107 STANDAR KOMPETENSI PROFESIONAL

advertisement
107
STANDAR KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Oleh:
Wahyudi
(Ilmu Pendidikan, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)
Abstrak: Keberhasilan guru dalam melaksanakan pendidikan dan
pembelajaran tidak terlepas dari kompetensi yang dimilikinya. Betapapun
tinggi semangat dan motivasi yang dipunyai oleh guru, maka kinerja guru
tidak dapat maksimal jika tidak dimbangi dengan penguasaan kompetensi
profesional yang dipersyaratkan. Kompetensi profesional mencakup sub
kompetensi sebagai berikut: (1). menguasai substansi keilmuan yang
terkait dengan bidang studi, menguasai konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari, dan (2). menguasai langkah-langkah penelitian dan
kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi
bidang studi.
Kata Kunci: Kompetensi Profesional, Substansi Keilmuan, Penelitian Praktis.
Pendahuluan
Kualitas pendidikan ditentukan
oleh berbagai faktor dominan antara
lain; guru, kepemimpinan kepala
sekolah, sarana dan prasarana sekolah
termasuk kelengkapan buku, media/alat
pembelajaran, perpustakaan sekolah,
tanpa terkecuali kurikulum yang sesuai
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan kebutuhan peserta
didik. Dari sejumlah faktor dominan
dimaksud, guru menempati posisi
sentral karena bertanggung jawab
langsung dalam proses pembelajaran
di kelas dan sekaligus membimbing
perkembangan anak didik dalam
aspek kepribadian dan sosial. Karena
itu agar proses pembelajaran dan
bimbingan yang dilakukan guru dapat
terarah dan mencapai tujuan yang
ditetapkan
maka
guru
harus
menguasai kompetensi-kompetensi;
pedagogik, kepribadian, profesional,
dan kompetensi sosial. Sebagaimana
diamanatkan
oleh
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan bahwa pendidik
harus memiliki kompetensi sebagai
agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi;
(1).
kompetensi
pedagogik,
(2).
kompetensi
kepribadian,
(3). kompetensi profesional, dan
(4). kompetensi sosial. Keempat
kompetensi dimaksud dibutuhkan
dalam aktivitas pendidikan dan
sebagai pedoman perilaku guru dalam
melaksanakan tugas di sekolah
maupun dalam hubungannya dengan
stakeholder bidang pendidikan.
Kompetensi profesional sebagai
salah satu pilar pendukung peningkatan
kualitas guru perlu dikembangkan
sejalan dengan kebutuhan lingkungan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Raka
Joni (1992:25) bahwa, kemampuan
profesional guru diupayakan terusmenerus berkembang sesuai kebutuhan
lingkungan dan pertumbuhan jabatan
profesi. Sedangkan jabatan profesi
mengharuskan
anggotanya
untuk
mengembangkan bidang ilmu yang
108
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010
menjadi landasan dan pedoman kerja
terutama dalam melayani masyarakat.
Kompetensi profesional merupakan
kemampuan yang berkenaan dengan
penguasaan materi pembelajaran
bidang studi secara luas dan
mendalam
yang
mencakup
penguasaan substansi isi materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah
dan
substansi
keilmuan
yang
menaungi materi kurikulum tersebut,
serta menambah wawasan keilmuan
sebagai guru (Depdiknas, 2006:5).
Hal yang sama dikemukakan oleh
Samana (1994:21) sebagai berikut:
“Guru
yang
berkualifikasi
profesional, yaitu guru yang tahu
secara mendalam tentang apa yang
diajarkannya,
cakap
cara
mengajarkannya secara efektif dan
efisien”. Kompetensi profesional
dijelaskan dalam bahan sosialisasi
sertifikasi guru mencakup sub
kompetensi
sebagai
berikut:
(1). menguasai substansi keilmuan
yang terkait dengan bidang studi
yaitu; memahami materi ajar yang
ada dalam kurikulum sekolah,
memahami struktur, konsep dan
metode keilmuan yang menaungi atau
koheren
dengan
materi
ajar,
memahami hubungan konsep antar
mata
pelajaran
terkait,
dan
menerapkan konsep-konsep keilmuan
dalam kehidupan sehari-hari, dan
(2). menguasai
langkah-langkah
penelitian dan kajian kritis untuk
menambah
wawasan
dan
memperdalam
pengetahuan/materi
bidang studi.
Untuk memahami lebih lanjut
tentang kompetensi profesional guru,
maka kajian lebih luas akan di
jelaskan dalam beberapa sub pokok
bahasan yang merupakan satu
kesatuan dari kompetensi profesional
guru. Sedangkan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai melalui unit ini
adalah agar peserta didik dapat:
(1). menjelaskan definisi profesional,
(2). mengklasifikasikan kompetensi
profesional ke dalam indikatorindikator inti dari kompetensi
profesional, (3). menguraikan arti dari
setiap
indikator-indikator
inti
kompetensi
profesional,
(4).
menjelaskan
pendekatan
bahan
pelajaran, (5). menjelaskan langkahlangkah
penelitian
praktis,
(6). mampu menjelaskan landasan
kurikulum.
Menguasai Materi Bidang Studi
dan Kurikulum Sekolah
Menguasai Materi Bidang Studi
Penguasaan materi bidang
studi merupakan kompetensi pertama
yang harus dimiliki guru sebagai
dasar untuk melaksanakan program
pembelajaran yang lebih bermakna.
Bahan bidang studi terdiri atas pokokpokok bahasan atau materi-materi
pelajaran yang disajikan setiap kali
tatap muka di kelas. Dijelaskan oleh
Jerrold E. Kemp (1994:83) bahwa
materi pelajaran memberikan inti
informasi yang diperlukan dalam
pokok bahasan, selanjutnya informasi
menumbuhkan pengetahuan dan hasil
akhirnya adalah pemikiran intelektual
dan pemahaman. Sedangkan pokok
bahasan adalah nama satuan atau
komponen mata pelajaran yang
membahas isi bidang pengetahuan
yang akan dipelajari.
Dalam perencanaan pembelajaran,
pokok bahasan dirinci ke dalam bagianbagian yang lebih kecil menjadi sub
pokok bahasan sebagai materi
pelajaran. Pada kenyataannya, guru
yang mengajar di sekolah tidak
mengajarkan bidang studi, tetapi
Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi)
mengajarkan bahan bidang studi atau
materi pelajaran.
Johnson (Tanjung dan Suryadi,
1999:81)
menjelaskan
bahwa
penguasaan materi terdiri atas
penguasaan bahan yang harus
diajarkan, dan konsep-konsep dasar
keilmuan dari bahan yang akan
diajarkan. Selanjutnya materi dapat
dikaji dari (1). sudut isi bahan, dan
(2). pendekatan bahan pelajaran.
Dikaji dari sudut materi,
bahan pelajaran dapat digolongkan
enam jenis yaitu; fakta, konsep,
prinsip, keterampilan, pemecahan
masalah, dan proses.
Bahan pelajaran yang berisi
fakta adalah bahan yang isinya terdiri
dari sejumlah fakta atau informasi
yang kebenarannya tidak diragukan
lagi karena dapat secara mudah
dipahami oleh yang berkepentingan.
Jika fakta dimaksud dikemudian hari
mulai dipertanyakan dan diperdebatkan
kebenarannya,
maka
dilakukan
pengkajian lebih lanjut melalui diskusi,
seminar, penelusuran terhadap bukubuku yang menginformasikan fakta
itu. Dilihat cara menguasai bahan
pelajaran yang berisi fakta dengan
cara
membaca
berulang
kali
kemudian menghafal. Fungsi daya
ingatan sangat besar perannya karena
bahan pelajaran yang bersifat fakta
umumnya bersumber dari pengalaman.
Bahan pelajaran yang berisi
konsep adalah bahan yang isinya
berupa gagasan, ide, pendapat, dalil
atau teori. Konsep itu bersifat abstrak,
namun akan menjadi nyata jika
diwujudkan dalam bentuk benda atau
perbuatan. Misalnya konsep tentang
bilangan genap dan ganjil yang
dilambangkan dalam angka 2, 6, 8
dan 3, 5, 9. Bahan bidang studi
konsep bersumber dari rasio dan
109
pengalaman, contoh lainnya tentang
pembaharuan pendidikan di indonesia
melalu manajemen berbasis sekolah
(MBS).
Bahan pelajaran yang berisi
prinsip, isinya berupa tuntunan
praktis untuk pelaksanaan kegiatan
tertentu. Bahan pelajaran yang
bersifat prinsip merupakan bahan
yang memberikan tuntunan bagi suatu
perbuatan yang diharapkan sehingga
setiap tindakan yang dilakukan dapat
dikontrol dengan baik. Contoh dalam
bidang pendidikan antara lain,
prinsip-prinsip belajar dan mengajar.
Bahan pelajaran yang berisi
keterampilan, terdiri dari atas
keterampilan-keterampilan
tertentu
yang harus dikuasai, terutama yang
menyangkut keterampilan motorik,
sebagai
contoh;
keterampilan
mengemas barang, keterampilan
menata ruangan. Bahan pelajaran
yang bersifat keterapilan banyak
terdapat dalam bidang studi kejuruan.
Cara mempelajarinya dengan tugas
dan latihan.
Bahan pelajaran yang berisi
pemecahan masalah adalah bahan
yang isinya mengandung unsur
pemecahan masalah. Dalam pokok
bahasan atau materi pokok, siswa
ditugasi untuk berfikir menghadapi
persoalan, kemudian diakhiri dengan
pengambilan kesimpulan. Pemecahan
masalah merupakan suatu proses yang
diawali dengan mengenali masalah
dilanjutkan
dengan
klasifikasi
masalah,
kemudian
pencarian
alternatif pemecahan masalah yang
terbaik diantara sederetan pilihan dan
diakhiri dengan tindakan atau tindak
lanjut dari alternatif yang ditetapkan
dan bila perlu dilakukan evaluasi.
Bahan pelajaran yang berisi
proses adalah bahan yang melukiskan
110
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010
proses terjadinya sesuatu seperti
proses terjadinya hujan, proses
terjadinya buah tanaman, ataupun
proses penguapan. Bahan pelajaran
yang bersifat proses bersumber dari
pengalaman. Cara mempelajarinya
melalui praktikum di laboratorium
atau studi lapangan.
Dikaji dari sudut pendekatannya,
bahan pelajaran dapat diklasifikasi ke
dalam empat bagian yaitu; bahan
pelajaran yang bersifat linier,
kumulatif,
praktikal,
dan
eksperimentasi.
Bahan pelajaran yang bersifat
linier yaitu bahan pelajaran yang
disusun secara berurutan dari yang
mudah kepada yang sukar, atau dari
yang
sederhana
kepada
yang
kompleks dan diajarkan secara
berangsur-angsur
sesuai
dengan
tingkat perkembangan anak. Dapat
pula dikatakan bahwa bahan pelajaran
ini disusun dari keadaan yang konkrit
melaju pada yang abstrak. Bahan
yang konkrit mudah dimengerti oleh
siswa, sebab bahan ini sangat
berhubungan dengan pengalaman
siswa. Bahan yang abstrak sulit
dicerna siswa karena di luar
pengalaman siswa. Oleh sebab itu
bahan yang konkrit lebih dulu
diberikan kepada siswa, kemudian
secara berangsur-angsur dikenalkan
bahan yang abstrak.
Bahan pelajaran kumulatif
disusun dalam serangkaian tingkatan
yang berkesinambungan seperti bahan
pelajaran yang bersifat linier. Siswa
mempelajari dari ruang lingkupnya
yang lebih luas dengan tidak
mementingkan
tingkatan-tingkatan
tertentu. Pendekatan metodologinya
adalah child centered, pengajaran
seluruhnya berpusat pada kebutuhan,
minat, dan perhatian siswa. Misalnya
pelajaran komunikasi sosial pada
bidang studi IPS, lebih dulu kita
ajarkan komunikasi pada umumnya
kemudian berangsur-angsur kita
ajarkan kumunikasi antar individu,
komunikasi
antar
golongan,
komunikasi dua arah, komunikasi
satu arah. Pelajaran IPS, PMP, atau
Geografi lebih berhasil diberikan
mulai dari keseluruhan menuju
kepada bagian-bagian.
Bahan pelajaran praktikal
dilaksanakan melalui drill atau
latihan, dapat pula dengan cara
demontrasi ataupun tugas. Strategi
pembelajaran menggunakan metode
demonstrasi sangat penting. Pelajaran
olah raga, seni tari ataupun kejuruan
banyak muatan bahan pelajaran
praktik. Pelajaran olah raga, seni tari
ataupun kejuruan, tujuannya tidak
hanya mencakup keterampilan yang
sederhana,
tetapi
lebih
lanjut
dikembangkan keterampilan yang
kompleks yang menjurus kepada
keterampilan profesional.
Bahan pelajaran eksperiensial
ini erat kaitannya dengan bahan
pelajaran praktikal, hanya saja pada
eksperiensial menekankan unsur
kreativitas.
Pendekatan
bahan
pelajaran ini diharapkan siswa
diharapkan dapat mengembangkan
kegiatannya dalam bentuk kreativitas,
tidak terlalu terikat oleh kebiasaankebiasaan tertentu. Bahan pelajaran
ini banyak memberikan kesempatan
kepada
setiap
siswa
untuk
menciptakan konsep atau gagasan
baru sehingga pelajaran lebih
berkembang ke arah yang lebih
sempurna. Sebagai contoh, guru
menanyakan manfaat serabut kelapa,
maka akan banyak muncul pemikiran
anak yang beraneka ragam, misal;
dapat dibuat sapu, untuk isi kasur,
Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi)
untuk hiasan dinding dan sebagainya.
Dengan
demikian
dapat
menumbuhkan
kreativitas
anak.
Dengan demikian, apabila guru dapat
mengkaji bahan pelajaran dari sudut
isi bahan dan pendekatannya dapat
menjadi dasar dalam menguasai
konsep-konsep dasar keilmuan dari
bahan yang akan diajarkan.
Menguasai Kurikulum Sekolah
Peningkatan
kualitas
penyelenggaraan
pendidikan
dilakukan melalui berbagai upaya,
antara lain membenahi sistem
pendidikan nasional, pengaturan
jenjang dan satuan pendidikan,
ataupun pemantapan kurikulum di
sekolah. Dari beberapa pengertian
tentang kurikulum, pada umumnya
kurikulum dipandang sebagai suatu
rencana
yang
disusun
untuk
memperlancar proses pembelajaran
di bawah bimbingan dan tanggung
jawab
sekolah
atau
lembaga
pendidikan beserta staf pengajarnya.
Namun demikian ada sejumlah ahli
yang berpendapat bahwa kurikulum
bukan hanya meliputi semua kegiatan
yang direncanakan melainkan juga
peristiwa-peristiwa yang terjadi di
bawah pengawasan sekolah, termasuk
kegiatan ekstra kurikuler.
Sejalan dengan pengertian di
atas, maka fungsi kurikulum bagi
guru adalah sebagai pedoman
pelaksanaan
kegiatan
belajar
mengajar. Melalui kurikulum, guru
dapat menyusun program pengajaran.
Karena itu guru sebagai pendidik dan
agen pembelajaran harus menguasai
dan
sekaligus
mampu
mengembangkan kurikulum agar
sesuai dengan perkembangan ilmu
dan teknologi serta kebutuhan peserta
didik. Menguasai kurikulum bidang
111
studi berarti dapat
merumuskan
standar kompetensi bidang studi,
dapat menentukan kompetensi dasar,
memilih materi pokok, mampu
melaksanakan kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan strategi yang
tepat, dapat melakukan penilaian,
sesuai alokasi waktu, mampu
memanfaatkan sumber dan alat
pembelajaran.
Pengembangan
kurikulum
adalah suatu proses yang menentukan
suatu pembuatan kurikulum yang
akan berjalan (Dimyati dan Mudjiono,
1999:264). Agar pengembangan
kurikulum sesuai dengan tuntutan
kebutuhan lingkungan, maka diperlukan
landasan-landasan pengembangan.
Landasan
pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi dari
Depdiknas (2004) sebagai determinan
atau faktor penentu pengembangan
kurikulum adalah landasan filosofis,
landasan sosial budaya dan agama,
landasan ilmu pengetahuan, dan
landasan kebutuhan masyarakat.
Landasan
filosofis
pengembangan kurikulum adalah
hakekat realitas, ilmu pengetahuan,
sistem nilai, keindahan, dan hakekat
pikiran yang ada dalam masyarakat.
Pendidikan ada dan berada dalam
kehidupan masyarakat sehingga yang
dikehendaki oleh masyarakat untuk
dilestarikan diselenggarakan melalui
pendidikan.
Dengan
demikian
pandangan dan wawasan yang ada
dalam
masyarakat
merupakan
pandangan dan wawasan dalam
pendidikan, atau dapat dikatakan
bahwa filsafat yang hidup dalam
masyarakat merupakan landasan
filosofis penyelenggaraan pendidikan.
Landasan sosial, budaya dan
agama. Realitas sosial, budaya dan
agama yang ada dalam kehidupan
112
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010
masyarakat merupakan bahan kajian
pengembangan kurikulum. Nilainilai keagamaan berhubungan erat
dengan kepercayaan masyarakat
terhadap ajaran dan nilai-nilai agama
yang dianut. Karena itu nilai
keagamaan berhubungan dengan
kepercayaan, maka pada umumnya
bersifat langgeng sampai masyarakat
pemeluknya melepaskan kepercayannnya.
Sedangkan nilai sosial budaya masyarakat
bersumber pada hasil karya akal budi
manusia, sehingga dalam menerima,
menyebarluaskan, melestarikan atau
melepaskannya manusia menggunakan
akalnya.
Landasan ilmu pengetahuan.
Mengingat pendidikan merupakan
upaya penyiapan siswa menghadapi
perubahan yang semakin pesat,
termasuk didalamnya perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka
pengembangan kurikulum haruslah
berlandaskan ilmu pengetahuan.
Sukmadinata (1988:82) mengemukakan
bahwa
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi secara
langsung
menjadi
isi/materi
pendidikan. Sedangkan secara tidak
langsung,
pendidikan
dapat
membekali masyarakat agar mampu
memecahkan masalah yang dihadapi
sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Landasan kebutuhan masyarakat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin cepat pada saat
ini secara otomatis akan mempengaruhi
kehidupan masyarakat pada umumnya.
Kehidupan masyarakat mengalami
perubahan, kebutuhan juga mengalami
perubahan.
Pendidikan
harus
mengantisipasi
kebutuhan
yang
dirasakan masyarakat. Karena itu
pengembangan kurikulum diisi dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern
sehingga pendidikan dapat membantu
mengatasi masalah di masyarakat.
Landasan
perkembangan
masyarakat. Perkembangan masyarakat
pada tiap komunitas berbeda, ada yang
lambat dan ada yang sangat cepat.
Perkembangan masyarakat dipengaruhi
oleh falsafah hidup, nilai-nilai, iptek, dan
kebutuhan yang ada dalam masyarakat
(Dimyati & Mudjiono, 1999:272). Lebih
lanjut dikemukakannya, falsafah hidup
akan
mengarahkan
perkembangan
masyarakat, nilai-nilai sosial budaya akan
merupakan penyaringan nilai-nilai lain
yang menghambat perkembangan dan
kebutuhan
masyarakat.
Untuk
menciptakan proses pendidikan yang
sesuai
dengan
perkembangan
masyarakat, maka diperlukan kurikulum
yang
berdasarkan
perkembangan
masyarakat itu sendiri.
Merujuk pada landasan-landasan
pengembangan kurikulum sebagaimana
di jelaskan di atas, selanjutnya memilih
pendekatan kurikulum yang serasi untuk
menentukan mata pelajaran/mata kuliah
yang akan disajikan, termasuk ruang
lingkup dan konsekuensinya yang dapat
mencapai tujuan lembaga pendidikan.
Pendekatan pengembangan kurikulum
secara umum meliputi; (1). pendekatan bidang
studi, (2). pendekatan interdisipliner,
(3).
pendekatan
rekonstruksionisme,
(4). pendekatan humanistik, (5). pendekatan
(accountability),
pertanggungjawaban
(6). pendekatan pembangunan nasional.
Pendekatan bidang studi
menggunakan bidang studi atau mata
pelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum. Yang diutamakan oleh
pendekatan bidang studi adalah
penguasaan dan proses dalam disiplin
ilmu tertentu. Pendekatan ini lebih
mudah
dibandingkan
dengan
pendekatan lainnya karena disiplin
ilmu telah jelas batasannya dan lebih
Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi)
mudah dipertanggungjawabkan apa
yang diajarkan.
Pendekatan
interdisipliner,
pendekatan interdisipliner berusaha
mengintegrasikan beberapa disiplin
atau mata pelajaran yang saling
berkaitan agar siswa memahami ilmu
pengetahuan tidak secara parsial
tetapi merupakan bagian integral dari
kehidupan. Pendekatan interdisipliner
bermanfaat bagi siswa agar memahami
hubungan yang komplek antara
kejadian-kejadian alam maupun sosial
secara utuh dan komprehensif.
Pendekatan rekonstruksionisme,
pendekatan ini juga disebut rekonstruksi
sosial karena memfokuskan kurikulum
pada masalah-masalah penting yang
dihadapi dalam masyarakat, seperti
polusi udara, rasialisme, urbanisasi,
kemiskinan
di
kota,
masalah
ketidakadilan, hak asasi manusia.
Terdapat
dua
aliran
utama
rekonstruksionisme yang berbeda
pandangan terhadap kurikulum, yakni
rekonstruksionisme konservatif dan
rekonstruksionisme radikal. Aliran
rekonstruksionisme
konservatif
menginginkan agar pendidikan ditujukan
kepada peningkatan mutu kehidupan
individu maupun masyarakat dengan
mencari
penyelesaian
masalahmasalah yang paling mendesak yang
dihadapi masyarakat.
Sedangkan
aliran rekonstruksionisme radikal
berpendapat bahwa pendidikan formal
dan non formal di suatu negara
mengabdikan diri demi tercapainya
orde
sosial
baru
berdasarkan
pembagian kekuasaan dan kekayaan
yang lebih adil dan merata. Kelompok
ini ingin menggunakan pendidikan
untuk merombak tata sosial dan
lembaga-lembaga sosial yang ada dan
membangun struktur sosial baru.
Aliran ini mengembangkan sekolah
113
yang tidak humanis serta digunakan
sebagai alat golongan elit untuk
mempertahankan status quo.
Pendekatan
humanistik,
pendekatan
ini
memusatkan
kurikulum pada siswa “studentcentered”,
dan
mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai
prasyarat dan sebagai bagian integral
dari proses belajar. Para pendidik
humanistik berkeyakinan bahwa
aspek
mental
dan
emosional
dipandang penting dalam kurikulum.
Pendidikan yang berpusat pada siswa
memfokuskan
kurikulum
pada
kebutuhan siswa baik personal
maupun sosial. Siswa pada kelas
rendah diajarkan cara bergaul, saling
tukar pengalaman, sopan santun
dalam berperilaku, mengembangkan
rasa percaya akan kemampuan diri.
Pendekatan
Pertanggungjawaban
(accountability), yaitu pertanggungjawaban
lembaga
pendidikan
dalam
melaksanakan
tugas
kepada
masyarakat. Walaupun pendekatan ini
bukan sesuatu yang baru, namun
mulai mendominasi kurikulum tahun
1990-an dan mengharuskan sistem
pendidikan agar lebih memperhatikan
pengukuran efektivitas berdasarkan
standar akademis yang ditetapkan.
Suatu sistem pendidikan yang
akuntabel menentukan standar dan
tujuan yang jelas serta mengukur
efektivitasnya
berdasarkan
taraf
keberhasilan siswa mencapai standar
itu.
Pendekatan
pembangunan
nasional berorientasi pada sistem
politik negara yang menentukan
peranan, hak dan kewajiban tiap
warga negara. Peranan pendidikan
adalah mempersiapkan siswa agar
memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap untuk disumbangkan
114
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010
kepada kesejahteraan umum sebagai
warga
negara
aktif.
Sistem
pendidikan diatur hingga mampu
menghasilkan tenaga kerja menurut
spesifikasi yang telah diproyeksikan
dalam batas kemampuan keuangan
negara. Para pengembang kurikulum
bertugas untuk mendesain program
yang sesuai dengan analisis jabatan
yang akan ditempati. Suatu sistem
rekruitment
dan
seleksi
yang
komprehensif harus disusun untuk
menjaring orang yang mempunyai
bakat sesuai dengan program tertentu.
Landasan dan pendekatan
pengembangan
kurikulum
sebagaimana dijelaskan di atas dapat
menjadi pedoman dalam merancang
kurikulum yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
tuntutan kebutuhan masyarakat dan
peserta didik.
Mampu
Menerapkan KonsepKonsep
Keilmuan
dalam
Kehidupan Sehari-hari
Ilmu pengetetahuan yang
dipelajari siswa di sekolah paling
tidak dapat membekali seperangkat
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
wawasan untuk menjadi warga negara
yang cerdas, bertanggung jawab dan
mampu hidup secara mandiri.
Sedangkan guru sebagai agen
pembelajaran tidak hanya pandai
mengajarkan konsep, struktur dan
metode keilmuan yang menaungi atau
koheren dengan materi pelajaran
tetapi juga dapat menerapkan konsepkonsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari
dan
selanjutnya
memberikan contoh kepada siswanya.
Sebagaimana dijelaskan dalam
Pengembangan
Kurikulum
dan
Sistem
Penilaian
Berbasis
Kompetensi
(Depdiknas,
2003)
bahwa
materi
pelajaran
yang
dikembangkan
harus
ilmiah,
berdasarkan
kebutuhan
siswa,
sistematis dan relevan dengan
kehidupan siswa sehari-hari. Karena
itu konsep manajemen berbasis
sekolah (MBS) yang memberikan
kewenangan secara luas dan nyata
kepada satuan pendidikan dalam
mengembangkan sekolah agar lebih
bermutu sangat relevan dengan
harapan masyarakat. Supriadi (1998:
300) mengemukakan bahwa dimensi
instrumental dari mutu pendidikan
mempersyaratkan keluaran pendidikan
haruslah relevan dengan tuntutan kerja
dan perubahan sosial. Konsekuensinya
dalam mengembangkan kurikulum
dan bahan ajar harus mengantisipasi
perubahan sosial yang terjadi dan
materi pelajaran di sekolah sesuai
dengan tuntutan dunia kerja dan
memberikan bekal kehidupan bagi
peserta didik.
Ada kecenderungan kuat
bahwa secara kualitatif, prestasi
belajar siswa lebih diukur dari
dimensi instrumentalnya daripada
dimensi instrinsik yang menunjuk
pada pada pengajaran sebagai wahana
untuk mengembangkan manusia yang
bermutu dari segi sikap, kepribadian,
dan kemampuan intelektual sesuai
dengan tuntutan tujuan pendidikan
nasional.
Menguasai Langkah-Langkah
Penelitian
Guru dalam melaksanakan
pembelajaran seringkali dihadapkan
pada masalah-masalah antara lain;
siswa kurang termotivasi dalam
belajar, siswa tidak disiplin dalam
belajar dan tidak mentaati peraturan
sekolah, siswa tidak mau bekerjasama
dengan teman sekelas, siswa kurang
Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi)
perhatian pada guru, siswa kurang
percaya diri sehingga tidak mau
menjawab pertanyaan guru ataupun
siswa tidak dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru.
Permasalahan-permasalahan tersebut
apabila dibiarkan dapa berakibat pada
menurunnya prestasi belajar siswa,
karena itu harus dicarikan solusinya.
Guru sering kali mencoba
menyelesaikan
masalah-masalah
pembelajaran terutama masalah yang
berkaitan dengan siswa, namun tidak
dilakukan secara sistematis sehingga
tidak terdokumentasi dengan baik dan
hasil yang dicapai tidak maksimal.
Untuk
dapat
menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan
pembelajaran, maka guru harus
mengetahui dan menguasai langkahlangkah penelitian praktis. Terdapat
beberapa jenis penelitian praktis yang
dapat digunakan oleh guru antara lain
penelitian eksperimen sederhana,
penelitian tindakan kelas (Classroom
action research), ataupun penelitian
deskriptif.
Penelitian deskriptif dirancang
untuk memperoleh informasi tentang
status gejala pada saat penelitian
dilakukan (Arry, D., Jacobs, L.C. dan
Razavieh, A. 1982:415). Penelitian
deskriptif
diarahkan
untuk
menetapkan sifat suatu situasi pada
waktu penyelidikan itu dilakukan.
Dalam penelitian deskriptif tidak ada
perlakuan yang diberikan atau
dikendalikan sebagaimana dalam
penelitian eksperimen. Tujuan penelitian
deskriptif untuk melukiskan variabel atau
kondisi “apa yang ada” dalam suatu
situasi.
Penelitian
eksperimen
sederhana, penelitian eksperimen
adalah observasi di bawah kondisi
buatan (artificial condition), dimana
115
kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh
si peneliti. (Nasir, 1988:74). Dengan
demikian, penelitian eksperimen
adalah penelitian yang dilakukan
dengan
mengadakan
manipulasi
terhadap objek penelitian serta adanya
kontrol. Untuk eksperimen sederhana
paling tidak diperlukan dua kelompok
subyek, yaitu kelompok eksperimen
atau kelompok coba/perlakuan dan
kelompok pengendali. Tiap kelompok
tersebut dilakukan perlakuan yang
berbeda. Kelompok yang diberi
perlakuan baru atau perlakuan yang
berbeda dari biasa disebut kelompok
eksperimen, sedangkan kelompok
yang satu menerima perlakuan yang
biasa, kelompok yang tidak diberi
perlakuan baru disebut kelompok
pengendali. Selanjutnya dilakukan
pengukuran atau penilaian apakah ada
perbedaan perilaku atau prestasi
belajar sebagai akibat perlakuan baru
dibandingkan dengan kelompok yang
tidak diberi perlakuan baru tetapi
menerima perlakuan yang lama
tersebut. Jika ada perbedaan, apakah
perbedaan itu berarti ? (signifikan).
Penelitian tindakan kelas
(PTK) adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru dikelasnya
sendiri melalui refleksi diri dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar
siswa menjadi meningkat. (Wardhani,
Julaeha, dan Marsinah, 2004:7).
Penelitian tindakan kelas (PTK)
dimulai dengan adanya masalah yang
dirasakan guru dalam pembelajaran.
Masalah tersebut dapat berupa
persoalan yang berhubungan dengan
proses dan hasil belajar siswa yang
tidak sesuai dengan harapan guru,
atau hal-hal lain yang berkaitan
dengan perilaku mengajar guru dan
perilaku
belajar
siswa.
116
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010
Langkah
menemukan
masalah
dilanjutkan dengan menganalisis dan
merumuskan masalah, kemudian
merencanakan PTK dalam bentuk
merencanakan perbaikan, melakukan
tindakan, mengamati, dan melakukan
refleksi. Keempat langkah utama PTK
dimaksud,
yaitu
merencanakan,
melakukan tindakan, mengamati, dan
refleksi
merupakan
satu
daur/rangkaian atau siklus yang selalu
berulang.
Setiap pendekatan penelitian
mempunyai tahapan atau langkahlangkah
dalam
menjawab
permasalahan penelitian.
Secara
umum langkah penelitian diawali
dengan (1). memilih masalah,
(2).
merumuskan
masalah,
(3). merumuskan anggapan dasar,
(4).
memilih
pendekatan,
(5). menentukan sumber data dan
mengumpulkan data, (6). analisis
data, dan (7). menarik kesimpulan,
(Arikunto, 1998; Nasution, 1996;
Nasir, 1988).
Memilih masalah penelitian
merupakan langkah awal dari
serangkaian kegiatan
penelitian.
Masalah adalah segala sesuatu yang
mengandung ketidakpastian, keraguan
dan kesulitan sehingga menuntut
solusi atau jawaban. Masalah dapat
diperoleh dari pengalaman dalam
bidang yang ditekuni, studi literatur,
diberitahu oleh orang lain, ataupun
dari
observasi
di
lapangan
menemukan kejanggalan-kejanggalan
dalam praktek pendidikan dan
pengajaran. Yang penting dalam
memilih masalah peneliti menghayati
masalah secara baik, menarik untuk
diteliti, tidak bertentangan dengan
moral, dan dapat diteliti sesuai waktu
yang ditetapkan. Dan sebaiknya
masalah yang diangkat dalam
penelitian merupakan masalah yang
pemecahannya akan memberikan
sumbangan
kepada
bidang
pendidikan.
Merumuskan
masalah
penelitian, masalah penelitian harus
dirumuskan dengan jelas, tidak terlalu
luas, maka yang disebutkan hanya ciri
yang ditonjolkan oleh peneliti saja.
Rumusan masalah tidak mengandung
emosi, prasangka, atau unsur-unsur
yang tidak ilmiah. Kriteria lainnya,
rumusan masalah harus merupakan
dasar dalam membuat hipotesa, dan
rumusan masalah harus menjadi dasar
bagi judul penelitian. Selanjutnya
dalam menulis judul harus jelas dan
spesifik.
Konsep-konsep
utama
dimasukkan dan variabel-variabel
yang akan diselidiki perlu ditulis
dalam judul.
Merumuskan anggapan dasar,
setelah
merumuskan
masalah
penelitian,
peneliti
dapat
memperkirakan (prediction) hasil
yang akan dicapai dari suatu
penelitian.
Peneliti
memberikan
sejumlah asumsi dasar atau anggapan
dasar sebagai jawaban sementara
yang akan diuji dalam penelitian.
Perkiraan
temuan
tersebut
berdasarkan
pengamatan
atau
anggapan peneliti tentang judul
penelitian, namun belum ditetapkan.
Dugaan
sementara
(hipotesis)
ditetapkan setelah melakukan kajian
pustaka.
Memilih pendekatan, pendekatan
penelitian ditentukan setelah peneliti
menentukan dengan tegas variabel
penelitian. Pemilihan pendekatan
penelitian
berimplikasi
pada
penentuan populasi sasaran, metode
sampling
yang
dipilih,
besar
sampling, prosedur pengumpulan
Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi)
data, teknik analisis data, membuat
kesimpulan, ataupun rekomendasi.
Menentukan sumber data,
sumber data dalam penelitian adalah
subyek yang memberikan keterangan
atau informasi untuk keperluan
penelitian.
Apabila
peneliti
menggunakan
kuisioner
atau
wawancara dalam pengumpulan data,
maka sumber data disebut responden.
Apabila
peneliti
menggunakan
dokumentasi, maka dokumen atau
catatan yang menjadi sumber data,
sedangkan isi catatan adalah subyek
penelitian. Sumber data dapat juga
dari orang/person apabila ingin
mengetahui pendapat, pandangan
terhadap sesuatu keadaan atau
kejadian,
tekniknya
dengan
wawancara mendalam.
Analisis data, setelah data
terkumpul, sebaiknya segera di
analisis
agar
aktual
sehingga
mempermudah
untuk
di
interpretasikan. Secara garis besar,
analisis data meliputi (1). persiapan,
(2). tabulasi, dan (3). penerapan
data/mengolah data sesuai dengan
teknik analisis yang di pilih.
Menarik
kesimpulan,
kesimpulan
penelitian
harus
berdasarkan data yang diperoleh
dalam kegiatan penelitian. Dengan
kata lain, penarikan kesimpulan harus
didasarkan atas data, bukan atas
angan-angan atau keinginan peneliti
apalagi hanya menyenangkan pihak
pemesan dengan cara memanipulasi
data.
Langkah-langkah penelitian
berbeda pada setiap pendekatan
penelitian, namun secara umum
penjelasan di atas dapat dijadikan
pertimbangan bagi peneliti pemula
khususnya guru yang akan melakukan
penelitian
praktis.
secara
sederhana
117
dan
Melakukan Kajian Kritis untuk
Pengembangan Materi Bidang
Studi
Materi bahan pelajaran/bidang
studi harus selalu diperbaharui sesuai
dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan
perkembangan
ilmu
pengetahuan. Bahan ajar adalah
bahan-bahan atau materi pelajaran
yang disusun secara sistematis yang
digunakan guru dan siswa dalam
proses pembelajaran (Pannen, P dan
Purwanto, 2001:6). Pengembangan
bahan
pelajaran
merupakan
karakteristik sistem instruksional di
manapun berlangsung, baik dalam
sistem belajar jarak jauh maupun
dalam sistem pengajaran tatap muka.
Bahan pelajaran disusun berdasarkan
Garis-garis Besar Pengajaran, tujuan
instruksional/standar kompetensi yang
akan dicapai, dan kebutuhan siswa.
Maka, langkah-langkah pengembangan
bahan pelajaran meliputi; (1). analisis,
(2). perancangan, (3). pengembangan,
(4). evaluasi, (5). revisi.
Tahap analisis merupakan
langkah awal untuk mengenali siswa
dari segi kemampuan awal siswa,
mengetahui kemampuan bidang ilmu
atau mata pelajaran yang sudah
dikuasi. Informasi lainnya yang perlu
diketahui adalah motivasi dalam
belajar, cara belajar dan faktor-faktor
yang mempengaruhi terhadap proses
belajarnya.
Tahap perancangan, berdasarkan
data yang diperoleh pada tahap analisis,
dapat diperoleh peta kompetensi
siswa. Selanjutnya dapat dimulai
perancangan bahan ajar. Dalam tahap
perancangan ada beberapa hal yang
harus dilakukan yaitu: (1). perumusan
118
Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora Vol. 1. No. 2. Oktober 2010
tujuan pembelajaran atau standar
kompetensi, (2). pemilihan topik mata
pelajaran, (3). pemilihan media dan
sumber pembelajaran, (4). pemilihan
strategi pembelajaran, (5). merancang
penilaian.
Tahap pengembangan, yaitu
kegiatan menulis bahan ajar dengan
cara memulai memilih salah satu sub
pokok bahasan yang anda anggap
paling mudah, tidak harus berurutan.
Kemudian melengkapi dengan media
dan
strateginya.
Menulis
dan
mengembangkan bahan ajar hanya
untuk tujuan pembelajaran tersebut
dalam bentuk teks atau narasi.
Tahap evaluasi dan revisi,
evaluasi merupakan proses untuk
memperoleh beragam reaksi dari
berbagai pihak terhadap bahan ajar
yang anda kembangkan. Reaksi ini
hendaknya
dipandang
sebagai
masukan untuk memperbaiki bahan
ajar, dan menjadikan bahan ajar lebih
berkualitas.
Evaluasi
sangat
diperlukan untuk melihat efektivitas
bahan ajar yang anda kembangkan.
Apakah
bahan
ajar
yang
dikembangkan
memang
dapat
digunakan untuk belajar, dapat
dimengerti oleh siswa, dapat dibaca
dengan
baik,
dan
dapat
membelajarkan siswa ?.
. Tahapan
pengembangan
bahan ajar dapat dijadikan sebagai
rambu-rambu untuk menulis bahan
ajar sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sedangkan untuk memperbaharui isi
maupun materi bahan pelajaran, dapat
dilakukan penelusuran sumber dan
mengkaji dari bahan-bahan sebagai
berikut; buku teks, buku kurikulum,
jurnal, hasil penelitian, penerbitan
berkala (majalah, tabloid, koran, dll),
dokumen, internet, talk show, bahan
seminar, makalah, wawancara dengan
ahli, maupun dari lingkungan sekitar.
Penutup
Kompetensi
profesional
merupakan
kemampuan
yang
berkenaan dengan penguasaan materi
pembelajaran bidang studi secara luas
dan mendalam yang mencakup
penguasaan substansi isi materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah
dan
substansi
keilmuan
yang
menaungi materi kurikulum tersebut,
serta menambah wawasan keilmuan
sebagai guru. Kemampuan yang
harus dimiliki oleh guru dalam
prakteknya tidak hanya kemampuan
yang berkenaan dengan penguasaan
materi pembelajaran bidang studi
secara luas dan mendalam yang
mencakup penguasaan substansi isi
materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah, akan tetapi mencakup
penguasaan
langkah-langkah
penelitian praktis serta melakukan
kajian kritis dan melakukan kajian
ilmiah lainnya.
Kompetensi
profesional
guru
mencakup sub kompetensi sebagai
berikut: (1). menguasai substansi
keilmuan yang terkait dengan bidang
studi yaitu; memahami materi ajar
yang ada dalam kurikulum sekolah,
memahami struktur, konsep dan
metode keilmuan yang menaungi atau
koheren
dengan
materi
ajar,
memahami hubungan konsep antar
mata
pelajaran
terkait,
dan
menerapkan konsep-konsep keilmuan
dalam kehidupan sehari-hari, dan (2).
menguasai
langkah-langkah
penelitian dan kajian kritis untuk
menambah
wawasan
dan
memperdalam
pengetahuan/materi
bidang studi.
Standar Kompetensi Profesional Guru (Wahyudi)
Daftar Pustaka
Ary, D., Jacobs, L.C. dan Razavieh,
A.(1982). Introduction to
Research in Education. New
York: Holt Reinhart &
Winston.
Depdiknas. 2003. Pengembangan
Kurikulum
dan
Sistem
Penilaian
Berbasis
Kompetensi:
Sosialisasi
KSPBK Tahun 2003. Jakarta:
Depdiknas Direktorat Jendral
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah.
Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Kemp, J.E. 1994. The Instructional
Design Pricess. New York:
Harper & Row, Publishers,
Inc.
Mc. Neil. 1990. Kurikulum Sebuah
Pengantar Komprehensif. Alih
Bahasa Oleh: Dra Subandijah.
Jakarta: Wira Sari.
McAshan. 1991. Competency Based
Education and Behavioral
Objectives.
New
Jersey:
Educational
Technology
Publication, Inc. Englewood
Cliffs.
Muslich, M. 1994. Kurikulum 1994
Penuntun Bagi Guru, Kepala
Sekolah,
Administratur
Pendidikan, dan Mahasiswa
Keguruan. Malang: Penerbit
YA 3 Malang.
Nasir, M. 1988. Metode Penelitian.
Jakarta:
Penerbit
Ghalia
Indonesia.
Nasution, S. 1989. Kurikulum dan
Pengajaran. Jakarta: Penerbit
Bina Aksara.
Pannen, P. & Purwanto. 2001.
Penulisan
Bahan
Ajar.
119
Jakarta: Depdiknas. Proyek
Pengembangan
Universitas
Terbuka Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Raka Joni. 1992. Pokok-pokok
Pikiran Mengenai Pendidikan
Guru. Jakarta: Dekdikbud
Konsorsium Ilmu Pendidikan.
Samana.
1994.
Profesionalisme
Keguruan.
Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Stinnet, T.M. 1988. Professional
Problems of Teachers. Third
Edition. New York: The
Macmillan Company.
Supriyadi, D. 1998. Mengangkat Citra
dan
Martabat
Guru.
Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa.
Tanjung, A. dan Suryadi. 1999. Profesi
Keguruan:
Hakekat
dan
Kompetensi Guru. Bandung:
Lembaga
Pengembangan
Manajemen
Pendidikan
(LPMP) Jurusan Administrasi
Pendidikan FIP IKIP Bandung.
Wardani, I.G.A.K., Julaeha, S., &
Marsinah,
Ng.
2004.
Pemantapan
Kemampuan
Profesional
(Panduan).
Jakarta: Universitas Terbuka.
Download