Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Polimer
Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius pada tahun
1833.1 sepanjang abad 19 para kimiawan bekerja dengan polimer tanpa memiliki
suatu pengertian yang jelas tentang polimer terutama strukturnya.
2.1.1 Pengertian Polimer
Istilah polimer berasal dari kata poly yang artinya banyak dan meros yang artinya
bagian yaitu molekul raksasa atau makromolekul yang biasanya memiliki bobot
molekul tinggi. Polimer juga didefinisikan sebagai makromolekul yang dibangun
dari pengulangan unit-unit molekul yang lebih sederhana yang dinamakan
monomer.4 Alam telah menyediakan polimer seperti selulosa, protein dan karet
alam jauh sebelum manusia menemukan polimer sintetik. Polimer-polimer
tersebut telah digunakan sejak berabad-abad sebagai bahan makanan, pakaian dan
peralatan sederhana.5 Namun sekarang polimer sintetis telah banyak digunakan
sehari-hari tidak hanya sebagai makanan, pakaian, dan peralatan sederhana, tetapi
juga sebagai peralatan elektronik, peralatan masak juga bahan untuk keperluan
peralatan dengan teknologi tinggi.6
2.1.2 Penggolongan Polimer
Secara umum polimer dikelompokkan menjadi : pertama elastromer yaitu polimer
yang mempunyai sifat elastis seperti karet, kedua serat polimer yang mirip benang
seperti kapas, sutra atau nilon dan ketiga plastik yang dapat berupa lapisan tipis
untuk pembungkus makanan, zat padat yang keras dan dapat dicetak seperti pipa,
peralatan rumah tangga atau berupa pelapis seperti cat mobil dan pernis.3
Penggolongan polimer ada juga yang berdasarkan bahannya yaitu polimer
4
anorganik seperti pasir (alamiah), serat, elastromer (sintetik) dan polimer organik
seperti kanji (alamiah), elastromer, plastik (sintetik).5
Lebih lanjut polimer dapat digolongkan berdasarkan beberapa tinjauan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan sumber polimer.
Polimer alam : polimer yang terbentuk secara alamiah seperti sellulosa,
karbohidrat, protein dan lain- lain.
Polimer sintetis : Polimer yang dibuat manusia melalui reaksi-reaksi
polimerisasi dari monomernya seperti polistirena, polietilen, poliuretan
dan lain-lain.
2. Berdasarkan reaksi polimerisasinya
Polimer adisi : polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi adisi
Polimer kondensasi : polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi
kondensasi.
Kedua jenis polimer tersebut dapat dilihat secara lebih rinci pada subbab
berikutnya.
3. Berdasarkan bentuk susunan rantainya
Polimer linier : polimer yang monomernya tersusun secara linier dalam
suatu rantai.
Polimer bercabang : polimer terbentuk apabila beberapa unit ulang
membentuk cabang pada rantai utama.
Polimer berikatan silang : polimer yang terbentuk karena beberapa rantai
polimer saling terikat satu sama lain membentuk jaringan seperti dilihat
Gambar 2.1 berikut :
(a) polimer linier
(b) polimer bercabang
5
(c) polimer berikatan silang
Gambar 2.1 Penggambaran susunan polimer5
4. Berdasarkan sifat termalnya
Polimer termoplastis : polimer yang dapat melunak dan mencair atau
meleleh apabila dipanaskan. Sebaliknya akan mengeras kembali apabila
didinginkan seperti polistirena.
Polimer termoset : polimer yang tidak melunak dan tidak dapat meleleh
pada pemanasan seperti bakelit.
5. Berdasarkan jenis monomernya
Homopolimer : polimer yang terbentuk dari satu jenis monomer seperti
polistirena.
Kopolimer : polimer yang terbentuk dari dua atau lebih jenis monomernya
seperti poliamida, poliester, SBR dan sebagainya
6. Berdasarkan taktisitasnya
Polimer isotaktik : polimer yang konfigurasi gugus sampingnya terletak
pada bidang sama.
Polimer sindiotaktik : polimer yang letak konfigurasi gugus sampingnya
berselang seling
Polimer ataktik : polimer yang letak konfigurasi gugus sampingnya acak.
6
polimer ataktik
polimer sindiotaktik
polimer isotaktik
Gambar 2.2 Penggambaran taktisitas polimer5
7. Berdasarkan kristalinitas
Polimer kristalin : polimer yang susunan rantainya teratur satu terhadap
lainnya, yang disebabkan oleh adanya ikatan antar rantai yang kuat
(misalnya karena adanya ikatan hidrogen).
Polimer amorf : polimer yang susunan rantainya acak atau tidak teratur,
sehingga tidak ada interaksi antara rantai yang cukup kuat.
Namun pada umumnya polimer bersifat semikristalin, artinya sebagian rantai
bersifat kristalin dan sebagian bersifat amorf yang perbandingannya secara
kuantitatif dapat dinyatakan sebagai derajat kristalinilitas. Untuk lebih jelasnya
polimer kristalin dan amorf dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3 Polimer kristalin dan amorf5
7
2.1.3 Polistirena
Polistirena adalah salah satu contoh polimer adisi yang disintesis dari monomer
stirena. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat dan
dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi sehingga dapat dimolding atau
'extrusion', kemudian kembali menjadi padat8. Polistirena merupakan polimer
sintetik yang transparan dengan sifat fisik dan sifat termal yang baik, dan relatif
tahan terhadap degradasi baik oleh mikroorganisme di dalam tanah maupun oleh
sinar matahari.
Polistirena pertama kali dibuat pada tahun 1839 oleh Eduard Simon, seorang
apoteker Jerman, melalui isolasi dari resin alami. Seorang kimiawan organik
Jerman lainnya, Hermann Staudinger, menemukan bahwa polistirena tersebut
terdiri dari rantai panjang molekul stirena. Polistirena mula-mula berkembang
pada tahun 1930-an,6 dan dikenal dalam dunia perdagangan sebagai bahan isolator
listrik yang sangat baik, kemudian dalam perkembangannya polistirena
merupakan bahan plastik yang komersial dan dapat digunakan dalam berbagai
aplikasi misalnya tempat penyimpanan makanan, pengepakan (packing) dan lainlain.
2.1.3.1 Struktur dan Sifat -sifat Polistirena
Polistirena merupakan polimer yang mempunyai sifat transparan, kaku dan getas
dan memiliki kestabilan dimensional yang baik sehingga polistirena sangat sulit
mengalami perubahan bentuk. Disamping itu juga polistirena memiliki absorpsi
yang sangat rendah terhadap uap air, asam, basa, alkohol dan detergen. Polistirena
yang bebas dari aditif bersifat non-toksis serta tidak menunjang terjadinya
pertumbuhan jamur dan bakteri. 7
Keunggulan lain dari polistirena adalah polistirena mempunyai ketahanan yang
baik terhadap panas, memiliki temperatur transisi gelas berkisar 100 oC dan titik
lelehnya 230 – 240 oC.7 Polistirena tahan terhadap cahaya, akan tetapi bersifat
8
rapuh bila diradiasi dengan sinar UV setelah 350 jam. Walaupun terjadi
pemutusan rantai makromolekul akibat radiasi sinar UV, akan tetapi distribusi
berat molekulnya tidak berubah.9
Sifat dari suatu polimer ditentukan oleh struktur polimer dan susunan rantainya.5
Jika struktur rantai polimer tersusun secara acak, maka polimer tersebut
digolongkan sebagai polimer ataktik, dan polimer ataktik biasanya dibuat dengan
metode polimerisasi radikal bebas. Jika polistirena disintesis menggunakan katalis
Ziegler-Natta maka dihasilkan polistirena yang bersifat isotaktik. Pada umumnya
polistirena yang dihasilkan bersifat amorf dan semikristalin.4 Struktur polistirena
dapat dilihat pada Gambar 2.4.
[
CH
H2C
]n
Gambar 2.4 Struktur polistirena
Namun kekurangan dari sifat polistirena adalah umumnya larut dalam pelarut
hidrokarbon baik alifatik maupun aromatik, sehingga polistirena harus
dihindarkan dari beberapa bahan makanan seperti mentega dan minyak kelapa
yang berperan sebagai pelarut organik karena polistirena merupakan polimer yang
bersifat non polar, dan pelarut yang terklorinasi juga akan dapat merusak
permukaan polistirena.9
2.1.3.2 Kegunaan dan Dampak Negatif dari Polistirena
Kegunaan polistirena banyak sekali, diantaranya digunakan sebagai bahan optik,
pembungkus alat-alat elektronik, dan obat-obatan, dan juga dalam otomotif.
9
Untuk lebih jelasnya penggunaan polistirena dapat dilihat pada Gambar 2.5. Data
pada tahun 2005 menunjukkan bahwa penggunaan polistirena untuk pengemas
bahan makanan mencapai 23,0 %, untuk botol atau tempat minuman 18,2 %,
untuk packing mencapai 14,6 % dan lain-lain 0,5 %.
Perkembangan
ilmu
pengetahuan
yang
begitu
pesat
telah
berhasil
mengembangkan campuran antara polistirena dengan polimer lain sehingga
menghasilkan sifat polimer yang berbeda, sehingga pemanfaatannya lebih banyak.
Namun dampak pemakaian polistirena yang terlalu banyak dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan karena polistirena sulit untuk didegradasi di alam.
Lain-lain 0,5 %
Bahan kemasan
14,6 %
Tempat makanan
dan minuman
18,2 %
Potongan PS
43,7 %
Tempat makanan
siap saji 23,0 %
Gambar 2.5 Penggunaan polistirena3
2.2. Polimerisasi
Polimer terbentuk dari unit-unit monomer melalui beberapa tahap reaksi, dan
reaksi pembentukan polimer disebut dengan polimerisasi. Polimerisasi dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu polimerisasi kondensasi dan
polimerisasi adisi.
10
2.2.1 Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi ini didasarkan pada reaksi antara dua molekul atau lebih
yang memiliki gugus fungsi berbeda sehingga terbentuk polimer yang
mengandung
gugus fungsi baru, dan menghasilkan produk samping berupa
molekul sederhana, seperti H2O, NH3, dan HCl. Poliamida adalah salah satu
contoh polimer yang terbentuk dari polimerisasi kondensasi seperti pada Gambar
2.5 berikut :
NH2 – (CH2)x – NH2
+ nHO2C – (CH2)y’ – CO2H
→
H – [ - NH – (CH2)x – NHCO – (CH2)y’ – CO]n + (2n – 1) H2O
Poliamida
Gambar 2.6 Contoh polimerisasi kondensasi9
2.2.2 Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai, dan pembawa rantai pada polimerisasi
adisi dapat berupa spesi reaktif yang berupa kation atau anion atau mengandung
satu elektron yang tidak berpasangan yang disebut radikal bebas. Ciri khas dari
polimerisasi adisi adalah monomernya merupakan senyawa tak jenuh yang
berikatan rangkap dua atau tiga, contohnya polistirena8. Polimerisasi adisi dapat
dibedakan menjadi : (a) polimerisasi adisi radikal bebas yaitu polimerisasi yang
diawali melalui penguraian suatu inisiator membentuk radikal bebas yang
biasanya dipicu oleh adanya cahaya atau panas, kemudian dilanjutkan dengan
adisi molekul monomer pada salah satu radikal bebas yang terbentuk. (b)
Polimerisasi adisi secara kationik, umumnya terjadi pada monomer yang
mengandung gugus pelepas elektron sehingga sebagai pembawa rantainya adalah
ion karbonium, dan katalis yang digunakan adalah katalis asam lewis (penerima
pasangan elektron) dan katalis Friedel Crafts misalnya AlCl3, biasanya
berlangsung pada suhu rendah. (c) Polimerisasi adisi secara anionik, terjadi pada
11
monomer yang mengandung substituen yang bersifat elektronegatif seperti stirena.
Seperti halnya polimerisasi kation, reaksi polimerisasi anion juga berlangsung
pada suhu rendah dengan katalis logam alkali, alkil, aril dan amida logam alkali.5
2.2.3
Polimerisasi stirena
2.2.3.1 Stirena
Stirena tergolong senyawa aromatik. Stirena merupakan hidrokarbon aromatis
yang berwujud cair tak berwarna sampai kekuningan, mengkilap, berbau tajam,
larut dalam alkohol, eter, metanol, aseton, karbon disulfida dan dalam air. Stirena
biasanya diproduksi secara komersil dari minyak bumi. Proses sintesis stirena
terjadi melalui alkilasi benzen dengan etilen menggunakan katalis AlCl3, dan
kemudian dihidrogenasi. Monomer stirena mudah terpolimerisasi walaupun pada
suhu kamar. Stirena mudah rusak karena pengaruh suhu, sinar matahari, dan O2
sehingga stirena murni yang diperdagangkan perlu ditambahkan dengan 0,5 %
inhibitor yaitu 4-tersier butil katekol.11 Pada Gambar 2.7 berikut ini dapat dilihat
struktur dari stirena.
CH
CH2
Gambar 2.7 Struktur stirena
2.2.3.2 Benzoil peroksida (BPO)
Di antara tipe inisiator yang digunakan untuk reaksi polimerisasi radikal bebas,
peroksida (ROOR) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Jenis
peroksida yang paling sering digunakan adalah benzoil peroksida.
12
O
O
O
O
Gambar 2.8 Struktur benzoil peroksida
Benzoil peroksida memiliki 2 gugus benzoil yang dapat mengalami homolisis
secara termal membentuk radikal-radikal benzoiloksi.11 Benzoil peroksida
mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap panas dan cepat terurai menjadi
radikal-radikal. Benzoil peroksida merupakan sumber radikal yang kuat,
mengandung lebih dari 4,9 % oksigen aktif. Waktu paruhnya bermacam-macam
tergantung pada suhu, misalkan 10 jam pada suhu 73oC, 1 jam pada 92oC, dan 1
menit pada 131oC. Jika dipanaskan melebihi suhu lelehnya benzoil peroksida
akan terdekomposisi dengan cepat sehingga terjadi pembakaran dan ledakan.
Senyawa ini bereaksi kuat dengan asam, basa, reduktor, dan logam berat.12
2.2.3.3 Sintesis polistirena
Polistirena dapat dibuat dengan cara polimerisasi larutan, emulsi, suspensi dan
polimerisasi ruah.5 Reaksi pembentukan polistirena dapat dilihat pada Gambar
2.914 Polistirena dengan sturktur ataktik dapat dibuat dengan polimerisasi radikal
bebas menggunakan inisiator senyawa peroksida seperti benzoil peroksida (BPO).
Polimerisasi dengan menggunakan katalis Ziegler-Natta akan menghasilkan
polistirena dengan struktur isotaktik. Mekanisme reaksi pembentukan polistirena
dengan inisiator BPO adalah sebagai berikut :13
13
a. Tahap inisiasi
Tahap ini melibatkan adanya pembentukan radikal bebas. Dekomposisi
secara termal senyawa peroksida dapat menghasilkan radikal bebas, yakni
radikal benzoiloksi seperti reaksi berikut :
O
O
O
O
2
O
CH
CH2
O*
Atau R*
*CH
CH2
R
R*
b. Tahap propagasi
Setelah radikal bebas terbentuk (R*) maka akan bereaksi dengan monomer
menghasilkan spesi pusat aktif. Selanjutnya penambahan monomer (M)
akan terjadi pada spesi pusat aktif secara bertahap. Reaksi sederhana dapat
→
dituliskan sebagai berikut RMi* + M
CH
CH2
*CH
CH2
R
R
CH2
RMi + 1* atau,
CH
CH2
CH*
dst
c. Tahap terminasi
Pada tahap terminasi ini spesi pusat aktif akan habis bereaksi sehingga
perpanjangan rantai akan terhenti.
14
O
O
O
O
O*
O
O*
O
atau
O
*CH
CH2
R
O
R
CH
CH2
O
O*
atau
*CH
CH2
R
*CH
CH2
R
R
CH
CH2
CH
CH3
Gambar 2.9 Polimerisasi polistirena
2.2.4
Karakterisasi polistirena
2.2.4.1 Massa molekul relatif dengan viskosmeter Ostwald
Untuk menentukan massa molekul relatif polimer dapat ditentukan dengan
perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni.
Metode viskositas mempunyai kelebihan daripada metode lainnya yakni lebih
cepat dan lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih sederhana.6
15
Gambar 2.10 Viskometer ostwald6
Metode yang biasa dipakai untuk mengukur viskositas pelarut dan larutan polimer
ialah dengan menggunakan viskometer Ostwald. Metode tersebut pada dasarnya
mengukur waktu yang diperlukan pelarut atau larutan polimer untuk mengalir di
antara dua tanda x dan y. Waktu alir untuk pelarut dan larutan polimer diukur
pada berbagai konsentrasi. Gambar viskometer Ostwald dapat dilihat pada
Gambar 2.10.6
Untuk perhitungan, jika viskositas larutan polimer adalah η dan viskositas pelarut
murni adalah ηo, maka viskositas ηsp (viskositas spesifik) dapat dinyatakan
sebagai berikut :
ηsp =
η −ηo
ηo
Karena massa jenis berbagai larutan yang dipakai umumnya hampir sama dengan
massa jenis pelarut, maka sebagai pendekatan dapat diandaikan viskositas tiap
larutan hasil pengenceran berbanding lurus dengan waktu alirnya, sehingga
persamaan di atas dapat ditulis sebagai:
ηsp =
t − to
to
t1 adalah waktu alir untuk larutan, sedangkan to adalah waktu alir untuk pelarut.4
16
Persamaan ini menggambarkan peningkatan viskositas yang disebabkan oleh
polimer. Jika konsentarasi larutan polimer adalah c maka harga ηsp/c disebut
viskositas tereduksi atau angka viskositas. Untuk harga ηsp/c pada pelarutan
dengan konsentrasi yang sangat kecil disebut viskositas intrinsik yang diberi
lambang (η), yang secara matematis diungkapkan sebagai:
lim
c →0
ηsp
c
= [η ]
Viskositas intrinsik dapat dikaitkan dengan massa molekul relatif melalui
ungkapan yang ditemukan oleh Mark & Howink:
[η] = KMa
Dimana M adalah massa molekul relatif polimer berdasarkan viskositas,
sedangkan K dan a adalah tetapan yang khas untuk tiap polimer pada pelarut
tertentu.13
2.2.4.2 Spektrometri IR /FTIR (Fourier transform Infra Red)
Spektrofotometri IR adalah metode analisis untuk mengidentifikasi gugus fungsi
yang ada dalam suatu senyawa. Daerah IR pada spektrum elektromagnetik berada
pada daerah bilangan gelombang 12800 cm-1 - 10 cm-1. Absorbsi radiasi IR sangat
berhubungan dengan spesi molekul yang memiliki perbedaan energi antara
keadaan vibrasi & rotasi. Agar dapat menyerap radiasi IR suatu molekul harus
mengalami perubahan momen dipol sebagai konsekuensi dari gerakan vibrasi dan
rotasinya, hanya pada keadaan inilah medan listrik dari radiasi tersebut dapat
berinteraksi dengan molekul dan menyebabkan perubahan amplitudo salah satu
gerakannya. Lebih lanjut prinsip pengukuran FTIR ini adalah adanya perbedaan
energi transisi vibrasi dari setiap gugus fungsi atau ikatan kimia. Gugus fungsi ini
dapat terukur bila gugus tersebut memiliki perbedaan momen dipol. Perbedaan
17
momen dipol menyebabkan atom-atom selalu bergerak rotasi dan vibrasi.
Penyinaran pada panjang gelombang tertentu dapat diserap oleh molekul sehingga
ada penurunan intensitas sinar yang terukur.
Pada FTIR digunakan interferometer Michaelson yang diletakkan di depan
monokromator. Interferometer akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan
sinyal yang diberikan sampel setelah disinari oleh radiasi IR. Sampel akan
memberikan sinyal apabila terjadi perubahan total momen magnetik pada sampel.
Keunggulan yang dimiliki spektrofotometer FTIR antara lain :15
a)
Memiliki rasio sinyal terhadap noise yang lebih rendah.
b)
Dapat mendeteksi vibrasi molekul dengan sinyal-sinyal lemah.
c)
Sampel yang diperlukan amat sedikit.
d)
Dapat mendeteksi sampel yang memiliki absorbansi tinggi.
2.2.4.3 Analisis termal
Tujuan analisis termal adalah untuk mengetahui temperatur leleh, temperatur
transisi gelas, dan temperatur dekomposisi,. Analisis termal tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui daya tahan polimer terhadap pengaruh termal.16
TGA (Thermogravimetri analysis) adalah teknik analisis termal yang didasarkan
pada perekaman perubahan massa sebagai fungsi temperatur. Sampel dipanaskan
pada lingkungan yang temperaturnya berubah secara linier sehingga massa sampel
berkurang. (Ti = temperatur awal terjadinya dekomposisi, Tf = temperatur akhir
dekomposisi), pada Gambar 2.11 memperlihatkan kurva TGA 1 fase. Kurva TGA
dipengaruhi oleh laju pemanasan, bentuk sampel, berat sampel. Pada saat
tempertur Ti, kurva mengalami penurunan akibat dekomposisi pertama sampai
akhirnya seluruh massa zat berubah menjadi senyawa yang volatil dalam bentuk
CO2 dan oligomernya.
18
BERAT
TEMPERATUR
Gambar 2.11 Kurva TGA 16
DTA (Differential Thermal Analysis) adalah teknik analisis termal yang
didasarkan pada perekaman perbedaan temperatur antara sampel dan standar
terhadap waktu. Data yang diperoleh dari DTA adalah transisi glas dan temperatur
dekomposisi. Teknik ini didasarkan pada perbandingan suhu sampel dengan
standar yang inert dalam suatu sistem perubahan temperatur (ΔT)
yang
terkontrol. Prinsip dari analisis DTA adalah panas yang diserap atau dibebaskan
dari suatu sistem atau sampel diamati dengan cara mengukur perbedaan
temperatur antara sampel dengan standar sebagai fungsi temperatur. Perubahan
panas diakibatkan oleh terjadinya kehilangan atau penyerapan panas karena
adanya reaksi atau perubahan dalam sampel baik eksotermis maupun endotermis.
Jika ΔH positif (reaksi endotermis) maka temperatur sampel akan lebih rendah
dari pada temperatur standar, sedangkan jika ΔH negatif (reaksi eksotermis) maka
temperatur sampel akan lebih besar dari pada temperatur senyawa pembanding.
Jadi data yang diperoleh dari hasil analisis DTA yaitu kurva ΔT terhadap T, dan
dari hasil kurva tersebut maka dapat diketahui sifat endo atau ekso dari suatu
sampel setelah diberikan pemanasan, dan juga dapat dilihat perubahan struktur
material akibat perubahan suhu. Karakterisasi ini dilakukan untuk dapat
mengetahui degradasi termal dari polimer, sehingga dapat mengetahui suhu yang
relatif aman dalam melakukan pemrosesan dari polimer. Adapun kaidah umum
dalam kurva DTA,
19
a. Transisi orde pertama memberikan puncak yang sempit. Transisi ini
diakibatkan oleh perubahan konfigurasi struktur yang disertai dengan
pemutusan ikatan, misalnya perubahan fasa pada proses pelelehan dari
fasa padat menjadi fasa cair atau perubahan struktur dari kubus
menjadi heksagonal.
b. Transisi orde kedua atau temperatur transisi gelas Tg yaitu transisi
dimana terjadinya perubahan fisik polimer dari bentuk kaku seperti
gelas (glassy) menjadi bersifat elastik. Perubahan zat ini tidak disertai
dengan pemutusan ikatan, hanya terjadi rotasi ikatan saja, misalnya
perubahan fisik polistirena dari glassy (amorf dan kaku) menjadi
elastis (amorf kenyal).
c. Reaksi eksoterm meliputi reaksi kimia, oksidasi atau ikatan silang
yang memberikan puncak yang lebar.
d. Titik degradasi yaitu temperatur dimana suatu polimer akan mulai
terdegradasi.
devitrifikasi
Transisi
gelas
Meleleh
TEMPERATUR
Gambar 2.12 Kurva DTA16
20
2.2.4.4 Difraksi sinar X
Metode difraksi sinar X merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa
keteraturan atom atau molekul melalui interaksi radiasi elektromagnetik yang
menghasilkan efek interferensi. Interferensi konstruktif akan terjadi bila sudut dari
sinar x yang datang dengan permukaan bidang kristal (θ) memenuhi hukum Bragg
berikut :
nλ = 2d sin θ
dimana d merupakan jarak antara bidang kisi kristal
dan λ adalah panjang
gelombang sinar x yang digunakan. Jika strukturnya teratur maka interferensinya
akan tajam sehingga radiasi akan terhambur atau terdifraksi. Umumnya polimer
mempunyai fasa kristalin dan amorf (semikristalin). Karakteristik utama yang
membedakan antara polimer kristalin dengan padatan kristalin lainnya adalah
struktur polimer cendrung bersifat semikristalin yaitu mengandung sebagian fasa
kristalin dan sebagian lagi fasa amorf, akibatnya pola difraksi polimer kristalin
memiliki intensitas sinar yang membaur.17
Derajat kristalinitas dari polimer dapat ditentukan dari kurva difraksi sinar x
dengan membandingkan luas kurva fasa kristalin terhadap luas kurva keseluruhan.
Rumus yang digunakan untuk menentukan derajat kristalinitas adalah :
%X =
Wkristalin
x100%
Wkristalin +Wamorf
% X adalah derajat kristalinitas
Ikristalin adalah intensitas fasa kristalin
Iamorf adalah intensitas fasa amorf
21
Fasa kristalin pada difraktogram dinyatakan sebagai puncak yang relatif tajam
dengan intensitas yang kuat, sedangkan fasa amorf dinyatakan dengan daerah di
bawah puncak yang landai dan memiliki intensitas puncak yang kecil.
2.2.4.5 Analisis mekanik (Uji tarik)
Alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan mekanik polimer adalah alat uji
tarik Autograph. Uji kekuatan tarik yang dapat dilakukan dengan alat ini adalah
uji tarik, uji tekuk, uji tekan dan uji geser. Prinsip kerjanya sangat sederhana yaitu
merubah besaran energi mekanik yang diberikan pada polimer dalam pengujian
menjadi arus listrik kemudian arus tersebut dikonversi menjadi besaran tertentu
sesuai dengan beban yang diterima oleh polimer. Transduser merupakan sel yang
mampu dikonversi menjadi besaran tertentu yang dapat dibaca dalam piranti baca
(monitor). Beberapa jenis sifat mekanik suatu polimer adalah perpanjangan
(elongation), tegangan tarik (Stress) dan Modulus elastisitas (modulus Young).17
Perpanjangan tarik (ε) adalah pertambahan panjang yang dihasilkan oleh ukuran
tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Besarnya perpanjangan
bahan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
ε=
Δl
lo
∆l adalah perpanjangan polimer sampai tepat putus (mm)
lo adalah panjang polimer mula-mula (mm)
Tegangan tarik (σ) atau kekuatan tarik
merupakan gaya maksimum yang
diperlukan oleh polimer sampai batas elastisnya persatuan luas.
τ=
F
= {Kgf x grafitasi}/ m2 = N/m2 = Pa
A
22
`
F adalah gaya maksimum (Newton)
A adalah luas penampang (m2)
Dimana :
F = massa x percepatan grafitasi
A = lebar (m) x tebal (m)
Modulus Young (E) adalah perbandingan tegangan tarik terhadap perpanjangan
tarik pada polimer sampai batas elastisnya.
E=
τ
ε
= (N/m2)
Istilah lain dalam sifat mekanik polimer seperti elastisitas adalah kemampuan
suatu polimer untuk kembali ke bentuk semula setelah gaya luarnya dihilangkan.
Tegangan normal τn adalah gaya tegak lurus permukaan yang dapat menyebabkan
perubahan volum objek. Tegangan tangensial adalah gaya yang diberikan sejajar
permukaan yang dapat menyebabkan perubahan bentuk.
23
Download