aquawarman - Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

advertisement
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
ISSN : 2460-9226
AQUAWARMAN
JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR
Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman
Perubahan Total Amonia Nitrogen Dan Total Bakteri Aerob
Pada Proses Pembentukan Bioflok Dengan Sumber Karbon
Organik Air Leri Pada Konsentrasi Yang Berbeda
The Change of Total Ammonia Nitrogen And Total Aerobic Bacteria in Process
Formation of Biofloc with Rice Water as Carbon Source at Different
Concentration
Juniati1), Asfie Maidie2), Sumoharjo3)
1)
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman
Staf Pengajar Jurusan Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman
2),3) )
Abstract
The aims of the research was to analyze the rate of growth total aerobic bacteria in biofloc
formation with rice water as carbon source, and the change of total ammonia
concentration, along with analyze the growth rate of fish feeding with formatted biofloc.
The results showed that along with formation of biofloc the growth of aerobic bacteria
continued to decline. The lowest number was at 50% rice water treatment. However the
total ammonia nitrogen is affected by microbial activity, but there is no correlation between
total aerobic bacteria with total ammonia nitrogen concentration. Fish feeding with only
biofloc at first period shown no growth in body length and weight.
Keywords : rice water, biofloc, total aerob bacteria, total amonia nitrogen (TAN).
1. PENDAHULUAN
Pemanfaatan mikroorganisme dalam
kegiatan budidaya sudah banyak dilakukan.
Salah satunya pada teknologi bioflok yang
utamanya menggunakan kerja bakteri
heterotrof. Pada kegiatan budidaya bioflok
ditujukan
untuk
mengatasi
masalah
akumulasi
limbah
amonia
melalui
penambahan karbon organik.
Bahan yang digunakan sebagai sumber
karbon yang terurai dengan mudah dan cepat
adalah yang terbaik. Karbohidrat sederhana
seperti gula (sukrosa atau dekstrosa) atau
pati akan memiliki efek yang cepat untuk
terurai
(Hargreves,
2013).
Sumber
karbohidrat yang dapat digunakan misalnya
adalah tepung tapioka (Asaduzzaman et al.,
2008), molase (Rohmana, 2009), kanji
(Avnimelech, 2007), dan tepung singkong
(Avnimelech, 1999). Menurut Crab et al.
(2010) sumber karbohidrat yang digunakan
biasanya berasal dari hasil limbah produksi
industri pertanian yang bernilai rendah (low63
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
value product). Dari keempat sumber karbon
tersebut hanya molase yang merupakan
limbah, sedangkan bahan lainnya merupakan
bahan yang juga digunakan untuk kebutuhan
masyarakat. Molase merupakan limbah dari
pabrik gula yang kurang dimanfaatkan.
Namun ketersediaan molase hanya ada
dibeberapa tempat mengingat tidak semua
daerah terdapat pabrik gula khususnya
daerah Kalimantan.
Air leri merupakan limbah cucian beras
yang diperoleh didalam proses pengolahan
beras menjadi nasi. Menurut Puspitarini
(2011) dalam Asngad et al., (2013), air leri
memiliki kandungan nutrisi diantaranya
karbohidrat berupa pati. Air leri mudah sekali
didapatkan
karena
sebagian
besar
masyarakat menggunakan beras (nasi)
sebagai makanan pokok. Selain itu air leri
oleh masyarakat kurang dimanfaatkan secara
optimal. Oleh karena itu pada penelitian ini
air leri digunakan sebagai sumber karbon
untuk menumbuhkan bioflok.
Tujuan dari penelitian ini adalah
pertama, menganalisa tingkat pertumbuhan
total bakteri aerob pada perlakuan air leri
untuk
pembentukan
bioflok,
kedua,
menganalisa perubahan total amonia
nitrogen dari media yang diberi perlakuan air
leri pada pembentukan bioflo, dan yang
ketiga, menganalisa tingkat pertumbuhan
ikan dengan pemberian bioflok yang
terbentuk dari perlakuan air leri.
2. BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari hingga April 2015. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan
Ikan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Mulawarman.
Penelitian ini disusun dengan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3
perlakuan dan 4 ulangan. Ketiga perlakuan
tersebut yaitu : P1 : 0% air leri dalam 10 L, P2
: 50 % air leri dalam 10 L dan P3 : 100 % air
leri dalam 10 L.
ISSN : 2460-9226
A.
Uji pendahuluan
Uji pendahuluan bertujuan untuk
megetahui bahan yang baik dimanfaatkan
sebagai sumber karbon untuk pemebentukan
bioflok. Bahan yang digunakan yaitu air leri
dan ampas tebu. Uji coba untuk membentuk
bioflok dengan bahan air leri digunakan
sebanyak 5 l dalam 10 l, sedangkan ampas
tebu 25 g dalam 10 l. Air hujan digunakan
untuk mencuci dan mengisi konsentrasi untuk
mendapakan 10 l, selain itu juga sebagai
sumber nitrogen untuk bakteri.
B. Uji lanjut
a) Pembentukan bioflok
Sumber karbon yang digunakan dalam
pembentukan bioflok adalah air leri, sehingga
tahap awal yang dilakuan adalah mencuci
beras. Beras dicuci per 1 kg dengan
mengunakan air hujan sebanyak 8 l, air leri
yang diperoleh kemudian ditampung hingga
mencukupi
untuk
perlakuan
yang
menggunakan air leri. Air leri yang diperoleh
selanjutnya di masukan ke dalam akuarium
sesuai perlakuan, dangan air hujan sebagai
pengisi konsentrasi untuk mendapatkan 10 l.
Selanjutnya memasukan air sebanyak 10 ml
dari akuarium uji pendahuluan untuk
memperoleh bakteri starter kemudian
menyetel aerasi dengan kekuatan cukup
kencang. Selama proses pembentukan bioflok
parameter yang diamati meliputi :
1) Perubahan Warna Air
Pembentukan bioflok diamati secara
visual, perubahan warna air sebagai
indikatornya divisualisasikan dalam bentuk
fotografi.
2) Total Bakteri Aerob
Bakteri dikultur mengunakan media
TSA dan 1/20 PYBG. Pengukuran total
bakteri aerob dilakukan 3 hari sekali,
menggunakan metode Total Plate Count
(TPC), dengan satuan CFU/ml pada sampel
air dan CFU/g pada sampel flok.
3) Konsentrasi Total Amonia Nitrogen (TAN)
Total Amonia Nitrogen (TAN)
diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
menggunakan tes kit merek Sera®.
64
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
Pengukuran dilakukan dilakukan 3 hari
sekali.
4) Pengukuran pertumbuhan ikan uji
Perhitungan pertumbuhan berat dan
panjang ikan uji menggunakan rumus
Effendie (1979) yaitu :
Pertumuhan berat (W) = Wt – W0
Wt = Berat pada waktu t (g)
W0 = Berat awal (g)
Pertumbuhan panjang (L) = Lt – L0
Lt = Panjang pada waktu t
(cm)
L0 = Panjang awal (cm)
5) Pengukuran kualitas air
Parameter kualitas air yang diukur
sebagai data penunjang meliputi, DO, pH,
dan suhu. Pengukuran dilakukan setiap 3
hari sekali.
b) Uji bioflok
Bioflok yang telah terbentuk kemudian
diuji pada ikan nila sebagai pakan utama atau
tanpa adanya pemberian pelet. Pengujian
bioflok dilakukan terhadap 3 ekor ikan setiap
akuarium selama 15 hari dan hanya diberikan
diawal penelitian. Ukuran ikan uji yang
digunakan dengan panjang 6-8 cm.
C. Analisis Data
1. Data total bakteri aerob dan Total Amonia
Nitrogen (TAN) dianalisis secara deskriptif
dalam bentuk grafik.
a) Ampas Tebu
ISSN : 2460-9226
2. Analisis regresi linier sederhana untuk
mengetahui hubungan total bakteri aerob
terhadap konsentrasi Total Amonia
Nitrogen (TAN).
3. Data pertumbuhan ikan dianalisis
keragamannya
dengan
tingkat
kepercayaan 5%, untuk mengetahui
pengaruh pemberian bioflok dari air leri
terhadap pertumbuhan ikan. Namun
sebelumnya data diuji kehomogenannya
menggunakan uji bartlett. Jika data tidak
homogen maka data akan ditransformasi
dan jika data homogen maka data
langsung dianalisa keragamannya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Pendahuluan
Berdasarkan hasil uji pendahuluan air leri
dinilai lebih baik dalam membentuk bioflok
dibandingkan ampas tebu. Pada perlakuan air
leri terlihat adanya tanda terbentuknya
bioflok yang terlihat dari warna air yang
mengalami perubahan dari warna air dari
putih menjadi coklat, sedangkan pada
perlakuan ampas tebu perubahan warna air
tidak terlalu berubah dari air yang bening
menjadi sedikit lebih coklat. Selain itu saat
pengamatan perlakuan air leri terlihat sudah
banyak terbentuk bioflok dibandingkan
perlakuan ampas tebu yang masih sedikit,
sehingga air leri digunakan pada uji lanjutan.
b) Air Leri
Hari Ke - 1
65
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
ISSN : 2460-9226
Hari Ke - 6
Gambar 1. Pembentukan bioflok pada uji pendahuluan
B. Uji Lanjutan
1) Proses pembentukan bioflok
Terbentuknya bioflok di dalam air dapat
diketahui dengan mengamati perubahan
warna air yang terdapat dalam akuarium.
Pengamatan hari ke-1 terlihat air berwarna
putih pada P2 dan P3 sedangkan P1 air terlihat
jernih. Perubahan warna air sedikit nampak
pada hari ke-4 yang mana warna air terlihat
putih keruh, selain itu juga terlihat gelembung
buih di permukaan air. Perubahan warna
terlihat semakin jelas pada hari ke-8 air terlihat
kecoklatan namun pada P3 warna sedikit lebih
tua dibandingkan P2. Chamberlain et al. (2001)
memperoleh komunitas flok di tambak dari
transisi perubahan warna media kultur semula
berwarna jernih, timbul blooming alga, muncul
P1
buih, dan perubahan warna menjadi coklat.
Menurut Hargareaves (2013) perubahan warna
dari hijau menjadi coklat terjadi setelah transisi
dari sebagian besar alga menjadi ke bioflok
yang sebagian besar adalah bakteri. Kondisi
tersebut sedikit berbeda dengan pengamatan
dimana tidak terjadi pertumbuhan alga karena
penelitian yang dilakukan di dalam ruangan,
sehingga mungkin hanya ada bakteri atau
mikroba lain serta bahan tersuspensi dari air
leri yang mempengaruhi warna air.
Pengamatan hari ke-12 warna air terlihat
berwarna coklat disertai gelembung buih yang
semakin banyak, namun pada P2 air sudah
terlihat sedikit jernih berbeda dengan P3 yang
masih keruh. Terjadinya flokulasi oleh bakteri
yang diduga mengakibatkan warna air yang
semakin jernih dan ditandai dengan flok-flok
P2
P3
Hari Ke - 1
Hari Ke - 30
Gambar 2. Pembentukan bioflok pada uji lanjutan
66
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
bakteri yang terlihat mengendap di dasar
akuarium.
Pada hari ke-16 warna air semakin terlihat
lebih jernih terutama pada P2, sedangkan P3
perubahan warna air tidak terlalu nampak
jelas. Pada hari ke-16 flok bakteri juga sudah
terlihat jelas pada P2 dan P3. Pada P3 flok-flok
bakteri sudah banyak terlihat namun warna air
yang masih keruh tersebut sepertinya
dikarenakan masih banyaknya bakteri dan
mikroba lain yang tersuspensi di dalam air.
Pada P2 terus terlihat semakin jernih hingga
akhir pengamatan. Sedangkan P3 pada
pengamatan hari terakhir terlihat hanya sedikit
perubahan dimana air terlihat sedikit jernih,
namun warna air masih cenderung berwarna
coklat
a) Total Bakteri Aerob
Berdasarkan hasil penelitian yang di
peroleh, terdapat fluktuasi pertumbuhan
bakteri pada masing-masing perlakuan.
Terlihat pada grafik setiap perlakuan
menunjukan bahwa pertumbuhan populasi
bakteri tertinggi terjadi pada pengamatan hari
ke-4 yang juga diikuti warna air yang sudah
terlihat sedikit lebih coklat. Walaupun air
masih terlihat cenderung berwarna putih
sepertinya ini dikarenakan banyak bahan
organik yang belum terurai, berbeda dengan
hari selanjutnya yang berwana lebih
kecoklatan yang sepertinya dikarenakan bahan
ISSN : 2460-9226
organik yang sudah lebih banyak terurai. Pada
P1 yang tidak diberi air leri terdapat
pertumbuhan bakteri, diduga karena bakteri
mampu hidup pada kondisi nutrisi rendah.
Menurut APHA (1998), hal ini terjadi
dikarenakan air pada dasarnya mengandung
nutrisi rendah atau oligotrophik, sehingga
bakteri yang hidup di dalam air adalah bakteri
yang sudah teruji dan beradaptasi dengan baik
pada lingkungan yang miskin nutrisi.
Peningkatan jumlah bakteri pada P2 dan P3
diduga karena memanfaatkan nutrisi yang
terdapat pada air leri maupun dari air,
sedangkan P1 hanya memanfaatkan nutrisi
yang terkandung dari air.
Terlihat pada grafik total bakteri semakin
menurun, diduga bakteri yang tersuspensi
dalam air membentuk flok-flok bakteri,
sehingga total bakteri yang terukur dari air
mengalami penurunan. Hal ini juga sesuai
dengan pengamatan warna air, dimana warna
air yang terlihat semakin jernih karena bakteri
yang teruspensi di air terus mengalami
flokulasi. Pada P1 juga terlihat penurunan total
bakteri tetapi yang terjadi adalah penurunan
pertumbuhan bakteri, yang diduga karena
nutrisi dari air yang dibutuhkan semakin
berkurang.
Pada hari ke-16 sudah sangat terlihat flok
bakteri yang terlihat di dasar akuarium, dari
grafik terlihat pertumbuhan bakteri pada P3
yang lebih tinggi dibanding P2.
Gambar 3. Grafik total bakteri aerob pada proses pembentukan bioflok
67
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
Semakin tinggi bahan organik maka akan
semakin besar pula total bakteri (Putra et al.,
2014). Sehingga total bakteri yang tinggi
diduga karena masih banyak terdapat bahan
organik dari air leri yang masih tersuspensi
dalam air. Dugaan ini juga berdasarkan dari
pengamatan warna air pada P3 yang masih
berwana coklat hingga akhir pengamatan, yang
menandakan masih banyaknya bakteri
tersuspensi dalam air untuk mengurai bahan
organik dari air leri.
Berdasarkan hasil penelitian Burford et
all.,(2014)
memperoleh total bakteri di
tambak dari air berkisar 5.06 x 107 sel/ml dan
27 – 51% dari bakteri akan berasosiasi menjadi
flok. Total bakteri yang diperoleh dari hasil
penelitian lebih tinggi dibandingakan hasil
penelitian yang dilakukan pada tambak, pada
P2 total bakteri mencapai 8,28 log CFU/ml
(TSA), 8,28 (1/20 PYBG), sedangkan pada P3
8,38 log CFU/ml (TSA), 8,27 (1/20 PYBG). Total
bakteri yang diperoleh dari penelitian di
tambak sudah dapat membentuk bioflok,
sehingga dengan total bakteri yang lebih tinggi
pada hasil penelitian dapat dianggap bahwa
total bakteri dari perlakuan air leri sudah dapat
memenuhi untuk terbentuknya bioflok. Pada
sampel flok yang diperoleh P3 memiliki total
bakteri tertinggi yaitu 760 log cfu/g pada
media TSA dan 6,72 pada media 1/20 PYBG.
Sedangkan P2 7.16 log cfu/g pada media TSA
dan 6,48 log cfu/g pada media 1/20 PYBG.
Tabel 1. Kualitas air selama pembentukan
bioflok
Parameter
Kisaran selama
Satuan
Penelitian
DO
2,68-7,13
mg/l
pH
4,5-7,5.
o
Suhu
25-29
C
Parameter kualitas air selama penelitian
masih sesuai untuk pertumbuhan bakteri,
kecuali DO yang sempat mengalami
penurunan. Pada proses pembentukan bioflok
bakteri dibutuhkan oksigen untuk penguraian.
Sudaryono (2010) oksigen pada pembentukan
bioflok sebaiknya >4 mg/l. Konsentrasi DO
pada saat penelitian sempat berada di bawah 4
ISSN : 2460-9226
mg/l, dikarenakan pada hari itu kemungkinan
aktivitas bakteri semakin meningkat untuk
mengurai bahan organik, namun disaat itu juga
penggunaan aerasi di laboratorium juga
semakin banyak,
yang mengakibatkan
kemampuan blower semakin menurun.
Sehingga untuk mengatasinya dilakukan
penambahan aerator. Setelah digunakan
aerator konsentrasi DO terus meningkat dan
dapat memenuhi kebutuhan bakteri.
b) Total Amonia Nitrogen
Berdasarkan hasill penelitian dapat dilihat
pada grafik kandungan TAN pada P1 terlihat
cenderung pada konsentrasi 0 mg/l, berbeda
dengan yang terlihat pada P2 dan P3 yang
terlihat
mengalami
peningkatan
dan
penurunan.
Selama proses pembentukan bioflok pada
perlakuan P2 dan P3 diduga terjadi proses
penyerapan senyawa nitrogen oleh bakteri
(imobilisasi), dan juga pelepasan senyawa
nitrogen
karena
proses
penguraian
(mineralisasi) yang mengakibatkan perubahan
konsentrasi TAN. Kedua proses tersebut
dilakukan bakteri untuk memperoleh nutrien.
Proses imobilisasi dan mineralisasi terjadi
pada bakteri yang mengonsumsi detritus. Jika
detritus memiliki kandungan N rendah,
mikroorganisme harus mengambil N dari
lingkungan, dan apabila kelebihan N akan
dilepaskan ke lingkungannya (Robertson and
Groffman, 2007). Proses imobilisasi N terlihat
pada awal penelitian, dimana kandungan TAN
awalnya 1 mg/l pada hari ke-4 mengalami
penurunan menjadi 0,5 mg/l, pada saat itu
warna air sudah sedikit coklat menandakan
bakteri mulai berkembang. Penurunan TAN
sepertinya dikarenakan bakteri menyerap
nitrogen berupa
yang terdapat di air
dibandingkan memineralisasi protein sebagai
sumber N yang terdapat pada air leri, karena
bentuk
yang lebih sederhana sehingga
langsung diserap oleh bakteri. Kebanyakan
bakteri cenderung memanfaakan ammonia
dalam bentuk NH4+ daripada NH3 hal tersebut
berkaitan dengan fisiologis metabolik bakteri
(Sukenda et all., 2006).
68
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
ISSN : 2460-9226
Gambar 4. Grafik total amonia nitrogen pada proses pemebentukan bioflok
Sedangkan pada P1 kemungkinan imobilisasi
didominasi bakteri nitrifikasi, diduga karena
kecil kemungkinan bakteri heterotrof dapat
tumbuh pada P1, hal ini berkaitan dengan
ketersediaan bahan organik untuk diurai pada
P1.
Proses mineralisasi unsur nitrogen sudah
mulai terlihat pada pengamatan hari ke-10
yang hanya terjadi pada P2 dan P3 yang
ditandai dengan meningkatnya kandungan
TAN. Pada air leri mengandung karbohidrat
serta protein yang banyak terdapat pada
pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis
(Puspitarini, 2011 dalam Asngad et al., 2013).
Pengamatan hari ke-13 aktivitas penguraian
semakin
berkurang
ditandai
dengan
menurunannya konsentrasi TAN, selain itu juga
diduga bersamaan dengan aktivitas bakteri
nitrifikasi yang mengubah amonia ke bentuk
lain seperti nitrit dan nitrat.
Pengamatan hari ke-16 konsentrasi TAN
pada P2 mengalami penurunan, dimana bioflok
juga sudah sangat jelas terlihat yang terdapat
di dasar akuarium. Berbeda dengan P3 yang
juga sudah terlihat banyak bioflok tetapi
kandungan TAN yang terus meningkat karena
masih terjadi proses penguraian. Warna air
yang masih keruh diduga karena masih banyak
terdapat bakteri tersuspensi untuk mengurai
bahan organik terlarut. Proses penguraian akan
menghasilkan
amonia,
sehingga
akan
berbahaya apabila ikan langsung dimasukan ke
dalam media, namun pada saaat penelitian
ikan dimasukkan saat konsentrasi sudah dalam
batas aman bagi ikan.
Konsentrasi TAN pada P2 hari ke-25
kembali mengalami peningkatan namun yang
terjadi bukan proses penguraian bahan organik
dari air leri melainkan kemungkinan terjadi
kematian bakteri. Massa sel mikroorganisme
yang mati akan mengalami autolysis sehingga
sitoplasmanya keluar dari dalam sel. RNAprotein yang merupakan senyawa yang
terkandung dalam sitoplasma diurai oleh
mikroorganisme lain yang masih hidup menjadi
senyawa yang lebih sederhana kemudian
menghasilkan amonia (Khasani, 2007).
c) Hubungan Total Amonia Nitrogen dan
Total Bakteri Aerob
Hasil perolehan total bakteri aerob dan
total
amonia
nitrogen
pada
proses
pembetukan bioflok kemudian dianalisis
regresi sederhana, untuk melihat hubungan
total bakteri aerob terhadap total amonia
nitrogen.
Gambar 5. Grafik regresi total bakteri aerob
(TSA) dan TAN
69
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
Gambar 6. Grafik regresi total bakteri aerob
(1/20 PYBG) dan TAN
Berdasarkan analisis regresi antara total
bakteri aerob dan TAN pada media TSA
diperoleh persamaan Y= 5,5115+0,5746x, yang
artinya setiap 1 log CFU/ml bakteri terjadi
peningkatan amonia sebesar 6,0861 mg/l.
Sedangkan persamaan regresi sederhana dari
TAN dan total bakteri aerob pada media 1/20
PYBG diperoleh Y = 4,4177+0,7572, yang
artinya setiap 1 log CFU/ml bakteri terjadi
peningkatan amonia sebesar 5.1749 mg/l. Nilai
koefisien korelasi (r) = 0.0076 pada media TSA,
dan r = 0.08675 pada media 1/20 PYBG
menujukan
bahwa
tidak
terdapatnya
hubungan antara total bakteri aerob pada
media TSA maupun dari media 1/20 PYBG
dengan TAN. Nila koefisiesn determinasi (R)
diperoleh = 0.0046 menunjukan bahwa total
bakteri pada media TSA tidak berpengaruh
signifikan terhadap nilai TAN, dimana total
bakteri berpengaruh hanya 0.46 % sisanya
99,54% dipengaruhi faktor lain. Begitu juga
sama halnya dari media 1/20 PYBG dimana
nilai R= 0.0076 menunjukan bahwa total
bakteri berpengaruh hanya 0.76 % sisanya
99,24% dipengaruhi faktor lain. Oleh karena itu
persamaan regresi yang diperoleh tidak dapat
digunakan untuk memprediksi konsentrasi TAN
berdasarkan total bakteri.
Aktivitas bakteri heterotroph dan
nitrifikasi
secara
langsung
akan
mempengaruhi konsentrasi TAN. Faktor yang
mengakibatkan total bakteri tidak terdapat
hubungan dan pengaruh dengan TAN, diduga
karena kedua bakteri tersebut tidak terukur
ISSN : 2460-9226
pada media yang digunakan, ataupun dugaan
lainnya jumlah total bakteri dari kedua bakteri
tersebut dipengaruhi oleh bakteri lain yang
juga dapat tumbuh pada kedua media
tersebut, mengingat kedua media bukan media
selektif
yang
dikhususkan
untuk
menumbuhkan bakteri haterotrof dan bakteri
nitrifikasi. Selain itu mungkin saja dikarenakan
pengukuran bakteri yang terukur merupakan
total bakteri yang artinya menghitung semua
koloni bakteri tanpa mengetahui jenisnya yang
tumbuh baik pada media agar TSA maupun
media agar PYBG. Penyebab lainnya mungkin
juga dikarenakan alat ukur teskit SERA®
ketelitiannya kurang sehingga konsentrasi TAN
yang terukur kemungkinan tidak sesuai dengan
konsentrasi TAN yang sebenarnya.
2) Daya Dukung Bioflok Terhadap
Pertumbuhan Ikan Nila
Bioflok biasanya digunakan sebagai pakan
tambahan, dimana pada awalnya bakteri
memanfaatkan pakan dan bakteri berkembang
kemudian
membentuk
bioflok
yang
selanjutnya menjadi pakan ikan. Pada
penelitian ini bioflok digunakan sebagai satusatunya sumber makanan bagi ikan, untuk
mengetahui apakah bioflok yang terbentuk
dari sumber karbon air leri cukup untuk
mendukung pertumbuhan ikan dilakukan uji
anova, namun berdasarkan uji kenormalan
Liliefors (Kolmogorov-Smirnov) menunjukan
sebaran data tidak normal (P>0.05), maka tidak
dapat dilanjutkan ke uji statistic parametric
ANOVA yang menyaratan sebaran data normal.
Gambar 7. Grafik pertumbuhan panjang ikan
nila
69
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
Gamar 8. Grafik pertumbuhan berat ikan nila
Berdasarkan grafik terlihat pemberian
bioflok tidak memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan berat maupun panjang ikan nila.
Ikan nila yang tidak diberi bioflok dan yang
diberi bioflok tidak mengalami pertumbuhan
panjang dan mengalami penurunan berat.
Hasil perhitungan pertumbuhan panjang ikan
uji nilai median pada ketiga perlakuan adalah
0, sedangkan nilai median pertumbuhan berat
pada P1 = -0.4, P2 = -2.05, P3 = -1,75. Walapun
terlihat nilai median tersebut perlakuan yang
diberi bioflok terlihat P3 lebih baik dibanding
dengan P2, dan P1 terlihat lebih baik dari
kedua perlakuan yang diberi bioflok hal ini
bukan berati baik karena pada dasarnya semua
ikan adalah menyusut atau pertumbuhan
beratnya minus.
Bioflok umumnya memiliki kandungan
nutrisi salah satunya adalah protein. Protein
merupakan nutrien yang sangat dibutuhkan
ikan untuk pertumbuhan. Hasil penelitian yang
diperoleh pada benih udang vaname (PL-11)
dengan hanya pemberian bioflok padat 3-20%
dari bobot udang/hari selama 30 hari,
diperoleh pertumbuhan panjang dan berat
bagi benih udang vaname (Rulianty et al.,
2013). Hasil penelitian diperoleh tidak terdapat
pertumbuhan ikan nila yang dipelihara, diduga
bahwa bioflok yang diberikan kualitas cukup
tapi kuantitas tidak mencukupi, sehingga
terjadi penurunan pertumbuhan ikan. Oleh
karena itu agar kuantitas terpenuhi mungkin
perlu dilakukan pemberian bioflok secara
terus-menerus.
Kualitas air selama pemeliharaan masih
sesuai untuk pemeliharaan ikan nila.
ISSN : 2460-9226
Tabel 2. Kualitas air selama pemeliharaan ikan
nila
Parameter Kisaran
selama Satuan
penelitian
DO
4-7 mg/l
mg/l
pH
6-7
o
Suhu
24-28
C
Amonia
0-0057
mg/l
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pertumbuhan total bakteri aerob terus
mengalami penurunan seiring dengan
terbentuknya bioflok. Total bakteri pada
air terendah diperoleh P2 (50% air leri)
saat bioflok sudah terlihat jelas terbentuk
secara visual. P3 (100% air leri) memiliki
total bakteri pada flok tertinggi yaitu 760
log cfu/g pada media TSA, dan 6,72 pada
media 1/20 PYBG.
2. Perubahan TAN pada perlakuan air leri
dipengaruhi oleh aktivitas mineralisasi dan
imobilisasi bakteri. Konsentrasi TAN pada
P2 menurun saat bioflok sudah terlihat
jelas terbentuk secara visual. Total bakteri
tidak memiliki korelasi yang erat terhadap
perubahan TAN, dengan nilai r = 0.0076
pada media TSA, dan nilai r = 0,08675
pada media PYBG.
3. Pemberian bioflok yang hanya diberikan 1
kali diawal penelitian dan tanpa
pemberian pakan tambahan selama 15
hari pemeliharaan ternyata tidak dapat
mendukung pertumbuhan ikan nila : tidak
terlihat pertumbuhan panjang yang berati,
dan ikan cenderung mengurus.
DAFTAR PUSTAKA
APHA. 1998. Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater
American Public Health Association,
Washington.-hlm.
Asaduzzaman, M., M. A. Wahab, M. C. J.
Verdegem, S. Huque, M. A. Salam, and M. E.
Azim. 2008. C/N Ratio Control and
70
J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 63-71. April 2016.
Substrate
Addition
for
Periphyton
Development Jointly Enhance Freshwater
Prawn
Macrobrachium
rosenbergii
Production in Ponds. Aquaculture (280)
117–123.
Asngad, A., P. Astuti dan I. K. Rahmawati. 2013.
Pemanfaatan Limbah Air Cucian Beras Ir-36
Dan Ir-64 (Air Leri) Untuk Pembuaatan Sirup
Melalui
Proses
Fermentasi
Dengan
Penambahan Bunga Rosella Sebagai
Pewarna Alami. Seminar Nasional X
Pendidikan Biologi Fkip Uns.
Azim M. E., and D. C. Little. 2008. The biofloc
technology (BFT) in indoor tanks: water
quality, biofloc composition, and growth
and welfare of Nile tilapia (Oreochromis
niloticus). Aquaculture (283) 29-35.
Burford, M. A., P. J. Thompson, R. P. Mclntosh,
R. H. Bauman, and D. C. Pearson. 2014. The
contribution of flocculated material to
shrimp (Litopenaeus vannamei) nutrition in
a high-intensity, zero exchange system.
Aquaculture vol. 232.
Chamberlain, G., Y. Avnimelech, R. P.
McIntosh, and M. Valasco. 2001.
Advantages of Aerated Microbial Reuse
Systems With Balanced C:N. The Advocate.
p. 50-54. Advantages of Aerated Microbial
Reuse Systems With Balanced C:N. Practical
Applications. The Advocate. October 2001.
51-54.
Crab, R., B. Chielens, M. Wille, P. Bossier, and
W. Verstraete. 2010. The effect of different
carbon source on the nutritional value of
biofloc, a feed for Machrobrachium
rosenbergii
postlarvae.
Aquaculture
Researce (41) 559- 567.
Effendie, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan.
Yayasan Dewi Sri. Bogor
Hargreaves, J. A. 2013. Biofloc Production
Systems for Aquaculture. Southern Regional
Aquaculture Center Publication no.4503.
Khasani, I. 2007. Aplikasi Probiotik Menuju
Sistem Budidaya Perikanan Berkelanjutan.
Media Akuakultur (2)
Puspitarini, dan Margaret. 2011. Air cucian
Beras Bisa Tumbuhkan Tanaman. tersedia:
http://kampus.okezone.com/read/2011/10/
18/372/517127/air-cucian-beras-bisa-
ISSN : 2460-9226
suburkan - tanaman. diakses pada tanggal
22 november 2012.
Putra, S.J. W., M. Nitisupardjo, dan N.
Widyorini. 2014. Analisis Hubungan Bahan
Organik Dengan Total Bakteri Pada Tambak
Udang Intensif Sistem Semibioflok di
BBPBAP Jepara. Diponegoro Journal of
Maquares (3) 121-129.
Robertson, G.P., and P. M. Groffman. 2007.
Nitrogen Transformations. E.A. Paul, ed. Soil
Microbiology, Biochemistry, and Ecology.
Springer, New York, New York, USA. 341364.
Rohmana, D. 2009. Konversi Limbah Budidaya
Ikan Lele, Clarias Sp. Menjadi Biomassa
Bakteri Heterotrof Untuk Perbaikan Kualitas
Air
Dan
Makanan
Udang
Galah
Macrobrachium Rosenbergii. Tesis. Sekolah
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 64
hlm.
Rulianty, L., M. Soleh, dan A. Nur. 2013.
Pemanfaatan Teknologi Biofloc Dalam
Pemeliharaan Benih Bandeng Chanos
Chanos F. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur 2013. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan Budidaya.
Cetakan ke-1.
Sukenda, P., Hadi, dan E. Harris. 2006.
Pengaruh Pemberian Sukrosa Sebagai
Sumber Karbon Dan Probiotik Terhadap
Dinamika Populasi Bakteri Dan Kualitas Air
Media
Budidaya
Udang
Vaname,
Litopenaeus Vannamei. Jurnal Akuakultur
Indonesia. (2) 179-190.
Sudaryono, A. 2010. Rasio C/N Sebagai
Pengendali Unsur N Anorganik Dalam
Sistem Budidaya Perairan Dengan Teknologi
Bioflok (BFT). Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Universitas
Diponogoro.
Semarang, 6 hlm.
71
Download