efisiensi dan kepuasan pengguna program

advertisement
Pasca konflik (1987 - 2005) dan tsunami (2004), masyarakat Aceh memiliki tingkat
kualitas kesehatan yang sangat memprihatinkan. Sejak tahun 2010, pemerintah
Aceh telah meluncurkan dan melaksanakan program Jaminan Kesehatan Aceh
(JKA), bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat Aceh dan
sebagai investasi pemerintah di bidang kesehatan untuk meningkatkan Indek
Pembangunan Manusia (IPM) Aceh. Dalam pelaksanaannya, dana dalam jumlah
yang besar telah dialokasikan untuk program JKA yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Aceh (APBA) ternyata belum berbanding lurus dengan
kualitas pelayanan JKA yang diberikan. Banyak pasien JKA yang mengeluh
terhadap pelayanan program JKA. Puskesmas dan RSUD sebagai mitra pelayanan
kesehatan program JKA belum mampu memberikan pelayanan kesehatan secara
optimal.
EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA)
Studi ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi dan tingkat kepuasaan
masyarakat terhadap pelaksanaan program JKA. Sampel pada penelitian ini
adalah Puskesmas Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) dan peserta JKA yang
pernah atau sedang mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas RITP di
wilayah timur Provinsi NAD. Alasan pengambilan sampel ini karena Puskesmas
adalah pintu masuk pelayanan kesehatan program JKA, akan tetapi sebagian
besar pasien JKA harus antri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUD
(Rumah Sakit Umum Daerah). Jumlah pasien yang sangat banyak di RSUD
menyebabkan sebagain besar pasien JKA tidak tertangani di RSUD sehingga
membuat mereka kecewa terhadap pelayanan kesehatan JKA. Kombinasi
pendekatan non-parametric (data envelopment analysis) dan statistik deskriptif
digunakan untuk menjawab permasalahan efisiensi dan kepuasan masyarakat
terhadap pelaksanaan program JKA.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 81 persen atau 26 Puskesmas RITP yang
melayani program JKA di wilayah timur Provinsi NAD menunjukkan nilai efisien
secara teknis. Dari 26 Puskesmas tersebut, 5 Puskesmas juga telah mampu
melaksanakan program JKA dengan efisien secara skala. Efisien secara teknis
berarti bahwa manajemen Puskesmas tersebut telah mampu menangani
permasalahan lokalnya dengan menggunakan peralatan medis dan teknologi yang
memadai. Efisien dalam skala berarti Puskesmas RITP telah mampu memberi
pelayanan kepada pasien sesuai dengan input yang mereka miliki. Berdasarkan
laporan pelaksanaan program JKA tahun 2012, realisasi biaya RITL (Rawat Inap
Tingkat Lanjutan) yang pelayanannya di RSUD sebesar 37%, sedangkan realisasi
biaya RITP yang pelayanannya di Puskesmas RITP hanya sebesar 2%. Jelas
bahwa pasien rawat inap banyak dilayani di RSUD dibandingkan Puskesmas RITP.
Hasil analisis Indeks Kemampuan Masyarakat (IKM) Aceh berada pada kategori C.
Alokasi biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas secara simultan adalah
hal yang sulit untuk dicapai, adanya trade off antara kualitas dengan efisiensi.
Diterbitkan oleh :
Percetakan & Penerbit
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
Darussalam, Banda Aceh
Penulis:
Linda, S.E.,M.Si.,Ak
Maulana Kamal, S.E.,M.Si.,Ak
Suriani,S.E.,M.Si.
Maya Febriyanti.L.,S.E.,M.M.,M.Si.,Ak
Syiah Kuala University Press
2014
EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA)
Penulis:
Linda, S.E.,M.Si.,Ak
Maulana Kamal, S.E.,M.Si.,Ak
Suriani,S.E.,M.Si.
Maya Febriyanti.L.,S.E.,M.M.,M.Si.,Ak
Editor :
Dr. Muhammad Shabri, M.Ec
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang keras memperbanyak, memfotocopy sebagian
Atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya
Tanpa mendapat izin tertulis dari Penerbit.
© 2014, Syiah Kuala University Press, Banda Aceh
Judul Buku
Penulis
Penerbit
Cetakan
ISBN
: EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA)
: Linda, S.E.,M.Si.,Ak
Maulana Kamal, S.E.,M.Si.,Ak
Suriani,S.E.,M.Si.
Maya Febriyanti.L.,S.E.,M.M.,M.Si.,Ak
: SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
Jln. Tgk. Chik Pante Kulu No. 1 Kopelma Darussalam
Darussalam, Banda Aceh 23111
Telp. 0651 – 7552440
Email : [email protected]
: Pertama, Januari 2014
: xxx-xxx-xxxx-xx-x
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang hanya
karena rahmat dan karunia Nya, maka proses penyusunan Laporan
Penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
efisiensi dan kepuasaan pengguna terhadap program Jaminan Kesehatan
Aceh (JKA) pada Puskesmas Rawat inap Tingkat Pertama di Wilayah timur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir.
Hasanuddin, M.S selaku Ketua Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala
yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mirza Tabrani, MBA
selaku Dekan Fakultas Ekonomi Unsyiah, dan Pegawai Dinas Kesehatan
Provinsi NAD, medis serta para medis yang bertugas di Puskesmas RITP
dan RSUD di wilayah timur Provinsi Nad, peserta program JKA yang terlibat
dalam penelitian ini
Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu komen dan
masukan sangat penulis harapkan, terutama dari pihak Dinas Kesehatan,
medis dan para medis yang telah terjun langsung dalam memberikan
pelayanan kesehatan JKA. Komen dan masukan juga penulis harapkan dari
peserta JKA, sebagai pengguna program JKA. Komen dan masukkan dapat
via e-mail [email protected].
Akhirnya, hanya kehadirat Allah SWT jualah penulis kembalikan
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penelitian ini. Semoga
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah dalam upaya
peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan program JKA.
Banda Aceh, Januari 2014
Tim Peneliti
iii
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II EFISIENSI DAN KEPUASAN PELAKSANAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN PEMERINTAH ............................... 11
2.1. Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi NAD ............................ 11
2.2. Efisiensi Pelaksana Program Jaminan Kesehatan Aceh........ 13
2.3. Kepuasan Masyrakat terhadap Pelaksana Program JKA ...... 19
2.4. Pengukuran Efisensi dengan Data Envelopment Analysis ..... 24
2.5. Roadmap Penelitian .............................................................. 30
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 32
3.1. Populasi dan sampel ............................................................. 32
3.2. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 34
3.3. Uji Instrument Penelitian ........................................................ 35
3.4. Pengolahan Data dan Analisa Data ....................................... 37
3.4.1. Skor Efisiensi ............................................................... 37
3.4.2. Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) .......................... 38
BAB IV ANALISIS EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA
JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA) PADA PUSKESMAS
RAWAT INAP TINGKAT PERTAMA DI WILAYAH TIMUR
PROVINSI NAD ..................................................................... 42
iv
4.1. Analisiss Efisiensi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Aceh ..................................................................................... 42
4.1.1. Analisis Efisiensi Puskesmas ...................................... 42
4.1.2. Analisis Slack dan Target Input-Output ....................... 46
4.2. Analisis Kepuasan Pengguna Program JKA ......................... 50
4.2.1 Analisis Indikator Kepuasan Masyarakat ...................... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 58
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 58
5.2. Saran ................................................................................... 60
5.3. Keterbatasan Penelitian ....................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63
LAMPIRAN .............................................................................................. 66
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.4.1.
Tabel Rumus DEA model CRS dan VRS………………….. 37
Tabel 3.4.2.
Nilai Persepsi, Inteval IKM, Interval Konversi IKM ………..39
Tabel 4.1.1.
Efisiensi input-oriented model…………………………41
Tabel 4.2.1.
KMO and Bartlett’s Test ................................................... 51
Tabel 4.2.2.
Reliability Statistics ........................................................... 51
Tabel 4.2.3.
Pendidikan Responden .................................................... 53
Tabel 4.2.4.
Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) terhadap Program
JKA menurut Indikator...................................................... 55
Tabel 5.1
Biaya Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama ................. 61
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Fishbone Diagram.................................................................................... 66
Kuesioner Indeks Kepuasan Masyarakat ................................................. 67
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Aceh memiliki tingkat kualitas kesehatan yang sangat
memprihatinkan Pasca konflik (1987 – 2005) dan tsunami (2004),
Kesehatan
sebagai
investasi
sangat
berkaitan
dengan
Indeks
Pembangunan Kesehatan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI). Tingkat kemiskinan yang tinggi menyebabkan masyarakat miskin
tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang
tergolong mahal. Banyak penelitian empiris yang menyatakan bahwa
kesehatan berbanding terbalik dengan kemiskinan, dimana ada kemiskinan
maka masalah kesehatan akan semakin nyata terjadi (Mote, 2008). Dengan
demikian masalah pembangunan di Indonesia masih sangat kompleks.
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masih rendah dan Indeks
Kemiskinan Masyarakat masih tinggi.
Program jaminan sosial merupakan amanah konstitusi UndangUndang Dasar (UUD) 1945. Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 28 H
Ayat 1 disebutkan bahwa setiap penduduk berhak atas pelayanan
kesehatan, dan pada Pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak. Sejalan
dengan UUD 1945, di dalam Undang-Undang No. 11 tentang Pemerintahan
Aceh,
Pasal 224 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap penduduk Aceh
2
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan
dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Sebagai perwujudan amanah di atas, Aceh sejak tanggal 1 Juni
2010 sampai sekarang telah melaksanakan program pelayanan kesehatan
gratis oleh pemerintah Aceh dengan nama program Jaminan Kesehatan
Aceh (JKA). Program pelayanan gratis ini diberikan kepada seluruh
masyarakat Aceh di rumah sakit umum dan puskesmas, yang belum
memiliki jaminan kesehatan pemerintah lainnya, seperti Jamkesmas,
Askeskin, Askes dan lainnya.
Semua badan pelayanan kesehatan, baik komersial maupun
organisasi nirlaba menggunakan sumber daya untuk menyediakan jenisjenis pelayanan kesehatan. Untuk melaksanakan program JKA maka pada
tahun 2010 telah dianggarkan sejumlah Rp. 425 miliyar, tahun 2011 Rp. 400
milyar dan untuk tahun 2012 Rp. 419 milyar yang telah disahkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) (Serambi Indonesia, 7
Februari 2012).
Lebih jauh, sebelum sejumlah dana sebagaimana tersebut di atas
disahkan, debat publik dan politik mengemukan di tengah masyarakat
tentang kemampuan pihak pemerintah untuk mengelola fungsi-fungsi
pelayanan
kesehatan
dengan
menggunakan
sejumlah
sarana
dan
prasarana secara efisien dan berkualitas? Fenomena ini sejalan dengan
3
pendapat Chang et al (2004) bahwa penambahan biaya pelayanan
kesehatan akan menyebabkan debat publik dan politik karena kebutuhan
akan akses kesehatan secara universal, maka perlu bagi pembuat
kebijakan untuk mengontrol biaya rumah sakit.
Biaya dan kualitas kesehatan adalah dua hal penting yang menjadi
perhatian bagi penyedia dan pengambil kebijakan pelayanan kesehatan
masyarakat, karena adanya hubungan positif dan juga dapat menimbulkan
konflik diantaranya (Younis et al., 2005; Jiang et al., 2006). Oleh karena itu,
keseimbangan antara alokasi biaya dan perbaikan kualitas menjadikannya
suatu isu penting. Sejauh mana regulasi kesehatan dapat mempengaruhi
efisiensi rumah sakit masih menjadi suatu pertanyaan hingga saat ini.
Disatu sisi peningkatan kualitas kesehatan memerlukan biaya yang tinggi,
dengan peningkatan biaya ini akankan tercapai efisiensi? Terdapatnya trade
off untuk permasalahan ini (McKay dan Deily, 2005).
Penilaian
efisiensi,
seberapa
baik
input
digunakan
untuk
memberikan berbagai jenis pelayanan kesehatan, merupakan ukuran
penting dari suatu kinerja (Chang, 2004). Penyedia program pelayanan
kesehatan
perlu
untuk
mengindentifikasi
faktor-faktor
yang
dapat
mengurangi dan mengeliminasi ketidakefisienan program pelayanan
kesehatan, sehingga peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan, dalam
jangka waktu pendek, akan dapat mewujudkan universal coverage (sistem
4
jaminan kesehatan masyarakat semesta) (Chisholm and Evans, 2010).
Penelitian Chang et al (2004) yang mengevaluasi pengaruh implementasi
National Health Insurance (NHI) Program terhadap operasional efisiensi,
menunjukkan rata-rata efisiensi rumah sakit di Taiwan mengalami
penurunan setelah implementasi program NHI.
Sejalan dengan riset di atas, studi Valdmanis et al (2008) yang
menganalisis input-output di rumah sakit Amerika Serikat guna mengukur
berbagai kebutuhan untuk meningkatkan kualitas maupun efisiensi,
mendokumentasikan
temuan
berikut:
(1)
kualitas
pelayanan
dapat
ditingkatkan dengan penambahan jumlah tenaga kerja dan tersedianya
layanan kesehatan berteknologi canggih, (2) rumah sakit dengan kualitas
yang tinggi juga memiliki nilai efisiensi yang tinggi, dibandingkan dengan
dengan rumah sakit yang berkualitas rendah, maka kualitas pelayanan yang
tinggi pada berbagai dimensi kesehatan tidak harus dicapai melalui biaya
yang tinggi. Total Quality Manajemen (TQM),
memungkinkan untuk
mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas secara simultan melalui
efisiensi.
Sejak program JKA diluncurkan, setiap hari ratusan calon pasien
pengguna JKA antri di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) untuk
mendapatkan layanan kesehatan gratis. Membludaknya jumlah pasien ini
menyebabkan pelayanan menjadi kurang optimal karena seringnya pasien
5
ditolak pihak RSUD karena tidak ada tempat tidur yang tersedia.
Masyarakat pengguna JKA tidak diberikan pilihan atau bahkan tidak boleh
memilih pelayanan kesehatan yang mereka kehendaki. Mereka hanya bisa
pasrah tanpa tahu secara pasti apa yang menjadi hak dan kewajiban
pengguna JKA, sehingga terjadi ketidakpastian dalam pelayanan.
Masyarakat pengakses JKA merasa tidak puas dengan pelayanan
yang ada. Hal ini bertentangan dengan indikator output yang tercantum
dalam Manlak (pedoman pelaksanaan) JKA, yang mensyaratkan adanya
survey kepuasan peserta dengan tingkat kepuasan minimal 75%.
Pertanyaan yang mulai muncul sehubungan dengan pelayanan kesehatan
gratis ini, apakah masyarakat telah paham cara mengakses pelayanan
JKA? fasilitas apa saja yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat bila ingin
menggunakan JKA? Di satu sisi, berkat program kesehatan gratis ini dapat
mempercepat target pembangunan millennium (MDGs), yang dibuktikan
dengan menurunnya secara signifikan angka kematian ibu melahirkan dan
bayi ditahun 2010, begitu juga status gizi buruk pada balita juga menurun.
Pada tahun 2011, angka penurunan itu diperkirakan lebih meningkat lagi
(Serambi Indonesia, 7 Februari 2012; Harian Aceh, 10 Agustus 2011)
Dengan munculnya berbagai keluhan masyarakat melalui media
masa, maka perlu bagi Pemerintah Aceh untuk mengevaluasi kinerja
pelaksanaan program JKA dari segi efisiensi dan juga tingkat kepuasan
6
masyarakat. Jika kondisi ini tidak direspon oleh pemerintah maka akan
dapat menimbulkan citra yang kurang baik. Keberhasilan pelaksanaan
suatu program nasional pemerintah merupakan titik relevan dalam
keberlanjutannya ( Chang ,1998).
Lebih jauh, evaluasi kinerja, baik itu efisiensi pelaksanaan maupun
tingkat kepuasan masyarakat, dapat digunakan sebagai dasar dalam
penyusunan qanun. Hingga saat ini pelaksanaan program jaminan gratis ini
belum diiringi dengan peraturan dan regulasi yang memadai untuk
menjamin keberlangsungan program ini ke depan. Qanun untuk program
jaminan kesehatan gratis sangatlah penting, agar program ini memiliki
kekuatan publik dan politik yang memadai dalam implementasinya, karena
masyarakat Aceh memiliki hak dan hingga saat ini masih membutuhkan
pelayanan kesehatan gratis.
Untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif dan memberikan masukan yang konstruktif, dipandang perlu
untuk dilakukan suatu penelitian tentang Analisis Efisiensi dan Kepuasan
Pengguna terhadap Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
1.1.
Tujuan Penelitian
Pemberlakuan pelayanan kesehatan gratis melalui program JKA
pada 2010 bagi seluruh masyarakat di Aceh, baik kaya maupun miskin,
dengan sistem asuransi diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas
7
kesehatan masyarakat. Namun demikian, payung hukum untuk menjamin
keberlanjutan program ini belum tersedia.
Tim yang terdiri dari unsur Dinkes Aceh, Dinkes dan Rumah Sakit
Umum (RSU) Kabupaten/Kota, serta unsur Setda Aceh, telah menyusun
pedoman pelaksanaan (Manlak) program JKA. Tujuan penyusunan Manlak
ini agar mekanisme pelaksanaan program tersebut oleh puskesmas dan
RSU semakin baik. Namun demikian, sejauh ini belum mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat miskin. Hal
tersebut ditandai dengan belum optimalnya pihak Puskemas dan RSUD di
Propinsi
NAD
dalam
menangani
pasien
JKA
baik
itu
dari
sisi
administrasinya maupun pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu bagi
Pemerintah Aceh untuk melakukan evaluasi, mengingat sejumlah dana
telah dianggarkan, tetapi masyarakat Aceh merasa tidak puas dengan
pelayanan JKA. Program ini juga belum dapat dimanfaatkan secara optimal
oleh masyarakat dikarenakan ketidakfahaman mereka atas prosedur
pemanfaatan JKA.
Berpijak pada paparan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk memberikan masukan bagi penyusunan Qanun Program
Kesehatan Gratis Aceh.
b. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pelaksanaan JKA.
8
c. Untuk mengetahui indeks kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan
JKA.
d. Untuk mengetahui tingkat pemahaman atas prosedur penggunaan
program JKA oleh masyarakat Aceh.
2.2.
Manfaat Penelitian
Rasa antusias masyarakat untuk memanfaatkan program JKA,
secara kasat mata dapat kita temukan di RSUZA Banda Aceh. Sebagai
bahan perbandingan, sebelum adanya program JKA pasien rawat jalan
RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh berjumlah sekitar 300-400 pasien per hari,
tapi sejak adanya JKA, jumlah pasien melonjak menjadi 1.000-1.500 pasien
per hari (Serambi Indonesia, 29 Maret 2011). Jika sebelumnya orang miskin
malas ke rumah sakit untuk berobat, maka setelah program JKA ini
diberlakukan orang miskin sangat antusias untuk mendatangi rumah sakit
dan memeriksa kesehatannya.
Aceh merupakan propinsi pertama di Indonesia yang memberikan
jaminan kesehatan gratis bagi seluruh penduduknya melalui program JKA
(Serambi Indonesia, 7 Februar1 2012). Melalui program JKA ini dapat
mempercepat pembangunan MDG‟s yang mesti dicapai pada tahun 2015.
Untuk memberlakukan program kesehatan gratis sebagi masyarakat Aceh
diperlukan upaya yang berkelanjutan dan perencanaan yang matang serta
9
tersedianya Qanun Kesehatan Aceh. Tujuannya agar siapa saja yang
menjadi Gubernur Aceh dapat melanjutkan dan mendukung sepenuhnya
program pelayanan kesehatan gratis ini untuk masa 20-25 tahun yang akan
datang. Qanun program pelayanan kesehatan gratis ini dapat dijadikan
acuan atau pedoman untuk mengoptimalkan pelaksanaan program JKA,
dengan mempertimbangkan jumlah sarana dan prasarana kesehatan agar
terciptanya tingkat efisiensi dan juga kualitas pelayanannya.
Disatu sisi aspek informasi kepada masyarakat adalah salah satu
masalah besar dalam pelaksanaan program JKA.
Hal ini ditandai dari
banyaknya pasien yang menikmati program ini, tetapi rujukannya tidak
berdasarkan prosedur yang berlaku,
dimana puskesmas seharusnya
menjadi pintu masuk bagi masyarakat penerima manfaat JKA, akan tetapi
masyarakat tidak melalui puskesmas. Implikasinya adalah jumlah pasien
RSUD membludak.
Dengan menyandarkan argumen pada fenomena sebagaimana
tersebut di atas, dipandang perlu untuk dilakukan suatu penelitian pada
Puskesmas di Propinsi NAD, yang akan menghasilkan: (1) Masukan bagi
penyusunan Qanun Jaminan Kesehatan Gratis Aceh; (2) pengukuran
efisiensi
input-output
sarana
dan
prasarana
kesehatan
dengan
menggunakan DEA; dan (3) penilaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
10
terhadap pelayanan program JKA berdasarkan 14 indikator seseuai dengan
Kep. MENPAN No.25 Tahun 2004.
Pengukuran
efisiensi
untuk
menentukan
arahan
perbaikan
produktifitas bagi decision making unit (DMU) yang tidak efisien.
Peningkatan kinerja DMU ini dilakukan dengan memperbaiki tingkat input
dan output sebagai dasar dalam alokasi dana kesehatan di dalam APBA.
Penilaian masyarakat secara obyektif dan periodik terhadap perkembangan
kinerja program jaminan kesehatan gratis ini dapat menjadi masukan dalam
usaha meningkatkan pelayanan.
Lebih jauh, dalam rangka pelaksanaan sosialisasi program JKA
kepada masyarakat dalam usaha memberikan kepuasan, maka suatu buku
saku yang menjelaskan prosedur pemanfataan program pelayanan
kesehatan gratis juga perlu untuk dipersiapkan.
11
BAB II
EFISIENSI DAN KEPUASAN
PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PEMERINTAH
2.1. Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi NAD
Kesehatan merupakan salah satu hak azasi manusia, sebagaimana
termaktub dalam UUD 1945, mengandung suatu kewajiban untuk
menyehatkan yang sakit, dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk
tetap sehat. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup secara produktif sosial dan
ekonomis. Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat adalah investasi.
Sasaran pembangunan dalam MDG‟s untuk pembangunan dan
pengentasan kemiskinan yang akan tercapai pada tahun 2015, sebagai satu
paket tujuan terukur (Wikipedia Sasaran Pembangunan Millenium, 2000).
Diantaranya adalah:
-
Menurunkan angka kematian anak
Target untuk tahun 2015 adalah mengurangi dua pertiga tingkat
kematian anak-anak balita
-
Meningkatkan kesehatan Ibu
Target untuk tahun 2015 adalah mengurangi dua per tiga rasio
kematian ibu dalam proses melahirkan
12
Paradigma pembangunan kesehatan yang bersifat desentralisasi
dan kebijakan otonomi daerah telah membuka peluang setiap daerah untuk
mengatasi masalah kesehatan. Merujuk pada UU No.32 Tahun 2004 Pasal
13 dan Pasal 14 penanganan kesehatan merupakan urusan yang wajib
dilaksanakan
oleh
pemerintah
Daerah
baik
Provinsi
maupun
Kabupaten/Kota. Dengan demikian, pemerintah daerah baik provinsi
maupun kabupaten/kota harus dapat memenuhi hak-hak konstitusional bagi
seluruh warga masyarakatnya, yaitu dalam bentuk pelayanan langsung
kepada masyarakat. (Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan
Daerah, Depkes RI, 2008).
Bentuk program pelayanan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda)
kepada masyarakat Aceh yang telah berjalan saat ini adalah Program
Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). JKA memberikan pelayan gratis kepada
seluruh masyarakat Aceh di rumah sakit umum dan puskesmas, demi
teracapainya MDG‟s, tingkat IPM yang tinggi dan pencanangan universal
coverage
(sistem
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat
Semesta).
JKA
diperuntukkan untuk melayani kesehatan 3,8 juta penduduk dari 4,3 juta
jiwa warga Aceh. Secara lebih khusus JKA diprioritaskan kepada 1,2 juta
jiwa warga yang sampai kini belum mendapat jaminan kesehatan baik dari
Askes, Jamkesmas dan asuransi kesehatan lainnya. Seperti yang
tercantum dalam Manlak (Pedoman Pelaksanaan JKA Keputusan Gubernur
13
Aceh No.20/483/2010). Pergub Aceh nomor 56 tahun 2011 pasal 4
menyebutkan peserta JKA adalah seluruh penduduk Aceh, tidak termasuk:
1. Peserta Program Askes Sosial PT Askes (Persero) termasuk pejabat
negara yang iurannya dibayar pemerintah, Pemerintah Aceh, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek.
Prosedur pelayanan program JKA di mulai dari Puskemas, apabila
pasien termasuk dalam katagori gawat darurat maka dapat lansung ke
Instalasi Gawat Darurat di RSUD. Baik rawat jalan tingkat pertama ataupun
rawat inap tingkat pertama di berikan di Puskesmas. Untuk pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan diberikan di RS yang bekerjasama dengan PT.
Askes (Persero), dengan syarat pasien JKA harus membawa surat rujukan
dari Puskesmas atau Dokter pribadi.
2.2. Efisensi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA)
Efisiensi
selalu
didefinisikan
sebagai
keseimbangan
antara
pengeluaran (input) dengan hasil akhir (output) (Palmer dan Togerson,
1999; Schwart et al., 2002). Efisiensi umumnya merujuk pada penggunaan
minimum sejumlah input tertentu guna menghasilkan sejumlah output
tertentu.
Cara untuk meningkatkan efisiensi antara lain dengan (Ozcan, Y.A,
2008) :
a. Meningkatkan output
14
b. Mengurangi input
c. Atau jika kedua output dan input ditingkatkan, maka tingkat
kenaikan untuk output harus lebih besar daripada tingkat
kenaikan untuk input atau,
d. Jika kedua output dan input diturunkan, laju penurunan
untuk output harus lebih rendah daripada tingkat penurunan
untuk input.
Efisiensi di bidang kesehatan memiliki arti bahwa sebuah unit
fasilitas kesehatan dituntut mampu memberikan produk kesehatan/kuantitas
pada tingkat tertentu berdasarkan standar kualitas yang membatasinya,
dengan menggunakan kombinasi minimum dari sumberdayanya. Mukesh
Jain (2001) dalam Retno Wulansari (2010). Dalam upaya memaksimalkan
pelayanan, maka harus mencapai target sehingga pengguna puas akan
pelayanan kesehatan tersebut. Kemampuan dasar dan pengelolaan sumber
daya dapat mencerminkan tingkat efisiensi pelayanan kesehatan di Provinsi
tersebut (Ramadany dan Susilaningrum, 2010).
Operasional kegiatan dapat dikatakan efisien jika memberikan
output yang maksimum, apakah itu jumlah ataupun kualitas (Budi, 2010).
Disatu sisi, alokasi biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas
secara simultan adalah hal yang sulit untuk dicapai, adanya trade off antara
kualitas dan efisiensi (Litvak dan Long, 2000) dalam Chang 2010; Mc Key
and Deily, 2005). Peningkatan pelayanan kesehatan memerlukan sumber
daya manusia yang professional yang cukup, peralatan yang up to date,
aplikasi penemuan terbaru, teknologi yang canggih, jumlah tempat tidur
15
yang cukup yang semuanya ini adalah biaya yang besar. (Shen, 2003;
Valdmanis, 2008).
Konsep efisiensi utama dapat dibagi menjadi empat (Ozcan, 2008;
Budi, 2010), yaitu:
1. Efisiensi teknik
Sebagai contoh rumah sakit A untuk pegobatan tumor otak
menggunakan teknologi Gamma Knife. Rumah sakit A dapat
menangani
80
kasus
tumor
otak
dalam
waktu
120
jam
neurosurgeon. Pada bulan lalu, rumah sakit A hanya mampu
melakukan 60 kasus dengan menggunakan waktu neurosurgeon
120 jam. Nilai efisiensi teknis yang terbaik untuk rumah sakit A 0,667
(80/120). Untuk penanganan 60 kasus, nilai efiiensi teknisnya adalah
0,75 (0,5/0.667).
Rumah sakit
A
Kapasitas
penanganan
kasus setiap
bulan
Waktu
neurosergeoan
perjam
Kasus yang
ditangani
setiap Bulan
Nilai Efisiensi
yang
seharusnya
tercapai
Nilai
Efisiensi
A
80
120
60
0,667
0,5
2. Efisiensi skala
Efisiensi skala dikaitkan pencapaian skala ekonomis dari unit
tersebut dalam menjalankan operasinya. Masih seperti contoh di
atas. Rumah sakit B tidak mempunyai teknologi Gamma-Knife
menangani kasus pengobatan dengan teknik pembedahan standar
dalam satu bulan dengan waktu neurosurgeon 180 h. Maka nilai
efisiensi rumah sakit B adalah 0,167 (30/180). Perbandingan
efisiensi rumah sakit A dengan B adalah 0,25 (0,167/0,667).
Berdasarkan nilai efisiensi yang dapat dicapai rumah sakit A, maka
rumah sakit B beroperasi pada tingkat efisiensi 33,33% secara
16
relative.
Rumah
sakit A
Kapasitas
penanganan
kasus setiap
bulan
Waktu
neurosergeoan
perjam
Kasus
yang
ditangani
setiap
Bulan
Nilai
Efisiensi
yang
seharusnya
tercapai
Nilai
Efisiensi
Nilai
Efisiensi
Skala
A
80
120
60
0,667
0,5
-
B
30
180
30
0,167
0,167
0,33
Perbedaan antara nilai efisiensi rumah sakit B dengan nilai
pencapaian efisiensi terbaik rumah sakit A adalah 0,5 (0,667-0,167).
Dengan demikian rumah sakit B tidak efisien secara teknis maupun
skala. Tidak efisien dalam skala hanya dapat diatasi dengan
mengadopsi teknologi atau proses produksi pelayanan kesehatan
yang
baru.
Sedangakan,
efisien
secara
teknis
merupakan
permasalan manajerial, dimana disyaratkan lebih banyak output
yang dihasilkan atas sejumlah sumber daya tertentu.
Walaupun rumah sakit A melakukan 80 pengobatan dalam
sebulan, namun belum dapat dikatakan rumah sakit A efisien secara
absolute kecuali dibandingkan dengan rumah sakit lain yang
berteknologi tinggi sama.
3. Efisiensi Biaya
Penilaian efisiensi dapat dengan menggunakan informasi
biaya atau harga dari input ataupun output. Sabagai contoh, biaya
pengunaan prosedur gamma-knife adalah $ 18,000 dan untuk biaya
operasi konvensional adalah $ 35.000, penialain efisiensi untuk
rumah sakit A dan B adalah:
Rumah sakit A = (60*18.000)/120 = $ 9.000
Rumah sakit B = (30*35.000)/120 = $ 5.833,33
17
Diasumsikan bahwa waktu neurosurgeon dari pembedahan
konvensional dan Gamma-Knife adalah sama. Rumah sakit A
terlihat lebih efisien dibandingkan rumah sakit B. Jika rumah sakit B
menggunakan 120h untuk menghasilkan setengah dari jumlah
pengonatan rumah sakit A, nilai efisiensi biaya rumah sakit B akan
menjadi $ 8.750 yang mengindikasikan efek dari harga output.
4. Efisiensi Alokatif
Pada kondisi input ataupun output adalah bagian dari paket
pelayanan
kesehatan,
pihak
manajer
kesehatan
perlu
mengkombinasikan sejumlah input untuk memberikan pelayanan
secara efisien. Sebagai contoh, grup A,B dan C terdiri dari dokter
dan perawat yang memberikan pelayan kesehatan kepada pasien.
Biaya dokter $ 100 per jam, sedangkan biaya perawat adalah $ 60
perjam. Grup A terdiri dari 3 dokter dan 1 perawat. Grup B terdiri dari
2 dokter dan 2 perawat. Grup c terdiri dari 3 dokter dan 3 perawat.
Diasumsikan ketiga grup tersebut memberikan pelayanan kesehatan
masing-masing kepada 500 pasien selama satu minggu dengan
waktu 8 jam perhari selama 5 hari (40 jam). Biaya input untuk
masing-masing grup adalah:
Input Grup A : [ (3*100) + (1*60)]*40 = $14.400
Input Grup B : [ (2*100) + (2*60)]*40 = $12.800
Input Grup C : [ (3*100) + (3*60)]*40 = $19.200
Output Grup A: $14.400/500 = $28,80
Output Grup B: $12.800/500 = $25,60
Output Grup C: $19.200/500 = $38,40
18
Grup
A
B
C
Dokter
($100/h)
3
2
3
Perawat
($60/h)
1
2
3
Biaya input
Ouput
Efisiensi
$14.400
$12.800
$19.200
500
500
500
$28,80
$25,60
$38,40
Efisiensi
Alokatif
0,88
1,00
0,67
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pengguaan dokter
dan perawat dalam memberikan pelayanan tersebut sudah tepat.
Apakah diperlukan adanya pembobotan terhadap penggunaan
dokter dan perawat yang didasarkan besarnya konstribusi mereka
terhadap
output.
Pembobotan
ini
dapat
dianalisis
dengan
menggunakan DEA dalam berbagai analisis.
Program asuransi di Taiwan (National Health Insurance) tidak dapat
mengontrol biaya secara efektif dan memperbaiki kualitas pelayanan,
dimana rumah sakit yang melayani program kesehatan NHI menghabiskan
biaya yang telah dianggarkan oleh pemerintah dalam jumlah besar tanpa
diiringi dengan peningkatan kualitas (Lu dan Hsiao, 2003 in Chang et al
2008).
Penelitian MC Kay dan Deily (2005), menemukan bahwa kualitas
juru rawat sebagai faktor utama penentu kualitas pelayanan kesehatan.
Namun hasil penelitiannya tidak dapat memberikan jawaban sejauhmana
kualitas juru rawat mempengaruhi kinerja apabila titik efisiensi dan kualitas
dihubungkan.
Penelitian Valdmanis et al (2008), menganalisis input-output di
rumah sakit Amerika Serikat, untuk mengukur berbagai kebutuhan guna
19
meningkatkan
kualitas
maupun
efisiensi.
Hasil
penelitiannya
yaitu:
perbedaan nilai kesenjangan input dapat digunakan sebagai dasar
peningkatan kualitas. Kualitas pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan
dengan menambahkan jumlah tenaga kerja. Peningkatan pengeluaran dan
tersedianya layanan kesehatan dengan layanan teknologi yang canggih
berhubungan erat dengan peningkatan kualitas pelayanan. Rumah sakit
dengan kualitas yang tinggi juga memiliki nilai efisiensi yang tinggi
dibandingkan dengan umah sakit yang berkualitas rendah. Mereka juga
menyimpulkan kualitas pelayanan yang tinggi pada berbagai dimensi
kesehatan tidak harus dicapai melalui biaya yang tinggi. Interaksi antara
biaya, efisiensi dan kualitas masih menjadi pembahasan hingga saat ini.
Biaya yang dialokasikan dan perbaikan kualitas adalah suatu tujuan yang
konsisiten yang memiliki hubungan yang positif. Peningkatan kualitas akan
menggunakan sumber daya yang besar dan lebih baik. Total Quality
Manajemen
(TQM),
memungkinkan
untuk
mengurangi
biaya
dan
meningkatkan kualitas secara simultan melalui efisiensi.
H1: pelaksanaan program JKA efisien
2.3.
Kepuasan Masyarakat terhadap Pelaksanaan Program JKA
Program JKA yang mempunyai misi bukan hanya mengejar jumlah
untuk dilayani, tapi juga kualitas pelayanan bagi masyarakat. Pelayanan
rumah sakit maupun puskesmas diharapkan akan lebih optimal dengan
20
adanya bantuan pemerintah melalui program pembangunan Aceh sehat
tersebut (VHR Media, Oktober 2010). Dalam upaya pencapaian misi
program JKA, pemerintah telah mengalokasi anggaran untuk tahun 2010
sejumlah Rp. 425 miliyar, tahun 2011 Rp. 400 milyar dan untuk tahun 2012
Rp.416 milyar yang telah disahkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Aceh (APBA). Dimana Alokasi dana program JKA untuk membiayai
kegiatan pelayanan dan kegiatan penunjang setelah dikurangi dengan biaya
operasional PT. Askes sebesar Rp. 18.738.962.291,- atau 4,47% dan 90%
atau sebesar Rp. 360.234.933.939,- digunakan sebagai Dana Pelayanan
Kesehatan Langsung dan 10% atau sebesar Rp. 40.026.103.771,digunakan sebagai Dana Pelayanan Kesehatan Tidak Lansung.
Ketersedian jumlah sarana dan prasarana kesehatan sangat
diperlukan untuk memberikan kinerja yang baik. Sejumlah permasalahan
yang timbul dalam pelaksanaan program JKA. Diantaranya: menumpuknya
pasien JKA di rumah sakit Zainoel Abidin Banda Aceh, Tumpang tindih
daftar penerima manfaat dari sejumlah asuransi kesehatan Aceh, seperti,
penerima manfaat Jamsostek, Jamkesmas, Askes dan JKA. Membludaknya
jumlah pasien ini menyebabkan pelayanan menjadi kurang optimal,
seringnya pasien ditolak pihak RSUD karena tidak ada tempat tidur yang
tersisa. Sejak pemberlakuan JKA, RSUD Zainoel Abidin membutuhkan 70
tempat tidur dan 70 tenaga medis kontrak. Namun usulan penambahan
penambahan tenaga medis dan tempat tidur senilai Rp 1,2 miliar ditolak
21
oleh panitia perumus anggaran DPR Aceh, membuat upaya peningkatan
mutu
pelayanan
RSUD
Zainoel
Abidin
terhambat.
Penolakan
ini
dikarenakan keterbatasan dana (dr. Mohd Andalas SpOG, Harian Aceh, 10
Agustus 2011).
Masyarakat pengakses JKA merasa tidak puas dengan pelayanan
yang ada. Hal ini bertentangan dengan indikator output yang tercantum
dalam Manlak JKA, yang mensyaratkan adanya survey kepuasan peserta
dengan tingkat kepuasan minimal 75%. Pertanyaan yang mulai muncul
sehubungan dengan pelayanan kesehatan gratis ini, apakah masyarakat
telah paham cara mengakses pelayanan JKA? dan fasilitas apa saja yang
bisa dimanfaatkan oleh masyarakat bila ingin menggunakan JKA? (Harian
Aceh, 10 Agustus 2011)
Munculnya berbagai keluhan masyarakat melalui media massa
mengindikasikan pengelolaan sarana dan prasarana kesehatan belum
dialokasikan secara efisien, dan masih kurangnya kualitas pelayanan
kesehatan gratis ini, yang akan berpengaruh pada tingkat kepuasan
masyarakat pengguna JKA.
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Kep/25/m.pan/2/2004
disebutkan:
Pelayanan
publik
oleh
aparatur
pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum
dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai
22
dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan
melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik
terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah
melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan
kualitas pelayanan.
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam
Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian
dikembangkan menjadi 14 unsur yang "relevan”, “valid" dan "reliabel”,
sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks
kepuasan masyarakat (IKM) sebagai berikut:
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan;
2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya;
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan
tanggung jawabnya);
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja
sesuai ketentuan yang berlaku;
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan;
23
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan
ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat;
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan
dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan
ramah serta saling menghargai dan menghormati;
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat
terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan
rasa nyaman kepada penerima pelayanan;
14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan,
sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan
terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Hasil penelitian Mote (2008) analisis IKM pada Puskesmas Ngesrep
Semarang, menunjukkan dari 14 Indikator pelayanan yang diteliti terdapat 3
indikator dengan kategori tidak baik yaitu : kemampuan petugas pelayanan,
kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan. 11 indikator yang
24
lainnya berkategori baik dalam hal pelayanannya.
Analisis terhadap kinerja birokrasi publik menjadi sangat penting
atau dengan kata lain memiliki nilai yang amat strategis. Informasi
mengenai kinerja aparatur dan faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap
kinerja aparatur sangat penting untuk diketahui, sehingga pengukuran
kinerja aparat hendaknya dapat diterjemahkan sebagai suatu kegiatan
evaluasi
untuk
menilai
atau
melihat
keberhasilan
dan
kegagalan
pelaksanaan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya (Mote, 2008).
H2: IKM pengguna program JKA terindikasi bagus
2.4. Pengukuran Efisiensi dengan Data Envelopment Analysis
Efisiensi pada dasarnya adalah rasio antara output dan input
(Ramadhany dan Susilaningrum, 2010).
Efisiensi (produktivitas) =
Input
Output
Perbandingan terbaik antara output dan input akan menghasilkan nilai
efisiensi
yang
optimal.
Pada
badan
pemerintah,
efisiensi
adalah
sejauhmana input digunakan untuk memberikan pelayanan maksimal yang
dapat dijadikan sebagai ukuran kinerja. Namun pengukuran kinerja secara
tradisional, seperti return on investmen (ROI), residual income (RI) tidak
ada. Selain itu, informasi harga juga sering rentan diberikan kepada para
peneliti dan juga sering rentan pada besarnya variasi dan manipulasi
25
dibandingkan dengan data unit. Oleh karena itu, pengukuran efisiensi
berdasarkan unit fisik input dan output dapat memberikan penilaian yang
lebih baik dengan bias yang jauh dari biaya dan harga. Keterbatasan data
biaya ini, maka dapat menggunakan non-parametric Data Envelopment
Analysis (DEA) Chang et al (1998).
Pendekatan DEA pertama kali dikembangkan secara teoritik oleh
Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978. DEA pada dasarnya
merupakan teknik berbasis pemrograman linear yang digunakan untuk
mengukur kinerja relatif dari unit-unit organisasi dimana keberadaan
beberapa (multiple) input dan output sulit untuk dibuat perbandingan. DEA
mengidentifikasi secara relatif unit yang menggunakan input dalam
memberikan output tertentu dengan cara yang paling optimal dan DEA
menggunakan informasi ini untuk membentuk perbatasan (frontier) efisiensi
dari data unit-unit organisasi yang tersedia. DEA menggunakan perbatasan
efisien ini untuk menghitung efisiensi dari unit-unit organisasi lainnya yang
tidak berada pada garis perbatasan yang efisien sehingga dapat
memberikan informasi tentang unit-unit yang tidak menggunakan input
secara efisien.
Analisis DEA menggunakan teknik linear programming, dengan
menganalisis perbandingan input dan output tiap-tiap unit kegiatan yang
menjadi ukuran skalar efisiensi. Oleh karenanya DEA disebut analisis
26
decision making unit (DMU). Menurut Kumar dan Gulati (2008), dalam DEA
efisiensi teknikal (ET) dapat dibagi dalam dua perspektif, (1) orientasi input
yang memfokuskan kemungkinan untuk meminimumkan input dalam
menghasilkan
output,
mempertimbangan
(2)
peningkatan
orientasi
output
output,
pada
effisiensi
tingkat
input
teknikal
tertentu.
Pengukuran effiseinsi teknikal
ɵ 0output = aktual output / maksimum output yang memungkinkan
ɵ 0input = minimum input yang memungkikan/ actual input
DEA biasanya digunakan untuk mengukur efisisensi pelayananan
yang diberikan oleh pemerintah, organisasi non profit maupun BUMN. Unit
individual yang dianalisa ini didalam DEA disimbolkan sebagai DMU
(Decision Making Unit) atau Unit pengambilan Keputusan.
Dalam
pendekatan DEA dikenal dua model pendekatan berdasar hubungan antara
variabel input dengan outputnya yaitu model CRS (Constant Returns To
Scale) yang dikemukakan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) serta
model VRS (Variable Returns To Scale) yang dikembangkan oleh Banker
(1984)
dari
model
pendahulunya.
Model
dengan
kondisi
CRS
mengindikasikan bahwa penambahan terhadap faktor produksi (input), tidak
akan memberikan dampak pada tambahan produksi (ouput). Sedangkan
model dengan kondisi VRS akan memperlihatkan bahwa penambahan
sejumlah faktor produksi (input) akan memberikan peningkatan ataupun
27
penurunan kapasitas produksi (output).
Asumsi batas (frontier) produksi CRS mendefinisikan total efisiensi
teknis ke dalam bentuk peningkatan proporsi yang sama dalam output
sebagai pencapaian usaha dari suatu organisasi yang mengkonsumsi
sejumlah input dengan kuantitas yang sama, sedangkan asumsi batas
produksi VRS mengukur efisiensi teknis murni akibat peningkatan output
yang dapat diraih oleh suatu organisasi bila menggunakan input yang
bersifat variabel. Perbandingan antara nilai efisiensi model CRS dengan
VRS akan menghasilkan.
Rumus Skala Efisiensi (SE) =
* CRS
* VRS
Jika skala efisiensinya = 1 (100%) , maka perusahaan beroperasi
dengan asumsi CRS, sedangkan jika sebaliknya perusahaan tersebut
terkarakterisasi dengan asumsi VRS. Dengan memperbandingkan antara
asumsi CRS dengan VRS maka apabila ukuran operasional dari suatu unit
kerja semakin dikurangi atau diperbesar, nilai efisiensinya tetap akan turun.
Unit kerja yang berada pada Skala Efisien adalah unit kerja yang beroperasi
pada return to scale yang optimal. Skala Efisiensi ini akan menentukan
apakah unit kerja tersebut berada pada skala ekonomis atau disekonomis,
yaitu mampu menggambarkan kemampuan optimal unit kerja dalam
memberdayakan sumberdayanya dalam menghasilkan keluaran
28
CRS efficient frontier sama dengan 1. Increasing return to scale (irs),
berarti DMU dapat mencapai titik efisiensi dengan meningkatkan produksi
(titik PAB garis vrs). Decreasing return to scale (drs), berarti pengurangan
skala dapat meningkatkan efisiensi (titik BCQ garis vrs). Titik B, CRS=VRS
pada DMU ini telah melakukan produksi secara optimal, apabila skala
produksinya diubah maka akan terjadi ketidak efisiensienan, Kumar dan
Gulati (2008).
Menurut Wulansari (2010), Return to Scale (RTS) adalah suatu ciri
dari fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara perbandingan
perubahan semua input (dengan skala perubahan yang sama) terhadap
perubahan output yang diakibatkannya. Terdapat 3 (tiga) kondisi keadaan
29
Return To Scale ini, yaitu :
a. Jika λ=1 maka derajat perubahan keluaran sebagai hasil dari perubahan
masukan disebut derajat perolehan tetap (constant returns to scale).
Terjadi jika kenaikan output proporsional terhadap kenaikan input.
b. Jika λ>1 maka derajat perubahan keluaran sebagai hasil dari perubahan
masukan disebut derajat perolehan menaik (increasing returns to scale).
Kondisi yang terjadi jika kenaikan output > kenaikan input. Increasing
Returns to Scale dapat terjadi karena dengan meningkatnya skala
operasi, terjadi :
•
•
•
Pembagian tugas yg lebih baik
Spesialisasi tugas dan fungsi
Penggunaan mesin-mesin khusus yg lebih produktif
c. Jika λ<1 maka derajat perubahan keluaran sebagai hasil dari perubahan
masukan disebut derajat perolehan menaik (decreasing returns to scale).
Kondisi ini terjadi jika kenaikan output < kenaikan input. Decreasing
Returns to Scale dapat terjadi karena meningkatnya skala operasi
organisasi namun terjadi kesulitan dalam mengkoordinasikan berbagai
aktivitas dengan baik dan efektif
Return to scale berguna dalam membantu pihak manajemen untuk
memberikan informasi yang paling baik guna pembuatan keputusan
manajerial dengan data yang akurat dan tepat.
Menurut Buchari (2009), dalam analisis efisiensi melihat:
1. Constan Return to Scale (CRS) atau model model Charnes, Cooper
dan Rhodes
a. CRS-I atau CCR-I: meningkatkan efisiensi dengan alternatif
meminimalkan input dan cenderung menjaga output tetap
b. CRS-O atau CCR-O: meningkatkan efisien dengan alternatif
memaksimalkan output dan cenderung menjaga input tetap.
2. Variabel return to scale atau model Banker, Charnes and Cooper
(BCC Model)
a. VRS-I atau BCC-I: meningkatkan efisiensi dengan alternatif
meminimalkan input dan cenderung menjaga output tetap.
b. VRS-O atau BCC-O: yaitu meningkatkan efisiensi dengan
30
alternatif memaksimalkan cara output dan cenderung menjaga
input tetap.
Apabila perusahaan memiliki nilai efisiensi 1 hasil pengujian dengan
CRS, maka perusahaan tersebut dikatakan efisien secara global, dan
apabila diuji dengan VRS akan bernilai efisiensi juga (bernilai 1). Akan tetapi
apabila hasil pengujian menggunakan metode VRS bernilai efisien atau
bernilai 1, belum tentu efisiensi jika diuji dengan menggunakan metode
CRS. Efisien secara VRS dikatakan efisien secara local, efisien secara CRS
dikatakan efisien secara global. Apabila suatu entitas efisien secara local
namun tidak efisien secara global, maka manajemen entitas tersebut
efisien, akan tetapi skala operasionalnya tidak tepat.
Menurut Buchari (2009), baik metode CRS dan VRS, kondisi untuk
meningkatkan efisiensi dapat dilakukan dengan meminimumkan input dan
meningkatkan output. Namun untuk kondisi yang sangat tidak efisien dari
DMU, direkomendasikan dengan alternatif meningkatkan output dan
menurunkan input secara smultan agar efisiensinya sama dengan frontier.
Budi, (2010) DEA pada dasarnya membentuk garis batas (frontier) dengan
menggunakan unti-unit yang efisen.
2.5. Roadmap Penelitian
Program JKA adalah jaminan kesehatan gratis yang diberikan oleh
pemerintah Aceh kepada masyarakatnya. JKA membantu tercapainya
MDG‟s yang ditargetkan akan tercapai sebelum tahun 2015 melalui
peingkatan kualitas kesehatan. Alokasi penambahan dana kesehatan untuk
pelaksanaan program JKA ini sebesarnya Rp 425 miliar untuk tahun 2011,
Rp 400 miliar untuk tahun 2012 dan Rp 419 miliar untuk tahun 2012.
Sejumlah dana telah dialokasikan, namun pelaksanaan program JKA ini
31
memiliki berbagai masalah baik itu efisiensi pelaksanaan maupun kualitas
pelayanan.
Menurut penelitian Chang et al (2004), penilaian efisiensi, seberapa
baik input digunakan untuk memberikan berbagai jenis pelayanan
kesehatan, merupakan ukuran penting dari suatu kinerja. Keberhasilan
pelaksanaan suatu program nasional pemerintah merupakan titik relevan
dalam keberlanjutannya ( Chang ,1998).
Chisholm dan Evans (2010) juga mendokumentasikan bahwa
pemerintah sebagai penyedia program pelayanan kesehatan perlu untuk
mengindentifikasi faktor-faktor yang dapat mengurangi dan mengeliminasi
ketidakefisienan program pelayanan kesehatan, sehingga peningkatan
efisiensi pelayanan kesehatan, dalam jangka waktu pendek, akan dapat
mewujudkan universal coverage (sistem jaminan kesehatan masyarakat
semesta) (Chisholm and Evans, 2010).
Analisis sejauhmana program JKA mampu meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat; tingkat efisiensi program JKA; dan tingkat
kepuasaan masyarakat Aceh diharapkan dapat menjadi panduan dan
benchmark dalam penyusunan rancangan Qanun Kesehatan Aceh,
penyusunan buku saku prosedur penggunaan dan pemanfaatan program
JKA
dan
juga
acuan
dalam
rancangan
pengalokasian
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) untuk meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat Aceh ke depan.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
Tolak ukur penilaian efisiensi pada penelitian ini adalah dengan
perhitungan skala efisiensi berdasarkan rasio antara output terhadap input
(return to scale) dengan pendekatan kuantitatif non parametrik. Tolak ukur
penilaian kepuasan adalah dengan mendengarkan atau mengumpulkan
persepsi dari responden mengenai kualitas pelayanan Puskesmas yang
telah diterimanya. Sedangkan indikator-indikator yang digunakan sebagai
pengukuran mengacu pada Kepmen PAN Nomor : KEP/25/M.PAN/2004.
Untuk penilaian kepuasan dengan pendekatan pendekatan kuantitif
deskriptif. Penilaian kepuasan ini juga menjadi landasan argumen untuk
penyusunan buku saku prosedur penggunaan dan pemanfaatan program
jaminan kesehatan gratis Aceh.
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah puskesmas rawat inap, karena Puskesmas
sebagai pintu masuk layanan kesehatan gratis JKA dan sebagai pelayanan
rawat inap tingkat pertama. Total Puskesmas RITP pada tahun 2012 di
Provinsi NAD adalah 123 Puskesmas.
Pada penelitian ini mengambil sampel bagian timur Provinsi NAD,
dikarenakan jumlah Puskesmas di Provinsi NAD lebih banyak terdapat di
wilayah timur dibandingkan wilayah tengah dan barat provinsi NAD. Jumlah
puskesmas RITP untuk wilayah timur adalah 62 unit, untuk wilayah barat 31
unit dan untuk wilayah tengah 30 unit. Cluster random sampling akan
dioperasikan dalam penelitian ini untuk mendapatkan sampel penelitian
wilayah timur provinsi NAD, yang terdiri dari wilayah kabupaten/kota:
33
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Sabang
Aceh Besar
Pidie
Pidie Jaya
Bireuen
Lhokseumawe
Aceh Utara
Aceh Timur
Langsa
Aceh Tamiang
Pengukuran efisiensi pada penelitian ini menggunakan DEA. DEA
adalah metode non parametrik dengan teknik berbasisi program linier, yang
mengukur efisiensi unit organisasi berdasarkan decision making unit (DMU).
DEA mengasumsikan bahwa tidak semua unit efisien, DEA mampu
menganalisis lebih dari satu input dan/atau output yang menghasilkan nilai
efisiensi tunggal untuk setiap penelitian, mengukur efisiensi komparatif dari
unit operasi homogen (Budi, 2010; Kumar dan Gulati, 2008).
Ukuran sampel pada penelitian ini sesuai dengan rule of thumb
dalam analisis DEA. Cooper, et al (2007) dua aturan pengambilan sampel
yang menjadi pilihan untuk analisis efisiensi berbasis DEA, dimana n ≥ max,
yaitu: (1) m x s, atau (2) 3(m+s)
n
m
s
= Jumlah sampel (DMU)
= Jumlah input
= jumlah output
Pada penelitian ini indikator output adalah jumlah pasien rawat inap,
dan indikator input ada 6, yaitu:
1. Jumlah dokter pada tiap-tiap Puskesmas
2. Jumlah perawat pada tiap-tiap Puskesmas
3. Jumlah bidan Puskesmas pada tiap-tiap Puskesmas
34
4. Jumlah bidan desa pada pada tiap-tiap Puskesmas
5. Jumlah tempat tidur rawat inap pasien pada tiap-tiap Puskesmas
6. Jumlah ambulan pada tiap-tiap Puskesmas
Berdasarkan rumus tersebut jumlah sampel minimum 6 atau 21
Puskesmas RITP. Maka analisis efisiensi pelaksanaan program JKA pada
penelitian ini mengambil sample 32 puskesmas rawat inap tingkat pertama,
yang tersebar di wilayah timur Propinsi NAD.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) akan pelaksanaan
program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dengan membagikan kuesioner
kepada pasien pengguna pelayanan program JKA ini, yang pernah atau
sedang melakukan rawat inap di Puskemas rawat inap. Kuesioner minimal
dibagi kepada minimal 150 orang responden (Kepmen PAN No. 25 tahun
2004) dengan sampel diambil secara accidental sampling, yaitu pasien yang
datang untuk berobat ke Puskesmas saat ditemui oleh peneliti, dan pasien
tersebut pernah ataupun sedang menjalani rawat inap pada Puskesmas
tersebut.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, penelitian ini akan
menggunakan teknik pengumpulan data berikut:
a. Wawancara terstruktur (structured interview) dengan pihak puskesmas
dan masyarakat pengguna JKA. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh
pemahaman dari terhadap penerapan Manual Pelaksanaan (Manlak)
JKA di lapangan.
35
b. Kuesioner (questioners), teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan
gambaran ringkas dan komprehensive tentang kepuasan masyarakat
akan pelayanan JKA.
c. Arsip (archival). Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk
mendapatkan data: (1) Jumlah sarana dan prasarana kesehatan (input);
dan (2) jumlah pasien JKA selama priode Juni 2010 – Desember
2012(output). Sumber data arsip diperoleh dari Dinas Kesehatan
Provinsi Aceh.
Informasi harga sering rentan diberikan kepada para
peneliti dan juga sering rentan pada besarnya variasi dan manipulasi
dibandingkan dengan data unit. Oleh karena itu, pengukuran efisiensi
berdasarkan unit fisik input dan output dapat memberikan penilaian
yang lebih baik dengan bias yang jauh dari biaya dan harga.
Keterbatasan data biaya ini, maka dapat menggunakan non-parametric
Data Envelopment Analysis (DEA) Chang et al (1998).
3.3. Uji Instrumen Penelitian
Kuesioner
untuk
mengetahui
kepuasan
masyarakat
terhadap
pelayanan JKA didasarkan pada 14 indikator (Kep.MENPAN No.25 Tahun
2004):
1. Prosedur pelayanan.
2. Persyaratan Pelayanan
3. Kejelasan petugas pelayanan
4. Kedisiplinan petugas pelayanan
5. Tanggung jawab petugas pelayanan
6. Kemampuan petugas pelayanan
7. Kecepatan pelayanan
8. Keadilan mendapatkan pelayanan
9. Kesopanan dan keramahan petugas
36
10. Kewajaran biaya pelayanan
11. Kepastian biaya pelayanan
12. Kepastian jadwal pelayanan
13. Kenyamanan lingkungan
14. Keamanan Pelayanan
Menurut Davis dan Cosenza (2008), kualitas instrumen penelitian
(kuesioner) dapat dievaluasi melalui uji validitas (factor analysis) dan uji
reliabilitas. Pertanyaan yang dianggap valid (sah) dan reliable (handal)
dapat digunakan untuk proses analisis data selanjutnya.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan
valid
apabila
mampu
mengukur
apa
yang
diinginkan
dan
dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Sekaran, 2006).
Pengujian
validitas
data
dalam
penelitian
ini
dilakukan
menggunakan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974)
dengan
semua item
pernyataan dinyatakan valid jika memiliki nilai MSA (Measure of Sampling
Adequacy) di atas 0,50.
Uji reliabilitas yang bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur
tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Dengan
demikian alat pengukuran yang reliabel dapat mengukur secara stabil pada
waktu yang berbeda dan dalam kondisi yang berbeda pula (Sekaran, 2006).
untuk menguji kehandalan kuesioner digunakan Cronbach Alpha. Nunnally
(1978) menyatakan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha di atas 0,60.
37
3.4.
Pengolahan Data dan Analisa Data
3.4.1. Skor efisiensi
Setelah data terkumpulkan, langkah berikutnya adalah
pengolahan dan analisa data. Menurut
Yazar
A.
Oscan
(2008),
pengukuran efsiensi dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu
analisis rasio, least-squares regression (LSR), total factor productivity
(TFP), stochastic frontier analysis (SFA), dan data envelopment analysis
(DEA).
Pada penelitian ini
analisa efisiensi menggunakan pengukuran
DEA yang pengolahan data dengan berbantuan software DEAP Version 2.1
(Data Envelopment Analysis Program).
Efisiensi (produktivitas) =
Input
Output
Rumus Skala Efisiensi (SE) =
* CRS
* VRS
Tabel 3.4.1.
Tabel Rumus DEA Model CRS dan VRS
Mode1 DEA berorientasi input
Mode1 DEA berorientasi input
CRS
VRS
Eff = Min ΣrViXij0
Eff= Max ΣrViXij0+ U0
Ui, Vi
Ui, Vi
s.t
s.t
ΣrUrYrj – ΣiViXij ≤ 0; vj
ΣrUrYrj – ΣiViXij ≤ 0; vj
ΣiUrYrj0 = 1
ΣiUrYrj0 = 1
Ur , Vi ≥ 0 ; r i
Ur , Vi ≥ 0 ; r i
Sumber: Ramanathan 2003 dalam Wulansari 2010
38
Dimana:
yrj = jumlah output r yang diproduksi oleh puskesmas j,
xij = jumlah input i yang digunakan oleh puskesmas j,
ur = bobot yang diberikan kepada output r, (r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah
output),
vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i = 1, ..., m dan m adalah jumlah
input),
n = jumlah puskesmas,
j0 = puskesmas yang diberi penilaian
3.4.2. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Menurut Kep MENPAN No.25 Tahun 2004 dalam Mote (2008),
teknik analisis data IKM dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihitung dengan menggunakan nilai ratarata tertimbang masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan IKM
terdapat 14 unsur atau indikator yang dikaji. Setiap unsur pelayanan
mempunyai penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut :
Bobot Nilai Rata Rata =
Tertimbang
Jumlah Bobot = 1 = 0,071
Jumlah Unsur 14
Untuk memperoleh nilai IKM dipergunakan rumus sebagai berikut:
IKM = Total dari nilai persepsi
Total Unsur yang terisi
x Nilai Penimbang
Guna mempermudah interpretasi nilai IKM yang berkisar 25 – 100, maka
hasil penilaian masing-masing dikalikan 150.
39
Nilai IKM Unit Pelayanan X 25
Hasil perhitungan tersebut di atas dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 3.4.2
Nilai Persepsi, Inteval IKM, Interval Konversi IKM
No
Nilai Interval
Konversi IKM
Mutu Pelayanan
Kinerja Unit Pelayanan
1
1,00 – 1,75
25 – 43.75
D
Sangat Tidak Bagus
2
1,75 – 2,50
43.76 – 62.50
C
Tidak Bagus
3
2,50 – 3,25
62.51 – 81.25
B
Bagus
4
3,25 – 4,00
81.26 – 100.00
A
Sangat Bagus
Sementara itu untuk menentukan kinerja setiap sub indicator adalah
dengan
menetukan intervalnya terlebih dahulu. Rumus yang dipakai
adalah:
I=
Range
K
Keterangan :
I
= Interval/Rentang Kelas.
Range
= Skor Tertinggi - Skor Terendah
K
= Banyaknya Kelas
Kemudian untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini,
digunakan Importance-Performance Analysis untuk melihat tingkat
kesesuaian antara harapan dan kualitas pelayanan :
a.Tingkat Kesesuaian
Tki=
xi
x 100%
yi
40
Keterangan :
Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi
= Skor penilaian kualitas pelayanan.
Yi
= Skor penilaian kepentingan
b. skor rata-rata
x=
xi
n
x=
yi
n
Keterangan:
X = Skor rata-rata tingkat kepuasan
Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan
n = Jumlah responden
14 indikator IKM tersebut diadopsi dari Kep MENPAN No.25 Tahun
2004, dalam bentuk kuesioner yang telah dirancang. Rancangan kuesioner
tersebut dapat disesuaikan dengan lapangan penelitian. Oleh karena itu
peneliti menyesuaikan 14 pertanyaan kuesioner tersebut dengan tempat
penelitian, yaitu Puskesmas. Sebelum kuesioner tersebut disebarkan
kepada pasien JKA, peneliti sebelumnya melakukan pengujian validitas dan
reliabilitas.
Menurut Davis dan Cosenza (2008), kualitas instrumen penelitian
(kuesioner) dapat dievaluasi melalui uji validitas (factor analysis) dan uji
reliabilitas. Pertanyaan yang dianggap valid (sah) dan reliable (handal)
dapat digunakan untuk proses analisis data selanjutnya.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan
valid
apabila
mampu
mengukur
apa
yang
diinginkan
dan
dapat
41
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Sekaran, 2006).
Pengujian
validitas
data
dalam
penelitian
ini
dilakukan
menggunakan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974)
dengan
semua item
pernyataan dinyatakan valid jika memiliki nilai MSA (Measure of Sampling
Adequacy) di atas 0,50.
Uji reliabilitas yang bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur
tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Dengan
demikian alat pengukuran yang reliabel dapat mengukur secara stabil pada
waktu yang berbeda dan dalam kondisi yang berbeda pula (Sekaran, 2006).
untuk menguji kehandalan kuesioner digunakan Cronbach Alpha. Nunnally
(1978) menyatakan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha di atas 0,60.
42
BAB IV
ANALISIS EFISIENSI DAN KEPUASAN PENGGUNA JAMINAN
KESEHATAN ACEH (JKA) PADA PUSKESMAS RAWAT INAP TINGKAT
PERTAMA DI WILAYAH TIMUR PROVINSI NAD
Bab ini membahas hasil pengolahan data yang berkenaan dengan
pengujian kelima hipotesa yang telah dikemukakan pada bab 2.
Pembahasan hipotesa 1 dengan menggunakan analisis efisiensi dengan
menggunakan
pengukuran
Data
Envelopment
Analysis
dengan
menggunakan software DEAP 2.1. Pembahasan hipotesa 2 untuk analisis
indeks kepuasaan masyarakat, menghitung skor kepuasaan masyarakat
dengan menggunakan software MS Excell.
4.1.
Analisis Efisiensi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Aceh (JKA).
4.1.1. Analisis Efisiensi Puskesmas
Hasil analisis efisiensi dengan menggunakan pengukuran DEA,
dengan 32 sampel Puskesmas rawat inap tingkat pertama yang terdapat di
wilayah timur Provinsi NAD. Analisis efisiensi dengan menggunakan
Software DEAP 2.1. Analisis efisiensi ini menggunakan variable output
jumlah pasien JKA yang dirawat inap pada Puskesmas, berdasarkan
realisasi anggarannya. Sedangkan untuk variable input adalah: (1) jumlah
dokter, (2) jumlah juru rawat, (3) jumlah bidan puskesmas, (4) jumlah bidan
desa, (5) jumlah tempat tidur pasien, (6) jumlah ambulan.
Analisis efisiensi pada studi ini membahas analisis efisiensi teknik
(technical efficiency) two-stage DEA method. Analisis efisiensi ini
membahas efisiensi teknis dan efisiensi skala. Nilai efisiensi teknikal
berdasarkan perhitungan vrste. Sedangkan efisiensi skala adalah hasil
perbandingan:
43
Skala efisiensi = crste/vrste
Argumentasi agar mencapai titik efisiensi (constant return to scale)
maka: (1)
dapat meminimumkan input dan cenderung menjaga output
tetap, (2) dapat memaksimalkan output dan cenderung mempertahankan
input tetap. Argumentasi ini dasar untuk mekasimumkan output atau
meminimumkan input, yang selanjutnya memfokuskan pada angka output
dan input slack serta angka input dan output target. Angka slack ini sebagai
pertimbangan
agar
DMU
mencapai
titik
batas
efisiensi,
dengan
mengobservasi nilai input dan output target.
Menurut Wardana (2013), input slack dapat didefinisikan sebagai
berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU
mencapai titik efisien dimana DMU paling efisien berada. Output slack
adalah seberapa besar output yang dapat ditingkatkan secara proporsional
agar DMU tersebut berada pada titik DMU yang paling efisien.
Analisis efisiensi DEA menggunakan preferensi two-stage methode
dengan pendekatan tradisional BCC dan CCR model, yang berorientasi
input. DMU dengan nilai skor atau skala kurang dari satu dianggap tidak
efisien dibandingkan dengan unit lain.
Tabel 4.1.1
Efisiensi input-oriented model
DMU/Puskesmas
crste
vrste
Scale
1
0.232
1.000
0.232
irs
2
1.000
1.000
1.000
crs
3
0.014
1.000
0.014
irs
4
0.030
1.000
0.030
irs
5
0.134
1.000
0.134
irs
6
1.000
1.000
1.000
crs
7
0.867
1.000
0.867
irs
44
DMU/Puskesmas
crste
vrste
Scale
8
0.364
1.000
0.364
irs
9
0.479
1.000
0.479
irs
10
0.398
0.762
0.522
irs
11
0.246
0.984
0.250
irs
12
0.042
1.000
0.042
irs
13
1.000
1.000
1.000
crs
14
0.010
1.000
0.010
irs
15
0.049
1.000
0.049
irs
16
0.067
1.000
0.067
irs
17
0.395
0.604
0.654
irs
18
0.429
1.000
0.429
irs
19
1.000
1.000
1.000
crs
20
0.280
1.000
0.280
irs
21
0.221
0.333
0.664
irs
22
0.055
1.000
0.055
irs
23
0.826
0.881
0.938
irs
24
1.000
1.000
1.000
crs
25
0.153
1.000
0.153
irs
26
0.398
1.000
0.398
irs
27
0.810
1.000
0.810
irs
28
0.474
1.000
0.474
irs
29
0.210
0.551
0.381
irs
30
0.164
1.000
0.164
irs
31
0.629
1.000
0.629
irs
32
0.845
1.000
0.845
irs
mean
0.432
0.941
0.467
Hasil analisis DEA (table 3.1) dari 32 sampel Puskesmas rawat inap
rata-rata-rata efisensi skala adalah 0.467, apabila efisiensi skala tidak
tercapai berarti skala ekonomi tidak dapat dicapai pada semua tingkatan
skala produksi. Efisiensi teknis (vrste) menunjukkan rata 0.941, yang
mendekati angka efisiensi 1, efisiensi teknis ini menunjukkan efisiensi suatu
45
Puskesmas (DMU) dalam mengubah input menjadi output. Tidak efisien
dalam skala dapat diatasi dengan mengadopsi teknologi atau proses
pelayanan kesehatan yang baru. Efisiensi teknis merupakan permasalahan
manajerial (Budi, 2010).
Puskesmas yang bernilai efisiensi 1 pada metode VRS disebut sebagai
perusahaan yang efisien secara lokal, akan tetapi Puskesmas ini belum
tentu efisien jika diujikan pada metode CRS. Dalam arti, efisiensi skala dari
sebuah DMU adalah rasio antara efisiensi dengan asumsi CRS terhadap
efisiensi dengan asumsi VRS.
Dari 32 sampel, hanya 6 Puskesmas tidak efisien secara teknis dan
skala, 26 Puskesmas yang menunjukkan nilai efisien secara teknis, dari 26
Puskesmas tersebut hanya 5 Puskesmas yang menunjukkan efisien skala
(skala 1.000). Untuk kelima Pusksmas ini kombinasi input dengan output
yang dihasilkan telah tepat. Jumlah dokter, perawat, bidan Puskesmas,
bidan desa, jumlah tempat tidur dan ambulan pada Puskesmas tersebut
telah dapat menangani kasus rawat inap secara optimal. Puskesmas yang
telah mencapai skala efisiensi (efisiensi skala 1= crs) adalah Puskesmas
dengan no urut dan 2,6,13,19 dan 24. Sisanya, 26 Puskesmas dengan
keterangan increasing retun to scale (irs), yang berarti Puskesmas tersebut
harus dapat meningkatkan jumlah pasien rawat inap.
Efisiensi
teknis
berfokus
pada
memaksimalkan
output
dengan
meminimumkan input. Operasional Puskesmas yang tidak efisien ini,
dikarenakan adanya slack. Menurut Ozkan Y.A (2008), slack pada analisis
DEA
ini
menjelaskan
kelebihan
proporsi
yang
menyebabkan
ketidakefisienan. Oleh karenanya pengurangan sejumlah input diikuti
dengan sejumlah target output di perlukan agar mencapai target efisiensi
(efficiency frontier). Puskesmas yang dapat menjadi acuan terbaik (peer)
untuk efisiensi teknis bagi Puskesmas lainnya dibagian wilayah timur
46
Provinsi NAD adalah Puskesmas dengan nomor urut 14.
4.1.2. Analisis Slack dan Target Input-Output
Pada analisis DEA akan diinformasikan sejumlah slack yang terjadi
pada DMU (Puskesmas) yang tidak efisien, yang menggambarkan
kelebihan porsi penyebab ketidakefisienan operasional. Menurut Kumar dan
Gulati (2009), angka slack diperlukan untuk mendorong kegiatan mencapai
titik frontier (target). Target poin didefinisikan dengan rumus
xˆ
*
io
o
yˆ
y
Dimana:
ro
x s
io
S
ro
xˆ
yˆ
io
ro
*
i
*
r
i= 1,2,….,m
r= 1,2,….s
target input untuk Puskesmas
target output untuk perusahaan
Analisis ini dengan menggunakan DEA two-stage input orientation.
menunjukkan input-output slack pada 16 Puskesmas. 6 Puskesmas dengan
konidisi tidak efisien secara teknis dan skala, 10 Puskesmas efisien secara
teknis tapi tidak efisien skala. 16 Puskesmas ini harus mencontoh
Puskesmas lainnya dalam menjalankan kegiatan opersionalnya dalam
memberikan pelayanan kesehatannya. Sisanya sebanyak 16 Puskesmas
tidak terdapatnya slack input-output.
Penggunan orientasi input diasumsikan pemerintah daerah Provinsi
NAD lebih dapat mengontrol sarana dan prasarana kesehatan dibandingkan
jumlah pasien JKA yang berobat ke Puskesmas RITP. Dengan kata lain,
manajemen mampu menambah dan mengurangi input dengan mudah, di
47
bandingkan menambah dan mengurangi output (Budi, 2010). Hasil analisis
menunjukkan slack output hanya terdapat pada Puskesmas No 3.
Di satu sisi, hasil wawancara diperoleh informasi, minimnya jumlah
pasien pada Puskesmas RITP yang menyebankan tidak efisien secara
skala juga dikarenakan:
(1) peraturan pemerintah, yang apabila pasien
telah menjalani rawat inap lebih dari 3 (hari) di Puskesmas RITP dan belum
sembuh juga, maka pasien tersebut dirujuk untuk menjalani rawat inap
tingkat lanjutan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), (2) untuk ibu hamil
yang berumur diatas 45 tahun dan beresiko tidak boleh melahirkan di
Puskesmas, ibu hamil tersebut harus dirujuk untuk melahirkan pada RSUD,
(3) sebagian besar pasien yang dirujuk ke RSUD karena membutuhkan
tindakan operasi, sedangkan di Puskesmas RITP tidak tersedianya ruang,
ahli bedah dan teknologi untuk melakukan operasi, (4) standar jumlah
minimal tempat tidur pasien adalah 10 ranjang, dari data lapangan terdapat
Puskesmas RITP yang jumlah tempat tidur pasien dibawah 10 ranjang.
Keterbatasan diatas mengharuskan Puskesmas setempat untuk
mengeluarkan surat rujukan kepada RSUD, hal ini salah satu penyebab
membludaknya jumlah pasien pada RSUD. Dari hasil wawancara juga
menginformasikan, pasien Puskesmas jumlahnya sangat tinggi pada tahun
2010 (JKA di sahkan pada tanggal 1 Juni 2010), ini dikarenakan banyak
masyarakat berbondong-bondong memanfaat program kesehatan gratis
pemerintah, yang dulunya bayar sekarang gratis. Jumlah pasien JKA yang
sangat banyak ini yang dirujuk ke RSUD, menyebabkan banyak pasien
yang tidak dapat ditangani, salah satunya karena keterbatasan jumlah
tempat tidur di RSUD.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
DMU/
Puskesmas
3
4
3
3
1
4
3
2
4
3
3
2
3
1
3
3
2
2
4
2
3
3
3
5
1
2
5
2
2
3
3
2
0
0
-1
-1
-3
0
0
0
0
0
-1
0
0
0
0
0
0
0
0
-4
0
-3
0
0
-4
-4
0
-4
0
-3
-3
0
4
2
8
8
8
7
9
11
6
14
6
5
10
8
7
4
10
46
42
8
9
8
22
60
8
8
41
9
14
9
9
23
Input
Target
0
0
-1
-3
-6
0
0
0
0
-1
0
0
0
0
0
0
-4
0
0
-10
-5
-8
0
0
-36
-27
0
-10
-14
-2
-3
0
Input
Slack
Jumlah Perawat
Input
Target
Input
Slack
Jumlah Dokter
11
5
10
10
4
8
8
14
10
13
8
8
15
3
12
22
8
32
70
5
7
11
22
21
3
5
7
6
7
7
7
3
Input
Target
0
0
-32
-7
-2
0
0
0
0
-13
-2
0
0
0
0
0
0
0
0
-13
-35
-23
0
0
-30
-5
0
-16
0
-5
-8
0
Input
Slack
Jumlah Bidan Puskesmas
13
21
20
20
10
25
29
9
12
13
11
13
20
7
11
28
22
45
63
15
26
16
32
18
11
17
12
22
13
23
25
20
Input
Target
0
0
-19
-11
-41
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-5
0
0
-5
-11
-34
0
0
-6
-2
0
-3
0
-11
-5
0
Input
Slack
Jumlah Bidan Desa
15
9
6
6
9
14
8
10
4
6
9
3
6
9
4
8
9
8
28
9
8
5
12
15
8
9
17
8
9
8
8
18
Input
Target
0
0
0
0
-2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-5
-1
0
0
0
-1
-23
0
-4
0
0
-2
0
Input
Slack
2
2
1
1
1
2
1
2
2
2
2
2
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
3
1
1
1
1
1
1
1
2
Input
Target
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Input
Slack
Jumlah tempat tidur Jumlah Ambulan
Tabel 4.1.2
Slack dan Target Input-Output
166
681
315
315
90
1294
602
274
434
471
206
32
1513
4
29
44
537
329
2023
226
520
172
1184
1933
123
285
543
406
278
434
488
410
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Output
Slack
Jumlah Pasien RITP
Output
Target
Puskesmas
14, 15
15, 14,7
7,14
13,24,14,15,7
9, 14, 1
19, 7,6,14,13
7, 14
7, 14
7, 14, 15
7, 24, 19, 13
7, 14
14, 7
14, 7
7,15,14,27,13
7, 14, 15
14, 7
-
Acuan (peer)
No
48
49
Hasil penelitian analisis efisiensi di Australia yang telah dilakukan
oleh Drake and Howcroft (1994) dalam Avkiran dan Rowland (2006) yaitu,
pada kondisi efisien (CRS), dapat diasumsikan unit kegiatan yang lebih
besar
lebih
efisien
dalam
menkonversikan
input
ke
output.
Pengkombinasian, kenaikan jumlah input diharapkan dapat meningkatkan
output. Studi Valdmanis et al. (2008) yang menganalisis input-output di
rumah sakit Amerika Serikat guna mengukur berbagai kebutuhan untuk
meningkatkan kualitas maupun efisiensi, mendokumentasikan temuan
berikut: (1) kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dengan penambahan
jumlah tenaga kerja dan tersedianya layanan kesehatan berteknologi
canggih, (2) rumah sakit dengan kualitas yang tinggi juga memiliki nilai
efisiensi yang tinggi, dibandingkan dengan dengan rumah sakit yang
berkualitas rendah. Sejalan dengan penelitian tersebut, dibandingkan
dengan Puskesmas, RSUD lebih efisien dalam mengkonversikan input ke
output, karena ketersediaan sumber daya dan teknologi yang lebih
dibandingkan Puskesmas.
Berdasarkan laporan pelaksanaan program JKA tahun 2012,
realisasi biaya rawat inap tingkat lanjutan (RITL) yang pelayanannya di
RSUD sebesar 37% atau sebesar Rp. 134.009.838.779,- sedangkan
realisasi biaya rawat inap tingkat pertama (RITP) yang pelayanannya di
Puskesmas RITP hanya sebesar 2% atau sebesar Rp. 5.933.733.600,-.
Jelas bahwa pasien rawat inap banyak di layani di RSUD dibandingkan
Puskesmas RITP.
Efisiensi di bidang kesehatan yang berarti unit fasilitas kesehatan
dituntut dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan standar kualitas
yang terbatas. Alokasi biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas
secara simultan adalah hal yang sulit untuk dicapai, adanya trade off antara
kualitas dengan efisiensi (Litvak dan Long, 2000) dalam Chang 2010; Mc
50
Key and Deily, 2005). Peningkatan pelayanan kesehatan memerlukan
sumber daya manusia professional yang cukup, peralatan yang up to date,
aplikasi penemuan terbaru, teknologi yang canggih, jumlah tempat tidur
yang cukup yang semuanya ini adalah biaya yang besar
(Shen, 2003;
Valdmanis, 2008). Saat ini dengan segala keterbatasan input yang tersedia
di RSUD dan Puskesmas, unit pelayanan tersebut juga harus dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara optimal.
4.2. Analisis Kepuasan Pengguna Program JKA
Sejauh mana pelaksanaan JKA dapat memberikan pelayanan
kepada masyarakat Aceh, dapat dianalisi dengan menggunakan angka
Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM). Analisis IKM mengambil responden
pasien JKA yang telah menggunakan pelayanan rawat inap atau sedang
menggunakan pelayanan rawat inap pada Puskesmas RITP di wilayah timur
provinsi NAD. Instrument penelitian untuk analisis IKM ini adalah kuesioner.
Kuesioner ini ditujukan kepada responden, dengan mengisi kuesioner.
Kuesioner IKM ini mengadopsi pedoman umum penyusunan indeks
kepuasan masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah berdasarkan
KepMen Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 25 tahun 2004.
Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan, yang dapat disesuaikan dengan unit
yang diteliti. Untuk itu peneliti menambah unsur yang relevan sesuai dengan
unit penelitian, yaitu unit pelayanan kesehatan Puskesmas.
IKM ini digunakan sebagai tolak ukur dari kualitas pelayanan
Puskesmas,
sejauhmana
Puskesmas
tersebut
dapat
memberikan
pelayanan minimal yang telah distandarkan oleh pemerintah. Melalui
indikator-indikator pelayanan minimal ini dapat
diketahui kepuasan
masyarakat akan pelayanan jaminan kesehatan JKA di Puskesmas RITP.
51
Penelitian yang menggunakan instrument kuesioner sebelumnya
perlu dievaluasi keabsahan dan kehandalan instrument penelitian tersebut
melalui uji validitas (factor analysis) dan uji reliabilitas. Apabila pertanyaan
yang dianggap valid (sah) dan reliable (handal) dapat digunakan untuk
proses analisis selanjutnya.
Suatu item valid jika memiliki factor loading lebih besar dari 0,50
(Kaiser dan Rice, 1974) dan instrument itu diatakan reliable atau cukup
handal apabila memiliki Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60 (Nunnaly,
1978)
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas menunjukkan instrument
IKM yang digunakan cukup valid dan handal, dengan nilai Kaiser’s MSA
0,796 (diatas 0,50) dan Cronbach’s Alpha 0,706 (diatas 0.60)
Tabel 4.2.1
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.
Approx. Chi-Square
Bartlett's Test of Sphericity
df
.796
436.073
91
Sig.
.000
Tabel 4.2.2
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.706
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items
.787
N of Items
14
Setelah angka pengujian validitas dan reliabilitas cukup valid dan
handal, langkah selanjutnya adalah menyebarkan kuesioner ke responden.
Kuesioner yang disebarkan sebanyak 300 kuesioner. Dari 300 kuesioner
52
tersebut, 193 kuesioner yang balik ke peneliti. 193 kuesioner tersebut hanya
170 kuesioner yang dapat di analisis, 23 kuesioner yang lainnya tidak dapat
dianalisi karena ada beberapa item pertanyaan yang tidak terjawab.
Menurut KepMen PAN No 25 Tahun 2004, untuk memenuhi akurasi hasil
penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150 orang dari
jumlah populasi penerima layanan.
4.2.1. Analisis Indikator Kepuasan Masyarakat
Prosedur
pelayanan
kesehatan
peserta
JKA
berawal
dari
Puskesmas. Peserta yang sakit (pasien) harus datang ke Puskesmas
beserta jaringannya dengan menunjukkan identitas peserta JKA, yaitu kartu
JKA apabila belum memiliki kartu JKA dapat menggunakan KTP atau KK
Aceh. Apabila hasil pemeriksaan dokter keluarga pada fasilitas kesehatan
dasar (Puskesmas) dinyatakan peserta membutuhkan pelayanan kesehatan
lebih lanjut baik rawat jalan maupun rawt inap, maka pasien tersebut dirujuk
ke fasilitas kesehatan lanjutan milik pemerintah. Tingkat pendidikan pada
responden
penelitian
ini
sebagian
besar
tamatan
SMA
ke
atas,
kemungkinan besar dapat memahami prosedur penggunaan layanan
kesehatan JKA ini. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan
pengguna JKA yang tamatan SD agak sulit untuk memahami prosedur
pelayanan program JKA ini.
53
Pendidikan
SD
SLTP
SMA
D3
S1
S2
Total
Tabel 4.2.3
Pendidikan Responden
Jumlah Responden
27
29
54
34
24
2
170
Persen
15.88
17.06
31.76
20.00
14.12
1.18
100.00
54
Peserta JKA yang butuh rawat inap berhak mendapatkan seluruh
pelayanan kesehatan di kelas III sesuai kebutuhan medis. Untuk pelayanan
obat peserta JKA mengacu pada Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO)
dan Daftar Obat Tabahan (DOT).
Berdasarkan pedoman pelaksanaan JKA, mensyaratkan adanya
survey kepuasaan peseta, dengan tingkat kepuasaan minimal 75%
(Serambi Indonesia 7 Februari 2012; Harian Aceh, 10 Agustus 2011. Untuk
itu PT. Askes memberikan pelayanan pengaduan sehubungan pelaksanaan
program kesehatan ini, yang terdiri dari:
-
PT. Askes : Toll Free 0800 11 27537 dan Hallo Askes 500 400
Dinas Kesehatan Aceh di Unit Pengaduan dan Hubungan
Masyrakat Sekretariat JKA
Rumah Sakit
Puskesmas
Indeks kepuasaan masyarakat akan pelayanan Puskesmas RITP di
wilayah timur Provinsi NAD menunjukkan nilai 61,24 yang berarti mutu
pelayanannya bernilai C. Keluhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
program JKA yang menjadi berita pada berbagai media masa, ini di
karenakan ratusan pasien antri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di
RSUD, sehingga banyak pasien tidak mendapatkan pelayanan secara
optimal. Sebagai bahan perbandingan, sebelum adanya program JKA
pasien rawat jalan RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh berjumlah sekitar 300400 pasien per hari, tapi sejak adanya JKA, jumlah pasien melonjak menjadi
1.000-1.500 pasien per hari (Serambi Indonesia, 29 Maret 2011).
Oleh karena itu, perlu bagi pemerintah Aceh untuk mengevaluasi
kembali pengelolaan sarana dan prasarana kesehatan yang telah tersedia
agar dapat beroperasi secara efisien, dan memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal sehingga masyarakat puas akan pelayanan
kesehatan ini baik di Puskesmas maupun di RSUD.
55
Terdapat 14 indikator IKM, dari 14 indikator ini 9 indikator yang mutu
pelayananannya masih kurang baik (C), sedangkan 5 indikator lainnya telah
dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pasien. Secara rinci ini
dapat dilihat pada table 4.3
Tabel 4.2.4
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)Terhadap Program JKA menurut Indikator
No.
1
2
3
4
Indikator IKM
Kemudahan prosedur
pelayanan
Kesamaan persyaratan
pelayanan
Kejelasan dan kepastian tim
medis
Kedisiplinan tim medis
Ratarata
2,44
Mutu Pelayanan
Keterangan
C
Kurang Mudah
C
Kurang sesuai
B
Kurang Jelas
C
Kurang Disiplin
B
Bertanggung jawab
B
Mampu
C
Kurang cepat
C
Kurang Adil
B
Sopan dan ramah
B
2,35
2,5
2,48
Tim medis yang bertanggung
jawab
Kemampuan tim medis
memberikan pelayanan yang
baik
Kecepatan pelayanan
2,64
Pelayanan yang adil (tidak
pilih kasih)
Kesopanan dan keramahan
tim medis
Kewajaran biaya pelayanan
2,4
Kesesuaian biaya
2,42
2,34
C
13
Waktu pelaksanaan
pelayanan
Kenyamanan
Wajar
Kadang-kadang
sesuai
Kadang-kadang
sesuai
2,45
C
Kurang nyaman
14
Keamanan
2,5
C
Kurang aman
2,45
C
5
6
7
8
9
10
2,6
2,23
2,6
2,6
11
12
C
Rerata
56
Untuk mengetahui nilai indeks unit pelayanan dihitung dengan cara
sebagai berikut: (2,44 x 0,071) + (2,35 x 0,071) + (2,5 x 0,071) + (2,48 x
0,071) (2,64 x 0,071) + (2,6 x 0,071) + (2,33 x 0,071) + (2,4 x 0,071) (2,6 x
0,071) + (2,6 x 0,071) + (2,42 x 0,071) + (2,34 x 0,071) (2,45 x 0,071) + (2,5
x 0,071) = Nilai indeks adalah 2,45
Untuk mengetahui nilai IKM = Nilai Indeks x Nilai Dasar
= 2,45 X 25
= 61.23
Jumlah pasien pengunjung Puskesmas sejak pemberlakuan jauh
lebih tinggi dibandingkan sebelum adanya program JKA. Puskesmas
dituntut untuk melayani pasien secara optimal dengan sumber daya
tertentu, sehingga kendala dan hambatan ini menyebabkan kualitas
pelayanan tidak optimal. Indikator IKM yang telah bagus adalah: (a)
Kejelasan dan kepastian tim medis, (b) Tim medis yang bertanggung jawab,
(c) Kemampuan tim medis memberikan pelayanan yang baik, (d)
Kesopanan dan keramahan tim medis, (e) Kesopanan dan keramahan tim
medis, (e) Kewajaran biaya pelayanan. Hendaknya 5 indikator ini tetap
dipertahankan, sedangkan 9 indikator lainnya perlu di analisa kembali untuk
tindakan perbaikan.
Hasil wawancara dengan beberapa pengguna program JKA, salah
satu ketidaknyamanan dan ketidakamanan saat berobat di Puskesmas,
seperti waktu yang lama di pengambilan nomor kartu maupun panggilan
pemeriksaan oleh dokter, kursi diruang tunggu yang jumlahnya terbatas,
kamar kecil di Puskesmas yang tidak bersih, tidak adanya pihak penjaga
keamanan karena mereka kuatir sepeda motor mereka tidak aman.
Hasil wawancara dengan pihak pegawai Puskesmas, dimana
pelayanan pada Puskesmas melalui sistem dan prosedur yang telah
ditetapkan, seperti pada sistem pengambilan kartu berobat. Kadang-kadang
57
pasien datang ke Puskesmas tidak membawa kartu berobat, maka pegawai
Puskesmas perlu waktu yang lama untuk mencari kartu catatan riwayat
berobat pasien. Untuk itu pengambilan kartu berobat Puskesmas perlu
computer, untuk mencatat data pasien dan tempat penyimpanan kartu
pasien.
Pihak Puskesmas sebagai pegawai pemerintah harus mampu
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sebagai contoh
sederhana misalnya, permasalahan kedisiplinan, mereka hendaknya harus
tepat waktu. Kemampuan mereka memberikan pelayanan yang baik ini,
akan menggambarkan kinerja pemerintahan daerah yang baik. Peran
pegawai Puskesmas ini juga akan menentukan kesukseskan universal
coverage dan berdampak pada peningkatan Indek Pembangunan Manusia
di Provinsi Aceh.
58
BAB V
Kesimpulan Dan Saran
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa hal yang dapat disimpulkan,
yaitu:
1. Sejak diberlakukan Jaminan Kesehatan Aceh 1 Juni 2010, seluruh
masyarakat
Aceh
mendapat
pelayanan
kesehatan
gratis
di
Puskesmas dan RSUD. Peserta yang sakit harus mendatangi
pertama
sekali
fasilitas
kesehatan
tingkat
pertama/dasar
di
Puskesmas beserta jaringannya, apabila tidak dapat ditangani di
Puskesmas maka pasien tersebut dirujuk ke RSUD tingkat
kabupaten/kota atau Provinsi. Namun sebagian besar pasien
ditangani di RSUD, ini dikarenakan tidak mampunya Puskesmas
menangani
pasien,
karena
keterbatasan
sumber
daya
di
Puskesmas. Berdasarkan laporan pelaksanaan program JKA tahun
2012, realisasi biaya rawat inap tingkat lanjutan (RITL) yang
pelayanannya
di
RSUD
sebesar
37%
atau
sebesar
Rp.
134.009.838.779,- sedangkan realisasi biaya rawat inap tingkat
pertama (RITP) yang pelayanannya di Puskesmas RITP hanya
sebesar 2% atau sebesar Rp. 5.933.733.600,. Jelas bahwa pasien
rawat inap banyak di layani di RSUD dibandingkan Puskesmas
RITP.
2. Hasil analisis efisiensi 32 sampel pada penelitian, hanya 6
Puskesmas tidak efisien secara teknis dan skala, 26 Puskesmas
yang menunjukkan nilai efisien secara teknis, dari 26 Puskesmas
tersebut hanya 5 Puskesmas yang menunjukkan efisien skala. Untuk
kelima Puskesmas ini kombinasi input dengan output yang
59
dihasilkan telah tepat. Jumlah dokter, perawat, bidan Puskesmas,
bidan desa, jumlah tempat tidur dan ambulan pada Puskesmas
tersebut telah dapat menangani kasus rawat inap secara optimal.
Sisanya, 26 Puskesmas dengan efisiensi teknik.
3. Tidak efisien dalam skala dapat diatasi dengan mengadopsi
teknologi atau proses pelayanan kesehatan yang baru, efisiensi ini
disebut juga efisien secara global. Sedangkan efisien teknis disebut
juga efisien secara lokal. Efisien secara teknis erat kaitan dengan
permasaahan manajerial local, berarti manajemen Puskesmas
tersebut telah mampu menangani permasalahan lokalnya dengan
menggunakan peralatan medis dan teknologi yang memadai.
Efisiensi secara teknis disarankan untuk lebih banyak output yang
dihasilkan atas sumber daya tertentu.
Pada penelitian ini 26
Puskesmas efisien secara teknis, yang berarti permasalahan
manajerial Puskesmas telah dapat tertangani.
4. Pada tahun 2014 nanti akan diberlakukan jaminan kesehatan
pemerintah JKN dan JKA secara bersamaan. JKN yang bersumber
dari APBN akan menanggung 2,1 jiwa penduduk miskin Aceh.
Selebihnya, sekitar 2,3 juta jiwa penduduk Aceh yang belum ada
jaminan kesehatan akan ditanggung oleh JKA, dengan demikian
pelaksanaan JKN dan JKA ini akan mempercepat terwujudnya
universal coverage.
5. Program JKA harus tetap berlanjut dan dilaksanakan sampai 20252030 atau 5-10 tahun setelah 2020, dibawah payung hukum
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 56 tahun 2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh (MANLAK JKA).
6. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan JKN berdasarakan INA
CBGs, sedangkan JKA masih berdasarkan MANLAK JKA revisi
2012. Untuk itu perlu adanya singkronisasi dalam pelaksanaan
60
kedua jaminan kesehatan tersebut di tahun 2014.
7. Analisis indek kepuasaan masyarakat akan pelayanan kesehatan
menunjukkan nilai C. Pengguna program JKA ini harus mengikuti
sistem dan prosedur yang telah ditetapkan. Peserta JKA yang tidak
memahami
ataupun
mematuhi
peraturan
ini
akan
menjadi
memberatkan dalam menjalani prosedur ini. Bagi medis, para medis
dan pegawai Puskesmas agar dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik lagi kepada pengguna pelayanan kesehatan pemerintah.
Disatu sisi, adanya trade off antara kualitas dengan efisiensi. Alokasi
biaya yang efisien diikuti dengan perbaikan kualitas secara simultan
adalah hal yang sulit untuk dicapai (Litvak dan Long, 2000) dalam
Chang 2010; Mc Key and Deily, 2005). Hasil analisis pada penelitian
ini 81% Puskesmas, telah beroperasi efisien secara teknis.
5.2.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka beberapa saran sehubungan
dengan operasional Jaminan Kesehatan Aceh, yaitu:
1. Puskesmas sebagai pintu masuk pelayanan kesehatan peserta JKA,
diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan secara efisien.
Sehubungan dengan Puskesmas
yang efisiensi skalanya belum
tercapai, maka perlu mengadopsi teknologi atau proses pelayanan
kesehatan yang baru. Dari hasil wawancara dengan beberapa dokter
yang dinas di RSUD, beberapa saran sehubungan dengan kegiatan
operasional Puskesmas yang dapat dipertimbangkan, yaitu:
a. Puskesmas harus dapat memeriksa pasien dengan teliti,
menegakkan diagnosa dan memilah pasien secara tepat.
Apabila hasil tersebut dilakukan dengan teliti, maka : (i).
pasien dapat ditangani secara tepat, (ii) dapat menghemat
61
biaya, karena besaran tarif pelayanan kesehatan JKA di
Puskesmas jelas lebih kecil dibandingkan RSUD. Tarif rawat
inap di Puskesmas perhari Rp 80.000,- sedangkan di RSUD
Rp 125.000 – Rp 200.000 perhari (table 6.1). Sehingga
realisasi biaya RITP bisa mencapai jauh di atas 2%, dan
realisasi biaya RITL bisa menurun dibawah 37%
Tabel 5.1
Biaya Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama
No Kelas Rumah Sakit Ruang Perawatan Tarif per Hari
1
Kelas A
Kelas III
Rp. 200.000
2
Kelas B
Kelas III
Rp. 175.000
3
Kelas C
Kelas III
Rp. 150.000
4
Kelas D
Kelas III
Rp. 125.000
Sumber Manlak JKA 2012
b. Puskesmas harus mampu memberikan pelayanan operasi
kecil yang dapat ditangani oleh dokter umum. Operasi kecil
seperti operasi lifoma (lemak kecil), kutil, luka robek karena
kecelakaan ataupun kena benda tajam.
c. Tersedianya kamar operasi mini, lampu operasi dan alat-alat
penunjang operasi.
5.3. Keterbatasan Penelitian
1. Analisis efisiensi pada penelitian ini, hanya menganalisis 6 indikator
input (jumlah dokter, jumlah perawat, jumlah bidan puskesmas,
jumlah bidan desa, jumlah tempat tidur pasien, jumlah ambulan)
terhadap indikator output pasien JKA yang menjalani rawat inap,
sedangkan Puskesmas RITP juga melayani pasien rawat jalan dan
62
rawat inap pengguna jaminan kesehatan ASKES, Jamkesmas dan
Jampersal secara sekaligus.
2. Analisis efisiensi pada penelitian dengan menggunakan analisis DEA.
DEA adalah pedekatan yang berbasis non parametrik yang tidak
mempertimbangkan tingkat kesalahan (error term).
63
DAFTAR PUSTAKA
Askes, PT., 2012. Laporan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Aceh
(JKA) tahun 2012. PT. Askes (Persero) Cabang Banda Aceh.
Askes., dan Pemda Aceh,. 2012. Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Aceh. Dinas Kesehatan Aceh.
Buchary, C,. 2009. Usulan Rerangka Kerja Peningkatan Efisiensi Manajerial
Relatif PT. Asuransi Umum Bumiputeramuda 967 terhadap Pesaing.
Thesis. Fakulats Ekonomi. Universitas Indonesia
Avkiran, N.K. , and Rowlan, Terry. 2006. How to Better Indentify the True
Managerial Performamance: State of the art using DEA. Omega.
Budi, Daniel Setyo. 2010. Pengukuran Efisiensi Relatif: Tinjauan dan
Literatur. Thesis Fakulats Ekonomi. Universitas Indonesia
Chang HH .1998. Determinants Of Hospital Efficiency: The Case Of
Central Government-Owned Hospitals in Taiwan. Omega, 26.2.:
307-317.
Chang. H.H, Cheng MA, Das S .2004.Hospital ownership and operating
efficiency: Evidence from Taiwan. Eur. J. Oper. Res., 159: 512-27.
Chisholm, Dan., and Evans, David B., .2010. Improving Health System
Efficiency as A Means of Moving Toward Universal Coverage. Wold
Healht Report.
Coelli, T., D. Rao, C. O‟Donnel, and G. Battese. 2005. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis, 2d Edition. New York: Springer
Cooper, W.W., Seiford, L.M. & Tone, K. 2007. Data Envelopment Analysis:
A Comprehensive Text with Models, Applications, References and
DEA-Solver Software (Second Edition). New York: Springer Science
+ Business Media.
Davis, Duane and R.M. Cosenza. 2008. Business Reaserch For Decision
Making. Wadsworth Publishing Company, Belmont, California.
Donaldson L .2001. The contingency theory of organizations. London: Sega.
Harian Aceh Media,. 10 Agustus 2011
64
Jiang HJ, Friedman B, Begun JW .2006.Factors associated with highquality/low-cost hospital performance. J. Health Care Finance.,
32.3.: 39-52.
Kumar, Sunil., and Gulati, Rachita., 2008). An Examination of Technical,
Pure Technical and Scale Efficients in Indian Public Sector Banks
using Data Envelopment Analysis. Eurasian Journal of Bussiness
and Economics 33-69
Kaiser, H.F. 1974. Little Jiffy, Mark IV. Educational and Psychology
Measurement, Vol 34. Hal. 111-117.
Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman
Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan
Instansi Pemerintah
Keputusan Gubernur Aceh No.20/483/2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh
Li Chang, Li ., and Lan ,Yu,Wen., 2008. Has the National Health Insurance
Scheme Improved hospital efficiency in Taiwan? Identifying factors
that affects its efficiency. African Journal of Business Management
Vol. 4.17., pp. 3752-3760
McKay, N., and M. Deily. 2005. „Comparing High- and Low-Performing
Hospitals under Risk-Adjusted Excess Mortality and Cost
Inefficiency. Health Care Management Review 30: 347–60.
Mote, Frederik., 2008. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat .Ikm.
Terhadap Pelayanan Publik Di Puskesmas Ngesrep Semarang.
Thesis. UDIP
Nunnally, Jum C. 1978. Psychometric Theory, 2nd ed. McGrow-Hill.
Ozcan,Y.A., 2008. Health Care Benchmarking and Performance Evaluation.
Newyork Springer
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 56 tahun
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh
2011 Tentang Pedoman
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan
Ramadany, Rizqiyanti dan Susilaningrum, Desti,. 2009. Analisis tingkat
efisiensi Pelayanan Kesehatan di tiap Kabupaten se Jawa Timur
dengan
Metode
Data
Envelopmnet
Analiysis.
http://www.google.com/ search
65
Wardana, Sandi Kusuma., dan Djumahir., (2013). Analisis Tingkat Efisiensi
Perbankan dengan Pendekatan non Parametrik Data Envelopment
Analysis (DEA). www.google.com
Wulansari, Retno,. 2010. Efisiensi Relative Operasional PuskesmasPuskesmas di Semarang. http://www.google.com/ search
Schwartz JB, Guilkey DK, Racelis R .2002.. Decentralization, allocative
efficiency and health service outcomes in the Philippines.
Working Paper no. WP-01-36, Measure Evaluation Project.
Chapel Hill, NC: University of North Carolina
Sekretariat Kabinet Repblik Indonesia (Setkab)., 2013., Universal Coverage
Serambi Indonesia Media,. 2011. 7 Februari
Harian Aceh Media, . 2011. 10 Agustus
Serambi Indonesia Media,. 2012. 7 Februari
Serambi Indonesia Media, 2013 12 September. Syahrul., Memahami JKA
dan JKN
Sekaran, Uma. 2006. Research Methode For Business, 4e. John Wiley &
Sons Inc.
Shen YC .2003. The Effect of Financial Pressure on The Quality of Care in
Hospitals. J. Health Econ., 22: 243-69.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh
Undang-undang Jaminan Kesehatan NAsional Perpres_no_12_2013
Valdmanis, Vivian G. , Rosko, Michael D. and Ryan L. Mutter. 2008.
Hospital Quality, Efficiency, and Input Slack Differentials. Health
Research and Educational Trust
VHR Media,. 2010. Oktober
Younis M, Rivers PA, Fottler MD ,. 2005. The Impact of HMO and
Hospital Competition on Hospital Costs. J. healthcare Finance,
31.4.: 60-74.
66
LAMPIRAN
67
KUESIONER INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT
Mohon kesediannya untuk mengisi kuesioner ini sesuai dengan yang anda rasakan selama menggunakan layanan
PUKESMAS Unit:
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Terakhir
Pekerjaan Utama
1. Laki-laki
1. SD
Kebawah
2.
SLTP
1. Tani
2. PNS
Tahun
2. Perempuan
3. SMA
4. Diploma
3. Wirausaha /
Usahawan
4. Pelajar / Mahasiswa
1. Bagaimana menurut Saudara tentang
kemudahan prosedur untuk mendapatkan
pelayanan di PUSKESMAS ini?
A
B
C
D
Tidak mudah
Kurang mudah
Mudah
Sangat mudah
2. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kesamaan persyaratan pelayanan dengan
jenis pelayanannya?
A Tidak sesuai
B Kurang sesuai
C Sesuai
D Sangat sesuai
3. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kejelasan dan kepastian para tim Dokter,
Perawat dan Petugas dalam memberikan
pelayanan di Puskesmas ini:
A Tidak jelas
B Kurang jelas
C Jelas
D Sangat jelas
4. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kedisiplinan Dokter, Perawat dan Petugas
dalam memberikan
pelayanan ?
A Tidak disiplin
B Kurang disiplin
5. S-1
6. S-2 ke Atas
5. 6. Pegawai Swasta
......................
8. Apakah para tim Dokter, Perawat dan
Petugas berlaku Adil (pilih kasih ) dalam
memberikan pelayanan?
A Tidak adil
B Kurang adil
C Adil
D Sangat Adil
9. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kesopanan dan keramahan para tim
Dokter, Perawat dan Petugas dalam
memberikan pelayanan?
A Tidak sopan dan ramah
B Kurang sopan dan ramah
C Sopan dan ramah
D Sangat sopan dan ramah
10. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kewajaran
biaya untuk mendapatkan pelayanan?
A Tidak wajar
B Kurang wajar
C Wajar
D Sangat wajar
11. Apakah biaya yang dibayarkan sesuai
dengan
biaya yang telah ditetapkan?
A Selalu tidak sesuai
B Kadang-kadang sesuai
68
C Disiplin
D Sangat disiplin
5. Apakah Dokter, Perawat dan Petugas
bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan ?
A Tidak bertanggung jawab
B Kurang bertanggung jawab
C Bertanggung jawab
D Sangat bertanggung jawab
6. Apakah Dokter, Perawat dan Petugas
pada PUSKESMAS ini mampu
memberikan pelayanan dengan
baik ?
A
B
C
D
Tidak mampu
Kurang mampu
Mampu
sangat mampu
7. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kecepatan pelayanan di PUSKESMAS ini ?
A
B
C
D
Tidak cepat
Kurang cepat
Cepat
Sangat cepat
C Banyak sesuainya
D Selalu sesuai
12. Apakah waktu pelaksanaan pelayanan
sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan /
dijanjikan?
A Selalu tidak tepat/sesuai
B Kadang-kadang tepat/sesuai
C Banyak tepatnya/sesuainya
D Selalu tepat/sesuai
13. Bagaimana pendapat Saudara tentang
kenyamanan dilingkungan unit
PUSKESMAS ini:
A Tidak nyaman
B Kurang nyaman
C Nyaman
D sangat aman
14. Bagaimana pendapat Saudara tentang
keamanan pelayanan di unit
PUSKESMAS ini?
A
B
C
D
Tidak arnan
Kurang aman
Aman
Sangat aman
Saran :
Terima kasih atas kesedian anda mengisi kuesioner ini, masukan anda sangat berharga
bagi kami .
Download