Penyebab Tsunami

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (UU No.24 Tahun 2007). Lempeng Benua
Eurasia, lempeng Samudra Hindia-Australia, dan lempeng Samudra Pasifik ialah
lempeng tektonik yang berada di kawasan Indonesia. Lempeng-lempeng tersebut
sampai sekarang masih terus aktif dan saling bergerak secara konvergen, hal
inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki potensi bencana yang tinggi seperti
gempa dan tsunami.
Penyebab Tsunami
1%
Aktivitas gempa bumi
tektonik
Vulkanik
9%
Tanah longsor
90%
Gambar 1.1 Persentase Penyebab Tsunami (Latief dalam BNPB, 2012)
Triatmadja (2010) mengemukakan bahwa tsunami merupakan gelombang
panjang yang dapat disebabkan oleh gerakan dasar laut berupa dislokasi yakni
pergeseran pada kulit bumi yang apabila arah pergeseran tersebut menuju ke arah
vertikal sehingga menimbulkan elevasi permukaan baru berupa gelombang.
Gambar 1.1 menunjukkan persentase penyebab tsunami yang lazim ditemukan
disebabkan oleh aktivitas gempabumi tektonik dengan distribusi kejadian 90%
antara tahun 1600-2012, aktivitas vulkanik 9% dan 1% tanah longsor yang terjadi
dalam tubuh air (danau atau laut) maupun longsoran darat yang masuk ke dalam
tubuh (Latief dalam BNPB 2012)
Dewasa ini, keberadaan teknologi penginderaan jauh dan analisis sistem
informasi geografis dapat berperan dalam hal kebencanaan. Keberadaan data
spasial dan temporal (kemampuan suatu sistem penginderaan jauh untuk merekam
daerah yang sama), intergarasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis
melalui analisis serta data yang dalam format digital yang memungkinkan
dianalisi secara kuantitatif dapat menghasilkan suatu informasi baru serta dapat
diaplikasikan dalam aspek kebencanaan seperti memonitoring kejadian dari
bencana melalui data multi temporal satelit, menghitung kerugian pada suatu
daerah yang terkena bencana dan sebagainya.
Intergrasi data pada penginderaan jauh dan sistem informasi geografis tidak
hanya dapat memberikan visualisasi sebelum dan sesudah terjadinya bencana
seperti pemetaan persil tanah setelah kejadian tsunami atau perencanaan wilayah
dan kota yang terkena bencana, tetapi juga dapat memberikan visualisasi saat
terjadinya bencana. Berdasarkan pengalaman pada tsunami Aceh pada tanggal 26
Desember 2004 akses yang terdapat di lokasi bencana sangat terbatas sehingga
beberapa daerah terisolasi selama berhari hari. Dengan kemampuan penginderaan
jauh dan sistem informasi geografi akan sangat berguna untuk memperlihatkan
daerah yang terkena dampak tsunami melalui data yang beresolusi tinggi seperti
GeoEye-1 atau Quickbird serta rute untuk menuju ke daerah yang terisolasi yang
efektif dan efisien melalui pemodelan spasial. Selain itu pada saat terjadinya
bencana tsunami masyrakat pada daerah bencana tidak mengetahui jalur evakuasi
yang baik agar terhindar dari bencana. Hal ini menegaskan aplikasi penginderaan
jauh dan sistem informasi geografi mampu dalam mengurangi risiko bencana
termasuk bencana tsunami melalui pembuatan jalur evakuasi tsunami berdasarkan
pemodelan bahaya tsunami dengan menggunakan skenario ketinggian gelombang
tsunami.
Tabel 1.1. Kejadian tsunami yang merusak antara tahun 1990-2010
N
o
Tanggal
Jam
(WIB)
Magnitu
do
Gempa
(SR)
7.8
1
12/12/1992
2
03/06/1994
3
18/02/1996
12:29:2
6
13:17:3
4
5:59:31
4
29/11/1998
09:10:3
2
7.7
5
04/05/2000
7.6
6
26/12/2004
11:21:1
6
07:58:5
3
Lokasi
Laut Flores
Waktu
Tiba
(menit
)
12
Tinggi
Gelomba
ng
(meter)
26,2
Korba
n Jiwa
Referens
i
2500
13,9
238
20
Banyuwan
gi
Biak
7,68
110
18
Talibu
2,75
18
Banggai,
Sulawesi
Barat Laut
Sumatera
35
Banggai
6
4
33
Meulaboh
50.9
16500
0
BMG
1992
BMG
1996
BMG
1996
Imamura
et al,
2000
BMG
2000
BMG
7.8
Jawa
38
8.2
Biak dan
Irian jaya
P.Talibu,
Maluku
7
28/03/2005
11:09:3
7
8.7
Barat Laut
Sumatera
43
Padang
Sidempuan
3
800
BMG
8
17/07/2006
15:19:2
9
7.7
Pangandara
n, Jawa
42
Pangandar
an
10
200
BMG
9
12/09/2007
18:10:2
7
8.4
Bengkulu,
Sumatera
35
Bengkulu
0.98
25
BMG
10
25/10/2010
16:42:2
0
7.2
Mentawai,
Sumatera
10
Mentawai
8
413
BMKG,
BNPB
2010
9
Pusat
Gempa
Alor
Sumber : Katalog Tsunami BMKG dalam BNPB, 2012
Tabel 1.1 memeperlihatkan data historis tsunami yang terangkum BMKG
dalam BNPB (2012) dengan rentang waktu 1990-2010 di Indonesia. Gempa dan
tsunami yang terjadi di Provinsi Aceh adalah yang terburuk. Besaran magnitudo
gempa yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2014 mencapai angka 9 Skala
Richter (SR) dengan tinggi gelombang 50,9 meter. Hal ini karena pusat gempa
yang berada di Barat laut Sumatera, sehingga hampir sepanjang pesisir Barat
Aceh terkena dampak dari bencana tersebut. Kejadian tsunami yang merusak
antara tahun 1990-2010
Banda Aceh yang merupakan salah satu kota besar di Aceh tidak luput dari
terjangan tsunami. Daerah dengan populasi 260.478 tersebut menelan 13.785
korban jiwa dan 58.981 lainnya hilang (BRR NAD NIAS, 2009). Data tersebut
menunjukkan bahwa penduduk merupakan element at risk atau objek pengamatan
dengan kerentanan yang tinggi terhadap tsunami. BNPB (2012) mengemukakan
hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia yang menghadap Samudera Hindia
termasuk pesisir Barat Aceh memiliki tingkat risiko tsunami sangat tinggi dan
tinggi. Kondisi Kota Banda Aceh yang rawan akan bencana tsunami membuat
penerapan mitigasi bencana yang baik dan terpadu sangat diperlukan untuk
mengurangi risiko dari bencana gempa dan tsunami. Risiko bencana ialah
interaksi yang dihasilkan antara kerentanan dan bahaya yang ada. Untuk
mengurangi risiko bencana yang ada harus dilakukan dengan peningkatan
kerentanan menjadi kapasitas didalam masyarakat dengan mengelola lingkungan,
mengenal ancaman, mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan oleh faktorfaktor yang mengakibatkan terjadinya bencana alam (Marfai, 2011). Sebagaimana
kita ketahui bahwa risiko suatu bencana tidak dapat dihilangkan tetapi dapat
dilakukan pengurangan risiko bencana melalui mitigasi bencana yang tepat. Salah
satu mitigasi bencana yang dapat diterapkan di Kota Banda Aceh guna
meminimalisir dampak dari tsunami terutama korban jiwa adalah pembuatan jalur
evakuasi tsunami.
Penelitian ini memfokuskan untuk memetakan jalur evakuasi tsunami secara
horizontal yaitu pemberian informasi kepada masyarakat ke daratan yang lebih
tinggi dan menjauh dari zona bahaya pada skenario ketinggian gelombang
tsunami 1m, 2m, 5m, 15m, 30m, dan 60m dan juga pembuatan peta sebaran
kerentanan sosial. Penelitian ini didasari oleh jalur evakuasi tsunami yang telah
tersedia di Kota Banda Aceh belum memberikan informasi bahaya tsunami yang
dapat terjadi di Kota Banda Aceh. Pemilihan skenario ketinggian tersebut
diharapkan mampu mewakili karakteritik tsunami dengan klasifikasi kerusakan
yang rendah hingga kerusakan yang tinggi. Pemilihan skenario ketinggian ini juga
didasari oleh skala intensitas tsunami Immamura-lida pada skenario 1m, 2m, 5m,
15m, dan 30m. Sedangkan skenario 60m didasari oleh ketinggian gelombang
tsunami yang terjadi pada tahun 2004 lalu.
Pembuatan jalur evakuasi pada penelitian ini menggunakan data
penginderaan jauh seperti penggunaan Citra GeoEye-1 yang didapatkan melalui
server BING Maps. Selanjutnya pada penelitian ini disebutkan Citra GeoEye-1
saja. Setiap citra penginderaan jauh memiliki kemampuan perekaman yang
berbeda baik dari resolusi spasial maupun tujuan penggunaan citra tersebut. Selain
itu juga terdapat data sekunder kependudukan untuk pembuatan peta kerentanan
sosial. Berdasarkan peraturan Kepala BNPB No 2 Tahun 2012, parameter
kerentanan sosial meliputi kepadatan penduduk, sex ratio, garis kemiskinan,
penyandang cacat dan penduduk menurut kelompok umur. Data sekunder lainnya
ialah penggunaan peta kontur yang bertujuan untuk pembuatan peta kemiringan
lereng. Diharapakan dengan adanya jalur evakuasi ini masyarakat dapat
mengetahui arah evakuasi yang efektif dan efisien serta mengetahui tindakan yang
tepat apabila sewaktu waktu tsunami kembali menerpa Kota Banda Aceh.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Indonesia terletak diantara tiga lempeng tektonik yaitu Lempeng
Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik yang apabila
ketiga lempeng tersebut bergerak secara konvergen dapat memicu
terjadinya bencana, salah satunya bencana gempa yang dapat disusul
oleh bencana tsunami. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi bencana
tsunami dikemudian hari diperlukan pemodelan bahaya tsunami dalam
berbagai skenario ketinggian gelombang tsunami (1m, 2m, 5m, 15m,
30m, 60m) berbasis pada teknologi penginderaan jauh
dan sistem
informasi geografis
2. Keberadaan penduduk baik itu kepadatan penduduk, jenis kelamin,
faktor usia, penyandang cacat dan garis kemisikinan yang dekat dengan
pesisir mengakibatkan tingginya kerentanan penduduk tersebut akan
bencana tsunami yang akan terjadi, sehingga diperlukan adanya
pemetaan sebaran kerentanan sosial yang menjadi objek pengamatan
sebagai faktor kerentanan terhadap tsunami menggunakan tekonologi
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis
3. Strategi utama dalam mitigasi bencana tsunami ialah dengan
mengevakuasi masyarakat sesegera mungkin. Namun, jalur evakuasi
yang telah tersedia di Kota Banda Aceh belum memperhatikan skenario
ketinggian gelombang tsunami. Pemilihan skenario tersebut diharapkan
dapat mewakili karakteristik dari tinggi gelombang tsunami. Oleh
karena itu diperlukan pemetaan jalur evakuasi tsunami dengan
mempertimbangkan skenario (1m, 2m, 5m, 15m, 30m, 60m) ketinggian
gelombang tsunami melalui teknologi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis
1.3
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas maka diperoleh pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis untuk pemodelan bahaya tsunami berdasarkan
skenario (1m, 2m, 5m, 15m, 30m, 60m) ketinggian gelombang tsunami?
2. Bagaimana penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis dalam memetakan sebaran spasial kerentanan sosial
di sebagian Kota Banda Aceh?
3. Bagaimana penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem
informasi
geografis
dalam
memetakan
jalur
evakuasi
tsunami
berdasarkan skenario (1m, 2m, 5m, 15m, 30m, 60m) ketinggian
gelombang tsunami?
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan penelitian maka terdapat tiga
tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1.
Memodelkan bahaya tsunami pada skenario (1m, 2m, 5m, 15m, 30m,
60m) ketinggian gelombang tsunami melalui penggunaan teknologi
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis
2.
Mengetahui persebaran kerentanan sosial di sebagian Kota Banda Aceh
melalui penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi
geografis
3.
Mengetahui jalur evakuasi tsunami berdasarkan skenario (1m, 2m, 5m,
15m, 30m, 60m) ketinggian gelombang tsunami melalui penggunaan
tekonologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis
1.5
Hasil yang Diharapkan
1. Peta bahaya tsunami berdasarkan skenario (1m, 2m, 5m, 15m, 30m,
60m) ketinggian gelombang tsunami
2. Peta kerentanan sosial di sebagian Kota Banda Aceh
3. Peta jalur evakuasi tsunami berdasarkan skenario (1m, 2m, 5m, 15m,
30m, 60m) ketinggian gelombang tsunami
1.6
Kegunaan dan Manfaat Penelitian
1.
Memberikan informasi terkait kemampuan aplikasi penginderaan jauh
dan analisis sistem informasi geografis (SIG) dalam pemetaan
kebencanaan khususnya dalam penentuan jalur evakuasi tsunami
2.
Memberikan informasi tingkat kerentanan sosial terhadap tsunami
berdasarkan parameter kerentanan sosial
3.
Memberikan informasi jalur evakuasi tsunami yang efektif dan efesien
serta dengan rute terpendek ke titik aman tsunami sehingga dapat
meminimalisir korban jiwa.
Download