pelaksanaan kewajiban notaris terhadap kualitas

advertisement
PELAKSANAAN KEWAJIBAN NOTARIS TERHADAP KUALITAS
PRODUK AKTA DAN AKIBAT HUKUMNYA
EXECUTION OF OBLIGATION NOTARY TO QUALITY
PRODUCT ACT AND ITS LEGAL CONSEQUENCES
Ni Nyoman Juliantari, Syamsul Bachri, Farida Patittingi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Alamat Koresponden:
Magister Kenotariatan
Universitas Hasanuddin
Hp.081246761668
Email: [email protected]
Abstrak
Notaris sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta otentik dituntut akan tanggung jawabnya
untuk membuat akta yang berkualitas yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat
perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) kemampuan Notaris dalam melaksanakan kewajibannya
terhadap kualitas produk akta yang dibuatnya., (2)bentuk tanggung jawab Notaris terhadap produk akta yang
menjadi permasalahan hukum dipengadilan. Penelitian dilaksanakan di Kantor Majelis Pengawas Daerah kabupaten
Gianyar, Kantor Notaris di Kabupaten Gianyar dan Pengadilan Negeri Gianyar. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sosioyuridis. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan kajian pustaka. Data
dianalisis dengan mengunakan analisis kualitatif. Hasil menunjukkan Bahwa (1) Notaris belum mampu
melaksanakan kewajibannya dalam menjalankan tugasnya untuk membuat akta yang berkualitas dalam memberikan
kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak yaitu masyarakat yang mengunakan jasa Notaris dalam
membuat suatau perjanjian. (2) tanggungjawab Notaris terhadap akta yang dibuatnya mengandung cacat hukum
dan menjadi permasalahan hukum diperadilan maka akta yang dibuatnya dengan sendirinya batal demi hukum atau
akta dapat dibatalkan .
Kata Kunci : Kualitas akta Notaris, Kewajiban, Tanggung jawab.
Abstract
Notary as public functionary which given by authority to make claimed by pukka act of its responsibility will to
make act which with quality able to give protection of law to all side making agreement. This research aim to know (
1) ability of Notary in executing its obligation to quality of made act product it., ( 2) form Notary responsibility to
act product becoming problems of justice law. Research executed by in Office Ceremony Supervisor of Area subprovince of Gianyar, Office Notary in Sub-Province of Gianyar and District Court Of Gianyar. This Research use
approach of sosioyuridis. Data collecting through observation, book study and documentation. Data analysed with
using analyse qualitative. Result indicate that ( 1) Notary not yet can execute its obligation in running its duty to
make act which with quality in giving certainty and protection law to the parties that is society which is Notary
service using in making agreement a certain. ( 2) Notary Responsibility to made act it contain handicap punish and
become problems of jurisdiction law hence made act it by itself cancel for the shake of act or law can be canceled.
Keyword : Quality of notary deed, Obligation, Responsibility.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan interaksi antara masyarakat baik dari sisi perbuatan hukum antara
masyarakat satu dengan yang lainnya perlu dibuatkan suatu hubungan hukum agar memiliki
legalitas, yang mana salah satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam
kehidupan bermasyarakat. Demi tercapainya kepastian hukum tersebut dibutuhkan alat bukti
tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum, hal ini
berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris, dimana penjelasan mengenai Notaris
adalah pejabatyang diangkat oleh pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat akan
dokumen-dokumen legal yang sah.
Apabila dikaitkan dengan sektor pelayanan jasa, peran
Notaris dalam sektor pelayanan jasa adalah sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh negara
untuk melayani masyarakat dalam bidang perdata khususnya pembuatan akta
otentik,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, (selanjutnya disingkat dengan UUJN) : “Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini”.
Pasal 15 Ayat (1)
UUJN menetukan bahwa:
Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik menjamin kepastian tanggal pembutan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan oleh undang-undang.” Menurut
Philipus M.
Hadjon,
wewenang
(bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep
hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. (Philipus M. 1997). kaidah yang telah
diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh Negara,( A. Gunawan
1990).
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu
jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan
yang bersangkutan. Dengan demikian setiap wewenang ada batasannya, sama halnya dengan
kewenangan yang dimiliki oleh Notaris. Wewenang Notaris terbatas pada peraturan perundangundangan yang mengatur jabatan Notaris. Landasan filosofis dibentuknya UUJN adalah
terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan
kebenaran dan keadilan melalui akta yang dibuat oleh Notaris, (Ali, A. 2002). Produk akta yang
dikeluarkan oleh Notaris digolongkan sebagai akta otentik dan memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna, karena memenuhi persyaratan sebagaimana definisi
akta otentik yang
ditentukan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, selanjutnya disingkat
dengan KUHPerdata :
“ Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”. Keberadaan akta otentik, baik karena
Undang-undang mengharuskannya alat bukti untuk perbuatan tertentu itu (dengan diancam
kebatalan jika tidak dibuat dengan akta otentik) seperti akta pendirian, (Budiono, H. 2010).
Notaris, dalam praktek Notaris disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara, dan akta
yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris, dalam praktek Notaris biasa disebut Akta
Pihak. Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar Notaris
membuat akta yaitu harus adanya keingingan dan permintaan dari para pihak. Dengan
bertambahnya tuntutan masyarakat akan pentingnya kekuatan pembuktian suatu akta, menuntut
peranan notaris sebagai pejabat umum harus selalu dapat mengikuti perkembangan hukum dalam
memberikan jasanya kepada masyarakat yang memerlukan dan menjaga akta-akta yang di
buatnya untuk selalu dapat memberikan kepastian hokum, (Ghofur, A.
2006).
Dengan
demikian diharapkan bahwa keberadaan akta otentik notaris akan memberikan jaminan kepastian
hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh.
Notaris dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap professional dengan
dilandasi kepribadian yang luhur
dan
senantiasa melaksanakan tugasnya sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku sekaligus menjunjung tinggi kode etik profesi Notaris sebagai
rambu yang harus ditaati, (Liliana T. 1995). Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut
sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur, memiliki integeritas moral yang mantap,
harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual), sadar akan batas-batas
kewenangannya, dan tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.
Notaris berkewajiban untuk mengeluarkan Grosse akta , Salinan akta dan Kutipan akta
kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh
hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Notaris selain berwenang
untuk membuat akta otentik, juga mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang
termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para
pihak, yaitu
dengan
cara membacakannya
sehingga menjadi jelas isi akta Notaris serta
memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan
terkait bagi para pihak penandatangan akta. Untuk menciptakan kepastian, ketertiban,
perlindungan hukum dan mencegah terjadinya penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan
Undang-undang kepada Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik, maka dalam hal ini diperlukan pengawasan agar tugas Notaris selalu sesuai dengan
kaidah hukum yang mendasarinya. Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri
(Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia), dimana di dalam melaksanakan pengawasan tersebut,
Menteri membentuk Majelis Pengawas yang berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri atas
unsur Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang, Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dan
ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang. Majelis Pengawas tersebut terdiri dari Majelis Pengawas
Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, Majelis Pengawas Pusat. Dalam menjalankan tugasnya,
Majelis Pengawas tersebut melakukan pengawasan terhadap perilaku Notaris dan pelaksanaan
Jabatan Notaris.
Notaris dalam menjalankan kewenangannya tidak lepas dari tugas dan kewajibannya
sebagai pejabat umum yang diberi kepercayaan oleh masyarakat dalam membuat akta otentik,
dimana akta otentik merupakan alat bukti yang terkuat dan terpenuh, yang menentukan secara
jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Dalam kenyataannya akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris masih ada yang menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, dan pihak yang merasa
dirugikan memberikan pengaduan kepada pihak yang berwenang yaitu polisi, (Harahap,Y.
2010). Pengaduan masyarakat tersebut diantaranya adalah lamanya penyelesaian proses jual-beli
tanah, penitipan pembayaran pajak para pihak kepada Notaris, dimana cukup lama tidak diproses
atau tidak dibayarkan, dalam isi akta perjanjian tidak mencantumkan batas waktu
pembayaran/batas waktu pelunasan dan tidak menegaskan sanksi atas keterlambatan pelunasan,
kesalahan dalam mencantumkan identitas para pihak. Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui
dan menjelaskan kemampuan Notaris dalam melaksanakan kewajibannya terhadap kualitas
produk akta yang dapat dipertanggung jawabkan secara hokum.
METODE PENELITIAN
Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat sosio yuridis yaitu penelitian yang
didasarkan tidak hanya pada aspek normatifnya akan tetapi juga meneliti aspek empirisnya.
Untuk menunjang dan melengkapi data yang diperoleh dari penelitian normatif, maka dilakukan
penelitian lapangan (Field Research). Penelitian normatif adalah penelitian yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan data dari bahan-bahan hukum yaitu peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian lapangan (Field Research)
adalah penelitian yang dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara langsung kepada
pihak – pihak yang sesuai dengan obyek penelitian.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan Notaris yang ada di Gianyar, MPD
Gianyar, dan masyarakat yang terkait dengan penggunaan jasa Notaris dalam pembuatan akta.
Adapun sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu
pemilihan sampel yang dilakukan dengan cara menentukan sendiri sampel yang dianggap
mewakili keseluruhan populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah: a. MPD : 3 orang b.
Notari :20 orang c. Pengguna jasa Notaris : 5 orang dan Jumlah sampel adalah 28 orang.
Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan sebagai dasar untuk menunjang hasil penelitian
adalah Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden yang terpilih
dengan menggunakan teknik wawancara dan kuesioner. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh
dari peratuaran perundang-undangan, literatur-literatur bacaan dan tulisan yang berkaitan dengan
obyek penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Guna menunjang kelancaran dan keberhasilan penelitian, pengumpulan data di lapangan
dilakukan dengan teknik Wawancara, yaitu dimana penulis melakukan tanya jawab langsung
kepada pihak-pihak yang terkait dan sesuai dengan obyek penelitian
dengan menggunakan
pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Kuesioner, yaitu penulis menyediakan
daftar pertanyaan tertulis yang disusun secara sistematis kepada para responden yang telah
ditentukan dalam penelitian ini. Dokumentasi atau disebut juga studi pustaka (library research),
dengan melakukan pencatatan data secara langsung dari dokumen yang isinya berkaitan dengan
masalah penelitian.
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan baik data primer maupun data sekunder diolah dan
dianalisis secara kualitatif, selanjutnya disajikan secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan,
menguraikan, dan menggambarkan permasalahan serta penyelesaiannya dengan menggunakan
landasan teori.
HASIL
Kewajiban Notaris terhadap kualitas akta adalah bahwa Notaris dalam membuat akta
harus tetap berpegang pada ketentuan undang-undang sehingga akta yang diterbitkannya dapat
memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam membuat suatu perjanjian. Notaris
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perjanjian dan perbuatan hukum seperti akta
pendirian Perseroan Terbatas , akta pendirian Comanditare Venootschaf, akta Perikatan
Perjanjian Jual Beli (untuk selanjutnya disingkat dengan PPJB), akta Sewa-Menyewa dan semua
bentuk perjanjian yang ditentukan oleh undang-undang. Notaris dalam membuat akta PPJB, baik
itu PPJB Tanah, PPJB Rumah, PPJB Kendaraan, Perjanjian Sewa-Menyewa Tanah, Rumah,
Mobil, dan lainnya, Notaris berkewajiban untuk memeriksa kejelasan subyek dan obyek dari
perjanjian tersebut.
Dari banyaknya PPJB yang dibuat oleh Notaris yang paling berpotensi konflik adalah
akta PPJB yang subjeknya tentang peralihan hak dan objeknya adalah tanah, misalnya seperti
para pihak tidak memberikan keterangan yang benar tentang keadaan objek perjanjian, apakah
objek tersebut dalam sengketa atau tidak, pihak penjual menjual tanah tidak dengan persetujuan
istri/suami, pihak penjual memberikan surat keterangan waris yang keliru , atau bisa juga
ditimbulkan karena kekhilafan/kesalahan Notaris itu sendiri, misalnya Notaris memihak pada
salah satu pihak yang membuat perjanjian, tidak mencantumkan batas waktu perjanjian dalam
akta sehingga hal-hal tersebut menimbulkan permasalahan bagi para pihak yang membuat
perjanjian.
Sehubungan dalam pembuatan akta PPJB tanah dari hasil wawancara dengan Megawati
Widiatmadja, Notaris di Kabupaten Gianyar, pada tanggal 08 Maret 2013 menyatakan dalam
proses pembuatan akta, Notaris
berkewajiban meminta
kepada
para penghadap untuk
menyerahkan kelengkapan yang harus dipenuhi sebagai persyaratan untuk dapat dibuatkannya
akta perjanjian adalah sertipikat tanah Hak Milik yang asli bila perorangan dan sertipikat Hak
Guna Bangunan yang asli apabila berbadan hukum, kartu identitas para pihak seperti Kartu
Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), STTS khusus untuk PPJB yang berbadanhukum
wajib dilampiri surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Salinan Rapat Umum
Pemegang Saham. Jika tanah yang akan diperjual belikan
untuk perorangan yang tanahnya
tersebut merupakan tanah waris yang belum disertipikat maka Notaris berkewajiban meminta
pihak penjual menyerahkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK),
Surat Keterangan Kematian dari Desa (SKKD), Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT),
PIPIL, Silsilah Keturunan, Surat Pembagian Waris dibawah tangan/putusan pengadilan, Surat
Kuasa jika penghadap bertindak sebagai kuasa dari ahli waris, yang kemudian oleh Notaris
dituangkan dalam akta.
Di dalam penulisan akta perjanjian jual beli untuk tanah yang belum bersertipikat batasbatas tanah harus dijelaskan dan untuk penulisan dalam komparisi apabila itu tanah warisan
dicantumkan nama pemilik yang lama (almarhum) dan disebutkan para pihak yang menghadap
selaku ahli waris untuk tanah yang akan diperjual belikan dan untuk penulisan luas tanah
biasanya para pihak sepakat untuk mengisi dengan bahasa kurang lebih “karena luas tanah yang
tercantum dalam SPPT tidak menjamin luas pada objek dilapangan”, hal tersebut dibuat agar
tidak menimbulkan masalah dikemudian hari apabila terjadi perubahan ukuran luas tanah yang
telah diukur, untuk pembuatan akta PPJB ini pada umumnya diminta oleh para pihak sifatnya
untuk mengikat
antara dua belah pihak
sambil menunggu proses terbitnya sertipikat dan
peralihan hak bisa dilakukan keatas nama pembeli yang baru, kelengkapan warkah yang harus
dilengkapi tersebut akan dilekatkan dengan minuta akta Notaris yang menjadi satu kesatuan dari
akta tersebut yang tak terpisahkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Cuaca Candra Sedana, Notaris di Gianyar, pada
tanggal 04 Maret 2013 dalam perbuatan hukum dalam melakukan PPJB Tanah untuk perorangan
maupun badan hukum umumnya Notaris membuatkan akta jual beli dengan menuangkan
keinginan para pihak, yang dimana dalam hal ini sebagai notaris diwajibkan untuk mengetahui
objek yang diperjual belikan misalnya jual beli tanah pihak penjual harus menunjukan sertipikat
asli, para pihak dalam melakukan perbuatan hukum jual beli bertindak untuk diri sendiri apa
selaku kuasa dari penjual, para pihak menunjukan kartu identitas seperti KTP dan KK, Bukti
surat pajak terakhir dan setiap membuat akta PPJB selalu disertakan dengan akta kuasa dengan
tujuan untuk melindungi para pihak agar tidak
menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Dengan dibuatkannya akta kuasa tersebut diharapkan memberikan perlindungan hukum bagi
para pihak yang dimana dalam membuat akta perjanjian ada beberapa unsur yang belum
terpenuhi, seperti contoh Pihak pembeli belum melunasi pembayaran sepenuhnya atau cara
pembayaran dilakukan secara bertahap, apabila sebelum terjadi pelunasan tersebut pihak penjual
atau pembeli meninggal dunia maka akan diserahkan dan dilanjutkan oleh para ahli warisnya
seperti yang disebutkan dalam PPJB dan akta Kuasanya sehingga segala yang diperjanjikan
dalam jual beli tersebut
tercapai maksud dan tujuannya dengan catatan apabila belum terjadi
pelunasan terhadap objek yang dijual dengan perjanjian dibayar secara bertahap maka akta kuasa
disimpan dinotaris sampai terjadi pelunasan tersebut.
PEMBAHASAN
Pada penilitian ini menunjukkan bahwa Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
wajib berpedoman kepada aturan-aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban
dalam menjalankan jabatannya yang telah ditentukan baik di dalam UUJN, khususnya dalam
Pasal 16 UUJN maupun Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia, dimana Notaris dalam
menjalankan jabatannya, berkewajiban bertindak jujur, seksama, mandiri, penuh rasa tanggung
jawab serta harus pula menerapkan prinsip kehati-hatian dalam setiap tindakan yang akan
dilakukan. Namun dari analisis yang dilakukan
Kemampuan Notaris dalam melaksanakan
kewajibannya belum optimal karena belum sejalan dengan kualitas produk akta yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ,( Miru, A. 2009). Hal tersebut dapat dilihat
dari masih terdapatnya akta Notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak.
Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN menentukan bahwa Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya wajib bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan
para pihakyang terkait dalam perbuatan hukum. Di samping itu Notaris wajib mengutamakan
adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak. Notaris dituntut untuk senantiasa
mendengar dan mempertimbangkan keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam
akta, (Habib A. 2008).
Selain itu dalam pembuatan akta Notaris diwajibkan untuk bertindak
cermat dan seksama yaitu dengan :(1). Melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan
identitasnya yang diperlihatkan kepada Notaris. (2). Menanyakan, kemudian mendengarkan dan
mencermati keinginan atau kehendak para pihak tersebut. (3). Memeriksa bukti surat yang
berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak tersebut. (4). Memberikan saran dan
membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para pihak tersebut. (5).
Memenuhi
segala
teknik
administratif pembuatan
akta
notaris,
seperti pembacaan,
penandatanganan, memberikan salinan dan pemberkasan untuk minuta. (6). Melakukan
kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris.
Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam
bentuk akta atau tidak.
Sebelum sampai pada keputusan seperti ini, Notaris harus
mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, meneliti
semua bukti yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan para
pihak. Keputusan tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada
para pihak, (Kanter, E.Y. 2001). Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek
hukum termasuk masalah hukum yang akan timbul di kemudian hari. Selain itu, setiap akta yang
dibuat di hadapan atau oleh Notaris harus mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk
akta yang bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para
pihak/penghadap. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus tetap pada koridor yang
ditentukan dalam UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris.Namun dalam kenyataannya masih saja
ada akta Notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak danpenyebab terjadinya konflik timbul
dari akta yang dibuat oleh kesalahan yang dilakukan oleh Notaris itu sendiri ataupun dari pihak
lain.
Di Tahun 2011 terdapat 16 (enam belas) akta Notaris dari 10 (sepuluh) Notaris yang
aktanya bermasalah, permasalahannya adalah PPJB Tanah yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris sehingga oleh para pihak menuntut Notaris atau pihak yang lain telah melakukan
pemalsuan surat (melampirkan silisilah palsu), pemalsuan tandatangan/cap jempol, dan salah
satu pihak merasa tidak pernah menandatangani surat perjanjian tersebut (pengingkaran
tandatangan) dan penguasaan tanah oleh seseorang berdasarkan akta yang dibuat oleh Notaris
namun disisi lain ada pihak lain yang merasa berhak atas tanah tersebut, sedangkan di Tahun
2012 terdapat 11 (sebelas) akta Notaris dari 8 (delapan) Notaris yang aktanya bermasalah.
Permasalahannya diantaranya adalah tentang pemalsuan surat, pemalsuan tandatangan/atau cap
jempol, tentang adanya silsilah palsu, di dalam isi akta Notaris tidak mencantumkan batas waktu
pelunasan dan sanksi terhadap keterlambatan pembayaran tanah yang kemudian oleh pihak
pembeli melakukan perbuatan yang merugikan pihak penjual, penggelapan uang titipan
pembayaran pajak sehingga proses perjanjian jual beli menjadi tidak lancar.
Di Tahun 2013 (3 (tiga) bulan terakhir) terdapat 2 (dua) akta Notaris dari 2 (dua) Notaris
hal yang dipermasalahkan yaitu tentang adanya penggelapan penitipan uang pembayaran pajak
dan penitipan uang pelunasan pembayaran objek perjanjian dari pihak pembeli tidak dibayarkan
oleh Notaris kepada pihak
penjual sehingga memicu konflik antara penjual dan pembeli.
Berdasarkan penelitian penulis di lapangan bahwa terdapat Notaris X melakukan tindakan
penggelapan uang pelunasan objek perjanjian yang dalam hal ini adalah PPJB Tanah, bahwa oleh
karena beberapa persyaratan yang belum terpenuhi sehingga Akta Jual Beli belum dapat
dilakukan, Notaris X memberikan saran kepada para pihak untuk menitipkan uang pelunasan
tanah kepada Notaris dengan alasan bahwa itu adalah suatu wujud servis yang diberikan oleh
Notaris agar para pihak merasa nyaman telah membuat PPJB di hadapan Notaris X, namun
setelah lewat 3 (tiga) bulan Akta Jual Beli Tanah belum juga terselesaikan padahal oleh pihak
pembeli uang pelunasan tanah sudah diberikan dan dititipkan kepada Notaris X, dan ketika uang
pelunasan yang dititipkan oleh pihak pembeli diminta oleh pihak penjual kepada Notaris, Notaris
X tidak dapat memberikannya karena uang yang dititipkan kepadanya telah habis terpakai,
(Jimly A dkk, 2006).
Akta Notaris yang tidak mencantumkan batas waktu pelunasan obyek perjanjian adalah
suatu kelalaian si Notaris, dimana hal tersebut dijadikan alasan bagi pihak pembeli untuk
mengulur-ulur waktu pembayaran pelunasan obyek perjanjian, yang dalam hal ini obyeknya
adalah tanah, sedangkan tanah tersebut sudah beralih kepemilikan menjadi nama pihak pembeli.
Jika dilihat dari permasalahan yang ada maka si Notaris telah lalai melaksanakan kewajibannya
dimana dalam membuat akta, Notaris yang seharusnya bertindak cermat dan teliti agar hak dan
kewajiban para pihak terpenuhi malah menjadi pemicu terjadinya konflik, (Muhammad, A.
1997). Atas dasar permasalahan yang ada maka pihak penjual melaporkan Notaris tersebut ke
pihak yang berwajib yaitu polisi. Atas dasar
laporan tersebut pihak kepolisian memanggil
Notaris melalui ijin MPD terlebih dahulu.
Wewenang MPD dalam pemanggilan Notaris oleh kepolisian adalah memanggil Notaris
yang aktanya dipermasalahkan tersebut dengan membentuk tim atau majelis pemeriksa yang
dibentuk oleh MPD dengan anggota yang merupakan anggota MPD, terdiri dari 1 orang unsur
pemerintah, 1 orang unsur akademisi, 1 orang unsur Notaris, dan 1 orang sekretaris.
Pemanggilan yang dilakukan oleh MPD terhadap Notaris adalah guna untuk memeriksa dan
menyidangkan Notaris yang bersangkutan maupun akta yang sedang dipermasalahkan tersebut,
apakah memang kelalaian dari Notaris ataukah karena dilakukan oleh orang lain. Jika dalam
pemeriksaan MPD Notaris yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran dari segi formal
bahwa akta yang dibuat Notaris tersebut adalah salah atau kabur atau memang Notaris telah
melakukan kesalahan secara pribadi maka MPD akan memberikan ijin atas permohonan polisi
mengenai pemanggilan Notaris tersebut. Namun MPD akan menolak memberikan ijin kepada
kepolisian untuk memanggil Notaris jika akta yang dibuat oleh Notaris telah memenuhi syarat
formal dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Misalnya terjadinya
kesalahan non formal seperti adanya silsilah palsu atau dokumen palsu yang dibawa oleh para
pihak saat pembuatan akta atau surat kuasa di bawah tangan, maka MPD dalam hal ini tidak
mengijinkan kepolisian untuk memanggil Notaris tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman kepada aturan-aturan
dan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban dalam menjalankan jabatannya yang telah
ditentukan baik di dalam UUJN, khususnya dalam Pasal 16 UUJN maupun Kode Etik Notaris
Ikatan Notaris Indonesia, dimana Notaris dalam menjalankan jabatannya, berkewajiban
bertindak jujur, seksama, mandiri, penuh rasa tanggung jawab serta harus pula menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam setiap tindakan yang akan dilakukan. Namun dari analisis yang
dilakukan Kemampuan Notaris dalam melaksanakan kewajibannya belum optimal karena belum
sejalan dengan kualitas produk akta yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Hal tersebut dapat dilihat dari masih terdapatnya akta Notaris yang dipermasalahkan
oleh para pihak. Bentuk tanggung jawab Notaris terhadap produk akta yang dipermasalahkan di
pengadilan terkait dengan akta yang dibuatnya adalah bahwa Notaris dapat saja dituntut sebagai
tergugat maupun sebagai turut tergugat. Jika terbukti akta yang dipermasalahkan oleh para pihak
adalah kelalaian Notaris maka akta yang dibuat oleh Notaris dapat saja dibatalkan atau batal
demi hukum, dan Notaris bertanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan kepada para
pihak yang merasa dirugikan. Perlu ditingkatkan kemampuan Notaris secara berkelanjutan baik
dari bentuk pendidikan formal maupun non formal hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas
akta yang dibuat oleh Notaris dapat memberikanperlindungan hukum bagi para pihak yang
membuat akta perjanjian.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Habib. (2008). Hukum Notaris Indonesia.Bandung : PT. Refika Aditama.
Ali, Achmad. (2002).
Menguak Tabir Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence). Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Budiono, Herlien (2010). Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. PT. Citra
Aditya Bakti. Bandung
Ghofur, Anshori Abdul. (2006). Kontribusi Pendidikan Hukum Dalam PembentukanMoral
Penegak Hukum.Yogyakarta.
Hadjon, M Philipus. (1997). Tentang Wewenang. Makalah Fakultas Hukum Universitas
Airlangga. Yuridika. Surabaya.
Harahap,Yahya. (2010). Hukum Acara Perdata. Cetakan 10. Sinar Grafika. Jakarta.
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Syafaat, (2006).
Konstitusi Press. Jakarta.
Pengantar Hukum Tata Negara. Penerbit
Kanter, E.Y. (2001). Etika Profesi Hukum Sebuah Pendekatan Sosio-Religius. Storia Grafika.
Miru, Ahmadi., Sakka Pati. (2009). Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai
1456 BW. Rajawali Pers. Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir. (1997). Etika Profesi Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Setiarja, A.Gunawan. (1990). Dealektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Tedjasaputro, Liliana. (1995). Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana.
BIGRAF Publishing. Yogyakarta.
Download