Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Energi Arus Laut dalam

advertisement
Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Energi Arus Laut dalam Mendukung Ketahanan Pangan pada Masyarakat
Pesisir (Studi Kasus: Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur) Rizky Muhartono, Estu Sri Luhur ,
385
dan Armen Zulham
PELUANG DAN TANTANGAN PEMANFAATAN ENERGI ARUS LAUT DALAM
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN PADA MASYARAKAT PESISIR
(Studi Kasus: Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur)
Opportunities and Challenges of the Use of Ocean Currents Energy in
Supporting Food Security in the Coastal
(A Case Study: Larantuka, East Nusa Tenggara)
Rizky Muhartono, Estu Sri Luhur, dan Armen Zulham
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Jl. K.S. Tubun Petamburan VI, Slipi, Jakarta 10260
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Food security is the fulfillment of the conditions of sufficient food, both in quantity and quality, as well as a
safe, equitable, and affordable. Coastal areas are fish producing regions that can support food security. Coastal
areas often have limited power supply that hamper the diversification process of fisheries products. On the other
hand, they have potential for electrical energy in the form of sea currents. This paper aimed to look at the
opportunities and challenges in the utilization of sea current energy to support fish processing business as an
effort to improve food security. The study was conducted in November 2013 at a case study in the District
Larantuka, East Flores Regency. Analysis was conducted descriptive qualitatively. Results showed that in
Larantuka, fish processing business was constrained by limited supply of electricity, while on the other side
Larantuka Strait had potential of sea current energy. However, the development of sea current for energy was still
constrained: sea current energy development was still in testing and assessment stages, high investment costs,
and technological constraints. It is recommended that the government cooperates with domestic investors,
conducts technology transfer through cooperation with external parties, and provides institutional, fiscal, and
monetary supports.
Keywords: potential, sea current, food
ABSTRAK
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan yang cukup, baik secara jumlah maupun mutu,
serta aman, merata, dan terjangkau. Kawasan pesisir merupakan wilayah penghasil ikan yang dapat mendukung
ketahanan pangan. Kawasan pesisir seringkali memiliki kendala akan pasokan listrik yang menghambat proses
diversifikasi produk perikanan; namun, di sisi lain memiliki potensi energi listrik berupa arus laut. Tulisan ini
bertujuan melihat peluang dan tantangan pemanfaatan energi arus laut dalam mendukung usaha pengolahan
ikan sebagai sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan. Penelitian dilakukan pada bulan November 2013
dengan studi kasus di Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Analisis dilakukan secara deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah Larantuka usaha pengolahan ikan memiliki kendala
pasokan listrik. Di sisi lain, Selat Larantuka memiliki potensi energi arus laut. Kendala pengembangan energi arus
laut di antaranya masih tahap uji coba dan kajian, biaya investasi yang tinggi, dan kendala teknologi.
Rekomendasi pemerintah menggandeng investor dalam negeri, melakukan alih teknologi melalui kerja sama
dengan pihak luar, serta dukungan kelembagaan, fiskal, dan moneter.
Kata kunci: potensi, arus laut, pangan
PENDAHULUAN
Menurut UU Nomor 7 Tahun 1996 ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan yang
cukup, baik secara jumlah maupun mutu, serta aman, merata, dan terjangkau. Sementara itu, Badan
POM mendefinisikan pangan adalah makanan untuk dikonsumsi yang tidak hanya berupa beras, tapi
juga sayur-mayur, buah-buahan, daging baik unggas maupun lembu, ikan, telur, juga air (Pasaribu,
2014).
386
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Potensi terjadinya krisis pangan menjadi tantangan pula bagi sektor kelautan dan perikanan
yang memproduksi salah satu sumber protein hewani dari masyarakat. Menurut BPS, pangsa ikan
sebagai konsumsi protein hewani di Indonesia pada tahun 2014 masih rendah, yaitu sebesar 7,14%
(SUSENAS, 2008), begitu pula konsumsi ikan Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain,
seperti Malaysia dan Jepang yang sebesar 38 kg/kapita/tahun pada tahun 2014 (Antara News, 2014).
Di sisi lain, produksi perikanan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 19,56 juta ton yang terdiri dari
perikanan tangkap 5,86 juta ton dan perikanan budi daya 13,70 juta ton dan tahun berikutnya
ditargetkan meningkat 27% (Giyanto, 2014). Jumlah produksi ikan ini didorong untuk diolah sebagai
upaya diversifikasi produk pangan guna memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas
ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan tertentu. Ketergantungan yang tinggi dapat
memicu ketidakstabilan jika pasokan terganggu dan sebaliknya jika masyarakat menyukai pangan
alternative maka ketidakstabilan akan dapat dijaga (Marwanti, 2013).
Subsektor perikanan merupakan prioritas utama dalam pembangunan di Larantuka karena
wilayahnya sebagian besar adalah wilayah lautan. Pembangunan subsektor perikanan di Larantuka
bertujuan untuk peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan. Komoditas perikanan merupakan
salah satu sumber gizi yang murah sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pembangunan tersebut
dilakukan dengan diversifikasi produk ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta
meningkatkan nilai ekspor (BPS, 2014).
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur,
produksi perikanan laut pada tahun 2012 turun menjadi 13.715 ton per tahun. Padahal tahun 2011
produktivitas penangkapan ikan mencapai 13.755 ton per tahun, namun angka produktivitas ikan
bergerak di level belasan ribu ton pertahun dan menghasilkan miliaran rupiah. Produksi ikan tersebut
dipasarkan dalam bentuk segar dan produk olahan, baik di pasar lokal, antarkota maupun ekspor.
Komoditas ikan merupakan sumber protein yang dengan mudah didapatkan oleh masyarakat karena
harganya lebih murah dibandingkan sumber protein hewani lainnya. Adanya penurunan produksi ikan
menjadi ancaman bagi ketahanan pangan masyarakat pesisir di masa mendatang.
Untuk itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi dan diversifikasi produk ikan
melalui upaya meningkatkan jumlah olahan ikan agar bahan pangan tersedia bagi masyarakat.
Tercatat hingga tahun 2013, industri pengolahan ikan di Larantuka berjumlah tujuh buah. Namun
demikian, operasi industri pengolahan ikan ini terkendala oleh terbatasnya pasokan listrik yang
menjadi salah satu input utamanya. Saat ini, pasokan listrik dikelola oleh PT PLN (Persero) yang
menggunakan mesin diesel yang menggunakan berbahan bakar solar. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa kontinuitas listrik masih rendah sehingga seringkali terjadi pemadaman lisrik
yang notabene akan mengganggu kegiatan perusahaan pengolahan ikan, khususnya coldstorage,
yang membutuhkan listrik selama 24 jam. Kondisi ini memaksa perusahaan menggunakan genset
untuk mensuplai listrik selama 24 jam. Namun, keputusan ini justru menambah biaya produksi karena
harga solar terus meningkat karena makin terbatasnya cadangan minyak di Indonesia. Di sisi lain, laut
Larantuka ternyata memiliki kekayaan lain yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan listrik. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
tulisan ini bertujuan untuk melihat peluang dan tantangan pemanfaatan energi arus laut dalam
mendukung usaha pengolahan ikan sebagai sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan yang
mengambil kasus di Kabupaten Flores Timur.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 dengan mengambil lokasi di Kecamatan
Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Lokasi tersebut dipilih karena Larantuka
merupakan salah satu sentra produksi perikanan pelagis besar seperti tuna, tongkol, cakalang serta
ikan pelagis kecil seperti kembung dan tembang. Pemilihan lokasi ini juga karena Kecamatan
Larantuka memiliki potensi besar sumber energi laut, terutama arus lautnya yang deras sehingga
kemungkinan dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif sangat besar.
Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Energi Arus Laut dalam Mendukung Ketahanan Pangan pada Masyarakat
Pesisir (Studi Kasus: Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur) Rizky Muhartono, Estu Sri Luhur ,
387
dan Armen Zulham
Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran pustaka (study
literature) berupa dokumen dari BPS, PPI Amaragapati, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Flores Timur, dan hasil kajian sebelumnya. Data primer juga digunakan yang diperoleh melalui
wawancara mendalam (depth interview) kepada informan kunci yang memiliki pengetahuan terkait
permasalahan dalam tulisan ini. Informan kunci yang diwawancarai adalah PLN sebagai penyedia
listrik, Kepala PPI Amaragapati, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur,
Kepala Bappeda, dan pelaku usaha perikanan.
Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan deskripsi
kualitatif untuk memberikan penjelasan dan gambaran dari topik penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Larantuka
Kabupaten Flores timur memiliki batas dengan Laut Flores di sebelah utara; Laut Sawu di
sebelah selatan, Kabupaten Sikka di sebelah barat; dan Kabupaten Lembata di sebelah timur.
Kabupaten Flores Timur terletak antara 08°04’-08°40’ LS dan 122°38’-123°57’ BT. Luas wilayah
2
daratan 1.812,85 km tersebar di 17 pulau (3 pulau yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni).
Secara administrasi, Flores Timur terdiri dari 19 kecamatan, 21 kelurahan, 232 desa.
Wilayah ini memilki empat gunung berapi, yaitu Gunung Lewotobi Laki-laki, Gunung Lewotobi
Perempuan, Gunung Leraboleng serta Gunung Boleng. Jumlah penduduk Flores Timur dari hasil
2
Sensus Penduduk 2010 tercatat sebanyak 232 605 jiwa dengan kepadatan 128,31 jiwa per km . Jika
ditinjau dari penyebarannya, dari total penduduk Flores Timur paling banyak berada di Kecamatan
Larantuka (16,06%) disusul Kecamatan Adonara Timur (11,25%) sedangkan yang paling sedikit
adalah Kecamatan Demon Pagong (1,84%). Angkatan kerja penduduk berkisar usia 15 tahun ke atas,
71,12% di antaranya merupakan angkatan kerja. Dari angkatan kerja tersebut 69,32% di antaranya
bekerja dan sisanya 1,79% aktif mencari pekerjaan.
Profil Perikanan
Pada Tabel 1 terlihat bahwa mayoritas sarana penangkapan berupa sampan/jukung. Tahun
2009 sampan mendominasi sarana penangkapan sebanyak 31,22% disusul dengan kapal motor
12,07%. Pada tahun 2010, sampan/jukung mencapai 29,36% dan kapal motor 15,03% demikian
halnya pada tahun 2011, sampan/perahu (32,38%) dan kapal motor (15,50%). Jumlah tanpa perahu
sejak tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan, namun di sisi lain jumlah sampan/jukung
mengalami peningkatan sejak tahun 2009 hingga tahun 2011.
Tabel 1. Sarana penangkapan di Flores Timur
Jenis sarana
Tahun (Unit)
penangkapan
2009
%
2010
%
Tanpa perahu
657
9,77
672
9,58
Sampan/jukung
2.100
31,22
2.059
29,36
Perahu papan
657
9,77
672
9,58
Motor tempel
492
7,31
547
7,80
Kapal motor
812
12,07
1.054
15,03
Jumlah
6.727
100
7.014
100
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur (2012)
2011
399
2.223
399
770
1.064
6.866
%
5,81
32,38
5,81
11,21
15,50
100
388
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Pada tahun 2009, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (27%), gill net
multifilament (17,17%), dan gill net monofilament (11,88%). Pada tahun 2010, alat tangkap yang
mendominasi adalah pancing ulur (32,80%), gill net multifilament (14,43%), dan gill net monofilament
(11,88%). Pada tahun 2011, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (29,60%), Gill Net
multifilament (12,66%), dan gill net monofilament (12,11%). Alat tangkap gill net monofilament dan
pancing tonda memiliki kenaikan jumlah pada tiap tahun (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis alat tangkap nelayan Kabupaten Flores Timur, 2012
Jenis alat tangkap
Purse seine
Pukat tarik
Bagan 1 perahu
Gill net multifilament
Gill net monofilament
Pole and line
Long line
Rawai dasar
Pancing tonda
Pancing ulur
Bubu
Rumpon
Tahun (Unit)
2009
%
102
84
98
1.301
900
57
202
138
424
2.053
127
81
1,35
1,11
1,29
17,17
11,88
0,75
2,67
1,82
5,60
27,10
1,68
1,07
2010
94
84
68
1.255
1.000
56
202
138
721
2.852
116
102
%
1,08
0,97
0,78
14,43
11,50
0,64
2,32
1,59
8,29
32,80
1,33
1,17
2011
97
78
65
1.335
1.277
58
454
138
1.400
3.122
157
355
%
0,92
0,74
0,62
12,66
12,11
0,55
4,30
1,31
13,27
29,60
1,49
3,37
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur (2012)
Usaha budi daya yang dilakukan di Kabupaten Flores Timur adalah budi daya kerang mutiara.
Usaha budi daya kerang mutiara tersebar di perairan antara Pulau Adonara dan Pulau Solor. Kegiatan
budi daya mutiara berkembang cukup pesat mengingat masih baiknya kondisi perairan di lokasi.
Setidaknya terdapat lima usaha budi daya kerang mutiara, yaitu di Pulau Adonara (1 unit), Pulau
Konga (1 unit), Tanjung Bunga (2 unit), Kawalelo (1 unit). Usaha-usaha tersebut sebagian besar
dimiliki oleh perusahaan asing (PMA). Selain potensi budi daya, Flores Timur juga memiliki potensi
rumput laut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berusaha mendorong upaya diversifikasi produk ini
melalui program industrialisasi perikanan dengan membuka peluang bagi investor untuk melakukan
usaha pengolahan ikan (UPI). Salah satu wilayah timur Indonesia yang memiliki potensi perikanan
cukup besar adalah Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Sebagian besar ikan yang diolah adalah tuna
dan cakalang yang dilakukan oleh empat perusahaan UPI, sedangkan ikan pelagis kecil seperti
kembung, tembang, dan lainnya dipasarkan segar (Tabel 3). Perusahaan olahan dominan
menggunakan tuna dan cakalang sebagai bahan baku karena lokasi penangkapan memiliki stok
sumber daya ikan tuna yang masih besar. Ikan tuna diolah menjadi loin berupa daging yang dipotong
dan dikemas beku, sedangkan ikan cakalang dipasarkan dalam bentuk utuh. Prioritas kedua hasil
olahan ikan ini dipasarkan dengan tujuan ekspor.
Tabel 3. Perusahaan pengolahan ikan di Larantuka
Nama perusahaan
PT Jasa Putra Abadi
UD Sang Surya
PT Okishin Flores
PT Primo Indo Ikan
Jenis olahan
Tuna loin dan Cakalang
Tepung Ikan
Tuna loin dan Cakalang
Tuna loin dan Cakalang
Alamat
Kl.Weri
Kl.PT Wangin Bao
Waibalun
Ds. Waimana II
Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Energi Arus Laut dalam Mendukung Ketahanan Pangan pada Masyarakat
Pesisir (Studi Kasus: Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur) Rizky Muhartono, Estu Sri Luhur ,
389
dan Armen Zulham
Proses pengiriman yang dilakukan menggunakan akses darat dan laut. Proses pengiriman
dilakukan berulang kali dari Larantuka menuju Maumere, mengingat fasilitas pengantar ikan beku
terbatas. Ikan yang sudah diantar untuk sementara dikumpulkan di kontainer pendingin. Ikan yang
sudah diolah dibekukan dan dikirim menggunakan mobil berpendingin ke Pelabuhan Maumere yang
berjarak tiga jam perjalanan. Setelah itu, proses pengiriman ikan dilakukan menggunakan kapal
melalui Surabaya.
Kondisi Kelistrikan
Fasilitas energi listrik disediakan oleh PLN dengan wilayah cakupan kerja berada di Pulau Solor,
Pulau Adonara, dan Pulau Flores. Saat ini sebagian besar sumber energi PLN berasal dari PLTDSolar. Pada wilayah Kecamatan Tanjung Bunga, masyarakat (perikanan) masih belum mendapatkan
pasokan listrik. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa di Flores Timur sumber energi dapat dibedakan
menjadi dua, PLN dan masyarakat. Sumber listrik PLN berasal dari diesel, dengan bahan bakar solar
dan penggunaan solarcell di Pulau Solor. Mekanisme pembayaran listrik bagi masyarakat mengikuti
pola pembayaran pada umumnya, dengan harga yang sama sedangkan energi yang digunakan oleh
masyarakat berasal dari energi diesel pribadi dan solar cell. Penggunaan diesel secara pribadi
dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan listrik karena dibeberapa lokasi jaringan PLN belum ada.
Demikian halnya dengan penggunaan solar cell untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan
akan listrik, walaupun listrik yang dihasilkan hanya sebatas manyalakan lampu.
Flores Timur
PLN
Solar cell
Mandiri / Masyarakat
Diesel
Diesel
Solar cell
Masyarakat
Gambar 1. Pengelolaan energi listrik di Flores Timur
Saat ini pemerintah sedang meminimalisir penggunaan solar untuk digunakan sebagai bahan
bakar. Hal ini menyebabkan kebijakan pengadaan mesin genset untuk memenuhi kebutuhan listrik
tidak menjadi hal yang menarik. Sebagai gantinya, pemerintah mulai mengenalkan penggunaan
batubara sebagai bahan bakar pengganti solar, berupa PLTGb (Pembangkit Listrik Tenaga GasBatubara). PLN Kabupaten Flores Timur, berencana membangun PLTGb untuk membantu menyuplai
pasokan listrik dari diesel yang selama ini digunakan. Namun, kebijakan pembangunan PLTG
mendapatkan kendala sehingga rencana pembangunannya dialihkan ke wilayah Maumere. Namun
demikian, listrik yang dihasilkan tetap dapat dialirkan ke Larantuka. Kebutuhan listrik pada saat malam
hari di Larantuka mencapai 4 MW sedangkan penggunaan solar sebagai bahan bakar sebanyak 530
kL/bulan.
Pulau Solor mulai mendapatkan pasokan listrik dari PLN tahun 90-an dengan target sasaran
tiga desa. Pada tahun 2012 telah dilakukan jaringan interkoneksi antara wilayah Solor di bagian timur
dan barat. Pada bulan Oktober 2013 pasokan listrik mulai beroperasi selama 24 jam. Listrik di Pulau
Adonara mulai beroperasi pada tahun 1985-an dengan sasaran satu kecamatan. Pada tahun 2011,
390
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
pasokan listrik sudah mencakup seluruh kecamatan dengan waktu operasi selama 12 jam. Sejak
tahun 2013, listrik mulai beroperasi selama 24 jam. Di lokasi daratan, PLTD mulai beroperasi pada
tahun 1970-an dengan mencakup beberapa bagian di 7 kecamatan. Pada tahun 1980-an, listrik sudah
beroperasi selama 24 jam. Saat ini masih terdapat 1 kecamatan di timur (Tanjung Bunga) dan 1
kecamatan di wilayah barat (Titihena) yang belum mendapatkan pasokan listrik.
Pembangkit listrik (diesel) di Larantuka memiliki kapasitas daya 3.800 kW dengan beban
puncak 3.700 kW, sedangkan di wilayah Wolonggita di wilayah perbatasan kabupaten mencapai 360
kW dengan beban puncak mencapai 350 kW. Pembangkit di Pulau Adonara memiliki kapasitas 3.400
kW dengan beban puncak mencapai 3.100 kW. Pembangkit di Pulau Solor memiliki kapasitas 1.000
kW dengan beban puncak mencapai 800 kW. Pembangkit dari PLTS mulai beroperasi pada tahun
2013 dengan kapasitas 2x30 kW dengan beban mencapai 25 kW. Hasil listrik dari PLTS dimanfaatkan
untuk tiga desa di Kecamatan Adonara Barat, yaitu Titihena, Lamawalang, Kalelu dan mampu
menerangi 200 rumah. PLTS di lokasi dikelola oleh PLN sehingga masyarakat yang mendapatkan
listrik membayar iuran kepada PLN.
Potensi Energi Arus Laut
Energi laut merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan segala bentuk energi
terbarukan yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya laut, meliputi energi gelombang,
energi pasang surut, energi arus laut, energi gradien salinitas, dan energi laut gradien termal (Busaeri,
2011). Secara teknis, energi laut adalah energi yang dapat dihasilkan dari energi kinetik pergerakan
mekanik air laut, energi potensial dari perbedaan ketinggian muka air laut serta perbedaan temperatur
air laut. Energi listrik arus laut, yang dikonversi dari tenaga kinetik pergerakan massa air laut yang
melewati selat akibat pergerakan siklus pasang surut.
Jika dilihat dari kondisi alam dan letak geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau dan
selat maka energi laut yang memiliki prospek untuk dikembangkan adalah energi arus laut. Lebih
lanjut, posisi laut Indonesia yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia membuat
arus bergerak dengan kecepatan yang tinggi. Energi arus laut sebagai energi terbarukan adalah
energi yang cukup potensial di wilayah pesisir terutama pulau-pulau kecil di kawasan timur (Erwandi,
2006). Kawasan timur Indonesia seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur umumnya berupa selat-selat
sempit di antara dua gugusan pulau, serta penduduknya mayoritas hidup dari hasil laut yang
memerlukan energi (Yuningsih, 2009). Tabel 4 menampilkan potensi energi laut beserta kapasitas
pembangkit, lokasi yang potensial, dan kebutuhan listriknya.
Tabel 4. Potensi, kapasitas, lokasi, dan kebutuhan listrik di Indonesia
Rincian
Potensi Indonesia
Kapasitas pembangkit
Lokasi
Kebutuhan listrik
a
Arus laut
b
6.000 MW
a,c
10-200 MW
c
Bali-NTT
a
1-20 MW
b
c
Sumber: Mukhtasor (2012); Erwandi (2011); Derian (2011)
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Selat Larantuka memiliki arus laut yang sangat kuat
untuk dikembangkan sebagai sumber tenaga listrik, yaitu terendah 0,004 m/detik dan tertinggi 3,68
m/detik (Yuningsih, 2009). Kecepatan arus di daerah ini memenuhi syarat sebagai pembangkit listrik
tenaga arus karena area yang paling potensial untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga arus
laut yang disarankan Marine Current Turbine Ltd. adalah yang mempunyai nilai kecepatan minimum 2
m/detik - 2,5 m/detik (Gordon, 2003; Fraenkel, 1999).
Potensi arus di Selat Larantuka telah dilakukan pengukuran menggunakan Turbin PLTAL
(pembangkit listrik tenaga arus laut) yang dipasang adalah turbin poros vertikal tipe Darrieus berbilah
turbin lurus. Berdiameter putar 2 m dan panjang bilah 2 m, dengan efisiensi total 35%, turbin dapat
menghasilkan listrik 2 kW pada kecepatan arus 1,4 m/detik. Pada uji coba pertama,
dengan disaksikan oleh masyarakat Desa Wureh dan aparat Pemda Flores Timur, PLTAL sukses
Peluang dan Tantangan Pemanfaatan Energi Arus Laut dalam Mendukung Ketahanan Pangan pada Masyarakat
Pesisir (Studi Kasus: Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur) Rizky Muhartono, Estu Sri Luhur ,
391
dan Armen Zulham
berputar menghasilkan listrik berfluktuasi antara 900–2.000 W (Erwandi, 2010). Hasil uji coba
tersebut, menunjukkan bahwa Selat Larantuka memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan
energi listrik yang berasal dari arus laut. Uji coba tersebut harus ditindaklanjuti dengan melakukan
pengujian lanjutan guna mendapatkan nilai dengan skala ekonomis (energi dan investasi) sehingga
energi listrik yang dihasilkan dapat menjadi solusi guna memasok listrik di Kecamatan Larantuka,
Kabupaten Flores Timur.
Keuntungan penggunaan energi arus laut adalah selain ramah lingkungan, energi ini juga
mempunyai intensitas energi kinetik yang besar dibandingkan dengan energi terbarukan yang lain
yaitu densitas air laut 800 kali densitas udara. Artinya, untuk menghasilkan daya energi yang sama
maka ukuran diameter turbin energi arus laut akan jauh lebih kecil dari turbin angin sehingga tidak
memerlukan lahan yang luas seperti sumber energi angin. Selain itu, turbin arus laut juga tidak
memerlukan perancangan untuk kondisi atmosfer yang ekstrim seperti turbin angin karena keadaan di
bawah air relatif konstan, sehingga dapat diprediksi secara tepat karena kejadiannya merupakan
fenomena alam yang berkala (Lubis, 2012).
Secara umum, kekurangan dari energi arus laut adalah pada saat pasang purnama, kecepatan
arus akan deras sekali. Saat pasang perbani, kecepatan arus akan berkurang kira-kira setengah dari
pasang purnama. Kekurangan lainnya adalah biaya instalasi dan pemeliharaannya yang cukup besar.
Kendati begitu bila turbin arus laut dirancang dengan kondisi pasang perbani, yakni saat di mana
kecepatan arus paling kecil, dan dirancang untuk bekerja secara terus-menerus tanpa reparasi
selama lima tahun, maka kekurangan ini dapat diminimalkan dan keuntungan ekonomisnya sangat
besar. Hal yang terakhir ini merupakan tantangan teknis tersendiri untuk para insinyur dalam desain
sistem turbin, sistem roda gigi, dan sistem generator yang dapat bekerja secara terus-menerus
selama lebih kurang lima tahun (Erwandi, 2006).
Kendala Implementasi Energi Arus Laut
Di Indonesia, hingga saat ini upaya pemanfaatan energi kelautan masih bersifat riset murni
yang dilakukan oleh berbagai institusi pengembangan energi seperti Perguruan Tinggi (potensi
sumber daya), institusi litbang (kajian prototype) dan lembaga penelitian subsektor kelistrikan (mini
pilot plant). Permasalahan dalam pemanfaatan energi kelautan ini umumnya menyangkut kebijakan
pemerintah yang masih berpihak pada pemanfaatan energi bahan bakar fosil bersubsidi sehingga,
dari segi tarif dan kualitas, energi kelautan belum dapat bersaing. Energi kelautan masih berada
dalam tahap riset murni, maka belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap program
energi mix. Jika dilihat dari aspek kelembagaan (aturan/regulasi) terkait energi terbarukan (arus laut)
belum mendapatkan perhatian yang cukup jika dibandingkan dengan energi berbahan fosil.
Pengetahuan dan pemahaman terkait potensi pengembangan energi terbarukan (arus laut) pun belum
menyebar ke semua lini, baik instansi pemerintah ataupun swasta.
Investasi pengolahan energi terbarukan menjadi listrik tersebut membutuhkan investasi besar.
Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat sebesar 9% per tahun diperlukan
sekitar 6.000-7.000 MW energi terbarukan/tahun. Sementara saat ini, energi terbarukan baru
mencapai 5-10 MW (Bisnis Indonesia, 2010). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diketahui
bahwa biaya investasi untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga arus ($ 256.277) dengan harga
energi per kWh Rp2.127, tenaga gelombang ($ 260.304) dengan harga energi per kWh Rp1.176,
pasang surut ($175.000) dengan harga energi per kWh Rp1.211, dan OTEC ($4.000.000.000) dengan
harga energi per kWh Rp34.210 (Luhur et al., 2012).
KESIMPULAN DAN SARAN
Peluang pengembangan dan pemanfaatan energi laut adalah: a) potensi energi laut tersebar
Indonesia sangat besar, yaitu potensi arus laut sebesar 6.000 MW, OTEC sebesar 220.000 MW,
pasang surut sebesar 4.800 MW, dan gelombang sebesar 1.200 MW; b)
392
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Kendala pemanfaatan energi laut antara lain: a) pengembangan energi laut masih dalam tahap
uji coba dan kajian; b) biaya investasi dalam pembangunan fasilitas listrik bersumber dari laut sangat
besar; c) masih minimnya dukungan kelembagaan, fiskal dan moneter, serta regulasi bagi
pengembangan energi laut; d) alat pembangkit tenaga listrik dan sparepart-nya belum tersedia di
dalam negeri mengakibatkan tingginya biaya pemeliharaan dan perbaikan.
Berdasarkan hasil kajian, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: (1) pemerintah
menggandeng investor dalam negeri untuk memproduksi komponen alat pembangkit sehingga biaya
pemeliharaan dan perbaikan dapat ditekan; (2) pemerintah melakukan alih teknologi melalui kerja
sama dengan pihak luar negeri melalui penandatangan MoU antara kedua belah pihak agar tercipta
kemandirian energi; dan (3) pemerintah memberikan dukungan kelembagaan, fiskal dan moneter
serta dukungan regulasi sehingga masyarakat dapat memanfaatkan peluang sosial, ekonomi dan
politik secara nasional dan regional dalam mengembangkan energi alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
Antara News. 2014. Produksi Ikan Dapat Mendukung Ketahanan Pangan. Diunduh dari website http://bkpp.
jogjaprov.go.id/content/read/338/Produksi-ikan-dapat-mendukung-ketahanan-pangan pada tanggal 23
Oktober 2014.
BPS. 2008. SUSENAS Tahun 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS. 2014. Kabupaten Flores Timur dalam Angka Tahun 2014. Flores Timur: BPS.
Derian, D. 2011. Pengembangan Energi Laut. Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur, 2012. Profile Kelautan dan Perikanan
Erwandi. 2006. Sumber Energi Arus: Alternatif Pengganti BBM, Ramah Lingkungan, dan Terbarukan.
Laboratorium Hidrodinamika Indonesia, BPP Teknologi.
Erwandi. 2010. Uji Coba Prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut. Laboratorium Hidrodinamika Indonesia.
BPP Teknologi.
Erwandi. 2011. Pengembangan Regulasi, Standarisasi dan Sertifikasi Penetapan Teknologi Energi Laut, bahan
presentasi dalam Workshop Arus Laut 2011.
Fraenkel, P. 1999. Power from Marine Currents. Marine Currents Turbines Ltd.
Giyanto, A. 2014. 2014, Target peningkatan produksi ikan KKP 27 persen. http://jurnalmaritim.com/2014/8/474/
2014-target-peningkatan-produksi-ikan-kkp-27-persen (23 Oktober 2014).
Gordon, A.L. 2003. INSTANT: Objectives and Components, Lamont-Doherty Earth Observatory Division of Ocean
and Climate Physics, P.O.Box 1000 61 Route 9W, Palisades, NY 10964-8000.
Lubis, S. 2012. Prospek Energi Arus Laut Sebagai Sumber Tenaga Listrik di Selat-Selat Antar Pulau Sunda Kecil,
Indonesia.
http://harmanatsoroako.com/2012/02/14/prospek-energi-arus-laut-sebagai-sumber-tenagalistrik/ (23 Oktober 2014).
Luhur, E.S., R. Muhartono., dan S.H. Suryawati. 2013. Analisis finansial pengembangan energi laut di Indonesia.
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 8(1).
Mukhtasor. 2012. Pengembangan Energi Laut di Indonesia. Jakarta: Asosiasi Energi Laut Indonesia.
Pasaribu, R.B.F. 2014. Ketahanan Pangan Nasional. Diunduh dari website rowland_pasaribu.staff.guna
darma.ac.id/.../ketahanan-pangan-nasional pada tanggal 23 Oktober 2014.
Yuningsih, A. dan Masduki. 2009. Potensi energi arus laut untuk pembangkit tenaga listrik di Kawasan Pesisir
Flores Timur, NTT. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 3(1):13-25.
Download