OPTIMASI PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU

advertisement
Universitas Pakuan, Bogor
OPTIMASI PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU
(Metroxylon spp.) ASAL SULAWESI TENGGARA
Karlina Dwi Murtias 1), Ade Heri Mulyati, M.Si 1), Agus Budiyanto, STP, M.Sc 2)
1) Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Bogor
2) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No.12A
Cimanggu Bogor 16114
ABSTRAK
Tingkat konsumsi gula akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan pendapatan masyarakat. Dalam upaya memenuhi kebutuhan gula digunakan
alternatif pengganti gula tebu yaitu gula dari pati sagu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
kualitas pati sagu asal Sulawesi Tenggara dengan parameter fisik, kimia dan mikrobiologi serta
menentukan konsentrasi pati dan enzim optimum dalam produksi gula cair dari pati sagu dengan
cara hidrolisis enzim.
Penelitian ini meliputi beberapa tahap, pencucian pati sagu dan karakterisasi serta
optimasi pembuatan gula cair dari pati sagu. Optimasi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan pati dan air (1:4, 1:5, 1:6). Enzim α-amilase terdiri atas tiga taraf konsentrasi yaitu
0,8 mL kg-1 pati, 1,0 mL kg-1 pati dan 1,2 mL kg-1 pati. Enzim amiloglukosidase terdiri atas tiga
taraf konsentrasi yaitu 0,8 mL kg-1 pati, 1,0 mL kg-1 pati dan 1,2 mL kg-1 pati. Selanjutnya
dilakukan analisis warna, total padatan terlarut, kadar gula total dan pH. Hasil optimasi yang
terbaik dibuat gula cair dan diuji secara organoleptik, fisik, kimia dan mikrobiologi.
Hasil penelitian diperoleh pati sagu asal Sulawesi Tenggara memiliki karakteristik fisik
serbuk halus, bewarna putih, rasa normal khas sagu, aroma normal khas sagu dengan kadar air
7,21%, abu 0,11%, lemak 0,56%, protein 0,36%, serat kasar 0,37%, karbohidrat 91,76%, pati
80,69%, logam tembaga 1,28 ppm dan tidak mengandung logam timbal, raksa dan arsen, dengan
angka lempeng total 4,5x101 koloni/g dan tidak mengandung kapang. Kondisi optimum produksi
gula cair dari pati sagu asal Sulawesi Tenggara diperoleh perbandingan pati dengan air 1:4
dengan enzim α-amilase 1,2 mL kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati. Gula cair
yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik dengan total padatan terlarut 60°Brix, rasa manis,
aroma manis khas gula, warna kuning kemerahan dengan kadar air 35,26%, abu 0,06%, gula
pereduksi 50,46%, logam tembaga 1,24 ppm, logam seng 3,59 ppm dan tidak mengandung logam
timbal dan arsen. Hasil analisis mikrobiologi untuk angka lempeng total, kapang dan khamir
memenuhi standar yang disyaratkan.
Kata kunci: Gula cair, optimasi, pati sagu, hidrolisis enzim, Sulawesi Tenggara.
1
Universitas Pakuan, Bogor
PENDAHULUAN
Gula merupakan sumber bahan
pemanis paling dominan, baik untuk
keperluan konsumsi rumah tangga maupun
untuk bahan baku industri makanan dan
minuman. Tingkat konsumsi gula di
Indonesia masih relatif rendah dibandingkan
dengan negara-negara lain, sehingga
diperkirakan konsumsi gula akan terus
meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah
penduduk
dan
pendapatan
masyarakat. Pada tahun 2014, kebutuhan
gula nasional mencapai 5,7 juta ton yang
terdiri dari 2,8 juta ton untuk konsumsi
langsung masyarakat dan 2,9 ton untuk
memenuhi kebutuhan industri (BPS, 2015).
Dalam upaya memenuhi kebutuhan
gula dapat digunakan beberapa sumber
pemanis alternatif pengganti gula tebu
seperti siklamat, aspartam, stevia, dan gula
hasil hidrolisis pati. Industri makanan dan
minuman saat ini memiliki kecenderungan
untuk menggunakan sirup glukosa. Di
Indonesia bahan baku untuk pembuatan sirup
glukosa adalah pati, tersedia banyak baik
jumlah maupun jenisnya, misalnya tapioka,
pati jagung, pati umbi-umbian dan pati sagu
(Triyono, 2008).
Pati sagu memiliki potensi yang besar
sebagai bahan dasar pembuatan gula cair,
hingga mencapai 20–40 ton ha-1 tahun-1,
maka kebutuhan gula akan tercukupi dari
pengolahan pati sagu (Bintoro et al. 2010).
Pati sagu dapat dijadikan gula cair dengan
cara menghidrolisis pati menggunakan
enzim.
Pembuatan gula cair dari pati sagu
sudah banyak dilakukkan diantaranya dari
beberapa wilayah indonesia seperti Jawa
Barat, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan
Selatan, dan Irian Jaya. Penelitian gula cair
dari sagu asal Sulawesi Tenggara belum
pernah dilakukkan, sehingga perlu dilakukan
penelitian pembuatan gula cair dari pati sagu
agar dapat meningkatkan produksi gula cair
sagu untuk mengurangi import gula.
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah sagu telah digunakan secara
luas untuk pati atau tepung yang dihasilkan
oleh batang tumbuhan palma, pakis atau
umbi akar. Selama ini nama pati dan tepung
disamakan. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, pengertian pati dan tepung
disamakan baik sebagai hasil ekstrasi dari
pokok batang palma maupun hasil
penghancuran (penggilingan) umbi atau bijibijian seperti ubi kayu, gandum dan padi.
Menurut Louhenapessy et al (2010) pati
adalah hasil ekstrasi secara mekanik dalam
keadaan basah dari empulur pohon,
sedangkan tepung adalah hasil yang didapat
dari penggilingan kering dari suatu bahan,
yang tetap mengandung serat dan bahan
kasar lainnya
Pati sagu diperoleh dari hasil
ekstraksi inti batang sagu atau empulur sagu
dengan bantuan air sebagai perantara
(Haryanto dan Pangloli, 1992) Salah satu
pati umbi-umbian yang memiliki potensi
besar untuk dikembangkan menjadi sirup
glukosa adalah pati sagu. Sirup glukosa
adalah cairan kental dan jernih dengan
komponen utama glukosa yang diperoleh
dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau
enzimatik.
Enzim adalah golongan protein yang
paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan
mempunyai
fungsi
penting
sebagai
2
Universitas Pakuan, Bogor
katalisator reaksi biokimia yang secara
kolektif membentuk metabolism perantara
(intermediary
metabolism)
dari
sel
(Wirahadikusumah, 2008). Kerja enzim
dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama
adalah substrat, suhu, keasaman, aktivator
atau inhibitor.
Hidrolisis secara enzimatis memiliki
perbedaan mendasar dengan hidrolisis secara
asam. Hidrolisis secara asam memutus rantai
pati secara acak, sedangkan hidrolisis secara
enzimatis memutus rantai pati secara spesifik
pada percabangan tertentu.
Sirup glukosa adalah adalah cairan
kental dan jernih dengan komponen utama
glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati
dengan cara kimia atau enzimatik (SNI 012978-1992).
Sirup glukosa merupkan hasil
hidrolisis pati menggunakan enzim αamilase dan enzim amiloglukosidase.
Pemecahan partikel besar mengurangi
kekentalan larutan pati tergelatinisasi. Proses
ini disebut likuifikasi. Tahap akhir
depolimerisasi pembentukan mono-, di-, trisakarida disebut sakarifikasi (Wang, 2006)
Proses produksi glukosa melalui
hidrolisis enzimatis terdiri atas tahap
likuifikasi dan tahap sakarifikasi. Proses
likuifikasi merupakan proses pencairan gel
pati dengan menggunakan enzim α-amilase
yang menghidrolisis pati menjadi molekulmolekul yang lebih sederhana dari
oligosakarida atau dekstrin yang memutus
ikatan α-(1,4) glikosidik pada amilosa dan
amilopektin (Maksum et al. 2001). Hasil
penelitian Wibisono (2004) pH optimum αamilase sebesar 5.2 dengan suhu optimum
95°C. Budiyanto et al .(2006) waktu
optimum tahap likuifikasi 60 menit.
Tahap selanjutnya dari proses
produksi sirup glukosa yaitu sakarifikasi.
Proses
tersebut
merupakan
proses
pemecahan pati menjadi gula reduksi
menggunakan enzim amiloglukosidase,
dengan memutus ikatan pati menjadi
molekul-molekul pada ikatan α-1,4 maupun
α-1,6. Kisaran pH optimum proses
sakarifikasi sebesar 4.5, dengan suhu 50°C
(Budiyanto et al. 2006).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Desember 2015 sampai Maret 2016.
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian, Badan Litbang
Pertanian,
Kementerian
Pertanian,
Cimanggu, Bogor.
Alat dan Bahan Percobaan
Alat yang digunakan dalam proses
pembuatan adalah oven, neraca analitik, kain
saring, pengaduk, sendok, pH-meter HI
2211,
termometer,
refraktometer,
chromameter Minolta 300, kompor, panci,
pengaduk kayu. Alat instrumen yang dipakai
adalah Spektrofotometer UV 6500 dan
Spektrofotometer Serapan Stom AA-7000
dan sebagainya. Bahan yang digunakan
dalam proses pembuatan adalah pati sagu
yang berasal dari Sulawesi tenggara , enzim
α-amilase, enzim amiloglukosidase, aquades,
fenol 5%, H2SO4 pekat, HNO3 pekat dan
sebagainya
3
Universitas Pakuan, Bogor
Rancangan Penelitian
Rancangan
penelitian
dalam
penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan rancangan perlakuan
split split plot. Perlakuan perbandingan.
Dengan rancangan linier yang digunakan
adalah : Yijkl = µ + βj + εij + ɣk + (βɣ)jk + εijk +
ơl + (βơ)jl + (ɣơ)kl + (βɣơ)jkl + εijkl
Yijkl= Pengamatan pada ulangan ke-i,
perlakuan air ke-j, perlakuan penambahan
enzim α-amilase ke-k dan perlakuan
penambahan enzim amiloglukosidase ke-l, µ
= Nilai tengah umum, βj = Pengaruh
perlakuan air ke-j, (αβ)ij = Pengaruh galat (a),
ɣk = Pengaruh perlakuan enzim α-amilase kek, (βɣ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan air
ke-j dan penambahan enzim α-amilase ke-k,
(αβɣ)ijk = Pengaruh galat (b), ơl = Pengaruh
penambahan enzim amiloglukosidase ke-l,
(βơ)jl = Pengaruh interaksi perlakuan air ke-j
dan penambahan enzim amiloglukosidase kel, (ɣơ)kl = Pengaruh interaksi perlakuan
enzim α-amilase ke-k dan penambahan
enzim amiloglukosidase ke-l, (βɣơ)jkl =
Pengaruh interaksi perlakuan air ke-j,
perlakuan penambahan enzim α-amilase ke-k
dan
perlakuan
penambahan
enzim
amiloglukosidase ke-l, εijkl = Galat percobaan
Data yang diperoleh diuji dengan uji F
menggunakan aplikasi SAS 9.1 dan apabila
menunjukkan pengaruh yang nyata maka
dilanjutkan dengan pengujian Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Preparasi Dan Karakterisasi Pati Sagu
Pati sagu asal Sulawesi Tenggara
dicuci dengan air, diaduk sampai bersih
selanjutnya disaring agar semua kotoran
tersaring. Keringkan dalan oven suhu 4550°C selama 5-6 jam, selanjutnya sagu yang
telah kering dihaluskan dan diayak.
Kemudian di lakukan analisis karakteristik
fisik yang meliputi bentuk, warna, rasa dan
aroma, selanjutnya uji karakteristik kimia,
yang meliputi uji kadar air (SNI 01-28911992), kadar abu (SNI 01-2891-1992), kadar
protein (SNI 01-2891-1992), kadar lemak
(SNI 01-2891-1992), kadar karbohidrat (By
difference), kadar pati (AOAC, 1995), kadar
serat kasar (SNI 01-2891-1992), kadar logam
(Pb, Cu, Hg dan As) (SNI2354.5:2011) dan
analisis mikrobiologi yang meliputi uji
Angka Lempeng Total (ALT) (ISO
4833:2003), Kapang (FDA-BAM 2001
Chapter 18).
Analisis Kadar Pati (AOAC, 1995)
Ditimbang 1 g sampel lalu ditambah
dengan 150 HCl 3% kemudian dihidrolisis
selama 3 jam dipendingin balik lalu
didinginkan. Dinetralkan dengan NaOH 20%
sampai pH netral. Ditepatkan ke dalam labu
250 mL. Dipipet 10 mL sampel ditambahkan
dengan 25 mL larutan luff schrool dan 15
mL aquades kemudian dipanaskan selama 10
menit pada pendingin balik, diangkat
kemudian dinginkan dalam air bak.
Kemudian ditambah dengan 25 mL H2SO4
25%, 10 mL KI. Dititar dengan larutan
natrium tio sulfat 0,1 N Dilakukkan terhadap
blanko (Digunakan indikator larutan kanji
0,5%). Ditentukan kadar gula yang
dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang
diperoleh dengan Metode Luff-Schoorl
dengan rumus:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑋 𝑁 𝑡𝑖𝑜
0,1
4
Universitas Pakuan, Bogor
Kadar Glukosa (%) =
𝑏 𝑥 𝑓𝑝
𝑊
𝑋100%
Kadar Pati (%)= 0,9 x kadar gula reduksi (%)
Keterangan :
W = Bobot sampel (miligram)
B = Glukosa yang terkandung untuk mL tio
yang dipergunakan
Fp = Faktor pengenceran
Optimasi Pembuatan Gula Cair
Pati sagu yang digunakan sebanyak
30 g. Perbandingan pati dan air yang
digunakan 1:4, 1:5 dan 1:6. Volume air yang
digunakan sebanyak 120 mL,150 mL dan
180 mL. Selanjutnya ditambahkan enzim αamilase dipanaskan hingga suhu mencapai
95°C. Enzim α-amilase yang digunakan
sebanyak 24 μL setara dengan 0,8 mL kg-1
pati, 30 μL setara dengan 1 mL kg-1 pati dan
36 μL setara dengan 1,2 mL kg-1 pati,
selanjutnya didinginkan sampai suhu 50°C,
kemudian dilakukkan penambahan enzim
amiloglukosidase, enzim amiloglukosidase
yang digunakan sebanyak 24 μL setara
dengan 0,8 mL kg-1 pati, 30 μL setara dengan
1 mL kg-1 pati dan 36 μL setara dengan 1,2
mL kg-1 pati. Selanjutnya diinkubasi selama
48 jam. Setelah inkubasi 48 jam gula cair
yang dihasilkan selanjutnya diuji kualitasnya
dengan melakukan pengukuran warna
(chromameter Minolta 300), total padatan
terlarut (Reflaktometer), kadar gula total
(Metode fenol Apriyantono et al. 1989) dan
pH.
Analisis Kadar Gula Total (Apriyantono
et al. 1989)
Dimasukkan 1 mL sampel ke dalam
labu 500 mL lalu diencerkan dengan aquades
sampai tanda batas. Diambil larutan 1 mL,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 1 mL fenol 5% dan 5
mL H2SO4 pekat. Lalu dihomogenkan,
Didinginkan sampai ± 20 menit. Ditetapkan
absorbansi larutan-larutan standar, contoh
dan blanko dengan alat Spektrofotometer UV
pada λ 550 nm.
Absorbansi sampel X 500
Slope
1 mL X 100%
1.000.000
Pembuatan Gula cair Hasil Optimasi
Pati sagu 200 g dan air 800 mL setara
dengan 1:4 dicampur kemudian dilakukan
penambahan 240 μL enzim α-amilase yang
setara dengan 1,2 mL kg-1 pati dicampur ke
dalam panci dan dipanaskan hingga suhu
mencapai 95°C, Tahap ini disebut dengan
likuifikasi. Selama proses likuifikasi
dilakukan pengadukan, agar pati tidak
menggumpal.
Selanjutnya
didinginkan
sampai suhu 50°C (Budiyanto et al. 2006),
kemudian dilakukkan penambahan 240 μL
enzim amiloglukosidase yang setara dengan
1,2 mL kg-1 pati tahap ini disebut
sakarifikasi. Selanjutnya diinkubasi selama
48 jam. Setelah diinkubasi 48 jam kemudian
dilakukan
penguapan
sampai
gula
o
mempunyai tingkat kekentalan 60 brix. Gula
tersebut diuji kualitasnya melalui uji
organoleptik meliputi rasa dan aroma dan uji
karakteristik fisik yang meliputi total padatan
terlarut (Refklaktometer) dan pengukuran
warna
(chromameter
Minolta
300).
Karakteristik kimia yaitu dengan parameter
uji kadar air (SNI 01-2891-1992), kadar abu
(SNI 01-2891-1992), kadar gula pereduksi
(SNI 01-2891-1992) dan kadar logam (Pb,
5
Universitas Pakuan, Bogor
Cu,
Zn,
As)
(SNI
2354.5:2011).
Karakteristik mikrobiologi yaitu uji Angka
Lempeng Total (ALT) (ISO 4833:2003),
kapang dan khamir (FDA-BAM 2001
Chapter 18).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tepung Sagu
Sagu merupakan pati yang diperoleh
melalui hasil tahapan proses ekstraksi
empulur sagu dengan bantuan air sebagai
perantara. Tahapan proses pengolahan pati
sagu
meliputi:
penebangan
pohon,
pemotongan dan pembelahan, penokokkan
atau pemarutan, pemerasan, penyaringan,
pengendapan dan pengemasan. Pati sagu
yang masih basah kemudian dicuci dan
dikeringkan. Pati sagu asal Sulawesi
Tenggara memiliki karakteristik fisik yaitu:
berbentuk serbuk halus, bewarna putih, rasa
normal khas sagu, aroma normal khas
sagu.Karakteristik kimia sagu asal Sulawesi
tenggara dapat dilihat pada tabel 1.
Hasil analisis karakteristik tepung
sagu di atas sudah memenuhi persyaratan
mutu SNI 3729:2008.
Optimasi Gula Cair Dari Pati Sagu
Pembuatan gula cair digunakan pati
sagu sebanyak 30 gram didapat dengan
mencari perbandingan pati dengan air 1:4,
1:5 dan 1:6, enzim α-amilase dan enzim
amiloglukosidase yang digunakan sebanyak
24 μL setara dengan 0,8 mL kg-1 pati, 30 μL
setara dengan 1,0 mL kg-1 pati dan 36 μL
setara dengan 1,2 mL kg-1 pati. Setelah
inkubasi selama 48 jam barulah dapat
dilakukan pengukuran terhadap nilai pH,
total padatan terlarut, warna dan kadar gula
total.
Warna Gula Cair
Cara pengukuran warna yang lebih
teliti dilakukan dengan mengukur komponen
nilai warna (oh). Nilai warna (oh) mewakili
panjang gelombang yang dominan yang akan
menentukan
apakah
warna
tersebut
cenderung merah, hijau atau kuning.
6
Universitas Pakuan, Bogor
Nilai warna (oh) tertinggi pada gula
cair dari pati sagu terdapat pada
perbandingan 1:5 yaitu sebesar 94,59°h
dengan konsentrasi enzim α-amilase 0,8 mL
kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL
kg-1 pati dengan warna kuning sedangkan
nilai warna (oh) terendah terdapat pada
perbandingan pati dengan air 1:4 yaitu
81,18°h dengan konsentrasi enzim α-amilase
1,0 mL kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase
1,2 mL kg-1 pati. Warna kuning dari gula cair
dipengaruhi oleh protein yang terdapat dalam
pati akan bereaksi dengan gula pereduksi
melalui reaksi maillard yang menyebabkan
terjadinya pencoklatan non enzimatis.
Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut menunjukkan
kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam
larutan. Perhitungan nilai total padatan
terlarut (TPT) dinyatakan dalam °Brix, yaitu
skala berdasarkan presentase berat dalam
(larutan) gula.
Konsentrasi enzim dan substrat dapat
mempengaruhi nilai brix yang dihasilkan. .
Dalam hal ini pati berperan sebagai substrat,
semakin tinggi substrat maka makin banyak
substrat yang dapat berhubungan dengan
dengan enzim, dengan demikian konsentrasi
kompleks enzim substrat makin besar dan hal
ini makin besarnya kecepatan reaksi dan
produk yang dihasilkan akan semakin
bertambah. Hasil dari perbandingan pati
dengan air 1:4 memiliki rata-rata nilai brix
yang tinggi sebesar 28,10oBrix dengan
konsentrasi enzim α-amilase 1,2 mL kg-1 pati
dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1
pati, nilai brix pada perbandingan pati
dengan air 1:5 dan 1:6 terjadi penurunan.
Penurunan tersebut diduga pati sagu tidak
terhidrolisis secara sempurna karena terlalu
banyak air dan substrat menjadi sedikit.
Kadar Gula Total
Total
gula
dianalisis
dengan
menggunakan metode fenol sulfat. Metode
fenol sulfat mendehidrasi senyawa-senyawa
gula yang terkandung didalam bahan oleh
asam sulfat menjadi furfural.
7
Universitas Pakuan, Bogor
Nilai kadar gula total (KGT) gula cair
pati sagu asal sulawesi tenggara pada
perlakuan pati dengan air 1:4, 1:5 dan 1:6
memiliki kisaran 9,42%−27,45%. Kecepatan
suatu reaksi yang menggunakan enzim
tergantung pada konsentrasi enzim tersebut.
Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksi akan bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi
et al. 2009). Kecepatan reaksi ditandai
dengan banyaknya produk yang terbentuk
dan substrat yang terus berkurang.
Terbentuknya produk ditandai dengan
terbentuknya gula cair. Hasil total padatan
terlarut yang terukur dengan kadar gula total
yang dihasilkan mengalami perbedaan hal ini
dikarenakan substrat pati sagu tidak
seluruhnya mengalami hidrolisis oleh enzim,
sehingga masih ada endapan pati yang
terukur sebagai padatan terlarut. Nilai total
padatan terlarut (oBrix) yang terukur masih
berupa padatan terlarut yang tidak hanya
mengandung gula, sedangkan pengukuran
kadar gula total hanya menghitung
kandungan kadar gula.
Hasil kadar gula total dan total
padatan terlarut dapat dijadikan parameter
untuk pembuatan gula cair dari pati sagu.
Hasil percobaan pada perbandingan pati dan
air 1:4 dengan konsentrasi enzim α-amilase
1,2 mL kg-1 pati dan konsentrasi enzim
amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati
merupakan formulasi yang optimum untuk
membuat gula cair asal Sulawesi Tenggara,
yang menghasilkan kadar gula total tertinggi
sebesar 27,45% dengan total padatan terlarut
sebesar 28,10°Brix.
Nilai pH
pH merupakan salah satu contoh
fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen
dapat diukur dalam larutan non-akuatik,
namun perhitungannya akan menggunakan
fungsi keasaman yang berbeda. Pengukuran
pH dilakukan pada proses sakarifikasi
setelah waktu inkubasi selama 48 jam. Hasil
pengamatan terhadap nilai pH dapat dilihat
pada tabel 5.
Kondisi standar pH pada enzim αamilase memiliki kisaran pH optimum 5–7,
berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Wibisono (2004) dan Akyuni
(2004) pH optimum enzim α-amilase 5,2 dan
enzim amiloglukosidase 4,5. Pengukuran pH
pada gula cair dalam penelitian ini dilakukan
setelah inkubasi selama 48 jam, nilai pH
yang didapat berkisar 3,99-5,13, hal ini tidak
sesuai dengan kondisi pH optimum kerja
enzim, dikarenakan pH pada gula cair setelah
inkubasi selama 48 jam sudah mengalami
fermentasi yang menyebabkan kondisi pH
menjadi lebih asam dari pH optimum enzim.
pH rendah atau pH tinggi dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi
dan ini akan mengakibatkan menurunnya
aktivitas enzim dengan pH. pH yang dapat
8
Universitas Pakuan, Bogor
menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi
dinamakan pH optimum. pH optimum dari
enzim ini diperoleh dengan menentukan
jumlah gula yang terbentuk (Poedjiadi et al.
2009). Nilai pH berpengaruh terhadap proses
pembentukkan gula, karena kerja enzim
dipengaruhi oleh kondisi pH, kondisi pH
yang sesuai dengan kerja enzim akan
mempercepat proses hidrolisis pati. Kondisi
pH yang sesuai untuk menghidrolisis pati
sagu asal Sulawesi Tenggara sekitar 3,995,13
Kualitas Gula Cair Terbaik
Hasil optimasi dapat ditentukan oleh
banyak faktor mutu seperti warna, aroma,
rasa, serta banyak faktor lain seperti
karakteristik kimia dan mikrobiologi. Mutu
berfungsi untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh konsumen dan produsen.
Analisis terbaik gula cair dari pati sagu asal
Sulawesi Tenggara yaitu (Perbandingan
dengan air 1:4 dengan konsentrasi enzim αamilse 1,2 mL kg-1 pati dan enzim
amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati), dapat
dilihat pada tabel 6.
Dari hasil uji organoleptik aroma
yang dihasilkan aroma yang dihasilkan yaitu
beraroma manis atau beraroma khas gula, hal
ini terjadi karena metode hidrolisis enzim
yang dipakai dalam proses pembuatan gula
cair dapat mempertahankan aroma pada
bahan.
Warna gula cair diukur secara
objektif dengan menggunakan Chromameter,
nilai warna (oh) yang terbaca sebesar 70,87
dengan warna Yellow Red (YR) atau kuning
kemerahan. Warna yang dihasilkan tidak
memenuhi syarat mutu SNI yang seharusnya
tidak bewarna. Warna kuning kemerahan
yang dihasilkan terjadi pada proses
pengolahan dikarenakan adanya reaksi
maillard, yang disebabkan oleh keberadaan
gula pereduksi dan protein dalam pati yang
menyebabkan terjadinya pencoklatan non
enzimatis
kadar air gula cair belum memenuhi
persyaratan mutu SNI, Hal ini terjadi karena
total padatan terlarut (TPT) yang dinyatakan
dalam °Brix pada gula cair yang masih
rendah yaitu sebesar 60°Brix sehingga masih
terdapat kadar air dalam jumlah yang besar.
Masih banyaknya kandungan air atau air
bebas dalam gula mampu membantu
aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas
kimiawi pada bahan pangan yang dapat
mempengaruhi ketahanan dari umur simpan
produk gula cair. Demikian pula dari
keadaan warna gula cair masih berwarna
kuning kemerahan dan memiliki aroma khas
gula.
KESIMPULAN
1. Pati sagu asal Sulawesi Tenggara
memiliki karakteristik fisik berbentuk
serbuk halus, bewarna putih, rasa normal
khas sagu, aroma normal khas sagu
9
Universitas Pakuan, Bogor
2.
dengan kadar air 7,21%, abu 0,11%,
lemak 0,56%, protein 0,36%, serat kasar
0,37%, karbohidrat 91,76%, pati 80,69%,
logam tembaga 1,28 ppm dan tidak
mengandung logam timbal, raksa dan
arsen, dengan angka lempeng total
4,5x101 koloni/g dan tidak mengandung
kapang.
Kondisi
optimum
dalam
proses
pembuatan gula cair dari pati sagu asal
Sulawesi
Tenggara
diperoleh
perbandingan pati dengan air 1:4 dengan
konsentrasi enzim α-amilase 1,2 mL kg-1
pati
dan
konsentrasi
enzim
-1
amiloglukosidase 1,2 mL kg pati. Gula
cair
yang
dihasilkan
memiliki
karakteristik fisik dengan total padatan
terlarut 60°Brix, rasa manis, aroma manis
khas gula, warna kuning kemerahan
dengan kadar air 35,26%, abu 0,06%,
gula pereduksi 50,46%, logam tembaga
1,24 ppm, logam seng 3,59 ppm dan
tidak mengandung logam timbal dan
arsen. Hasil analisis mikrobiologi
berdasarkan parameter angka lempeng
total, kapang dan khamir memenuhi
standar yang disyaratkan.
Saran
1.
2.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai proses penyimpanan dan
pengemasan apabila gula cair dari pati
sagu asal Sulawesi Tenggara akan
dipasarkan.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai penjernihan gula cair agar
menghasilkan gula cair yang sesuai
dengan (SNI 01-2978-1992).
DAFTAR PUSTAKA
AOAC (Association Of Official Analytical
Chemist). 1995. Official Methods of
Analysis. Wahington, D.C: AOAC
International.
AOAC (Association Of Official Analytical
Chemist). 2005. Official Methods of
Analysis. Wahington, D.C: AOAC
International.
Akyuni D. 2004. Pemanfaat pati sagu
(Metroxylon sp.) untuk pembuatan
sirup glukosa menggunakan α-amilase
dan glukoamilase [skripsi]. Institut
Pertanian Bogor: Bogor (ID).
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L.
Puspitasari, Sedamawati dan S.
Budiyanto. 1989. Analisis Pangan.
PAU pangan dan Gizi: IPB Press.
Badan Standar Nasional.1992. Cara Uji
Makanan dan Minuman SNI 01-28911992. Badan Standardisasi Nasional:
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar
Mutu Sirup Glukosa SNI 01-29781992. Standar Nasional Indonesia:
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Syarat
Mutu Tepung Sagu SNI3729:2008.
Standar Nasional Indonesia: Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2011. Cara Uji
Kimia. Penentuan Kadar Logam Berat
(Timbal) Pb dan Kadmium (Cd) Pada
Produk Perikanan SNI 2354.5:2011.
Badan Standardisasi Nasional: Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik
Tebu Indonesia 2013. Jakarta (ID):
Badan Pusat Statistik.
Bintoro M.H, Purwanto MYP, Amarillis S.
2010. Sagu di Lahan Gambut. IPB
Press. Bogor (ID).hlm 169.
Budiyanto, A., M. Pujoyuwono dan N.
Richana . 2006. Optimasi proses
pembuatan sirup glukosa skala
10
Universitas Pakuan, Bogor
pedesaan. Buletin Teknologi Pasca
Panen. 2(1):28-35.
Fridayani. 2006. Produksi sirup glukosa dari
pati sagu yang berasal dari beberapa
wilayah di Indonesia [Skripsi].Institut
Pertanian Bogor: Bogor (ID).
Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi
dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius:
Yogyakarta (ID).
Louhenapessy, J. E., M. Luhukay,
S.
Talakua, H. Salampessy dan J Riry.
2010. Sagu Harapan Dan Tantangan.
PT. Bumi Aksara: Jakarta
Maksum, I.P., Y. Wahyuni dan Y. Mulyana.
2001. Pengujian Kondisi Likuifikasi
dalam Produksi Sirup Glukosa Dari
Pati
Sagu
(Metroxylon
spp).
Bionatura. 3(1): 57-67.
Poedjiadi, A.,dan F.M. Titin Supriyanti.
2009. Dasar-Dasar Biokimia (Edisi
Revisi). Universitas Indonesia (UIPress): Jakarta.
Triyono, A. 2008. Karakteristik Gula
Glukosa Dari Hasil Hidrolisa Pati Ubi
Jalar (Ipomea Batatas, L.) Dalam
Upaya Pemanfaatan Pati Umbiumbian. Prosiding Seminar Nasional
Teknoin Bidang Teknik Kimia dan
Tekstil: Yogyakarta.
Wang, N. N. 2006. Starch Hidrolysis by
Amilase. Di dalam www.glue.umd.edu/
diakses tanggal 8 Desember 2015.
Wibisono G. 2004. Hidrolisis enzimatis pati
umbi-umbian Indonesia dengan alfa
amilase (bakterial) dan amilase
pankreatin [skripsi]. Institut Pertanian
Bogor: Bogor (ID)
Wirahadikusumah, M. 2008. Biokimia:
protein, enzim, dan asam nukleat.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
11
Download