dan nyeri tanpa radang jelas
b. Benjolan mudah pecah dilipatan paha disertai sakit
d. Cara Penularan IMS
Cara penularan IMS termasuk HIV/AIDS sebagai berikut
(Widyastuti, 2009, p.40) :
1) Hubungan seksual penetratik yang tidak terlindungi , baik melalui
vagina, anus maupun oral. Cara ini merupakan paling utama (lebih
dari 90%).
2) Penularan dari ibu kejanin selama kehamilan (HIV/AIDS,
klamidia, ghonore), pada persalinan dan sesudah bayi lahir.
3) Melalui transfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan
cairan darah atau produk darah.
4) Tidak memakai kondom saat melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang berisiko.
28
5) Pemakaian jarum suntik secara bersama – sama secara bergantian
misalnya pada penderita ketergantungan narkotika.
e.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penularan IMS
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penularan IMS
dimasyarakat antara lain (Daili, 2004, p. 4) :
1) Faktor dasar :
A. Adanya penularan penyakit
B. Berganti – ganti pasangan seksual
2) Faktor medis
A. Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatik
B. Pengobatan modern
C. Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif sehingga
risiko resistensi tinggi dan apabila disalahgunakan akan
meningkatkan risiko penyebaran infeksi
3) Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya
bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan
kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan
terhadap penularan IMS.
4) Faktor sosial
a) Mobilitas penduduk
b) Prostitusi
c) Waktu yana santai
d) Kebebasan individu
29
e) Ketidaktahuan
f.
Perilaku Berisiko Terhadap Penularan
Menurut Depkes RI (2000) perilaku yang dapat mempermudah
penularan IMS antara lain :
a) Berhubungan seks tidak aman (tanpa menggunakan kondom)
b) Ganti – ganti pasangan seks
c) Prostitusi
d) Melakukan hubungan seks secara anal
Perilaku yang memudahkan seseorang tertular IMS, termasuk
HIV/AIDS adalah (Widyastuti, 2009, pp.40-41) yaitu :
1) Sering berganti – ganti pasangan seksual / mempunyai lebih dari
satu pasangan seksual, baik yang dikenal maupun yang tidak
dikenal / WTS.
2) Mempunyai pasangan seksual yang mempunyai pasangan seksual
lainnya.
3) Terus melakukan hubungan seksual walaupun mempunnyai
keluhan IMS dan tidak diberitahukan kepada pasangannya tentang
hal tersebut.
4) Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual
dengan pasangan yang berisiko.
5) Pemakaian jarum suntik secara bersama – sama secara bergantian
misalnya pada penderita ketergantungan narkotika atau kelalaian
petugas kesehatan dalam menjaga sterilitas alat suntik
30
g.
Akibat dari IMS
IMS jika dibiarkan
saja tanpa ditangani,
IMS dapat
menghancurkan orang yang terinfeksi seperti (UNAIDS dan WHO,
2005) :
1) Kemandulan baik pria atau wanita
2) Kanker leher rahim pada wanita
3) Kehamilan di luar rahim
4) Infeksi yang menyebar
5) Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya seperti lahir
sebelum cukup umur, BBLR atau terinfeksi IMS
Pada perempuan infeksi menular seksual dapat menyebabkan
antara lain (Widyastuti, 2009, pp.38-39) :
1) Kehamilan diluar kandungan
2) Kemandulan
3) Kanker leher rahim
4) Kelainan pada janin/ bayi misalnya bayi berat lahir rendah
(BBLR), infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir
belum cukup umur
Akibat yang ditimbulkan dari IMS yaitu (Suryoprajogo, p.139)
1) Penyakit radang pelvis
2) Kandungan di luar rahim
3) Kanker servik
4) Menularkan kepada bayi semasa proses kelahiran
31
5) Keguguran, kematian janin dan kecacatan pada bayi baru lahir
6) Kematian
h.
Upaya Pencegahan IMS
Upaya yang dilakukan sebagai berikut (Yani Widyastuti, 2009,
p. 40) yaitu :
1) Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan setia
2) Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual
3) Bila terinfeksi IMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual
4) Menghindari hubungan seksual bila ada gejala IMS seperti borok
pada alat kelamin / keluarnya duh (cairan) dari alat kelamin
Upaya pencegahan infeksi menular seksual ada 3 antara lain
(Emilia, 2008, pp.7-8) :
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan pada masing – masing
individu sebelum menderita sakit. Upaya yang dilakukan ialah:
a) Promosi kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.
b) Perlindungan khusus (Specific protection) yaitu perlindungan
spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu
misalnya melakukan imunisasi, penggunaan kondom dalam
melayani pelanggan.
32
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan dilakukan pada masa individu yang mulai
sakit. Upaya yang dilakukan ialah :
a) Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early diagnosis and
promptreatment) yang ditujukan untuk mencegah penyebaran
penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular,
mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan
orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi serta cacat
misalnya melakukan tes skrinning secara teratur.
b) Pembatasan kecacatan (Disability limitation) pada tahap ini
cacat yang terjadi harus diatasi, terutama untuk mencegah
penyakit menjadi berkelanjutan misalnya pengobatan secara
rutin.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier meliputi rehabilitasi, pada proses ini
diusahakan agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan
sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara
fisik, mental dan sosial.
 Wanita Pekerja Seks (WPS)
a. Definisi
Wanita Pekerja Seks (WPS) istilah yang akhir – akhir ini sering
muncul, walaupun tidak semua orang familier mendengar. Istilah
wanita penjaja seks adalah istilah baru yang mengandung pengertian
33
sama dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila maupun
pelacur. Istilah wanita penjaja seks saat ini sering dipakai oleh para
pakar, praktisi, dinas kesehatan, aktifis perempuan dan HIV/AIDS
untuk mengganti istilah pelacur, dengan pertimbangan istilah ini terasa
lebih halus dan terkesan tidak memojokan pekerjaan mereka sebagai
pelacur (Koentjoro, 2004).
PSK / WPS adalah umumnya wanita (ada juga pria) yang
pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja atau banyak laki – laki
yang membutuhkan pemuas hubungan seksual dengan bayaran.
Sedangkan pelacuran atau prostitusi adalah peristiwa penyerahan tubuh
oleh wanita kepada laki – laki (lebih dari satu orang) dengan imbalan
pembayaran untuk disetubuhi sebagai pemuas nafsu seks si pembayar
yang dilakukan diluar pernikahan (Wartono, 2000). Pekerja Seks
Komersial (PSK) atau wanita tuna susila atau disebut juga pelacur
adalah perempuan yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul
(Romauli, 2009, p.70).
Pekerja seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana seorang
perempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk
mendapatkan uang. Saat ini tingkat kemoralan bangsa Indonesia
semakin terpuruk, hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pekerja
seks komersial. Akibatnya semakin banyak ditemukan penyakit
menular seksual. Profesi sebagai pekerja seks komersial dengan
penyakit menular seksual merupakan satu lingkaran setan. Biasanya
34
penyakit menular seksual ini sebagian besar diidap oleh wanita pekerja
seks, dimana dalam ’’menjajakan’’ dirinya terhadap pasangan kencan
berganti – ganti tanpa menggunakan pengaman seperti kondom
(Widyastuti, 2009, p.115).
Hubungan seksual yang dilakukan PSK biasanya berupa
hubungan seksual genito genital (penis vagina) tetapi pelayanan
orogenital (penis dimasukkan ke mulut) juga dilakukan dikalangan
para PSK. Selain itu dalam jumlah terbatas juga ada yang melakukan
hubungan onogenital (seks anal). Biasanya mereka sering disukai oleh
pelanggan sekalipun yang bersangkutan sedang menstruasi tetap saja
dapat melakukan hubungan seksual dengan cara bukan vaginal.
(Koentjoro, 2004).
Sedangkan pelacuran atau prostitusi adalah peristiwa penjualan
diri dengan jalan menjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian
kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu dengan imbalan atau
bayaran. Dalam kegiatan pelacuran dikenal adanya mucikari yaitu
laki – laki atau wanita yang mata pencahariannya baik sambilan
maupun sepenuhnya, menyediakan, mengadakan atau turut serta
mengadakan, membiayai, memimpin serta mengatur tempat pelacuran.
Tugas dari germo pada hakekatnya adalah mempertemukan PSK
dengan lelaki yang akan menyetubuhinya (Romauli, 2009, p.70).
35
b. Faktor Penyebab
Berlangsungnya perubahan – perubahan sosial yang serba cepat
dan
perkembangan
yang
tidak
sama
dalam
kebudayaan,
mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan
diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik – konflik eksternal
dan internal juga diorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri
pribadi, sehngga memudahkan individu menyimpang dari pola – pola
umum yang berlaku.
Beberapa faktor penyebab timbulnya pelacur antara lain
(Romauli, 2009, pp.71-72) :
1) Tidak adanya undang – undang yang melarang pelacur, juga tidak
adanya larangan – larangan terhadap orang – orang yang
melakukan pelacuran.
2) Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan
kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan pernikahan.
3) Memberontak terhadap otoritas orang tua.
4) Adanya kebutuhan seks yang normal akan tetapi tidak dapat
dipuaskan oleh pihak suami, misalnya karena suami impoten.
5) Ajakan teman – teman sekampung atau sekota yang sudah terjun
lebih dahulu dalam dunia pelacuran.
6) Dekadensi moral, merosotnya norma – norma susila dan
keagamaan pada saat orang mengenyang kesejahteraan hidup dan
memutarbalikan nilai – nilai pernikahan sejati.
36
7) Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya
mengeksplotir kaum lemah yaitu wanita untuk tujuan komersial.
8) Bertemunya macam – macam kebudayaan asing dan kebudayaan
setempat.
9) Perkembangan kota – kota, daerah – daerah, pelabuhan dan industri
yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta
pegawai pria.
Faktor – faktor penyebab adanya WPS / PSK antara lain
(Widyastuti, 2009, pp.115-116) :
1) Kemiskinan
Diantara alasan penting yang melatarbelakangi adalah
kemiskinan yang sering bersifat struktural. Struktural kebijakan
tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin
semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin
menumpuk harta kekayaannya.
Kebutuhan yang semakin banyak pada seorang perempuan
memaksa dia untuk mencari sebuah pekerjaan dengan
penghasilan yang memuaskan namun kadang dari beberapa
mereka harus bekerja sebagai PSK untuk pemenuhan
kebutuhan.
37
2) Kekerasan seksual
Penelitian menunjukan banyak faktor penyebab perempuan
menjadi PSK diantaranya kekerasan seksual seperti perkosaan
oleh bapak kandung, paman, guru dan sebagainya.
3) Penipuan
Faktor lain yaitu, penipuan dan pemaksaan dengan
berkedok agen penyalur kerja. Kasus penjual anak perempuan
oleh orang tua sendiripun juga kerap ditemui.
4) Pornografi
Menurut definisi Undang – Undang Anti Pornografi,
pornografi adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar,
lukisan, foto, film atau yang dipersamakan dengan film, video,
tayangan atau media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat
untuk memperlihatkan secara terang – terangan atau tersamar
kepada publik alat vital dan bagian – bagian tubuh serta
gerakan – gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan/
seksualitas serta segala bentuk perilaku seksual dan hubungan
seks manusia yang patut diduga menimbulkan rangsangan
nafsu birahi pada orang lain.
38
c. Masalah dan Dampak yang Dihadapi (Romauli, 2009, pp.72-73)
1) Pada keluarga
Merusak kehidupan keluarga, dimana suami – suami tergoda oleh
pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga
sehingga keluarga menjadi berantakan.
2) Pada wanita
Ancaman kesehatan tinggi :
a) Risiko tinggi tertular dan menularkan penyakit menular seksual
(PMS) terutama penyakit kelamin seperti gonorrhoea, sifilis,
herpes genetalis, kondiloma akuminata dan ulcus mole.
Penyakit tersebut bisa menimbulkan cacat jasmani dan rokhani
pada diri sendiri dan anak keturunan. Selain itu dapat pula
tertular penyakit infeksi menular seksual seperti kandidiasis,
vaginasis bacterial dan HIV/AIDS (Human Immunodeficiency
Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome).
b) Risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.
Wanita tuna susila yang melakukan hubungan seks tanpa
pengaman akan menyebabkan terjadinya kehamilan. Karena
kehamilan yang tidak diinginkan, maka wanita akan melakukan
aborsi yang tidak aman yang dapat mengancam jiwanya.
c) Gangguan pada kesehatan reproduksi.
Karena seringnya ganti – ganti pasangan maka akan
mengganggu kesehatan reproduksi wanita tersebut dimana
39
wanita akan terkena infeksi pada alat reproduksinya yang dapat
menyebabkan kemandulan dan kanker serviks.
Menurut tempat penggolongan atau lokasinya, pelacuran dapat
dibagi menjadi (Kartono, 2003, pp.214-216) :
1) Segresi atau lokalisasi, tempatnya terisolisir atau terpisah
dari penduduk lainnya. Kompleks ini dikenal sebagai
daerah ’’lampu merah’’ atau petak – petak daerah tertutup.
2) Rumah – rumah panggilan (call houses, tempat rendezvous,
parlour)
3) Dibalik front organisasi atau dibalik bisnis – bisnis
terhormat (apotek, salon kecantikan, rumah makan, tempat
mandi uap, tempat pijat dan lain – lain)
Tujuan dari lokalisasi adalah (Kartono, 2003, pp.216-217) :
1) Untuk menjauhkan masyarakat umum terutama anak – anak,
remaja dan dewasa muda dari pengaruh immoral dari praktek
pelacuran.
2) Memudahkan pengawasan para WPS terutama mengenai
kesehatan, memudahkan tindakan preventif dan kuratif
terhadap penyakit kelamin.
3) Memudahkan bimbingan mental bagi para WPS dalam usaha
rehabilitasi dan resolisasi.
40
B. KERANGKA TEORI
Faktor predisposisi :
-
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Kepercayaan
Karakteristik WPS (umur,
pendidikan
Factor pendukung:
-
Perilaku
Pencegahan IMS
pada WPS
Ketersediaan waktu
Ketersediaan fasilitas
kesehatan
Faktor penguat:
-
Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
Gambar 2.1 Modifikasi Lawrence Green (1980) dalam buku
Notoatmodjo (2003)
C. KERANGKA KONSEP
Variabel independent
Variabel dependent
Umur WPS
Pendidikan WPS
Perilaku pencegahan
IMS pada WPS
Pengetahuan WPS
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Download