3. BAB II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini peneliti akan mendeskripsikan beberapa
penelitian yang dilakukan terdahulu relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun
karya-karya skripsi tersebut adalah:
Isnawati (mahasiswa IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah parodi
Pendidikan Agama Islam) NIM 3199187, lulus tahun 2004, skripsi yang berjudul
“Peningkatan Mutu Pendidikan di SMA (Sebuah Pendekatan Kurikulum Berbasis
Kompetensi)”. Skripsi ini mengupas bahwa mutu pendidikan agama Islam sangat
kurang, terbukti adanya lulusan yang kurang bisa mengaplikasikan apa yang telah
diperoleh dari pendidikan agama Islam di sekolah. Kemudian kurikulum berbasis
kompetensi menekankan pada siswa untuk memiliki keahlian setelah mempelajari
sesuatu atau dengan kata lain siswa harus dapat mempraktekkan apa yang telah
diperoleh dari sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Anik Mufaizah, NIM 03103037, dalam skripsinya yang berjudul,
”Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah
Tsanawiyah Negeri Kendal” dengan hasil penelitiannya bahwa seorang kepala
sekolah disamping sebagai pemimpin di sekolahnya juga sebagai pemimpin
visioner dalam menjalankan tugasnya kepala seolah juga di tuntut untuk
memajukan sekolahnya dengan cara meningkatkan mutu pendidikannya, mutu
dalam penelitian ini adalah sejauh mana sekolah meningkatkan kualitas
pendidikannya dalam berbagai aspek pendidikan, penelitian ini sebagai rujukan
bahwa dalam peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari peran serta kepala
sekolah, mutu akan tercapai apabila masing-masing pihak sekolah mau bekerja
sama satu sama lain.
Siti Nur Saidah (Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah
Prodi Kependidikan Islam) NIM 3105353 lulus tahun 2009. Skripsinya yang
berjudul “Implementasi Total Quality Management untuk Meningkatkan Mutu
Pendidikan, Studi di SD Islam AL-Azhar 14 Semarang” skripsi ini mengkaji
7
masalah penerapan Mutu Terpadu yang sangat penting dalam pengelolaan
pendidikan. Pada lembaga SD Al-Azhar 14 Semarang sudah menerapkan
Manajemen Mutu Terpadu dengan optimal, hal tersebut terlihat dari pelaksanaan
Manajemen Mutu Terpadu yang telah dijalankan dengan baik.
Semua hasil penelitian diatas membahas tentang manajemen yang
digunakan oleh masing-masing madrasah dalam upaya peningkatan mutu,
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah budaya mutu di SD Islam
Hidayatullah Semarang.
B. Kerangka Teoritik
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pemimpin suatu
organisasi memainkan peranan yang amat penting, dan sangat menentukan dalam
usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Seorang
pemimpin baik individu maupun sebagai suatu kelompok tidak mungkin dapat
bekerja dengan sendiri. Pimpinan membutuhkan kelompok orang lain yang
disebut bawahan yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu
memberikan pengabdian dan sumbangsihnya kepada organisasi. Pengabdian
tersebut dapat direalisasikan dengan cara bekerja yang efisien, efektif, dan
produktif.
Menurut Kamus Bahasa Inggris kepemimpinan diambil dari kata lead
yang berarti memimpin, sedangkan leader adalah seorang pemimpin dan
leadership adalah kepemimpinan.1 Sebutan untuk kepemimpinan dalam khazanah
Islam yaitu: Khalifah, Imam, dan Wali. Disamping Khalifah, Imam dan Wali
sebutan untuk pemimpin atau kepemimpinan dalam praktiknya juga dikenal Amir
dan Sultan yang artinya menunjukkan pemimpin negara. Menurut al Maraghi,
khalifah disini diartikan sebagai pelaksana wewenang Allah SWT merealisasikan
berbagai perintahnya dalam kehidupan sesama manusia.
1
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia), h.351.
8
Pada konteks khalifah, Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat al Baqarah
ayat 30.
֠
% !" #ִ֠$

ִ☺
1+234
֠ 1 , ⌧./
ִ0 &'( )* +
;<=> .#?
$ 7
9:
#"ִ5 6 7 8
4D
7 E D + @A .B> C
9:
⌧L <M☺
NO
;⌧ HAI>K
;$
FG
2
֠ 1 ִA
PQ R< K
U3;☺
5  TF
7 #S
M# 8
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.". Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah : 30)
Selain kata khalifah juga disebut ulil amri, yang berarti pemimpin
tertinggi, dalam masyarakat Islam. Sebagaimana dalam Surat An Nisa’ ayat 59
terlihat bahwa kedudukan ulil amri atau pemimpin sangatlah tinggi, sehingga
perintah mentaati pemimpin jatuh sesudah perintah Allah dan Rasul-Nya, yaitu
sebagai berikut.
1+23#[ 7+ 4 %Y ֠ZD +
9 < X
?
1+3#5/ \ 8
ZD +
1+3#5/ \ 8
b(c)* +
`X a8
3;]^_
+
% f4gM# h
,  U e
1 Bd4 , 7
jD +
`

kl#_
84Bi⌧j
f4g[4n
U
m 3;]^_
+
o(3 /
+
jD
U3#, 7 5
!:(_ִ0
ִA
r
q
p_=0)ִ +
s⌧? X  ;$I>MH 8
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
9
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (Q.S. An Nisa’ : 59)2
Ngalim Poerwanto mengutip beberapa definisi kepemimpinan dari Prajudi
Atmosudirdjo sebagai berikut :
a. Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu kepribadian seseorang yang
mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohkannya
atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh yang tertentu,
suatu kekuatan atau wibawa, yang demikian rupa sehingga membuat
sekelompok orang mau melakukan apa yang dikehendakinya.
b. Kepemimpinan adalah suatu seni (art), kesanggupan (ability) atau teknik
(technique) untuk membuat sekelompok orang bawahan dalam organisasi
formal atau para pengikut atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti
atau mentaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka begitu
antusias atau bersemangat untuk mengikutinya atau bahkan berkorban
untuknya.
c. Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu bentuk persuasi suatu seni
pembinaan kelompok orang-orang tertentu, biasanya melalui .human relation.
dan motivasi yang tepat, sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau
bekerjasama dan membanting tulang untuk memahami dan mencapai segala
apa yang menjadi tujuan organisasi.3
Hoy dan Miskel mengutip beberapa definisi dari beberapa sumber:
a. Kepemimpinan adalah kekuatan (power) yang didasarkan atas tabiat/watak
seseorang yang memiliki kekuasaan lebih, biasanya bersifat normatif.
b. Kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk
mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi untuk mengubah tujuan-tujuan
dan sasaran organisasi.
c. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu
kelompok yang diorganisasi menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan.4
Menurut Isjoni, kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, yang
terjadi diantara orang-orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang
sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut (followers). Proses kepemimpinan
juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan
pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik
2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: PT.
Thoha Putra, 1998), hlm. 202
3
Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya,
2003), Cet. XII, h. 25-26.
4
Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, hlm.. 26-27.
10
pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi (personal
responsibility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut. 5
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan Bukhari
sebagai berikut :
‫ ُﻜ ْﻢ َر ٍاع َو‬‫ ُﻛﻠ‬: ‫ ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل‬: ‫ﻋﻦ ﻋﺒﺪاﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻳﻘﻮل‬
6
(‫ﺘِ ِﻪ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬‫ ُﻜﻢ َﻣ ْﺴﺌُـ ْﻮٌل َﻋ ْﻦ َر ِﻋﻴ‬‫ُﻛﻠ‬
Setiap kamu adalah pemimpin dan akan ditanyai tentang apa yang
dipimpinnya. (HR. Al-Bukhari)
Ada banyak definisi tentang kepemimpinan. Tetapi pada dasarnya
kepemimpinan berarti mempengaruhi orang lain. Sebagian besar perspektif
leadership memandang pemimpin sebagai sumber pengaruh. Pemimpin dalam
memimpin pada dasarnya mempengaruhi dan para pengikut mengikuti sebagai
pihak yang dipengaruhi. Pada dasarnya pula kepemimpinan mengacu pada suatu
proses untuk menggerakkan sekelompok orang menuju ke suatu yang telah
ditetapkan/disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk
bertindak dengan cara yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya seorang
pemimpin yang baik mampu menggerakkan orang-orang menuju tujuan jangka
panjang dan benar-benar merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang
terbaik juga.
Selain itu kepemimpinan juga merupakan suatu kemampuan untuk
menjalankan pekerjaan melalui orang lain dengan mendapatkan kepercayaan dan
kerja sama. Hampir semua aspek pekerjaan dipengaruhi dan tergantung pada
kepemimpinan.
Sedangkan kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang direkrut
sekolah untuk mengelola segala kegiatan di sekolah sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan. Secara teoritis istilah “kepala” mempunyai pengertian yang tidak sama
dengan “pemimpin”, namun dalam prakteknya keduanya dipahami dalam makna
5
Isjoni, Manajemen Kepemimpinan dalam Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2007 ), hlm 20
6
Imam Bukhori, Shahih Bukhari, (Libanon: Dar al Kutub al Ilmiyah) hlm. 268
11
yang identik. Sebagaimana kita ketahui bahwa kepala lebih menonjol faktor
kekuasaannya, sedangkan pemimpin lebih menonjol kewibawaannya.
a. Karakteristik Kepemimpinan Kepala Sekolah Profesional.
Kepala sekolah merupakan profil sentral sebagai pemimpin dalam
dunia pendidikan. Kepala sekolah tidak hanya sekedar sebagai kepala yang
selalu berhak menonjolkan kekuasaannya saja, akan tetapi lebih diutamakan
fungsinya sebagai pemimpin. Lembaga pendidikan senantiasa mendambakan
profil pemimpin yang ideal dan dapat dijadikan contoh bagi kelompok yang
dipimpinnya, dikarenakan dunia yang dipimpin adalah dunia pendidikan. Maka
kepala sekolah harus mampu menjadi contoh bagi para tenaga kependidikan
yang ada di sekolahnya.
Sedangkan Rasulullah memberikan arahan terhadap suatu kegiatan
yang memiliki bagian unsur kepemimpinan ialah menempatkan orang pada
posisinya yang tepat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi:
ِ
ِ
 ِ
 َ ِ‫ﺎل َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ‬
‫ﱃ‬
َ َ‫ ﻗ‬: ‫ﺎل‬
َ َ‫َﻋ ْﻦ اَِﰉ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة َر ِﺿ َﻲ اﷲ ُ◌ َﻋْﻨﻪُ ﻗ‬
َ ‫ﺳ َﺪاْﻷ َْﻣُﺮ إ‬ ‫ إ َذ ُاو‬: ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ُ◌ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ‬
ِ ِِ
(‫ـﺎﻋﺔَ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬
َ ‫ﺴ‬ ‫َﻏ ِْﲑ اَ ْﻫﻠﻪ ﻓَﺎﻧْـﺘَﻈ ِﺮ اﻟ‬
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Apabila
suatu urusan diserahkan pada seseorang yang bukan ahlinya, maka
tunggulah saat kehancuran.” (H.R. Al-Bukhori).7
Disamping itu, kepala sekolah juga berperan penting dalam
meningkatkan prestasi siswa. Berkenaan dengan hal ini kepala sekolah harus
mampu menjadi pemimpin yang dapat memberi contoh dalam memotivasi
peserta didik untuk meningkatkan rasa cinta terhadap ilmu pengetahuan.
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat dijelaskan karakteristik
kepala sekolah profesional, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Sabar dan penuh pengertian.
2) Mampu menjadi tauladan.
3) Mampu menjadi pendorong/motivator.
7
Imam Bukhori, Shohih Bukhori, Juz I, (Beirut: Daar Al Kutub, 1992), hlm. 26.
12
4) Menguasai Visi.
Visi adalah daya pandang yang mendalam tentang mutu terpadu bagi
lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik yang ada
di sekolah.
5) Mempunyai komitmen yang jelas pada proses peningkatan kualitas.
6) Mengkomunikasikan pesan yang berkaitan dengan kualitas.
7) Menjamin kebutuhan peserta didik sebagai perhatian kegiatan dan
kebijakan lembaga/sekolah.
8) Meyakinkan terhadap para pelanggan (peserta didik, orang tua, dan
masyarakat), bahwa terdapat “channel” cocok untuk menyampaikan
harapan dan keinginannya.
9) Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan.
10) Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul tanpa
dilandasi bukti yang kuat.
11) Pemimpin melakukan inovasi terhadap sekolah.
12) Menjamin struktur organisasi yang menggambarkan tanggung jawab yang
jelas.
13) Mengembangkan
komitmen
untuk
mencoba menghilangkan
setiap
penghalang, baik yang bersifat organisasional maupun budaya.
14) Membangun tim kerja yang efektif.
15) Mengembangkan mekanisme yang cocok untuk melakukan monitoring dan
evaluasi.8
b. Kepala Sekolah Sebagai Leader.
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kepribadian kepala sekolah
sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat jujur, percaya diri, tanggung
8
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS
dan KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 86
13
jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi stabil dan
mampu menjadi teladan. 9
Kepala sekolah sebagai leader harus mempunyai visi, karena visi
merupakan sebagai segala sesuatu yang ingin dicapai secara ideal dari seluruh
yang ingin dicapai secara ideal dari seluruh aktivitas. Visi juga dapat diartikan
sebagai gambaran mental tentang sesuatu yang ingin dicapai di masa depan.
Visi adalah wawasan ke depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Dalam implementasinya, kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis
dari tiga sifat kepemimpinannya yakni demokratis, otokratik, dan laissez faire.
Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh seorang leader,
sehingga dalam melaksanakan kepemimpinannya, sifat-sifat tersebut muncul
secara situasional. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai leader mungkin
bersifat demokratis dan laissez faire
Berikut ini akan dikemukakan satu persatu gaya-gaya kepemimpinan
tersebut di atas:
1) Gaya kepemimpinan otokratis.
Secara etimologis, otoriter berarti berkuasa sendiri, sewenangwenang. Sedangkan secara terminologis kepemimpinan otoriter adalah
menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang
yang diantara mereka tetap ada seorang yang ber kuasa. 10
Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai
diktator terhadap anggota kelompoknya. Baginya pemimpin adalah
menggerakkan dan memaksa seseorang. Kekuasaan pemimpin yang otokrasi
hanya dibatasi oleh undangundang. Penafsirannya sebagai pemimpin tidak
lain adalah menunjukkan dan memberi perintah. Kewajiban bawahan
hanyalah mengikuti dan menjalankannya, tidak boleh membantah ataupun
mengajukan saran.11
9
E, Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah. hlm 87.
10
Nizar Rizky, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pendidikan, http://amorecourse.blogspot.com/2011/12/kepemimpinan-kepala-sekolah-dalam.html
11
Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, hlm. 48.
14
Pemimpin yang otokrasi tidak menghendaki rapat-rapat atau
musyawarah. Berkumpul atau rapat berarti untuk menyampaikan instruksiinstruksi. Setiap perbedaan pendapat di antara anggota-anggota kelompok
diartikan sebagai kepicikan, pembangkangan atau pelanggaran disiplin
terhadap perintah atau instruksi yang telah ditetapkannya.12
Dalam tindakan dan perbuatannya ia tidak dapat di ganggu gugat.
Kekuasaan yang berlebihan ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa
kritik, sikap asal bapak senang atau sikap sumuhan dawuh terhadap
pemimpin dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika
tidak ada pengawasan langsung. Dominasi yang berlebihan ini akan
menimbulkan sifat apatis, sifat agresif pada anggota kelompok terhadap
pemimpinnya.
Beberapa pemimpin otoriter dinilai sebagai benevolent autocrats
(pseudo democratic). Meskipun mereka nampaknya mendengarkan saransaran/pendapat-pendapat para anggota kelompok sebelum keputusan
dicapai, toh pada akhirnya keputusan yang diambil adalah atas dasar
pendapat mereka sendiri. Mereka barangkali mempunyai keinginan untuk
mendengarkan dan mempertimbangkan ide-ide bawahan, namun manakala
suatu keputusan dibuat, mungkin lebih otoriter dari pada sebelumnya.13
Seorang pemimpin yang otoriter bersifat ingin berkuasa, sehingga
suasana di sekolah selalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi
kebebasan kepada anggota kelompok untuk turut ambil bagian dalam
memutuskan suatu persoalan. Inisiatif dan daya pikir anggota sangat
dibatasi, sehingga tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat
mereka. Kepala sekolah bebas membuat suatu peraturan sendiri dan
peraturan tersebut harus ditaati dan diikuti oleh anggota.
Salah satu contoh, kepala sekolah yang kurang mau mendengarkan
atau mengindahkan pendapat-pendapat, ide-ide dan saran-saran yang kreatif
dari guru-guru atau staf sekolah yang dipimpinnya. Dalam rapat-rapat
12
Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, hlm.48-49.
13
Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, hlm.100.
15
sekolah maka kepala sekolah tersebut hanya memajukan dan melaksanakan
ide-ide dan keinginannya sendiri saja untuk diterima dan dijadikan rapat.
Kepemimpinan otoriter menimbulkan suasana kaku, tegang,
mencekam, menakutkan sehingga dapat berakibat lebih lanjut timbulnya
ketidakpuasan. Kepemimpinan otoriter juga memberikan keuntungan antara
lain: disiplin dapat dikontrol dengan baik, semua pekerjaan dapat
berlangsung secara tertib dan teratur, cepat serta tegas dalam membuat
keputusan dan tindakan sehingga untuk sementara produktifitas dapat naik.
Adapun ciri seorang pemimpin yang otokratis adalah :
a) Menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi
b) Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c) Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata
d) Tidak mau menerima pendapat, saran, dan kritik
e) Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya
f) Cara menggerakkan bawahan dengan pendekatan paksaan dan bersifat
mencari kesalahan/menghukum.14
2) Gaya kepemimpinan Laissez faire
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan tipe kepemimpinan
otoriter. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan
penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan
melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing.
Semua kebijaksanaan, metode dan sebagainya menjadi hak sepenuhnya dari
orang yang dipimpin, seluruh kegiatan tersebut berlangsung tanpa dorongan,
bimbingan dan pengaruh dari pimpinan.
Pimpinan dalam gaya situasi ini berpendapat bahwa tugasnya adalah
menjaga dan menjamin kebebasan tersebut serta menyediakan segala
kebutuhan dan fasilitas yang dibutuhkan organisasi. Dalam kepemimpinan
seperti ini setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan maka pimpinan selalu
14
Ngalim Poerwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, hlm. 50-51.
16
berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkan keputusan dalam
setiap kegiatan.
Suasana kerja seperti ini akan menimbulkan berbagai hal negatif,
antara lain: menimbulkan kekacauan dalam pelaksanaan tugas, karena
pejabat bekerja secara masing-masing, anggota kelompok tidak merasakan
ada kepemimpinan dalam kelompoknya, apabila muncul masalah maka
tidak pernah terpecahkan sampai tuntas dan memuaskan, banyak program
atau pekerjaan tertunda.15
Dalam
tipe
kepemimpinan
ini
sebenarnya
pemimpin
tidak
memberikan pimpinan. Tipe ini diartikan sebagai membiarkan orang-orang
berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak
memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggotanya. Pembagian
tugas dan kerja sama diserahkan kepada anggota kelompok, tanpa petunjuk
atau saran dari pimpinan.
Dengan demikian mudah terjadi kekacauan. Tingkat keberhasilan
organisasi atau lembaga yang dipimpin dengan gaya seperti ini semata-mata
disebabkan karena kesadaran dan dedikasi dari beberapa anggota kelompok
bukan karena pengaruh dari pemimpinnya. Di dalam tipe kepemimpinan ini,
biasanya struktur organisasinya tidak jelas dan kabur. Segala kegiatan
dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa pengawasan dari pimpinan.
Pemimpin demikian biasanya mempunyai ketergantungan yang
besar pada anggota kelompok untuk menetapkan tujuan-tujuan dan alatalat/cara mencapainya. Pemimpin pada gaya ini menganggap bahwa
peranan mereka sebenarnya sebagai orang yang berusaha memberikan
kemudahan kerja para pengikut, umpama dengan jalan menyampaikan
informasi kepada orang-orang yang dipimpinnya, serta sebagai penghubung
dengan lingkungan yang ada di luar kelompok.
Dari uraian tersebut dapat diketahui ciri-ciri dari kepemimpinan
Laissez –Faire sebagai berikut :
15
Nizar Rizky, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pendidikan, http://amorecourse.blogspot.com/2011/12/kepemimpinan-kepala-sekolah-dalam.html
17
a) Tidak yakin pada kemampuan sendiri
b) Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok
c) Tidak berani menanggung resiko
d) Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan
laissez faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya.
Kendatipun demikian, kepemimpinan laissez faire juga memberikan
keuntungan antara lain para anggota (guru) atau bawahan akan dapat
mengembangkan kemampuan dirinya.
3) Gaya kepemimpinan demokratis
Gaya
kepemimpinan
demokratis
merupakan
gaya
yang
mempertemukan prinsip dan prosedur yang sangat ekstrim itu, yaitu
kepemimpinan otokratis dan laissez faire. Kepemimpinan demokratis
memanfaatkan peran aktifitas dari orang yang dipimpin dan keputusan
penting
selalu
disesuaikan
dengan
tuntutan
kelompok.
Kegiatan
musyawarah merupakan langkah penting dalam menyelesaikan berbagai
problem dalam pendidikan. Begitu juga dalam hal pengambilan keputusan,
kepemimpinan ini menjadikan keterlibatan
pimpinan dalam berbagai
kegiatan. Tipe kepemimpinan demokratis memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
a) Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat manusia
makhluk termulia di dunia.
b) Selalu berusaha untuk menyinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan tujuan pribadi.
c) Sering menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan.
d) Mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan.
e) Memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahan dan
membimbingnya.
f) Mengusahakan agar bawahan lebih sukses dari pada dirinya.
g) Selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai seorang
pemimpin.
18
Tipe kepemimpinan demokratis adalah salah satu dari beberapa tipe
yang paling ideal, dan dianggap paling baik terutama untuk kepemimpinan
dalam lembaga pendidikan.16
c. Kepala Sekolah sebagai Manager Pendidikan
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manager, kepala
sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga
kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif. Memberi kesempatan kepada
para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong
keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang
menunjang program sekolah.
Manajemen pada hakekatnya merupakan suatu proses merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan usaha para anggota
organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
1) Perencanaan (Planning)
Perencanaan dapat diartikan sebagai persiapan yang teratur dari
setiap usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam setiap
usaha atau pekerjaan, lebih-lebih yang melibatkan orang banyak,
perencanaan merupakan tahapan permulaan yang sangat penting. Banyak
tujuan yang tidak tercapai karena tidak adanya perencanaan yang baik,
sehingga perencanaan tidak hanya dilakukan pada awal melakukan
pekerjaan melainkan terus menerus dilakukan selam proses kerja
berlangsung.
2) Pengorganisasian (Organizing)
Setelah perencanaan dilakukan maka perlu ditetapkan pembagian
tugas diantara orang yang terlibat agar masing-masing tahu apa yang harus
dikerjakan.
Inilah
yang
disebut
dengan
pengorganisasian.
Jadi
pengorganisasian maksudnya adalah proses pembagian tugas-tugas dan
16
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, hlm. 52
19
tanggung jawab serta wewenang sehingga tercipta suatu organisasi yang
dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
3) Penggerakan (Actuating)
Menurut George R. Terry actuating adalah tindakan untuk
mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai
sasaran-sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha
organisasi. 17
Usaha penggerakan ini berkaitan erat dengan usaha memberi
motivasi kepada anggota organisasi, jadi agar pemimpin atau kepala
sekolah mampu melaksanakan fungsi ini dengan baik maka dituntut untuk
mampu berkomunikasi, memiliki daya kreasi serta inisiatif yang tinggi dan
mampu mendorong semangat stafnya.
4) Pengawasan (Controlling)
Kegiatan pengawasan dapat berbentuk pemeriksaan, pengecekan,
serta usaha pencegahan terhadap kesalahan yang mungkin terjadi, sehingga
bila terjadi penyimpangan dapat ditempuh usaha-usaha perbaikan.
d. Tugas-Tugas Kepemimpinan
Berdasarkan
pengertian
bahwa
kepemimpinan
adalah
proses
mempengaruhi tingkah laku yang mengandung indikasi serangkaian tugas
penting seorang pemimpin yaitu: 18
1) Mendefinisikan visi dan peranan organisasi
Misi dan peranan organisasi dapat dirumuskan dengan baik apabila
seorang pemimpin lebih dulu memahami asumsi struktural sebuah
organisasi.
2) Pemimpin merupakan pengejawantahan tujuan organisasi
17
Nizar Rizky, Kepemimpinan
Kepala
Sekolah
Dalam Pendidikan,
http://amorecourse.blogspot.com/2011/12/kepemimpinan-kepala-sekolah-dalam.html
18
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjau Teoritik dan Permasalahannya,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 40.
20
Dalam tugas ini pemimpin harus mengambil kebijaksanaan
kedalam tatanan atau keputusan terhadap sasaran untuk mencapai tujuan
yang direncanakan.
3) Mempertahankan tujuan organisasi
Pemimpin bertugas untuk mempertahankan keutuhan organisasi
dengan melakukan koordinasi dan kontrol melalui dua cara, yaitu melalui
otoritas, peraturan, literally, melalui pertemuan dan koordinasi khusus
terhadap berbagai peraturan. Mengendalikan konflik internal yang terjadi
dalam organisasi
Pemimpin
organisasi
mempunyai
kekuasaan
tertentu
yang
dilimpahkan kepadanya. Kekuasaan tersebut merupakan alat dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya. Oleh karena itu, agar tugas
kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik maka digunakan strategi.
Strategi yang dapat digunakan agar dapat menjalankan kepemimpinannya,
adalah:
a) Pemimpin harus menggunakan strategi yang fleksibel
b) Pemimpin harus menjaga keseimbangan dalam menentukan kebutuhan
jangka panjang dan jangka pendek
c) Pemilihan strategi harus yang memberikan layanan terhadap lembaga
d) Kegiatan yang sama dapat digunakan untuk beberapa aksi dalam
strategi.19
e. Kepemimpinan yang Efektif
Kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan yang kuat
agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk meningkatkan mutu
sekolah. Secara umum kepala sekolah harus memiliki kemampuan mengelola
sumber daya sekolah. Terutama sumber daya manusia untuk mencapai tujuan
sekolah.
19
Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan Konsep, Prinsip, dan
Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Bandung: PT. Pustaka Educa, 2010), hlm 9495.
21
Disamping itu diperlukan pemimpin sekolah yang mempunyai
kemampuan berfikir yang strategis, berwawasan luas, fleksibel, atau mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dan mampu memosisikan
diri dengan baik dalam teamwork untuk berkembang dan mengarahkan ke arah
tercapainya tujuan lembaga pendidikan.
Indikator-indikator kepemimpinan kepala sekolah yang efektif sebagai
berikut.
1) Menerapkan pendekatan kepemimpinan partisipatif terutama dalam proses
pengambilan keputusan
2) Memiliki gaya kepemimpinan yang demokratis, lugas, dan terbuka.
3) Menyiapkan waktu untuk berkomunikasi secara terbuka dengan para guru,
peserta didik, dan warga sekolah lainnya.
4) Menekankan kepada guru dan seluruh warga sekolah untuk memenuhi
norma-norma pembelajaran dengan disiplin yang tinggi.
5) Memantau kemajuan belajar peserta didik melalui guru sesering mungkin
berdasarkan data prestasi belajar.
6) Menyelenggarakan pertemuan secara aktif, berkala dan berkesinambungan
dengan komite sekolah, guru, dan warga sekolah lainnya mengenai topiktopik yang memerlukan perhatian.
7) Membimbing dan mengarahkan guru dalam memecahkan masalah-masalah
kerjanya, dan bersedia memberikan bantuan secara proporsional dan
profesional. 20
Menurut Tracy dan William dalam Wahjosumidjo, menyatakan bahwa
seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dasar yang mencakup.21
1) Technical Skills
Berupa kecakapan tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik atau
merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal yang khusus dan
20
E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, hlm 20.
21
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjau Teoritik dan Permasalahannya,
hlm. 386.
22
penggunaan fasilitas, peralatan, serta teknik-teknik pengetahuan yang
spesifik.
2) Human Skills
Kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif dengan kelompok
dan untuk menciptakan kerjasama di lingkungan yang dipimpinnya. Human
Skills menunjukkan ketrampilan yang berkaitan dengan orang atau manusia
yang diantaranya:
a) Mampu mempengaruhi orang lain.
b) Mampu melihat dirinya sendiri atau sikapnya.
c) Mampu menciptakan lingkungan dimana pemimpin dan pegawainya
merasa yakin, suasana menunjukkan kerjasama secara harmonis dan
produktif.
d) Mampu menjadi komunikator dan pemimpin yang efektif.
e) Mampu berhubungan dengan orang lain dan menciptakan lingkungan
yang terpercaya, keterbukaan dan rasa hormat bagi individu.
3) Conceptual Skills
Kemampuan
untuk
memahami
kompleksitas
organisasi
dan
bertindak sesuai dengan tujuan menyeluruh dari lembaga. Conceptual Skills
yang dimaksud antara lain:
a) Kemampuan
seorang
pemimpin
melihat
lembaga
sebagai
satu
keseluruhan.
b) Mengetahui bagaimana lembaga saling bergantung satu sama lain dan
bagaimana pertumbuhan yang terjadi pada satu bagian tertentu akan
berpengaruh terhadap bagian lain.
c) Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan seluruh aktivitas, kepentingan
dan perspektif dari individu maupun kelompok satu lembaga sebagai
totalitas.
Pemimpin yang efektif digerakkan oleh tujuan-tujuan jangka panjang
dan ia memiliki cita-cita yang tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang
disekitarnya. Nabi Muhammad merupakan contoh paling nyata dalam hal ini.
23
Disamping tujuan ukhrawi, beliau senantiasa menyatakan bahwa kemenangan
Islam akan segera datang dan jazirah Arab akan dipenuhi dengan keamanan
dan kemakmuran. Bahkan beliau juga meletakkan visi yang membimbing bagi
umat Islam sepanjang masa, intinya bahwa masa depan ada di tangan Islam.
Kepemimpinan ini dirasa cocok apabila diterapkan pada saat ini,
terutama sekali di lembaga pendidikan Islam karena di dalam terkandung
banyak efek positif untuk kemajuan sebuah lembaga pendidikan. Nilai-nilai
humanisme, otokratis, serba optimisme menjadi nilai-nilai lebih untuk
kepemimpinan disebabkan tipe ini mempunyai anggapan bahwa setiap individu
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.
Seorang pemimpin ditentukan untuk bisa menjadi uswah, yang menjadi
figur panutan. Ini memberikan perspektif bahwa terdapat kepemimpinan
menurut Islam. Sebagaimana dikemukakan oleh Vietzal Rivai, kepemimpinan
menurut Islam harus mempunyai prinsip: musyawarah, adil dan kebebasan
berfikir. 22
1) Musyawarah
Mengutamakan musyawarah sebagai prinsip yang harus diutamakan
dalam kepemimpinan Islam. Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa
seorang yang menyebut dirinya sebagai pemimpin wajib melakukan
musyawarah dengan orang yang berpengetahuan atau orang yang
berpandangan baik.
1+3
ִt uB] +
1+3#7
֠ 8
h
34Z
(S5R#_ 7 8
(S;6
, ִ֠}
|☺ 7
%Y ֠ZD +
(S9vw _
q3
xy
+
(Szv ,{
U3@
.,#?
“Dan (bagi) orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian
rezeki yang kami berikan kepada mereka (Assyura:38).
Melalui musyawarah memungkinkan komunitas Islam akan turut
serta berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan, dan sementara itu
22
http://karyailmiah.blogspot.com/2012/01/kepemimpinan-yang-efektif.html
24
pada saat yang sama musyawarah dapat berfungsi sebagai tempat untuk
mengawasi tingkah laku para pemimpin jika menyimpang dari tujuan
semula. Jadi selain sebagai kontrol sosial, juga tempat sharing ide serta
tukar pendapat yang sangat bermanfaat bagi lembaga pendidikan.
2) Adil
Pemimpin sepatutnya mampu memperlakukan semua orang secara
adil, tidak berat sebelah dan tidak memihak, lepas dari suku bangsa, warna
kulit, keturunan, golongan strata di masyarakat ataupun agama. Al-Qur’an
memerintahkan setiap muslim dapat berlaku adil bahkan sekalipun ketika
berhadapan dengan para penentang mereka. Keadilan sebagai pilar utama
dalam penetapan hukum, adalah keadaan penting untuk pengambilan
kebijakan serta sistem kerja yang dilakukan pemimpin. Seorang pemimpin
diharuskan untuk tidak membeda-bedakan bawahannya.
3) Kebebasan berfikir
Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu memberikan
ruang dan mengundang anggota kelompok untuk mampu menggunakan
kritiknya
secara
konstruktif
mereka
diberikan
kebebasan
untuk
mengeluarkan pendapat atau keberatan mereka dengan bebas, serta harus
dapat memberikan jawaban atas setiap masalah yang mereka ajukan. Agar
sukses dalam memimpin, seorang pemimpin hendaknya dapat menciptakan
suasana kebebasan berfikir dan pertukaran gagasan yang sehat dan bebas,
saling kritik dan menasehati satu sama lain, sehingga para pengikutnya
merasa senang mendiskusikan masalah atau persoalan yang menjadi
kepentingan bersama.
Ketiga prinsip tersebut di atas saling bersinergi satu sama lain. Apabila
salah satunya tidak dilaksanakan akan menjadi kurang optimal kepemimpinan
itu. Oleh karena itu diperlukan kerjasama (team work) diantara berbagai pihak
yang terkait yang solid untuk mewujudkannya.23
23
http://karyailmiah.blogspot.com/2011/07/kepemimpinan-yang-efektif.html
25
2. Budaya Mutu dalam Pendidikan
a.
Pengertian Budaya
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, serta simbol yang
mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta kebiasaan seseorang
dalam organisasi. Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah
nilai yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku. Ketika suatu
praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini maka akan
menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian pada waktunya akan
menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Hal seperti ini berlaku untuk
hampir semua hal, meliputi nilai-nilai yang buruk maupun yang baik.24
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh
sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua
unsure dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti
cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan
dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada
suatu system nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara
bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku
alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah,
guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama
dengan sekolah.25
Budaya organisasi menurut Stephen P. Robbins adalah persepsi
umum yang dipegang oleh anggota organisasi, suatu sistem tentang
keberartian bersama. Budaya organisasi berkepentingan dengan bagaimana
pekerja merasakan karakteristik suatu budaya organisasi, tidak dengan
apakah seperti mereka atau tidak.26
24
A. Qodry A. Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (Semarang:
Aneka Ilmu, Cet.2, 2003), hlm.142
25
http://artisticmedia-bkt.blogspot.com/2011/02/pengembangan-budaya-sekolah.html
2012-06-16, 1;49 pm
26
Wibowo, Budaya Organisasi (Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja Jangka
Panjang), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 15.
26
b. Pengertian Mutu
Mutu adalah kualitas, ukuran, baik buruk sesuatu, taraf atau
27
derajat. Mutu mengandung makna sebuah proses terstruktur untuk
memperbaiki keluaran yang dihasilkan.28 Mutu/kualitas diartikan, sebagai
segala sesuatu yang menentukan kepuasan stakeholder dan upaya perubahan
ke arah perbaikan terus menerus, sehingga dikenal dengan istilah Q =
MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and Changes). 29
Berdasarkan elemen tersebut maka kualitas dapat didefinisikan
sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan produk, jasa manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi bahkan melebihi harapan.30
Apabila kebijakan mutu didasarkan kepada sistem evaluasi,
Inspeksi, dan monitoring maka hasilnya adalah kepengawasan dan
pengendalian, seperti yang selama ini terjadi, berbeda dengan halnya
paradigma UU SISDIKNAS 2003, dimana kebijakan mutu didasarkan
kepada sistem penjaminan mutu terpadu (Total Quality Asuransi System),
maka hasil yang diharapkan adalah perbaikan mutu secara berkelanjutan.31
c. Pengertian Budaya mutu
Quality Culture (budaya mutu) adalah: tingkat kesiapan, komitmen,
dan kumpulan sikap dan kebiasaan dari suatu lembaga berkenaan dengan
masalah mutu.32
Peningkatan budaya mutu pendidikan yang berpusat pada
peningkatan mutu sekolah merupakan suatu proses yang dinamis, berjangka
27
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006),
hlm. 788
28
Jerome, Pendidikan Berbasis Mutu Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah
Penerapan, terj. Yosal Iriantara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 75
29
Vincent Gaspersz, Total Quality Management, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2003), hlm. 5
30
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah. Teori Model dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo,
2003), hlm. 68
31
Hanief Saha Ghafur, Manajemen Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Di Indonesia
‘’Suatu Analisis Kebijakan”, (Jakarta, Sinar Grafika Offset: 2008 ), hlm.88.
32
Syahu Sugian O, Kamus Manajemen Mutu, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2006), hlm 182
27
panjang yang mesti dilakukan secara sistematis lagi konsisten untuk
diarahkan menuju suatu tujuan tertentu. Peningkatan mutu sekolah tidak
bersifat instan, melainkan suatu proses yang harus dilalui dengan sabar,
tahap demi tahap, yang terukur dengan arah yang jelas dan pasti.
Upaya peningkatan budaya mutu pendidikan di sekolah perlu
didukung kemampuan manajerial kepala sekolah. kepala sekolah hendaknya
berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun
material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan
pendidikan di sekolah secara optimal.
Ruang
lingkup
Manajemen
budaya
mutu
sekolah
dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu: manajemen administratif,
meliputi proses manajemen yang pada dasarnya terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Ruang lingkup manajemen
seperti ini juga sering disebut sebagai proses manajemen atau fungsi
manajemen, manajemen operatif, meliputi unit-unit kegiatan dalam sebuah
organisasi yang diantaranya terdiri dari manajemen kesiswaan, manajemen
pengajaran, manajemen personil, manajemen persuratan dan kearsipan,
manajemen keuangan, manajemen perlengkapan, manajemen hubungan
masyarakat, serta manajemen perpustakaan.33
Tujuan lembaga pendidikan adalah memproduksi jasa yang
didistribusikan kepada semua pelanggan baik internal (guru dan karyawan),
dan eksternal (khususnya yang primer yaitu siswa). Setiap aktivitas yang
menjadi jasa yang diproduksi harus diberikan dalam tingkatan mutu yang
lebih tinggi sehingga orang tua dan masyarakat bangga terhadap anak-anak
mereka yang mendapat pendidikan bermutu tinggi yang mampu bersaing
dalam berbagai bidang.
Berdasarkan hal tersebut, maka sistem manajemen budaya mutu
dianggap sangat penting dalam dunia pendidikan karena pendidikan berisi
tentang pembelajaran masyarakat. Jika sistem manajemen mutu bertujuan
33
DR. Sulipan," http://www.geocities.com/cbet_centre/kumpulan1.html" Feb 2012
28
untuk memiliki relevansi dalam pendidikan, maka ia harus memberi
penekanan pada mutu pelajar. Sehingga lembaga pendidikan dapat
dikatakan berhasil dalam memberi kepuasan kepada pelanggan.34
Ketika fokus utama dari sekolah adalah pelanggan eksternalnya,
maka penting untuk diingat bahwa setiap orang yang bekerja dalam masingmasing institusi tersebut turut memberikan jasa bagi para kolega mereka
termasuk pelanggan internal. Hubungan internal yang kurang baik akan
menghalangi perkembangan institusi, dan akhirnya akan membuat
pelanggan eksternal menderita. Padahal salah satu tujuan dari sistem
manajemen mutu adalah memuaskan pelanggan, maka mempertahankan
hubungan baik dengan pelanggan itu sangat penting. Semua organisasi yang
ingin mempertahankan keberhasilannya harus berobsesi pada mutu.35
Budaya Mutu harus sesuai dengan persyaratan yang diinginkan
pelanggan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan
pendidikan, maka sistem manajemen budaya mutu sangatlah diperlukan
dalam dunia pendidikan.
1) Stakeholder
Stakeholder sekolah itu terdiri dari tiga komponen utama,
pertama, stakeholder primer, ialah siswa atau pihak-pihak yang
menerima jasa Pendidikan secara langsung. kedua, stakeholder
sekunder, ialah pihak-pihak yang berkepentingan terhadap mutu jasa
Pendidikan, antara lain orang tua siswa, instansi atau penyandang
dana/beasiswa, tenaga administratif sekolah dan sebagainya. ketiga,
stakeholder tersier, ialah pelanggan yang tidak terkait langsung dengan
pelayanan jasa Pendidikan, mereka memanfaatkan hasil jasa layanan,
antara lain masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, Stakeholder
sekolah juga dapat dibedakan atas status mereka sebagai pengelola
pendidikan atau bukan. Dari perspektif ini stakeholder jasa pendidikan
34
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, hlm. 86.
35
Husaini Usman, Manajemen (Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan), (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2006), hlm. 460.
29
dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, stakeholder internal, yaitu
stakeholder jasa pendidikan yang bersifat cenderung permanen, yaitu
pengelola pendidikan. terdiri dari pimpinan lembaga, guru, dan tenaga
administratif kependidikan. Kedua, stakeholder eksternal ialah pihakpihak yang berkepentingan terhadap jasa layanan sekolah, tetapi bersifat
tentatif, yaitu siswa reguler dan nonreguler, orang tua atau wali siswa,
dunia usaha dan pemerintah.36
Menurut Hensler dan Brunel ada empat prinsip utama dalam
TQM. keempat prinsip tersebut diharapkan mampu meningkatkan
kualitas pendidikan, khususnya Pendidikan pada lembaga Islam, sebagai
berikut.
a) Kepuasan stakeholder. Kualitas tidak lagi hanya bermakna
kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh stakeholder. Stakeholder itu sendiri meliputi
stakeholder
internal
dan
stakeholder
eksternal.
Kebutuhan
stakeholder diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk didalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh
karena itu segala aktifitas harus dikoordinasikan untuk memuaskan
para stakeholder.
b) Respek terhadap setiap orang, setiap warga sekolah/madrasah
dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreatifitas
tersendiri yang unik. dengan demikian warga sekolah/madrasah
merupakan sumber daya yang paling bernilai. oleh karena itu setiap
orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi
kesempatan untuk terlibat dalam berpartisipasi dalam tim pengambil
keputusan.
c) Manajemen berdasarkan fakta. Setiap keputusan selalu didasarkan
pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). ada dua konsep
pokok berkaitan dengan hal ini. pertama, prioritisasi (prioritization)
36
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah Dari Unit Birokrasi ke Lembaga
Akademik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 54
30
yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada
semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan
sumber daya yang ada, dengan menggunakan data dan tim dalam
sekolah dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang
vital. Konsep kedua, variasi (variation) atau vitabilitas kinerja
manusia. data statistik dapat memberikan gambaran mengenai
variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem
organisasi. dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil
dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
d) Perbaikan berkesinambungan. agar dapat sukses, setiap sekolah
perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan
perbaikan berkesinambungan. konsep yang berlaku di sini adalah
siklus PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri dari langkah-langkah
perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan
rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. 37
2) Standar Budaya Mutu Pendidikan
Standar atau parameter adalah ukuran atau barometer yang
digunakan untuk menilai atau mengukur sesuatu hal. Ini menjadi penting
untuk kita ketahui, apalagi dalam rangka mewujudkan suatu pendidikan
yang berkualitas. Kalau kita mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.)
No. 19 Tahun 2005 direvisi melalui PP No. 32 Tahun 2013 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan, ada delapan
(8) hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang
berkualitas, yaitu:38
a) Standar isi, adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
37
Husaini Usman, Manajemen (Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan), hlm. 463
38
Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab
I, Pasal 1.
31
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
b) Standar proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan.
c) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan
dalam jabatan.
d) Standar sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel
kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber
belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
e) Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional, agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
f) Standar pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selam satu
tahun.
g) Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
hasil belajar peserta didik.
Standar nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.39 Juga bertujuan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
39
Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 , pasal 3.
32
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat.40
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Mutu
Sifat Budaya Organisasi dalam beberapa tahun terakhir, budaya
organisasi telah dipopulerkan oleh buku-buku laris seperti In Search of
Excellence, A Passion for Excellence, dan Budaya Perusahaan. Meskipun
banyak yang telah ditulis tentang budaya organisasi, sedikit penelitian
mendukung konsep. Sebagai contoh, dua jurnal akademik yang ditujukan
untuk seluruh isu-isu budaya organisasi, tetapi artikel yang paling bersifat
spekulatif di alam. Definisi dan Karakteristik Budaya organisasi adalah
semua keyakinan, perasaan, perilaku, dan simbol-simbol yang busur
karakteristik dari suatu organisasi. Lebih khusus lagi, budaya organisasi
didefinisikan sebagai filosofi bersama, ideologi, kepercayaan, perasaan,
asumsi, harapan, sikap, norma, dan nilai-nilai. Meskipun ada variasi dalam
definisi budaya organisasi, tampak bahwa sebagian besar mengandung
karakteristik sebagai berikut: Perilaku yang diamati keteraturan. Ketika
anggota organisasi berinteraksi, mereka menggunakan bahasa umum,
terminologi, dan ritual-ritual dan upacara yang berkaitan dengan rasa hormat
dan sikap dukung organisasi dan mengharapkan anggotanya untuk berbagi
nilai-nilai utama. Contoh umum di sekolah adalah tingkat kinerja yang
tinggi dari dosen dan mahasiswa, tidak ada yang rendah dan angka putus
sekolah, dan efisiensi yang tinggi.
1) Norma
Ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi pertimbangan
dan penilaian. Nilai yang menjadi milik bersama dalam suatu
masyarakat dan telah tertanam secara emosional yang mendalam
sehingga menjadi norma yang tersepakati bersama. Segala hal yang
diberi nilai, indah, baik, atau berguna, timbullah ukuran perbuatan atau
norma tindakan.
40
Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 pasal 4.
33
2) Nilai dominan
Sekolah adalah tingkat kinerja yang tinggi dari dosen dan
mahasiswa, tidak ada yang rendah dan angka putus sekolah, dan efisiensi
yang tinggi. Contoh umum, Dukung organisasi dan mengharapkan
anggotanya untuk berbagi nilai-nilai utama.
3) Filsafat
sekolah yang paling memiliki pernyataan filsafat atau misi.
Sebagai contoh: Kebijakan panduan keyakinan organisasi tentang
bagaimana karyawan dan klien harus diperlakukan sekolah sehingga
semua elemen penyelenggara sekolah mudah memahami ide-ide dasar
visi, misi, dan tujuan yang hendak dicapai.
4) Aturan
Pedoman yang ada untuk bergaul di SD Islam Hidayatullah
Semarang, atau "tali" yang mengikat peserta didik baru. Dimana aturan
ini harus diikuti dan ditaati oleh peserta didik baru tersebut. Selain itu,
ketika peserta didik baru dapat mentaati aturan tersebut maka dapat
dikatakan sebagai siswa yang baik.
5) Perasaan
Di sekolah, output pengetahuan siswa, keterampilan, dan sikap
atau kehadiran, angka putus sekolah, dan kriteria kinerja yang lebih tepat
seperti penghargaan skolastik. Sekolah tidak hanya mempengaruhi,
tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Dan sistem sosial
yang menggunakan umpan balik dalam upaya untuk memeriksa budaya
saat ini atau untuk menciptakan budaya baru.41
3. Meningkatkan Budaya Mutu Sekolah
a. Pengertian Budaya Mutu Sekolah
41
Thomas J. Peters and Robert H. Waterman, In Search of Excellence: Lessons from
America’s Best Run Companies, (New York: Warner Books, 1982), hlm. 35.
34
Sekolah-sekolah
yang
memiliki keunggulan
atau
keberhasilan
pendidikan oleh Owens, lebih dipengaruhi dari kinerja individu dan organisasi
itu sendiri yang mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya,
dan norma perilaku yang disebut sebagai the human side of organization
(sisi/aspek manusia dan organisasi). Dengan demikian, budaya sekolah dapat
dikatakan bermutu bilamana memungkinkan bertumbuh kembangnya sekolah
dalam mencapai suatu keberhasilan pendidikan.
Budaya mutu sekolah adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan,
suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah secara produktif mampu memberikan
pengalaman dan bertumbuhkembangnya sekolah untuk mencapai keberhasilan
pendidikan berdasarkan spirit dan nilai-nilai yang dianut oleh sekolah. Dalam
hal ini, Depdiknas (2000) telah merumuskan beberapa elemen budaya mutu
sekolah sebagai berikut: (1) informasi kualitas untuk perbaikan, bukan untuk
mengontrol, (2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab, (3) hasil diikuti
rewards atau punishment, (4) kolaborasi, sinergi, bukan persaingan sebagai
dasar kerjasama, (5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, (6)
atmosfir keadilan, (7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan (8)
warga sekolah merasa memiliki sekolah.
Sedangkan Peter dan Waterman, menemukan nilai-nilai budaya yang
secara konsisten dilaksanakan di sekolah yang baik, yaitu mutu dan pelayanan
merupakan hal yang harus diutamakan, selalu berupaya menjadi yang terbaik,
memberikan perhatian penuh pada hal-hal yang nampak kecil, tidak membuat
jarak dengan klien, melakukan sesuatu sebaik mungkin, bekerja melalui orang
(bukan sekedar bekerjasama atau memerintahnya), memacu inovasi, dan
toleransi terhadap usaha yang berhasil.
b. Peningkatan Budaya Mutu Sekolah
Peningkatan budaya mutu sekolah merupakan tugas dan tanggung
jawab kepala sekolah, selaku pemimpin pendidikan. Namun demikian,
peningkatan budaya mutu sekolah mempersyaratkan adanya partisipasi
seluruh personil sekolah dan stakeholder, termasuk orang tua siswa, dan oleh
karena itu, secara manajerial pengembangan budaya mutu sekolah menjadi
35
tanggung jawab kepala sekolah, sedangkan secara operasional sehari-hari
menjadi tugas seluruh personil sekolah dan stakeholder terkait.
Proses peningkatan budaya mutu sekolah dapat dilakukan melalui tiga
tataran, yaitu (1) peningkatan pada tataran spirit dan nilai-nilai; (2)
peningkatan pada tataran teknis; dan (3) peningkatan pada tataran sosial. Pada
tataran pertama, proses peningkatan budaya mutu sekolah dapat dimulai
dengan peningkatan pada tataran spirit dan nilai-nilai, yaitu dengan cara
mengidentifikasi berbagai spirit dan nilai-nilai kualitas kehidupan sekolah
yang dianut sekolah, misalnya spirit dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilainilai tanggung jawab, spirit dan nilai-nilai kebersamaan, spirit dan nilai-nilai
keterbukaan, spirit dan nilai-nilai kejujuran, spirit dan nilai-nilai semangat
hidup, Spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain, serta persatuan
dan kesatuan. Oleh karena itu, tidak ada pengembangan budaya mutu sekolah
secara sistematik tanpa identifikasi berbagai spirit dan nilai-nilai yang dapat
dijadikan landasan.
Dalam rangka peningkatan budaya mutu sekolah ada tiga langkah yang
harus ditempuh oleh kepala sekolah, yaitu:
1) Identifikasi spirit dan nilai-nilai sebagai sumber budaya mutu sekolah,
yang dilakukan bersama dengan seluruh stakeholder, dan ditetapkan
sebagai sebuah kebijakan resmi sekolah dalam bentuk surat keputusan
kepala sekolah.
2) Sosialisasi secara kontinyu spirit dan nilai-nilai kepada seluruh
stakeholder, baik melalui pertemuan-pertemuan, majalah sekolah, buku
penghubung sekolah, majalah dinding sekolah, diperagakan pada dinding
kelas, maupun dalam bentuk surat edaran.
3) Kepala sekolah selalu menumbuhkan komitmen seluruh stakeholder agar
memegang teguh spirit dan nilai-nilai yang telah ditetapkan bersama.
Pada tataran kedua, adalah pengembangan tataran teknis. Peningkatan
pada tataran teknis tersebut dilakukan setelah kepala sekolah bersama
stakeholder telah ber-hasil mengidentifikasi spirit dan nilai-nilai, yaitu dengan
cara mengembangkan berbagai prosedur kerja manajemen (management work
36
procedures), sarana manajemen (management toolkit), dan kebiasaan kerja
(management work habits) berbasis sekolah yang betul-betul merefleksikan
spirit dan nilai-nilai yang akan dibudayakan di sekolah.
Dalam rangka meningkatkan tataran teknis budaya mutu sekolah dapat
ditempuh oleh kepala sekolah melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1) Kepala sekolah bersama seluruh stakeholder terkait mengevaluasi sejauh
mana keseluruhan komponen sistem sekolah, seperti struktur organisasi
sekolah, deskripsi tugas sekolah, sistem dan prosedur kerja sekolah,
kebijakan dan aturan-aturan sekolah, tata tertib sekolah, hubungan formal
maupun informal, telah merefleksikan spirit dan nilai-nilai dasar yang
sangat fungsional bagi tumbuh dan berkembangnya sekolah.
2) Selanjutnya, kepala sekolah dengan stakeholder terkait meningkatkan
berbagai kebijakan teknis pada setiap komponen sistem yang betul-betul
merefleksikan spirit dan nilai-nilai dasar yang sangat fungsional bagi
tumbuh dan berkembangnya sekolah. Bagi komponen sistem sekolah yang
telah merefleksikan spirit dan nilai-nilai yang sangat fungsional bagi
tumbuh dan berkembangnya sekolah sebaiknya tetap dipertahankan dan
diimplementasikan, dan bilamana tidak hendaknya terlebih dahulu
dilakukan berbagai perubahan dan pembaharuan seperlunya, dan setelah
itu kepala sekolah selaku manajer sekolah berkewenangan untuk segera
membuat berbagai kebijakan teknis.
Sedangkan pada tataran ketiga adalah peningkatan tataran sosial.
Peningkatan tataran sosial dalam konteks pengembangan kultur sekolah
adalah proses implementasi dan institusionalisasi sehingga menjadi sebagai
suatu kebiasaan (work habits) di sekolah dan di luar sekolah.42
42
www.radarlampung.co.id/pengembangan-budaya-mutu-sekolah.html, download 20
Juni 2013, 20.18 WIB
37
Download