tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Rusa Timor (Cervus timorensis)
Rusa (Cervus sp.) adalah salah satu fauna yang tersebar di beberapa
wilayah di Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri atas dua genus Cervus yaitu rusa
Timor (Cervus timorensis), rusa Sambar (Cervus unicolor), dan satu dari genus
Axis yaitu rusa Bawean (Axis kuhlii) sebagai satwa endemik asli Indonesia
(Schroder 1976), dan rusa totol (Axis axis) sebagai rusa jenis eksotik yang
didatangkan dari Srilanka dan India (Sudirman 1986). Selain itu ada satu jenis
satwa lain yang seringkali dimasukkan ke dalam kelompok rusa, yaitu kijang
(Muntiacus muntjak) yang juga termasuk dalam famili Cervidae.
Menurut Drajat (2002), taksonomi atau klasifikasi rusa Timor adalah
sebagai berikut:
Kelas
: Mamalia
Subkelas
: Theria
Infrakelas
: Eutheria
Ordo
: Artiodactyla
Sub Ordo
: Ruminansia
Famili
: Cervidae
Sub famili
: Cervinae
Genus
: Cervus
Spesies
: Cervus timorensis
Nama lokal
: Rusa/ Rusa Timor/ Mayung.
Para peneliti yang berkecimpung dalam konservasi rusa menyimpulkan
bahwa rusa Timor terbagi ke dalam delapan subspesies yang tersebar di pulau
Jawa, Sulawesi, Maluku, Sumbawa, Sumba, Timor, Kalimantan Timur, dan
Papua. Jenis rusa tersebut merupakan hewan introduksi (Hardjosentono 1978).
Hewan introduksi adalah hewan yang dimasukkan ke suatu daerah, dan hewan
tersebut sebelumnya tidak terdapat di wilayah tersebut atau dengan kata lain
bukan satwa asli daerah tersebut (Aini et al. 2007). Kedelapan subspesies tersebut
adalah Cervus timorensis russa (rusa di Jawa), Cervus timorensis timorensis
(Pulau Timor, Rote dan Alor), Cervus timorensis floresiensis (Flores dan
kepulauan Alor), Cervus timorensis maccasaricus (Sulawesi), Cervus timorensis
djonga (pulau Buton), Cervus timorensis moluccensis (Maluku, Papua, dan Aru),
Cervus timorensis renschi (Bali dan Sumbawa), dan Cervus timorensis
laronesiotes (Pulau Peucang) (Schroder 1976).
Rusa Timor merupakan rusa tropis ke dua terbesar setelah rusa Sambar.
Dibandingkan rusa tropis Indonesia lainnya, rusa Timor memiliki banyak
keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang mempunyai banyak subspesies dan
nama yang berbeda di daerah yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling
luas tersebar di seluruh negeri.
Bobot badan berkisar antara 40-120 kg,
tergantung pada subspesiesnya.
Pemberian nama lokal cukup beragam,
tergantung pada daerah asalnya. Rusa di pulau Jawa dikenal dengan rusa Jawa, di
pulau Timor sebagai rusa Timor, di Sulawesi sebagai jonga, dan di Kepulauan
Maluku sebagai rusa Maluku. Namun demikian, nama yang paling umum dipakai
dalam bahasa nasional adalah rusa Timor. Rusa Timor di luar negeri disebut
sebagai Russa deer (Semiadi& Nugraha 2004).
Perbedaan antara rusa Timor jantan dan betina dapat dilihat dari adanya
ranggah yang hanya dimiliki oleh hewan jantan. Dari segi warna tubuh, keduanya
didominasi oleh warna cokelat gelap, tetapi pada rusa betina, bagian dagu, leher
depan, perut, berwarna abu-abu putih, dan kaki berwarna cokelat terang
(Pattiselanno et al. 2008).
Gambar 1 Rusa Timor (Cervus timorensis).
Sumber: Setiawan (2010)
Ciri-ciri rusa jantan adalah mempunyai ranggah.
Ranggah tumbuh
pertama kali pada anak jantan umur 8 bulan. Ranggah merupakan jaringan tulang
yang tumbuh keluar dari anggota tubuh dan memiliki siklus tumbuh, mengeras
dan luruh secara berulang dan terus-menerus. Siklus pertumbuhan ranggah erat
kaitannya dengan siklus hormon reproduksi dan musim, sehingga secara tidak
langsung kondisi ranggah dalam keadaan keras berkorelasi kuat dengan keadaan
fisiologi reproduksi.
Saat pertumbuhan ranggah berlangsung, akan diawali
dengan pertumbuhan tulang rawan (kartilago) yang memanjang dan diselimuti
oleh lapisan kulit tipis berbulu, yang disebut velvet. Ketika pertumbuhan ranggah
velvet telah mencapai puncaknya, akan terjadi proses pengerasan jaringan
(kalsifikasi) yang dilanjutkan dengan proses pembentukan tulang (osifikasi)
(Hartanto 2008).
Darah
Darah merupakan cairan yang mengalir dan bersirkulasi ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah dalam sistem kardiovaskular (Colville & Bassert 2008).
Darah membawa berbagai kebutuhan hidup bagi semua sel-sel tubuh dan
menerima produk buangan hasil metabolisme untuk disekresikan melalui organ
ekskresi. Pemeriksaan hematologi pada hewan berfungsi sebagai screening test
untuk menilai kesehatan secara umum, kemampuan tubuh melawan infeksi untuk
evaluasi status fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa (Jain
1993).
Darah tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit) yang
bersirkulasi dalam cairan yang disebut plasma (Meyer & Harvey 2004). Jika
darah diberi antikoagulan dan dilakukan sentrifugasi, maka dapat terlihat darah
terdiri dari plasma 55% dan sel 45% yang terdiri dari leukosit, eritrosit dan
trombosit.
Jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit dan
trombosit. Menurut Colville dan Bassert (2008), fungsi darah adalah sebagai
sistem transportasi, sistem regulasi, dan sistem pertahanan.
Sumsum tulang merupakan organ tempat dihasilkannya sel darah. Di
dalam sumsum tulang terdapat sel yang disebut stem hemopoietik pluripoten yang
akan berdiferensiasi menjadi sel induk khusus.
Selanjutnya sel ini akan
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah tertentu (Ganong 2003). Proses
pembentukan sel darah dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pembentukan sel-sel darah yang berasal dari stem sel
(Department of Health and Human Services 2006)
Leukosit
Leukosit berasal dari bahasa Yunani yaitu leukos yang berarti putih dan
kytos yang berarti sel. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan
tubuh (Guyton 2008). Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut
juga sel darah putih (Effendi 2003). Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif
dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang
(granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe
(limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah
menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Fungsi leukosit adalah sebagai
pertahanan tubuh untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama
dengan cara mencernanya, yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan
sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun yaitu produksi antibodi (Guyton
2008).
Status fisiologis adalah nilai yang menggambarkan kondisi fisiologis rusa.
Rusa yang mengalami gangguan, baik fisik maupun non fisik (stres) akan
mengalami perubahan fisiologis tertentu. Selain itu patokan nilai fisiologis dari
rusa yang sehat dapat dijadikan parameter untuk menentukan kondisi kesehatan
rusa, sehingga perawatan, pencegahan, dan pengobatan dapat dilakukan dengan
tepat (Zein 1998).
Kondisi yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan
fisiologis yang akan berakibat juga pada perubahan nilai hematologi. Sebagai
contoh, rusa yang terkena infeksi bakteri secara akut akan memperlihatkan
perubahan suhu tubuh. Perubahan ini akibat aktivitas sistem kekebalan tubuh
yang bekerja melawan agen penyakit. Jika dilihat dari nilai hematologi, jumlah
leukosit dalam darah akan mengalami peningkatan (Ma’ruf et al. 2005).
Respon leukosit muncul pada keadaan fisiologis normal dan patologis.
Manifestasi respon leukosit berupa penurunan atau peningkatan salah satu atau
beberapa jenis sel leukosit. Informasi ini dapat memberikan petunjuk terhadap
kehadiran suatu penyakit dan membantu dalam diagnosa penyakit yang
diakibatkan oleh agen tertentu (Jain 1993).
Diferensiasi Leukosit
Diferensiasi leukosit sangat bermanfaat, tidak hanya untuk mengetahui
persentase leukosit tetapi juga memberikan informasi jika hewan dalam kondisi
anemia atau patogenesa suatu abnormalitas. Pemeriksaan preparat ulas darah
memberikan informasi lebih lanjut mengenai morfologi sel eritrosit, leukosit, dan
trombosit (Mills 1998).
Berdasarkan ada atau tidaknya granul dalam sitoplasma hasil pewarnaan,
leukosit dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit dan agranulosit
(Colville & Bassert 2008). Leukosit granulosit memiliki butir khas dan jelas
dalam sitoplasma, sedangkan agranulosit tidak memiliki butir khas dalam
sitoplasma (Junqueira & Caneiro 2005).
Morfologi leukosit Cervidae berdasarkan pewarnaan sitokimia dan
ultrastruktur telah dilakukan pada darah putih rusa. Leukosit rusa dan kijang
memperlihatkan morfologi yang sama seperti dengan pewarnaan Romanowsky.
Limfosit dan neutrofil merupakan jenis leukosit terbanyak pada rusa.
Rasio
neutrofil lebih sedikit dibandingkan limfosit, sama atau lebih banyak. Namun
demikian, pada beberapa studi menunjukkan bahwa jenis neutrofil lebih dominan
(Weiss & Wardrop 2010).
Tabel 1 Kisaran nilai normal komponen darah pada rusa Sambar (Cervus
unicolor) di kebun binatang Ragunan Jakarta
Komponen sel darah
BDM (x106/µL)
BDP (x103/µL)
Nilai He. (%)
Kadar Hb. (g/100ml)
Diferensiasi:
ƒ Neutrofil (%)
ƒ Eosinofil (%)
ƒ Basofil (%)
ƒ Limfosit (%)
ƒ Monosit (%)
Cervus unicolor
Min.
Maks.
10.018
11.1
5.21
5.42
48.0
49.0
18.3
21.6
36
3
1
50
1
41
4
3
59
2
Sumber: Yusmin (1998)
Ket:
BDP
= Butir Darah Putih
BDM = Butir Darah Merah
He.
= Hematokrit
Hb.
= Hemoglobin
Neutrofil
Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena inti
memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen (Tizard 2000). Neutrofil berupa
sel bundar dengan diameter 12 µm, memiliki sitoplasma yang bergranula halus
dan di tengah terdapat nukleus bersegmen. Neutrofil matang/dewasa yang berada
dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai
lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (neutrofil band) akan
memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville & Bassert 2008).
Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), neutrofil dikenal sebagai garis
pertahanan pertama (first line of defense). Neutrofil bersama dengan makrofag
memiliki kemampuan fagositosis untuk menelan organisme patogen dan sel debris
(Lee et al. 2003).
Neutrofil merupakan sistem imun bawaan, dapat
memfagositosis dan membunuh bakteri.
Neutrofil akan mengejar organisme
patogen dengan gerakan kemotaksis (Weiner et al. 1999). Kemampuan neutrofil
untuk membunuh bakteri berasal dari enzim yang terkandung dalam granul yang
dapat menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit.
Granul
neutrofil tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville & Basster 2008).
Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang bersamaan dengan sel
granulosit lainnya, kemudian bersirkulasi atau disimpan dalam depo marginal
neutrofil setelah 4-6 hari masa produksi. Neutrofil segera akan mati setelah
melakukan fagosit terhadap agen penyakit dan akan dicerna oleh enzim lisosom,
kemudian neutrofil akan mengalami autolisis yang akan melepaskan zat-zat
degradasi yang masuk ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon
dengan mensekresikan histamin dan faktor leukopoietik yang akan merangsang
sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil muda untuk melawan infeksi
(Dellman & Brown 1992).
Penyakit yang disebabkan oleh agen bakteri, pada umumnya menyebabkan
peningkatan jumlah neutrofil dan akan tampak neutrofil muda. Jumlah neutrofil
di dalam darah dipengaruhi oleh tingkat granulopoiesis, laju aliran sel darah dari
sumsum tulang, pertukaran antar sel di dalam sirkulasi dan depo marginal, masa
hidup dalam sirkulasi dan laju aliran sirkulasi darah menuju jaringan (Jain 1993).
Eosinofil
Eosinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan
pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin (Hirsch & Hirsch
1980).
Menurut Weiss dan Wardrop (2010), sel ini memiliki kemampuan
melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai
mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang.
Eosinofil juga penting sebagai imunitas dapatan, bawaan, pembentukan jaringan,
dan perkembangan biologi. Eosinofil adalah sel multifungsi yang memegang
peranan fisiologis, dan merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis
selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi.
Eosinofil mengandung
profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan.
Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat
(Effendi 2003).
Eosinofil berkembang di sumsum tulang, dan pada beberapa spesies yang
diuji di laboratorium, eosinofil juga berkembang pada timus, limpa, paru-paru,
dan kelenjar getah bening (Elsas 2007). Diferensiasi dan pematangan eosinofil
terjadi di sumsum tulang selama 2-6 hari, tergantung dari spesies (Weiss &
Wardrop 2010).
Eosinofil merupakan sel yang terdapat di jaringan, terutama pada kulit,
saluran pernapasan dan saluran gastrointestinal.
Lokasi dan jumlah eosinofil
bervariasi tergantung spesies, tahapan siklus estrus, pakan, dan kandungan
histamin dalam jaringan.
Namun demikian, mayoritas populasi eosinofil
ditemukan di saluran gastrointestinal (Mishra et al. 1999).
Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), eosinofil berdiameter 10-15 µm,
inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar
berukuran 0.5-1.0 µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai
lima hari.
Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses
perbarahan, investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigen-antibodi
kompleks, memfagosit mikoplasma dan memfagosit ragi.
Basofil
Basofil merupakan leukosit jenis granulosit dengan jumlah paling sedikit
di dalam darah hewan, sekitar 0.5% dari jumlah leukosit total dalam aliran darah
pada hewan yang sehat (Dvorak & Monahan 1985). Proses pematangan basofil
terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu sekitar 2.5 hari.
Basofil akan
beredar dalam aliran darah dalam waktu yang singkat (± 6 jam) tetapi dalam
jaringan dapat hidup selama 2 minggu (Hirai et al. 1997). Basofil akan masuk ke
dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi (Jain 1993).
Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), basofil berdiameter 10-12 µm,
dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan.
Granul basofil
mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, seroton, dan
beberapa faktor kemotaktik.
Sel mast dan basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe
antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E (IgE)
mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil
(Guyton 2008). Bukti keterlibatan basofil dalam reaksi alergi yaitu timbulnya
kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, gastritis akibat alergi, dan
anafilaksis akibat induksi obat atau induksi gigitan serangga (Casolaro et al.
1990).
Monosit
Monosit adalah leukosit berukuran terbesar, berdiameter 15-20 µm dengan
populasi berkisar antara 3-9% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit
berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda
(Junqueira & Caneiro 2005). Monosit dibentuk di sumsum tulang, dan setelah
dewasa akan bermigrasi dari darah ke jaringan perifer.
Monosit akan
berdiferensiasi menjadi berbagai subtipe jaringan tergantung dari proses inflamasi
yang terjadi. Makrofag di jaringan antara lain sel Kupfer, makrofag alveolar, sel
mikroglia, dan osteoklas (Sharma 1986).
Fungsi monosit adalah 1) membersihkan sel debris yang dihasilkan dari
proses peradangan atau infeksi, 2) memproses beberapa antigen yang menempel
pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna
oleh monosit dan makrofag, 3) menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam
tubuh (Colville & Bassert 2008).
Limfosit
Limfosit adalah leukosit jenis agranulosit yang mempunyai ukuran dan
bentuk yang bervariasi. Limfosit merupakan satu-satunya jenis leukosit yang
tidak memiliki kemampuan fagositik.
Pengamatan pada sediaan ulas yang
diwarnai, dapat dibedakan terhadap adanya limfosit besar dan limfosit kecil.
Limfosit kecil berdiameter 6-9 µm, inti besar dan kuat mengambil zat warna,
dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat.
Limfosit besar
berdiameter 12-15 µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, inti lebih besar dan
sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil (Junqueira & Caneiro
2005).
Limfosit memiliki fungsi utama yaitu memproduksi antibodi sebagai
respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag (Tizard 2000). Kebanyakan
sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan bersirkulasi kembali secara
konstan ke pembuluh darah (Colville & Bassert 2008).
Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit T.
Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam
respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan
berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira & Caneiro 2005). Ilustrasi sel
leukosit rusa dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
A
B
C
D
E
Gambar 3 Morfologi leukosit rusa normal; bar = 10 µm. Neutrofil (A), Eosinofil
(B), Basofil (C), Monosit (D), Limfosit (E).
Sumber: Weiss dan Wardrop (2010)
Eritrosit
Menurut Weiss dan Wardrop (2010), anggota famili Cervidae memiliki
eritrosit dengan karakteristik yang unik. Eritrosit bersirkulasi dalam pembuluh
darah sebagai sel yang berbentuk bulat (bikonkaf), dan memiliki ukuran eritrosit
yang lebih kecil dibanding eritrosit sapi.
Setelah proses pengambilan darah
melalui vena (phlebotomy), eritrosit rusa cenderung berubah menjadi berbentuk
sabit. Eritrosit tidak berbentuk sabit saat pertama kali keluar dari tubuh, tetapi
bentuknya berubah jika darah mengalami alkalinasi, oksigenasi, berada di suhu
ruang atau pada 4 °C.
Fenomena perubahan bentuk ini pertama kali dilaporkan oleh Gulliver
tahun 1840, dan telah diobservasi pada beberapa spesies dari famili Cervidae,
antara lain Rucervus duvaucelii, Muntiacus muntjak, Axis axis, Dama dama, Axis
porcinus, Odocoileus hemionus, Muntiacus reevesi, Cervus elaphus, Elaphurus
davidianus, Cervus elaphus nelson, Cervus timorensis russa,Odocoileus
virginianus, Cervus nippon nippon. Pada pH 7.0, hanya sedikit eritrosit yang
mengalami perubahan bentuk, pada pH 7.4, kebanyakan eritrosit memiliki bentuk
sabit. Selain itu, perubahan bentuk menjadi sabit mengalami peningkatan karena
oksigenasi eritrosit. Penambahan karbon dioksida dapat mengembalikan bentuk
sabit menjadi bentuk bulat (bikonkaf). Ilustrasi perubahan gambar eritrosit dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut.
A
B
Gambar 4 Perubahan bentuk eritrosit pada rusa; bar = 10 µm. Eritrosit bentuk
sabit (A) dan bentuk bulat (bikonkaf) (B).
Sumber: Weiss dan Wardrop (2010)
Giemsa
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen biru yang
memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru yang memberi
warna biru pada inti. Larutan ini dikemas dalam botol kaca berwarna cokelat.
Giemsa stok harus diencerkan terlebih dahulu dengan mencampurkan 10
mL Giemsa ke dalam 90 mL akuades (Giemsa 10%) sebelum dipakai mewarnai
sel darah. Elemen-elemen zat warna Giemsa melarut selama 40-90 menit dengan
air atau akuades atau air buffer.
Setelah itu semua elemen zat warna akan
mengendap dan sebagian kembali ke permukaan membentuk lapisan tipis seperti
minyak. Oleh karena itu stok Giemsa tidak boleh tercemar air (Depkes RI 1993).
Download