NASKAH PUBLIKASI JURNAL ANALISIS PERANAN SEKTOR

advertisement
NASKAH PUBLIKASI JURNAL
ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN PERTANIAN DALAM
EKONOMI JAWA TIMUR
(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)
ANALYSIS OF AGRO-INDUSTRY AND AGRICULTURE SECTOR ROLE IN EAST JAVA
ECONOMY
(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)
Oleh
ALI AKBAR HAKIM
105040101111018
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
MALANG
2015
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH JURNAL
ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN PERTANIAN
DALAM EKONOMI JAWA TIMUR
(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)
ANALYSIS OF AGRO-INDUSTRY AND AGRICULTURE SECTOR ROLE
IN EAST JAVA ECONOMY
(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)
Oleh
Nama
: Ali Akbar Hakim
NIM
: 105040101111018
Progam Studi : Agribisnis
Jurusan
: Sosial Ekonomi Pertanian
Menyetujui
: Dosen Pembimbing
Pembimbing Utama,
Pembimbing Pendamping,
Prof. Ratya Anindita, MS., Ph.D.
NIP. 19610908 198601 1 001
Dr. Ir. Suhartini, MP.
NIP. 19680401 200801 2 015
Mengetahui,
Plt. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fitria Dina Riana, SP., MP.
NIP. 19750919 200312 2 003
Tanggal Persetujuan:...............................
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam jurnal ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang,
Juni 2015
Ali Akbar Hakim
NIM. 105040101111018
ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN PERTANIAN
DALAM EKONOMI JAWA TIMUR
(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)
ANALYSIS OF AGRO-INDUSTRY AND AGRICULTURE SECTOR ROLE
IN EAST JAVA ECONOMY
(STRUCTURAL DECOMPOSITION ANALYSIS)
Ali Akbar Hakim1), Prof. Ratya Anindita, MS., Ph.D.2), Dr. Ir. Suhartini, MP.2)
1)
Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang.
2)
Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang.
ABSTRACT
The purposes of this study are to determine the role of agro-industry and
agriculture sector role and also to identify the source of East Java economic
growth using structural decomposition analysis. The results show that agriculture
sector improved in the period of 2006-2010 after declined output in the period of
2000-2006 due to negative effect of its input structure (technology-effect) to
output. Agro-industrial sectors, especially food and beverage industry gaining
significant output growth in the second period as final consumption raised in
product variety to this sector (mix-effect), although, tobaccoo sector declined in
its output in the second period, due to decreased final consumption to this sector.
Based on final demand categories, East Java able to grow in the first period
mostly from the raised of export among provinces, while in the second period, this
growth mostly based on household consumption.
Keywords: Input-Output, Structural Decomposition Analysis, East Java, Sources
of Growth
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran sektor agroindustri dan
pertanian, sekaligus untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur dengan menggunakan analisis dekomposisi struktural. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sektor pertanian mengalami perbaikan di periode 2006-2010
setelah di periode 2000-2006 mengalami penurunan akibat efek negatif dari
struktur inputnya (technology-effect). Sektor agroindustri, khususnya sektor
pengolahan makanan dan minuman mengalami pertumbuhan output signifikan di
periode kedua akibat peningkatan variasi konsumsi permintaan akhir pada sektor
ini (mix-effect), meskipun pada sektor tembakau dan olahannya mengalami
penurunan output akibat melemahnya konsumsi permintaan akhir pada sektor ini.
Berdasarkan kategori permintaan akhir, Jawa Timur mampu tumbuh di periode
awal akibat peningkatan nilai ekspor antarprovinsi, sementara di periode kedua
sumber pertumbuhan didominasi oleh konsumsi rumah tangga.
Kata kunci: Input-Output, Structural Decomposition Analysis, Jawa Timur,
Sumber Pertumbuhan.
1
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan ekonomi
terbesar yang kaya akan sumber daya alam, disertai dengan jumlah penduduk
terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (United
Nations, 2015). Pertumbuhan ekonomi Indonesia selepas krisis moneter yang
terjadi pada 1997/98 didominasi oleh ekspor produk-produk komoditas primer
seperti batu bara, minyak mentah, dan minyak sawit. Besarnya permintaan pasar
dunia akan produk komoditas primer ini diiringi dengan tingginya harga pasaran
dunia hingga mampu melipatgandakan Produk Domestik Bruto (PDB) negara dari
$US 580 miliar menjadi $US 1,1 triliun antara tahun 2001 dan 2012 dan
berdampak langsung pada peningkatan PDB per kapita dari $US 2.737 menjadi
$US 4.272 (harga konstan 2005) pada periode yang sama (Bank Dunia, 2014).
Namun demikian, kekuatan perbaikan ekonomi nasional yang berbasis
ekspor komoditas ini menyebabkan perekonomian Indonesia identik dengan
kenaikan tingkat ekspor primer yang serupa dengan kondisi dimana Indonesia
sangat menggantungkan pertumbuhan ekonominya pada sektor minyak dan gas di
era 1971-1986. Pertumbuhan ekonomi yang hanya mengandalkan ekstraksi
sumber daya alam tidak mampu memanfaatkan potensi ekonomi yang jauh lebih
besar sebagaimana besarnya potensi dari populasi penduduk usia produktif yang
dimiliki Indonesia. Pengalaman transformasi ekonomi di era 1980-an yang pada
mulanya menitikberatkan pada kebijakan ekspor minyak mentah menjadi ekonomi
yang berbasiskan industri dan mengacu pada ekspor memberikan contoh nyata
bahwa ketergantungan pada ekspor primer tidak dapat memberikan solusi
pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Jacob, 2003).
Jawa Timur sendiri bukanlah provinsi yang menghasilkan komoditas primer
unggulan bagi ekspor Indonesia namun mendominasi pertumbuhan ekonomi
negara (World Bank Group, 2015). Nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) provinsi ini merupakan yang terbesar kedua setelah provinsi DKI Jakarta
(Gambar 1) sekaligus sebagai salah satu provinsi terpadat di Indonesia. Tingginya
PDRB Jawa Timur ini tidaklah ditopang oleh ekspor produk-produk primer
unggulan seperti yang dijelaskan sebelumnya, melainkan didominasi oleh sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR), industri (termasuk agroindustri), dan
2
pertanian (Bank Indonesia, 2011), sehingga provinsi ini mampu menggambarkan
potensi negara sesungguhnya diluar ekspor komoditas.
Adanya peranan sektoral sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang
dinamis dari waktu ke waktu membawa pemahaman baru akan pentingnya
mengetahui proses terjadinya perubahan struktur ekonomi Jawa Timur, sehingga
dapat diidentifikasi langkah-langkah kebijakan yang dapat ditempuh kedepannya.
Penelitian ini berusaha memahami bagaimana pertanian dan agroindustri berperan
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama dekade pasca krisis
ekonomi nasional 1997/98 (tahun 2000 hingga 2010) bersama dengan peranan
sektor lainnya sehingga dapat diketahui bagaimana proses transformasi ekonomi
yang terjadi di provinsi ini. Pada akhirnya, proses transformasi yang dialami Jawa
Timur ini dapat menjadi figur bagi provinsi lain di Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi yang tidak terus mengandalkan produk-produk komoditas,
melainkan dengan peningkatan perdagangan dan produk-produk non-komoditas
yang bernilai tambah tinggi.
II. METODE PENELITIAN
Proses dekomposisi efek perubahan permintaan akhir ini mengikuti formula
yang dikemukakan oleh Miller & Blair (2009), dimana terdapat tiga determinan
penyebab
perubahan
output,
yaitu
level-effect,
mix-effect,
dan
distribution/category-effect. Ketiga efek ini dapat disusun untuk menjelaskan
perubahan permintaan akhir (Δf) sebagaimana telah dijelaskan dalam tinjauan
pustaka sebagai berikut:
Δ f =(
1
2
)(Δ f )(B0 d 0+ B1 d 1 )+(
+(
1
2
1
2
)[f 0 ( Δ B) d 1 +f 1 ( Δ B)d 0 ]
)(f 0 B0 +f 1 B1)( Δ d ) (1)
dimana,
Bt adalah bridge matrix (n x p)
dt adalah vektor kolom yang merupakan proporsi pengeluaran permintaan
akhir pada tahun t yang dihabiskan pada masing-masing kategori permintaan
akhir.
3
ft adalah vektor kolom permintaan akhir berdasar kategori k pada tahun t.
ft adalah skalar berupa total pengeluaran permintaan akhir dari keseluruhan
sektor di tahun t.
Untuk mendapatkan efek langsung dari perubahan struktur permintaan akhir
ini pada output, maka formulasi (2) disusun sebagai berikut:
1 0 1 1
0 0
1 1
Δ X=i ' (L + L ) ( )(Δ f )(B d^ + B d^ )
4
2
1 0 1 1
0
1
1
0
+i ' ( L + L )( ) [f (Δ B) d^ d .+f ( Δ B) d^ ]
4
2
1
+i ' ( L0+ L1 )( 1 )(f 0 B0 +f 1 B1)( Δ d^ ) (2)
4
2
Sementara itu, perubahan koefisien teknologi menggunakan formulasi yang
disampaikan oleh (Miller dan Blair, 2009) namun terbatas hanya untuk
mengetahui perubahan teknologi dari sektor kolom j saja. Adapun analisa lebih
mendetail
diajukan
oleh
(Dietzenbacher
dan
Hoekstra,
2000)
dengan
menggunakan bantuan metode RAS, sehingga dapat diketahui secara menyeluruh
perubahan yang terjadi dalam masing-masing sektor dalam sekali kalkulasi
matriks (lebih mendetail karena mampu menjelaskan tiga jenis pengaruh
perubahan koefisien teknologi), namun karena keterbatasan waktu, maka
penelitian ini hanya menggunakan kalkulasi dari formula Miller dan Blair
(2009) sebagai berikut,
Δ x=[(
1
2
)[L1 ( Δ A(n)) L0 ]( f 0 + f 1 )]i+... (3)
dimana n menunjukkan sektor ke-n.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, sumber pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur diketahui mengalami pergeseran selama dua periode
penelitian (2000-2006 dan 2006-2010) dengan adanya pergeseran pada sektorsektor yang mendominasi pertumbuhan output (Gambar 1). Perbandingan
perubahan output selama periode penelitian menjelaskan bahwa sektor-sektor
industri tumbuh pesat pada periode 2006-2010 dimana sektor industri pengolahan
makanan dan minuman (kode sektor 7), industri lainnya (kode sektor 10),
konstruksi (kode sektor 14), dan migas (kode sektor 16) serta sektor tanaman
4
pangan (kode sektor 1) sangat mendominasi, melampaui capaian pertumbuhan
output pada periode sebelumnya. Sementara itu, sektor jasa (kode sektor 13) dan
perdagangan (kode sektor 15) nampak mengalami perlambatan pertumbuhan pada
periode yang sama, setelah sebelumnya memimpin pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur.
(Harga Konstan 2010)
250.000.000,00
200.000.000,00
Juta Rupiah
150.000.000,00
100.000.000,00
Δ Output
Periode I
50.000.000,00
Δ Output
Periode II
0,00
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
-50.000.000,00
Kode Sektor
Gambar 1. Perbandingan Perubahan Output pada Dua Periode Penelitian
Sumber pertumbuhan output Jawa Timur juga dapat dilihat berdasarkan efek
dari perubahan kategori permintaan akhirnya selain dari sektor masing-masing.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan output Jawa Timur di periode awal
(2000-2006) didominasi oleh efek peningkatan ekspor antarprovinsi, disusul oleh
kategori konsumsi rumah tangga. Kondisi ini berubah pada periode kedua dimana
sumber pertumbuhan output justru didominasi oleh konsumsi rumah tangga
dengan kontribusi mencapai Rp 379 triliun disusul oleh efek perubahan dari
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar Rp 215 triliun. Tingkat
perubahan output yang berasal dari ekspor antarprovinsi di periode kedua
menurun hingga minus Rp 33 triliun, dimana tingkat perubahan ekspor luar negeri
terhadap pertumbuhan output belum mampu mengimbangi pelemahan ini. Secara
keseluruhan, output Jawa Timur meningkat signifikan pada periode kedua ini.
5
(Konstan 2010)
500.000.000,00
(Juta Rupiah)
400.000.000,00 379.342.098,16
300.000.000,00
Δ Output
Periode I
215.475.419,93
200.000.000,00
Δ Output
Periode II
82.617.135,77
100.000.000,00
32.513.241,42
-41.689.903,71
0,00
-33.314.686,64
Konsumsi Pemerintah Perubahan Stok
Ekspor (AP)
Konsumsi
RT
PM
TB
Ekspor
(LN)
-100.000.000,00
Kategori Permintaan Akhir
Gambar 2. Perbandingan Perubahan Output Berdasarkan Kategori
Permintaan Akhir
3.1 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Periode 2000-2006
Pada periode 2000-2006, tercatat sektor jasa dan perdagangan merupakan
sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan kontribusi
masing-masing sebesar Rp 110 triliun dan Rp 90 triliun (Tabel 1). Pertumbuhan
kelompok sektor pertanian cenderung didominasi oleh sektor tanaman pangan
dengan kontribusi pertumbuhan output sebesar Rp 41 triliun sebagaimana Jawa
Timur berusaha untuk menjadi lumbung pangan nasional (Pemerintah Provinsi
Jawa Timur, 2006). Sektor industri lainnya juga teridentifikasi sebagai sektor
utama pertumbuhan ekonomi pada periode ini, bersama dengan industri rokok dan
tembakau.
Tingginya pertumbuhan output pada sektor jasa dan perdagangan dipicu
oleh besarnya dampak pengeluaran langsung pada struktur permintaan akhir untuk
sektor ini. Dari pertumbuhan output sebesar Rp 110 triliun dari sektor jasa,
38,02% perubahan output tersebut berasal dari efek perubahan total pengeluaran
pada permintaan akhir, sementara 32,77% berasal dari efek pengeluaran yang
dihabiskan untuk konsumsi produk sektor ini dengan penggunaan bersama
produk/jasa sektor lainnya. Sektor jasa dan perdagangan bersama dengan
beberapa sektor non industri dan non pertanian nampak memiliki struktur input
(technology-effect)
yang
positif
di
tengah
6
kebijakan
pemerintah
yang
meningkatkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tahun 2005. Tabel 1
menunjukkan bahwa kelompok sektor pertanian bersama dengan beberapa sektor
industri mengalami penurunan kinerja dalam struktur inputnya akibat dari
kenaikan harga BBM ini.
Kelompok sektor pertanian nampak memiliki karakteristik yang beragam
dibandingkan dengan kelompok sektor jasa dan perdagangan. Pertumbuhan output
sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan hortikultura cenderung
didorong oleh besarnya dampak peningkatan total pengeluaran pada masingmasing permintaan akhir, termasuk proporsi pengeluaran akhirnya terhadap total
pengeluaran (distribution-effect). Perubahan output sektor tanaman pangan sendiri
33,13% berasal dari efek meningkatnya pengeluaran pada permintaan akhir
masyarakat Jawa Timur, sementara penggunaannya bersama dengan produk/jasa
sektor lain pada kategori permintaan akhir berkontribusi 21,4% dan didominasi
oleh konsumsi rumah tangga. Ini mengindikasikan bahwa sektor tanaman pangan
pada periode 2000-2006 cenderung lebih peka secara positif terhadap peningkatan
pengeluaran pada permintaan akhir, adapun perubahan struktur input sektor ini
berperan 15,51% terhadap pertumbuhan output yang dialaminya.
Industri makanan dan minuman teridentifikasi mengalami perlambatan
pertumbuhan pada periode yang sama, disebabkan oleh penurunan konsumsi akhir
sektor ini yang digunakan bersama dengan produk/jasa sektor lain, dengan
kontribusi tekanan terhadap output hingga -525,93% dimana penurunan berasal
dari ekspor luar negeri disusul oleh penurunan konsumsi rumah tangga. Agaknya
tekanan ini merupakan salah satu yang terbesar diantara tekanan terhadap output
relatif dengan sektor-sektor lainnya, sehingga dapat dikatakan sektor ini
penurunan kombinasi penggunaan bersama produk sektor lain pada struktur
permintaan akhir Jawa Timur. Adanya perbaikan struktur input pada sektor ini
mampu sedikit mengimbangi tekanan yang ada hingga 58,31% terhadap
pertumbuhan output. Hal ini merupakan dampak perbaikan struktur input yang
teridentifikasi paling berpengaruh relatif terhadap sektor lain di periode yang
sama, ditengah kenaikan harga BBM yang diiringi dengan peningkatan harga
input produksi sejak tahun 2005.
7
Tabel 1. Hasil Dekomposisi Periode 2000-2006
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama Sektor
Tanaman Pangan
Tanaman Perkebunan
Hortikultura
Ternak & Hasil Ternak
Hasil Hutan
Perikanan & Hasilnya
Industri Makanan & Minuman
Rokok & Tembakau Olahan
Agroindustri Lainnya
Industri Lainnya
Transportasi
Bank, Asuransi, & Dana
12
Pensiun
13 Jasa, Listrik, Gas, & Air
14 Konstruksi
15 Perdagangan
Minyak, Gas Bumi, Tambang,
16 & Penggalian (Termasuk
Garam)
Satuan output dalam Juta Rupiah
Δ OUTPUT
41.330.803,56
6.107.831,75
3.400.888,47
-13.768.756,29
-10.137.906,54
12.906.706,58
-6.437.564,55
19.696.568,41
4.905.123,06
43.096.686,05
22.145.448,34
29.634.770,06
LEVMIX- DIS(CAT) TECHEFFECT EFFECT -EFFECT EFFECT
33,13% 21,40%
29,96% 15,51%
204,76% -220,99% 107,18%
9,05%
71,42% 33,45%
22,06% -26,93%
73,25% -77,09%
-7,60% -88,56%
33,29% -49,16%
-1,68% -82,45%
35,31% 77,28%
9,15% -21,74%
340,72% -525,93%
26,89% 58,31%
128,10% -34,31%
73,71% -67,50%
527,08% -98,93% -162,22% -165,93%
124,89% -30,16%
-31,01% 36,28%
41,19% 93,50%
-1,59% -33,11%
14,19%
27,01%
0,40%
58,41%
110.762.000,50 38,02% 32,77%
-3.435.089,70 355,16% -283,80%
90.239.411,39 36,63% 39,24%
-0,98% 30,18%
-443,71% 272,35%
-5,67% 29,80%
4.349.224,83 129,42% -181,41%
31,34% 120,65%
Industri rokok dan tembakau olahannya mengalami penurunan kinerja
dalam struktur inputnya, menyebabkan penurunan output sebesar -67,5%, namun
dapat diimbangi dengan besarnya konsumsi akhir untuk sektor ini dengan
kontribusi pada perubahan output yang mencapai 128,1%, ditambah dengan
peningkatan proporsi pengeluaran akhir yang besar pada sektor ini hingga 73,71%
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan outputnya. Adanya penurunan
penggunaan produk sektor ini bersama dengan produk sektor lain nampak
menekan pertumbuhan outputnya hingga 34,31%.
Pertumbuhan output yang dicapai oleh sektor agroindustri lain nampak
tertinggal dengan pertumbuhan output yang dicapai oleh sektor industri lain,
dengan pertumbuhan yang dicapai masing-masing sebesar Rp 4 triliun dan Rp 43
triliun. Meskipun begitu, pertumbuhan output sektor agroindustri lain sangat peka
oleh besarnya tingkat konsumsi permintaan akhir. Tercatat, pertumbuhan
outputnya tumbuh hingga Rp 4 triliun didorong oleh 527,08% yang berasal dari
dampak peningkatan konsumsi akhir, hanya saja besarnya efek dari konsumsi
akhir ini tidak ikut didukung oleh determinan lainnya. Perubahan struktur input
tercatat mengalami penurunan kinerja hingga menghambat pertumbuhan output
8
sebesar -165%. Keadaan ini diperparah dengan adanya penurunan proporsi
konsumsi akhir untuk sektor ini disertai hambatan berupa lemahnya efek dari
kombinasi penggunaan produk sektor ini bersama dengan produk/jasa dari sektor
lain, masing-masing menekan pertumbuhan output hingga -162% dan 98,93%.
Tabel 2. Dekomposisi Permintaan Akhir 2000-2006
Kategori Permintaan Akhir LEV-EFFECT MIX-EFFECT
Konsumsi RT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Perubahan Stok
Ekspor (LN)
Ekspor (AP)
Satuan dalam Juta Rupiah
109.867.579,84
11.524.560,65
29.020.592,49
11.474.353,28
37.840.314,73
80.082.881,33
2.059.481,45
905.497,14
-1.880.440,35
3.616.805,31
5.875.906,29
4.602.091,74
DIS(CAT)EFFECT
12.830.938,05
6.983.565,46
-44.320.125,64
32.955.109,65
-103.910.666,10
89.721.687,20
Δ Output
124.757.999,33
19.413.623,25
-17.179.973,49
48.046.268,24
-60.194.445,08
174.406.660,27
Secara umum, pada periode I kelompok sektor pertanian dan industri
(termasuk agroindustri) cenderung mendapat tekanan pertumbuhan dari
memburuknya kinerja struktur input, hal ini dapat dilihat dari nilai tech-effect
yang negatif. Sumber pertumbuhan selain berasal dari adanya peningkatan total
permintaan akhir, juga berasal dari meningkatnya variasi konsumsi produk yang
digunakan bersama dengan produk/jasa dari sektor lain (mix-effect). Tekanan
pertumbuhan output juga teridentifikasi dari penurunan rasio permintaan akhir
masing-masing sektor terhadap total permintaan akhir. Tabel 2 menjelaskan
sumber pertumbuhan periode I berdasarkan kategori permintaan akhir, dimana
ekspor antarprovinsi memberikan kontribusi terbesar terhadap perubahan output
hingga Rp 174 triliun, sementara Rp 124 triliun berasal konsumsi rumah tangga.
Ekspor luar negeri pada periode ini mengalami penurunan output hingga minus
Rp 60 triliun yang disebabkan oleh besarnya penurunan rasio permintaan akhir
kategori ini, yaitu sebesar minus Rp 103 triliun.
Kelompok sektor pertanian (kode sektor 1 hingga 6 pada Tabel 3) umumnya
mengalami pertumbuhan output yang berasal dari konsumsi rumah tangga dan
hanya beberapa yang juga terdorong positif dari ekspor antarprovinsi, diantaranya
adalah sektor tanaman pangan (Rp 4 triliun), sektor tanaman perkebunan (Rp 10
triliun), sektor ternak dan hasilnya (Rp 5 triliun), dan sektor perikanan (Rp 3,6
triliun). Sektor hortikultura adalah satu-satunya sektor dari kelompok sektor
pertanian yang memiliki dampak perubahan output positif dari ekspor luar negeri.
9
Penelusuran lebih mendalam menjelaskan bahwa efek ini berasal dari adanya
peningkatan variasi konsumsi pada kategori ekspor luar negeri yang disertai
dengan efek dari peningkatan total agregat permintaan akhir.
Tabel 3. Perubahan Output Beradasar Kategori Permintaan Akhir (Periode 2000-2006)
Kode Konsumsi RT
Konsumsi
Pemerintah
PMTB
Perubahan
Stok
Ekspor (LN)
Ekspor (AP)
1
48.003.080,70
349.535,50
26.956,66 -17.244.994,18
-530.625,92
4.316.681,54
2
-4.227.295,39
400.076,84
-14.551,64
1.424.119,15
-2.528.046,27 10.500.903,53
3
4.663.056,37
219.993,22
20.516,13
-105.404,38
57.801,75
-539.158,23
4
-10.019.661,50
975.120,41
4.117.501,41
-671.153,63
-1.067.745,51
5.091.278,53
5
222.095,34
-63.336,00
-517.985,82
1.218.000,90
-1.746.617,43
-891.039,81
6
11.641.333,18
212.988,67
-17.407,26
295.624,47
-72.027,92
3.651.965,31
7
-3.539.557,20
415.527,67
66.684,97
6.930.257,83 -12.426.738,16 -1.637.776,59
8
-2.136.857,81
80.201,91
5.892,27
1.613.842,04
-684.547,96 34.112.430,88
9
155.589,64
-622.082,56
-5.171.925,74
8.542.123,12
-9.217.350,38 19.357.946,52
10
4.990.319,30 -1.996.319,56 -16.329.093,42 39.794.770,26 -26.564.986,45 27.567.835,01
11
17.929.485,84
-198.071,64
1.377.682,38
1.039.891,32
-115.502,20
9.443.948,86
12
8.771.225,47
226.521,96
71.051,12
392.057,84
-513.582,26
3.379.072,55
13
18.325.302,29 20.657.576,09
1.718.511,57
1.769.620,14
5.501.983,62 29.356.967,25
14
-3.201.398,18 -1.335.102,03
-9.078.955,83
96.389,98
-93.433,00
821.790,00
15
35.710.568,61
103.372,04
7.296.409,91
274.964,53
-9.078.572,65 29.040.901,13
16
-2.529.287,34
-12.379,27
-751.260,20
2.676.158,86
-1.114.454,35
832.913,78
Satuan dalam juta rupiah
Pertumbuhan output sektor pengolahan makanan dan minuman diketahui
berasal dari konsumsi pemerintah (Rp 415 miliar), Pembentukan Modal Tetap
Bruto (Rp 66 miliar), dan perubahan stok (Rp 6,9 triliun) sementara konsumsi
rumah tangga dan ekspor (luar negeri dan antarprovinsi) justru menekan
pertumbuhan output sektor ini (kode sektor 7 pada Tabel 3). Efek tekanan output
dari sektor ini diketahui berasal dari penurunan variasi konsumsi masing-masing
kategori permintaan akhir yang ada. Pada sektor rokok dan tembakau (kode sektor
8), pertumbuhan output didorong oleh ekspor antarprovinsi, sementara konsumsi
rumah tangga dan ekspor luar negeri justru menekan pertumbuhan output ini,
masing-masing sebesar minus Rp 2 triliun dan minus Rp 684 miliar.
3.2 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Periode 2006-2010
Tercatat di periode tahun 2006-2010 sektor unggulan Jawa Timur bergeser
pada industri makanan dan minuman, agroindustri lain, konstruksi, dan tanaman
10
pangan, setelah pada periode sebelumnya sektor-sektor ini tertinggal jauh dari
sektor jasa-jasa. Pada kelompok sektor pertanian, pertumbuhan output signifikan
dicapai oleh sektor tanaman pangan (Rp 50 triliun), ternak dan hasil ternak (Rp 11
triliun), serta sektor perikanan dan hasilnya (Rp 19 triliun). Tanaman pangan
nampak memiliki karakteristik pertumbuhan yang mirip dengan pertumbuhan
yang terjadi pada sektor perikanan dan hasilnya (Tabel 4). Masing-masing sektor
ini terdorong oleh dampak dari peningkatan total permintaan akhir, dengan
sumbangan terhadap pertumbuhan output di sekitaran 76% dan 65%.
Tabel 4. Hasil Dekomposisi Periode 2006-2010
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama Sektor
Tanaman Pangan
Tanaman Perkebunan
Hortikultura
Ternak & Hasil Ternak
Hasil Hutan
Perikanan & Hasilnya
Industri Makanan & Minuman
Rokok & Tembakau Olahan
Agroindustri Lainnya
Industri Lainnya
Transportasi
Bank, Asuransi, & Dana
12
Pensiun
13 Jasa, Listrik, Gas, & Air
14 Konstruksi
15 Perdagangan
Minyak, Gas Bumi, Tambang,
16 & Penggalian (Termasuk
Garam)
Satuan output dalam Juta Rupiah
Δ OUTPUT
50.940.608,43
-7.199.589,03
-1.136.223,74
11.418.390,16
4.134.964,18
19.814.568,43
150.062.191,00
-11.358.826,66
12.214.982,37
193.408.242,70
24.141.384,72
LEVEFFECT
76,86%
271,61%
378,01%
124,56%
88,33%
65,12%
37,02%
365,93%
342,66%
63,26%
94,49%
MIXDIS(CAT) TECHEFFECT -EFFECT EFFECT
-44,87%
5,06%
62,95%
-338,75% -106,49%
73,63%
-542,38%
54,88%
9,50%
-15,55%
33,88%
-42,90%
20,02%
-30,62%
22,27%
-5,44%
2,82%
37,51%
49,70%
-3,32%
16,60%
-252,94% -237,25%
24,26%
-217,00% -166,63%
140,98%
40,02%
-7,45%
4,18%
-48,09%
4,20%
49,40%
-4.575.218,43 267,63% -128,31%
66.860.731,97 149,61%
120.180.721,20 30,77%
47.238.706,62 165,65%
40.510.806,29
37,87%
14,78%
-254,10%
-10,58%
22,86%
-90,37%
17,02%
44,18%
18,09%
-56,06%
2,19%
6,64%
16,82%
-2,15%
47,46%
Meninjau sektor-sektor industri pada periode 2006-2010, nampak kelompok
sektor ini mengalami pertumbuhan yang signifikan dan mulai menjadi sektorsektor utama pendorong ekonomi Jawa Timur, melampaui sektor-sektor jasa yang
memimpin di periode sebelumnya. Sektor industri lain diketahui membukukan
pertumbuhan terbesar dengan capaian hingga Rp 193 triliun. Meskipun begitu,
tingkat impor barang-barang setengah jadi bersamaan dengan impor barangbarang produksi cukup menekan perolehan nilai tambah sektor ini yang juga
menjelaskan cenderung stagnannya kontribusi PDRB sektor ini dalam ekonomi
Jawa Timur. Sektor ini mengalami pertumbuhan tersebut dengan adanya dorongan
11
sebesar 63,26% dari efek peningkatan level permintaan akhir, sementara struktur
input sendiri berkontribusi hanya 4,81% terhadap pertumbuhan yang terjadi.
Pertumbuhan sektor ini juga nampak dari peningkatan konsumsi produk sektor ini
yang dikombinasikan dengan produk sektor lain, menyumbangkan 40,02%
terhadap pertumbuhan outputnya, namun efek dari konsumsi produk sektor ini di
berbagai kategori permintaan akhir justru menekan pertumbuhan secara tipis,
sebesar -7,45% terhadap perubahan output.
Agaknya karakteristik pertumbuhan ini serupa dengan yang terjadi pada
sektor industri makanan dan minuman. Pertumbuhan output sektor ini mencapai
150 triliun dengan pendorong utama berasal dari penggunaan produk sektor ini
yang dikombinasikan dengan produk sektor lain, dengan efek positif sebesar
49,7%. Sementara efek dari meningkatnya permintaan akhir sektor ini
berkontribusi relatif lebih rendah, sebesar 37,02%. struktur input sektor ini turut
menyumbangkan 16,6% pertumbuhan output yang terjadi.
Tabel 5. Dekomposisi Permintaan Akhir 2006-2010
Kategori Permintaan Akhir LEV-EFFECT MIX-EFFECT
Konsumsi RT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Perubahan Stok
Ekspor (LN)
Ekspor (AP)
Satuan dalam Juta Rupiah
273.819.691,73
4.906.943,19
28.472.271,72
0,00
77.421.692,66
3.527.347,00
22.251.474,09
460.315,08
58.741.850,97 -10.288.898,73
160.056.243,45
9.739.069,99
DIS(CAT)EFFECT
100.615.463,24
4.040.969,70
134.526.380,27
-64.401.692,88
34.164.183,53
-203.110.000,07
Δ Output
379.342.098,16
32.513.241,42
215.475.419,93
-41.689.903,71
82.617.135,77
-33.314.686,64
Tabel 5 menjelaskan sumber pertumbuhan output Jawa Timur di periode II
bergeser dari sebelumnya ekspor antarprovinsi adalah sumber pertumbuhan yang
dominan, menjadi konsumsi rumah tangga dengan total nilai mencapai Rp 379
triliun. Pelemahan pada ekspor antarprovinsi berasal dari penurunan rasio
pengeluaran permintaan akhir pada kategori ini terhadap total permintaan akhir,
sementara pada kategori permintaan akhir, seluruh determinan perubahan output
mendukung secara positif. Ekspor luar negeri nampak mengalami peningkatan
pada periode kedua ini, namun belum mampu mengimbangi besarnya penurunan
output dari ekspor antarprovinsi. Kurang maksimalnya kinerja ekspor luar negeri
berasal dari penurunan variasi konsumsi produk pada kategori ini hingga minus
Rp 10 triliun.
12
Tabel 6. Perubahan Output Beradasar Kategori Permintaan Akhir (Periode 20062010)
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Konsumsi
Konsumsi
Perubahan
PMTB
Ekspor (LN) Ekspor (AP)
RT
Pemerintah
Stok
17.886.450,91
859.705,80
513.982,66 3.444.688,15
253.279,08 -4.083.138,77
5.250.762,32
296.335,91
339.234,10 -1.533.459,55 1.642.651,14 -18.496.043,66
-1.007.431,08
141.873,68
53.258,12
63.040,28
304.593,53
-799.501,22
4.970.428,96
486.812,47 5.347.135,80 1.642.352,73 1.428.596,25 2.441.779,02
4.078.186,78
59.448,60
704.479,52
-535.760,58
-523.742,96
-568.598,66
3.051.229,34
317.952,35
123.794,79
-176.930,62 7.095.023,83 1.971.628,48
79.865.930,51 1.144.578,44
874.166,09 -4.754.868,90 17.753.930,66 30.262.275,43
26.820.010,91
83.011,83
28.090,72
-970.859,11 3.958.976,60 -44.033.390,21
8.769.893,30
802.295,87 10.023.678,53 -5.864.763,40 -15.819.744,30 -2.916.475,11
84.269.534,89 2.500.537,01 44.047.748,74 -26.267.888,29 49.306.436,13 31.472.621,50
6.441.025,40
614.390,35 3.577.499,79
-718.195,40 2.667.283,95
-367.063,95
5.336.095,25
489.815,00 2.710.004,09
-409.143,67
572.478,06 -1.648.789,75
95.380.935,49 22.073.601,22 7.024.819,55 -1.304.240,41 -6.691.813,48 -12.140.443,95
10.852.036,18
547.130,05 106.483.890,17
-182.065,55
419.584,79
-573.796,30
21.301.114,28 1.823.152,17 24.478.952,43 -1.791.734,63 8.459.291,79 -10.167.007,99
6.075.894,72
272.600,66 9.144.684,84 -2.330.074,76 11.790.310,70 -3.668.741,48
Pada Tabel 6 di bawah, dapat diketahui bahwa pertumbuhan output sektor
jasa dan perdagangan didominasi oleh konsumsi rumah tangga dimana terjadi
pergeseran perilaku konsumsi masyarakat Jawa Timur. Sebagaimana terlihat pada
Tabel 3, konsumsi rumah tangga pada periode I (2000-2006) mendominasi
pertumbuhan output sektor tanaman pangan, disusul oleh pertumbuhan output dari
sektor perdagangan (kode 15) dan sektor jasa (13), sedangkan pada periode II
(2006-2010), konsumsi rumah tangga bergeser dengan mendominasi pertumbuhan
output pada sektor industri makanan dan minuman (kode 7), sektor rokok dan
tembakau (kode 8), industri lain (kode 10), jasa (kode 13, dan perdagangan (kode
15). Pergeseran dorongan pertumbuhan output dari konsumsi rumah tangga ini
tidak terlepas dari besarnya tingkat konsumsi rumah tangga di periode II
dibandingkan dengan tingkat konsumsi rumah tangga di periode I.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Secara umum, ekonomi Jawa Timur mengalami peningkatan output di
periode 2006-2010 dengan dominasi sektor-sektor pendukung pertumbuhan yang
tetap sama sejak periode 2000-2006, yaitu sektor jasa dan perdagangan, sektor
13
industri pengolahan dan manufaktur, serta sektor pertanian. Adapun beberapa hal
yang dapat ditarik sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah,
1. Secara umum kontribusi output kelompok sektor pertanian selama periode
2000-2006 hingga 2006-2010 meningkat dari Rp 39,8 triliun menjadi Rp 77,9
triliun, dimana sektor tanaman pangan dan perikanan dan hasilnya merupakan
sumber utama pertumbuhan kelompok sektor ini selama periode I dan periode
II. Pertumbuhan output dari kelompok sektor pertanian di periode pertama dan
kedua umumnya berasal dari dampak meningkatnya total permintaan akhir
Jawa Timur, dan di periode kedua dampak positif ini ikut didukung dengan
dampak perbaikan struktur inputnya.
2. Pertumbuhan output kelompok sektor agroindustri di periode II berasal dari
industri pengolahan makanan dan minuman (Rp 150 triliun) setelah di periode
sebelumnya sumber pertumbuhan output ini berasal dari sektor rokok dan
tembakau olahan (Rp 19 triliun). Perubahan ini terjadi akibat penurunan
kinerja struktur permintaan akhir dari industri rokok dan tembakau olahan di
periode kedua, dimana perubahan proporsi pengeluaran dari kategori
permintaan akhir bersama dengan perubahan susunan pengeluaran masingmasing kategori permintaan akhir pada setiap sektornya menekan parah output
sektor rokok dan tembakau olahan (hingga minus Rp 26 triliun dan minus Rp
28 triliun).
3. Sumber pertumbuhan output Jawa Timur berdasarkan efek dari perubahan
kategori permintaan akhir di periode awal (2000-2006) didominasi oleh efek
peningkatan ekspor antarprovinsi sebesar Rp 174 triliun, disusul oleh kategori
konsumsi rumah tangga sebesar Rp 124 triliun. Kondisi ini berubah pada
periode kedua (2006-2010) dimana sumber pertumbuhan output justru
didominasi oleh konsumsi rumah tangga dengan kontribusi mencapai Rp 379
triliun disusul oleh efek perubahan dari Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) sebesar Rp 215 triliun.
4.2 Saran
Potensi ekonomi Jawa Timur sebagai gerbang perdagangan antara kawasan
barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia adalah sumber pertumbuhan
ekonomi yang seharusnya tetap dijaga sebagaimana yang pernah terjadi di periode
14
pertama (2000-2006). Dukungan dari membaiknya struktur input dari kelompok
sektor pertanian dan industri seharusnya menjadi pelopor untuk meningkatkan
ekspor antarprovinsi dan ekspor luar negeri. Pemerintah dapat meningkatkan
pertumbuhan output Jawa Timur melalui peningkatan proporsi ekspor (luar negeri
maupun antarprovinsi) sekaligus mendorong variasi produk/jasa dari berbagai
sektor basis untuk diekspor. Untuk mencapai hal ini, pemerintah tentunya perlu
memperbaiki tata kelola perdagangan provinsi sekaligus peningkatan kapasitas
bongkar muat barang di berbagai pelabuhan strategis Jawa Timur, seperti
pelabuhan Teluk Lamong, Tanjung Perak, dan pelabuhan Ketapang. Sektor-sektor
basis yang perlu mendapat perhatian khusus untuk ekspor antara lain adalah sektor
tanaman perkebunan, hortikultura, hasil hutan, rokok dan tembakau olahannya,
serta agroindustri lain dimana sektor-sektor ini masih menunjukkan tekanan
terhadap pertumbuhan output Jawa Timur di periode II.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Dunia. (2014). Indonesia: Menghindari Perangkap. Jakarta.
Bank Indonesia. (2011). Kajian Ekonomi Regional Jawa Timur Triwulan III 2011. Surabaya: Bank Indonesia Wilayah IV.
Dietzenbacher, E., & Hoekstra, R. (2000). The RAS Structural Decomposition
Approach, 1–33.
Jacob, J. (2003). Structural Change , Liberalisation and Growth : The Indonesian
Experience in an Input-Output, 31–40.
Miller, R. E., & Blair, P. D. (2009). Input-Output Analysis: Foundations and
Extensions (Second Edi.). New York: Cambridge University Press.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2006). Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2008.
Surabaya.
United Nations. (2015). Population Trends. Retrieved May 26, 2015, from
http://www.un.org/en/development/desa/population/theme/trends/index.shtml
World Bank Group. (2015). Indonesia Database for Policy and Economic
Research. Retrieved May 26, 2015, from http://data.worldbank.org/datacatalog/indonesia-database-for-policy-and-economic-research
15
Download