pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan tingkat kesempatan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka terdiri dari teori – teori yang menyangkut penelitian
“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan tingkat kesempatan kerja terhadap
Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah 2007-2010. Teori – teori yang tertulis adalah
teori – teori yang berkaitan dengan kemiskinan, karakteristik kemiskinan, teori
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja.
2.1.1. Kemiskinan
Kemiskinan dapat dipahami sebagai suatu kondisi dimana masyarakat
mengalami kekurangan uang dan kekurangan barang dalam menjamin kebutuhan
hidupnya sehari – hari selama hidupnya. Kemiskinan merupakan efek negatif dari
pendistribusian pendapatan yang tidak merata. Sehingga rakyat jelata masih jauh
bahkan tidak tersentuh sama sekali dalam pendistribusian pendapatan.
Menurut The Worth Bank 2007 dalam Firdausi 2010, kemiskinan adalah
kondisi di mana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan
kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi
kesehatan, standar hidup yang layak, kebebasan, harga diri, dan rasa di hormati
seperti orang lain (kemiskinan absolut). Bank Dunia mengukur kemiskinan
absolut sebagai orang yang hidup di bawah USD $1 per hari dan kemiskinan
menengah untuk pendapatan di bawah $2 per hari.
“Menurut Andre Bayo Ala kemiskinan itu bersifat
multidimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-
10
macam, maka kemiskinanpun memiliki banyak aspek. Aspek primer
serta aspek sekunder. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut
termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan
yang sehat, perawatan kesehatanyang kurang baik, dan tingkat
pendidikan yang rendah. Dimensi – dimensi kemiskinan tersebut
saling berkaitan, baik secara langsung mapun tidak langsung. Hal ini
berarti kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat
mempengaruhim kemajuan atau kemunduran aspek lainya”.1
Secara umum kemiskinan dapat di bagi menjadi empat macam, yaitu
kemiskinan Absolut, Kemiskinan Relatif, Kemiskinan struktural dan kemiskinan
Sosial Budaya.
“Pertama, kemiskinan Absolut yang menunjukan keadaan
seseorang atau sekelompok masyarakat yang taraf hidupnya
(pendapatanya) begitu rendah sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasar (makanan dan bukan makanan). Kedua, kemiskinan
relatif berkitan dengan kepincangan dalam pendistribusian
pendapatan nasional terhadap golongan – golongan masyarakat.
Ketiga, kemiskinan struktural menunjukan ketidakmampuan warga
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang di sebabkan
oleh (sebagai akibat dari) struktur masyarakat yang menghalanginya.
Dan keempat, kemiskinan sosial budaya merupakan kemiskinan yang
berkaitan dengan nilai – nilai budaya yang dianut oleh masyarakat.
Namun, dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada kemiskinan
absolut, karena mengingat sangat sulit sekali dalam mengurangi
tingkat kemiskinan absolut”.2
Dalam membedakan penduduk miskin dan bukan penduduk miskin
maka di perlukan suatu garis pemisah yang di sebut “garis kemiskinan”
(proverty line). Garis tersebut menunjukan besarnya nilai rupiah yang harus
dikeluarkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal atau
“tingkat subsistensi”. Menurut BPS atau Badan Pusat Statistik tingkat
kemiskinan juga dapat di ukur menggunakan dasar asupan kalori sebesar
hal. 237.
1
Lincolin Arsyad, 1998, Ekonomi Pembangunan, Penerbit BP STIE, Yogyakarta,
2
Gilarso T, 2004, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit Kanisius, Yogyakarta,
hlm 326-328
11
2100 kalori per hari per kapita (dari 52 jenis komoditi yang di anggap
mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan
konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan
nasional dan tidak di bedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan).
BPS menggunakan dua macam pendekatan dalam penghitung tingkat
kemiskinan, yaitu: pendekatan kebutuhan dasar (dasic needs approach) dan
pendekatan headcount index.
a.
Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), kemiskinan di artikan
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
b.
Pendekatan headcount index, merupakan ukuran yang menggunakan
kemiskinan absolut.
Penduduk miskin merupakan jumlah penduduk yang berada di bawah
batas garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum
makanan dan non makanan. Oleh karena itu, garis kemiskinan terdiri dari dua
komponen yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan
nonmakanan (nonfood line).
1.
Faktor – faktor Penyebab Kemiskinan
Timbulnya tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah disebabkan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhinya. “Menurut Sharp et al, kemiskinan dapat
bersumber dari beberapa hal berikut:
a.
Rendahnya Kualitas Angkatan kerja
Penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas
angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat dari angka
buta huruf.
12
b.
Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal
Kepemilikan modal yang masih sangat sedikit serta ratio antara
modal dan tenaga kerja (capital-to-labour ratio) menghasilkan
produktifitas yangrendah yang pada akhirnya menjadi faktor
penyebab kemiskinan.
c.
Rendahnya tingkat penguasaan teknologi
Negar – negara dengan penguasaan tehnologi yang rendah memiliki
tingkat produktifitas yang rendah pula. Tingkat produktifitas yang
rendah menyebabkan terjadinya pengangguran. Hal itu di sebabkan
oleh kegagalan dalam mengadaptasi tehnik produksi yang lebih
modern. Ukuran tingkat penguasaan tehnologi yang rendah salah
satunya bisa dilihat dari penggunaan alat – alat produksi yang masih
bersifat tradisional.
Penggunaan sumber daya yang tidak efisien
d.
Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakakn secara
penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber
daya biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan
terjadinya inefisiensi.
e.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Menurut teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai deret
ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuau deret
hitung. Hal itu menyebabkan kelebihan penduduk dan kekurangan
pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu indikasi
terjadinya kemiskinan”.3
Faktor – faktor di atas masih dialami oleh Provinsi Jawa Tengah,
pertumbuhan penduduk masih tergolong sangat tinggi. Sehingga terjadinya
kepadatan penduduk di daerah – daerah pinggiran. Tingkat pendidikan yang
rendah, daerah kumuh serta penghasilan yang rendah masih dialami oleh
sebagian besar masyarakat yang ada di provinsi Jawa Tengah.
2.
Aspek dan Karakteristik Kemiskinan
Selain beberapa faktor diatas, tingkat kemiskinan juga dipengaruhi oleh
beberapa aspek. “Andre Bayo Ala menyebutkan terdapat beberapa aspek
kemiskinan yaitu :
3
Nurfitri, Yanti, 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Tingkat
Kesempatan kerja terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 1999 – 2009. Skripsi.
Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
13
1. Kemiskinan itu multidimensional. Artinya, karena kebutuhan
manusia bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak
aspek. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan
dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat,
perawatan kesehatan yang kurang baik, dan pendidikan yang juga
kurang baik.
2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung
maupun tidak.hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran
pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau
kmunduran pada aspek lainnya. Bahwa kemiskinan adalah
manusianya, baik secara individual maupun kolektif”.4
3.
Teori Kemiskinan
Penyebab kemiskinan dalam suatu wilayah pada dasarnya berlandaskan
pada Teori Lingkaran setan Kemiskinan (vicious crcle proverty). Adanya
keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, serta kurangnya modal sebagai
penyebab rendahnya produktifitas masyarakat sehingga jumlah pendapatan yang
mereka terimapun juga rendah. Apabila pendapatan yang diterima masyarakat
rendah, maka akan berimbas pada rendahnya tabungan dan permintaan
masyarakat. Hal tersebut juga yang akan mengakibatkan rendahnya investasi dan
seterusnya.
Ragnar Nurkse (1953) meringkas masalah tersebut dengan ungkapan: “a
poor country is poor because its poor” (negara miskin itu miskin karena mereka
itu miskin).5
4
5
Lincolin, Arsyad, op.cit. hal. 69.
Gilarso, op.cit. hal. 329.
14
PRODUKTIVITAS
Rendah
MODAL
Kurang
PENDAPATAN RILL
Rendah
INVESTASI
Rendah
TABUNGAN
Rendah
PERMINTAAN
Rendah
Gambar 2.1.
Lingkaran Setan Kemiskinan (vicious circle poverty)
2.1.2.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi dapat diartikan sebagai suatu kenaikan
GDP (Gross Domestic Bruto) atau output per kapita dalam jangka panjang.
Pengertian pertumbuhan ekonomi menurut Sukirno adalah:
“Pertumbuhan Ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif
yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam
suatu tahun tertentu apabila di bandingkan dengan tahun
berikutnya”.6
Angka pertumbuhan ekonomi dinyatakan dalam bentuk persentase yang
merupakan perbandingan antara perubahan pendapatan nasional pada tahun
sekarang di bandingkan dengan tahun sebelumnya.
Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dihitung hanya untuk satu periode,
dapat di hitung berdasarkan rumus berikut:7
6
Sukirno, op.cit. hal. 9.
Asfia, Murni, 2006, Ekonomika Makro, Cetakan 1, Penerbit: PT. Refika Aditama,
Bandung, hal. 39.
7
15
x 100% .......................................................... (2.1)
Dengan perhitungan tersebut, GNP yang di gunakan adalah nilai GNP rill
atau GNP harga konstan. Karena dengan menggunakan GNP Rill pengaruh inflasi
telah di hilangkan.
“Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan
jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan
semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya.
Definisi atau Indikasi dari perkembangan ekonomi ini dapat di
definisikan dalam tiga cara: pertama, perkembangan ekonomi harus
di ukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu
jangka waktu yang panjang. Kedua, berkaitan dengan pendapatan
perkapita dalam jangka panjang. Dan ketiga, ada kecenderungan lain
untuk mendefinisikan perkembangan ekonomi dari titik titik
kesejahteraan ekonomi”.8
Selain menurut schumpeter, terdapat beberapa pendapat lain, yaitu
menurut Boediono yang menyatakan bahwa:
“Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Perhatikan
tekananya pada tiga aspek, yaitu: proses, output perkapita dan jangka
panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses”, bukan suatu
gambaran ekonomis pada suatu saat”.9
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan proses perekonomian yang
secara perlahan dan mantab dalam jangka panjang.
1. Faktor – Faktor Pertumbuhan Ekonomi
8
Jhingan, 2010, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Penerbit: PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 5.
9
Boediono, 1981, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Penerbit: BPFE Yogyakarta,
Yogyakarta, hal. 9.
16
Menurut Asfia, terdapat 4 faktor yang dapat menunjang pertumbuhan
ekonomi suatu negara, yaitu: (1) Sumber Daya Manusia, (2) Sumber Daya Alam,
(3) Sumber Daya Modal, dan (4) Tekhnologi dan Inovasi.
a. Sumber Daya Manusia
Input tenaga kerja terdiri dari kuantitas tenaga kerja dan ketrampilan
angkatan kerja. Kualitas input tenaga kerja yaitu keterampilan,
pengetahuan, dan disiplin adalah satu – satunya unsur penting dari
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tehnologi dalam kegiatan
perekonomian sangat menuntut ketersediaan tenaga kerja yang
terlatih dan terampil. Misalnya perkembangan tehnologi informasi
harus di dukung oleh tenaga kerja yang terlatih dan terampil di
bidang komputer.
b. Sumber Daya Alam
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah,
keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan, hasil laut,
serta jumlah dan hasil kekayaan tambang. Kekayaan alam akan dapat
mempermudah usaha untuk mengembangkan perekomian suatu
negara, terutama pada masa – masa permulaan proses pertumbuhan
ekonomi.
c. Sumber Daya Modal
Sumber daya modal ada yang di sebut barang modal, dan ada pula
yang di sebut modal uang. Barang – barang modal penting
peranaanya dalam meningkatkan pertumbuhan di bidang ekonomi.
d. Tekhnologi dan Inovasi
Kemajuan ekonomi yang berlaku di berbagai negara secara umum di
timbulkan oleh kemajuan tehnologi. Kemajuan tehnologi
menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi. Efek
yang di timbulkan, yang pertama, dapat mempertinggi efisiensi dalam
kegiatan produksi, kedua, menimbulkan penemuan barang – barang
baru yang belum pernah di produksi sebelumnya, dan ketiga,
meninggikan mutu barang yang diproduksi tanpa meningkatkan
harga”.10
Selain menurut Asfia, Jhingan juga menjelaskan faktor - faktor pertumbuhan
ekonomi, Yang terdiri dari faktor ekonomi dan nonekonomi. Faktor ekonomi yang
terdiri dari (1) sumber alam, (2) akumulasi modal, (3) organisasi, (4) kemajuan
10
Asfia, Murni, op.cit. hal. 177.
17
tehnologi, dan (5) pembagian kerja dan skala produksi. Serta faktor nonekonomi
terdiri dari (1) faktor sosial, (2) faktor manusia, (3) faktor politik dan administrasi.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
2.
a.
b.
c.
2.
Ekonomi
Sumber Alam : faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan suatu perekonomian adalah sumber alam atau
tanah. “Tanah’ sebagaimana di pergunakan dalam ilju ekonomi
mencakup sumber alam seperti kesuburan tanah, letak dan
susunanya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber
lautan, dan sebagainya.
Akumulasi Modal : modal berarti persediaan faktor produksi
yang secara fisik dapat diproduksi.
Organisasi : organisasi merupakan bagian penting dalam
proses
pertumbuhan.
Organisasi
berkaitan
dengan
penggunaaan faktor produksi di dalam kegiatan ekonomi.
Orgganisasi bersifat melengkapi (komponen) modal, buruh dan
membantu meningkatkan produktifitasnya.
Perubahan tehnologi : dianggap sebagai faktor paling penting
di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan
dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan
hasil pembaharuan atau hasil dari tehnik penelitian baru.
Pembagian kerja dan skala produksi : spesialisasi dan
pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktifitas.
Keduanya membawa ke arah ekonomi produksi skala besar
yang selanjutnya membantu perkembangan industri.
Faktor Nonekonomi
Faktor Sosial : kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan
pandangan, harapan, struktur dan nilai – nilai sosial.
Faktor Manusia : sumber daya manusia merupakan faktor
terpenting dalam perubahan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
tidak semata – mata tergantung pada sumber daya manusia
saja, tetapi lebih menekan pada efisiensi mereka.
Faktor politik dan administratif : Faktor politik dan
administratif juga membantu pertumbuhan ekonomi modern”.11
Teori Pertumbuhan Ekonomi
a.
Teori pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan
Menurut
teori
ini,
pertumbuhan
ekonomi
tergantung
kepada
pertamabahan penyediaan faktor – faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan
11
Jhingan, op.cit. hal. 9
18
akumulasi modal) dan tingkat kemajuan tehnologi. Berdasarkan penelitianya,
Solow (1957) mengatakan bahwa peran dari kemajuan teknologi di dalam
pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.
“Pandangan teori ini didasarkan kepada anggapan yang
mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami
tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan
modal akan tetap sepenuhnya di gunakan sepanjang waktu”.12
b.
Teori Pertumbuhan Baru (NGT)
Sebagaian besar pertumbuhan ekonomi merupakan faktor eksogen atau
proses yang sama sekali independen dari kemajuan tekhnologi. Berikut teori
NGT yang kemukakan oleh Paul Romer yang menyatakan bahwa:
“Teori NGT merupakan berkembangan dari Teori
pertumbuhan Neoklasik. Romer memasukan variabel teknologi di
dalam model Solow, bukan sebagai variabel di luar model. Oleh
karena itu, kemampuan pengembangan teknologi dan pengetahuan
merupakan hal yang krusial dalam menciptakan pertumbuhan. Romer
mengungkapkan bahwa ide merupakan barang ekonomi yang jauh
lebih penting dari pada tujuan yang dititikberatkan dalam banyak
model ekonomi. Ide memungkinkan terjadinya pertumbuhan ekonomi
secara terus menerus dalam dunia yang penuh keterbatasan fisik”.13
“Teori pertumbuhan baru tersebut memberikan kerangka
teoritis untuk menganalisis pertumbuhan endogen, yaitu pertumbuhan
GNI yang persien, yang di tentukan oleh sistem yang mengatur proses
produksi dan bukan oleh kekuatan – kekuatan di luar sistem.
Berlawanan dengan teori neoklasik tradisional, model – model ini
menganggap bahwa pertumbuhan GNI merupakan konsekuensi
alamiah dari ekuilibriumjangka panjang. Motivasi utama dari teori
pertumbuhan baru ini adalah untuk menjelaskan perbedaan tingkat
pertumbuhan antar negara maupun faktor – faktor yang memberi
proporsi lebih besar dalam pertumbuhan yang diobservasi. Lebih
jelas lagi, teori pertumbuhan endogen berusaha untuk menjelaskan
faktor – faktor yang menentukan besarnya λ, yaitu tingkat
pertumbuhan GDP yang tidak di jelaskan dan dianggap sebagai
12
13
Lincolin Arsyad, op.cit. hal.207
Mudrajad, Kuncoro, op.cit. hal.
19
variabel eksogen dalam perhitungan teori pertumbuhan neoklasik
Solow (residu Solow)”.14
2.1.3.
Inflasi
Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukan kenaikan tingkat harga
secara umum dan berlangsung secara terus menerus. Dari definisi tersebut ada tiga
kriteria yang perlu diamati utnuk melihat telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikan
harga, bersifat umum, dan terjadi terus menerus dalam rentan waktu tertentu.
Berikut pengertian inflasi menurut Gilarso:
“Inflasi dapat dirumuskan sebagai kenaikan harga umum,
yang bersumber pada terganggunya keseimbangan antara arus uang
dan arus barang”.15
Selain pengertian inflasi menurut Gilarso, juga terdapat pengertian
inflasi menurut Nopirin, yang menyatakan bahwa:
“Inflasi adalah proses kenaikan harga – harga umum barang
– barang secara terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga – harga
berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama”.16
Inflasi sering menjadi momok dalam perekonomian, adanya inflasi
mengakibatkan melejitnya harga – harga barang umum serta menjadikan nilai
mata uang rendah. Inflasi juga dapat menimbulkan jumlah angka pengangguran
serta dapat memperluas (gap) antara si kaya dan si miskin.
Namun, tidak
selamanya inflasi berdampak negatif, orang – orang bisnis justru berpendapat
bahwa inflasi yang lunak (disebut mild inflation atau creeping inflation, artinya
14
Todaro, Pembangunan Ekonomi, Edisi 9, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006, hal.
172.
15
Gilarso, op.cit. hal. 200.
Nopirin, 1987, Ekonomi Moneter, Buku 2, Edisi 1, Penerbit BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, hal. 25
16
20
2% - 5% per tahun) itu baik, justru malah dapat meningkatkan produktifitas dunia
usaha sehingga dapat menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan.
Laju inflasi merupakan perubahan tingkat harga secara umum untuk
beranekaragam jenis produk dalam waktu tertentu. Laju inflasi dapat diukur
dengan rumus berikut:
............................................... (2.2)
Indikator dalam perhitungan laju inflasi terdapat tiga indeks penting,
yaitu Indeks Harga Konsumen (Consumers Price Index), Indeks Harga Produsen
(Wholesale Prece index), dan indeks Harga Implisit (GNP Deflator). Menurut
Nanga 2001, Indeks harga konsumen (CPI/IHK) adalah suatu indeks yang
mengukur biaya sekelompok (basket) barang- barang dan jasa- jasa yang di beli
untuk menunjang kehidupan sehari –hari. Indeks Harga Produsen (PPI/IHP)
adalah suatu indeks dari harga bahan – bahan baku, produk antara danperalatan
modal dan mesin ayng di beli oleh sektor bisnis atau perusahaan. Sedangkan GNP
deflator adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan antara GNP nominal
dan GNP Rill dan dikalikan dengan 100.
1.
Jenis Inflasi
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005), mengkategorikan inflasi menurut
sifatnya menjadi tiga yaitu:
a. Low Inflation
Atau di sebut juga inflasi satu dijit (single dijit inflation),
yaitu inflasi di bawah 10%. Inflasi ini masih di anggap normal.
Dalam rentang inflasi ini, orang masih percaya pada uang dan
masih mau memegang uang.
b. Galloping Inflation, atau Double Digit bahkan Triple digit inflation
21
Yang didefinisikan antara 20% sampai 200% per tahun.
Inflasi seperti ini terjadi karena pemerintahan yang lemah, perang,
revolusi atau kejadian lain yang menyebabkan barang tidak
tersedia sementara uang berlimpah, sehingga orang tidak percaya
kepada uang.
c. Hyperinflation
Yaitu inflasi diatas 200% per tahun. Dalam keadaan seperti
ini orang tidak percaya terhadap uang. Lebih baik membelanjakan
uang dan menyimpan dalam bentuk barang daripada menyimpan
uang”.
Selain menurut sifatnya, jenis inflasi dapat juga Ditinjau dari asal
terjadinya, “menurut Khalwaty inflasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Domestic inflation
“Domestic inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang
berasal dari dalam negri (domestik). Kenaikan harga disebabkan
karena adanya kejutan (shock) dari dalam negeri, baik karena
perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam
mengeluarkan kebiajakn – kebijakan yang secara psikologi
berdampak inflator. Keniakan harga – harga terjadi secara
absolut. Akibatnya terjadilah inflasi atau semakin meningkatnya
angka (laju) inflasi.
b. Imported Inflation
Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi didalam negeri
karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri.
Kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri
terjadi karena di pengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri
terutama barang – barang impor atau kenaikan bahan baku
industri yang masih belum dapat di produksi di dalam negeri”.17
Jenis inflasi dapat juga dilihat menurut sebabnya, “Nopirin menyebutkan
sebagai berikut:
a. Demand – Pull Inflation
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total
(agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada
keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati
kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir kesempatan kerja
penuh, kenaikan permintaan total di samping menaikan harga juga
dapat menaikan hasil produksi (output). Apabila kenaikan
17
Khalwaty, op.cit. hal. 31
22
permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNp berada di
atas/melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan
terdapat adanya “inflationary gap”. Inflationary inilah yang akan
menimbulkan inflasi.
b. Cosh – Push Inflation
Cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga
serta turunya produksi. Jadi, inflasi yang di barengi dengan resesi.
Keadaan ini timbul biasanya di mulai dengan adanya penurunan
dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan
biaya produksi”.18
2.
Dampak Inflasi
Menurut Khalwaty inflasi yang terus berlanjut dapat berdampak pada:
a. “Equity Effect
Eqity Effect adalah dampak inflasi terhadap pendapatan. Dampak
inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang
mengalami kerugian terutama mereka yang berpenghasilan tetap dan
adapula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya
inflasi. Mereka yang berpenghasilan tetap akan mengalami
penurunan nilai rill dari penghasilanya, sehingga daya belinya
menjadi lemah. Demikian juga terhadap orang – orang yang gemar
menumpuk kekayaan dalam bentuk uang tunai akan sangat menderita
dan mengalami kerugian besar dengan adanya inflasi.
Sebaliknya, dengan terjadi inflasi, kelompok – kelompok yang
mendapatkan keuntungan adalah mereka yang memperoleh kenaikan
atau peningkatan pendapatan dengan tingkat presentase yang lebih
besar dari pada tingkat inflasi, atau mereka yang mempunyai
kekayaan tidak dalam bentuk uang tunai.
b. Efficiency Effect
Harga – harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga
dapat mengubah pola alokasi faktor – faktor produksi. Perubahan
tersebut dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai
macam barang yang selanjutnya mendorong perubahan dalam
produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi,
permintaan barang – barang tertentu akan mendorong peningkatan
produksi terhadap barang – barang tersebut. Kenaikan produksi yang
demikian akan mengubah pola alokasi faktor produksi barang –
barang tersebut menjadi lebih efisien yang disebut Efficiency Effect.
c. Output Effect
Inflasi dinilai dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa
produksi akan mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah atau
gaji para pekerja. Kenaikan harga produksi mengakibatkan
18
Nopirin, op.cit. hal. 28
23
terjadinya keuntungan (laba) yang di terima produsen. Jadi syaratnya
dalah kenaikan kenaikan harga produksi atau kenaikan harga – harga
faktor produksi.19
Faktor – faktor Penyebab Inflasi
3.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya inflasi, antara lain:
a.
Penawaran Uang (Jumlah Uang yang Beredar)
Pengertian uang yang paling sempit adalah uang kertas dan uang logam
yang ada di tangan masyarakat. Uang tunai ini di sebut uang kartal (currency).
Para ekonom klasik cenderung untuk mengartikan uang beredar sebagai
currency karena uang inilah yang benar – benar merupakan daya beli yang
langsung bisa digunakan dan langsung mempengaruhi harga barang – barang.
Dengan perkembangan peran Bank dalam perekonomian maka pengertian uang
beredar di ganti dengan uang kertal sudah di tinggalkan. Saldo rekening
koran/giro milik masyarakat umum yang disimpan di Bank (uang giral demand
deposit) mempunyai status yang sama dengan currency dan harus di masukan
dalam pengertian uang beredar. Uang beredar yang di definisikan sebagai uang
kartal di tambah uang giral disebut uang dalam arti sempit (narrow money).
Uang merupakan pelancar kegiatan ekonomi, tetapi juga sering
menimbulkan permasalah. Peredaran uang harus distabilkan, peredaran uang
yang terlalu banyak di masyarakat akan menimbulkan inflasi sebaliknya
peredaran uang yang yang terlalu sedikit akan menimbulkan deflasi.
Keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang dapat dijelaskan
dalam teori Kuantitas dari Irving Fisher.20
19
20
Khalwaty, op.cit. hal. 52
Gilarso, op.cit. hal 274.
24
M.V = P.T .............................................................................................. (2.3)
Dimana:
M
= Money Supply, jumlah uang beredar
V= Velocity of circulation, kecepatan beredar
P= Price Level, tingkat harga
T = Trade Volum/Transactions, jumlah uang yang di perjual-belikan = NNP
Rill
b.
Nilai Tukar Rupian
Rupiah merupakan mata uang negara Indonesia. Nilai tukar merupakan
harga suatu mata uang rupiah terhadap mata uang negara asing lainya. Nilai
tukar atau kurs juga dapat di definisikan sebagai harga 1 unit mata uang
domestik dalam satuan valuta asing. Sehingga yang di maksud dengan nilai
tukar rupiah adalah harga per satu unit dolar AS.
Nilai tukar mata uang suatu negara dapat berfluktuasi sewaktu – waktu.
Gejala fluktuasi mata uang tersebut dapar berimbas kenegara yang
bersangkutan atau yang bekerjasama dalam kegiatan ekspor impor. Indonesia
merupakan negara berkembang yang sebagian besar masih menggunakan
bahan baku impor. Apabila negara yang mengekspor ke Indonesia sedang
mengalami kenaikan harga bahan baku, sudah dapat di pastikan bahan baku
yang di inpor Indonesia pasti akan naik dan harganya lebih mahal. Hal ini akan
mengakibatkan produk dalam negeri akan mengalami kenaikan tinggi yang
dapat menimbulkan inflasi.
c.
Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah nilai barang akhir yang di hasilkan oleh suatu
negara dalam kurun waktu tertentu (1 tahun). Indonesia menggunakan GNP
untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonominya (pendapatan nasional).
25
“GNP (Gross National Produck) adalah nilai (dalam uang)
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu negara
(perekonomian) selama satu periode tertentu, biasanya satu tahun”.21
Inflasi yang berkelanjutan dapat menimbulkan dampak yang buruk
terhadap kegiatan perekonomian. Inflasi yang serius cenderung dapat
mengurangi aktivitas investasi, mengurangi ekspor dan menaikan impor.
Negara yang mengalami inflasi tinggi memiliki daya beli yang rendah yang
akan mengakibatkan pendapatan nasional juga menurun.
d.
Tingkat Suku Bunga SBI
“SBI (Sertifikat Bank Indonesia) adalah salah satu instrumen
yang digunakan untuk kebijakan open market operation dari Bank
sentral (BI). Kebijakan open market operation (Politik Pasar
Terbuka) meliputi tindakan menjual dan membeli surat – surat
berharga oleh Bank Sentral. Tindakan pembelian atau penjualan
surat berharga akan mempengaruhi harga (dan dengan demikian juga
tingkat bunga) surat berharga. Akibatnya tingkat bunga umum juga
akan terpengaruh”.22
Saat terjadi inflasi, para spekulan yang memiliki investasi biasanya akan
menjual investasinya, misalnya surat berharga. Spekulan adalah orang yang
mencari keuntungan dari selisih penjualan surat berharga. Inflasi dapat
mengakibatkan inventor semakin kaya, namun juga dapat mengakibatkan
investor semakin miskin. Investor yang memiliki investasi dalam bentuk surat
berharga akan menjual investasinya saat inflasi karena harganya akan lebih
tinggi. Kegiatan para spekulator ini akan mengakibatkan inflasi semakin parah,
karena akan menambah peredaran uang di masyarakat.
4.
Teori Inflasi
21
Nopirin, 2008, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama,
Penerbit: BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 63
22
Ibid. hal.119
26
a.
Teori Kuantitas
Teori kuantitas adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi,
tetapi dalam perkembanganya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para
ahli ekonomi universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai
model kaum monetaris (monetarist model).
“Teori kuantitas ini pada prinsipnya menyatakan bahwa
timbulnya inflasi hanya di sebabkan oleh satu faktor yaitu
bertambahnya jumlah uang yang beredar, dan tidak di sebabkan oleh
faktor lain. Ini dari teori ini adalah sebagai berikut (Boediono, 1982)
:
a)
Inflasi hanya terjadi kalau ada penambahan jumlah uang
yang beredar, baik uang kertal mapun uang giral. Penambahan
jumlah uang ibarat “bahan bakar” bagi api inflasi. Bila junlah uang
tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun
sebab musabab awal dari kenaikan harga tersebut.
b)
Laju inflasi di tentukan oleh laju pertambahan jumlah uang
yang beredar dan leh harapan (ekpektasi) masyarakat mengenai
kenaikan harga di masa yang akan datang.23
b.
Teori Keynes
Menurut teori ini inflasi terjadi karena masyarakat memiliki permintaan
terhadap barang – barang melebihi jumlah uang yang dimilikinya. Sehingga
menyebabkan permintaan agregat (keseluruhan) melebihi jumlah barang yang
tersedia atu penawaran agregat yang mengakibatkan harga secara umu naik.
Hal tersebut akan menimbulkan inflanatory gap.
Daya beli terhadap barang dan jasa antara golongan yang terdapat di
masyarakat tidak sama (heterogen), berangkat dari hal tersebut maka akan
23
Boediono, op.cit. hal. 161.
27
terjadi realokasi barang – barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang relatif rendah terhadap golongan masyarakat yang
memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di
masyarakat. Dengan begitu laju inflasi dapat berhenti hanya apabila salah satu
golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki
daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang
berlaku, sehingga permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa tidak akan
melebihi penawaran agregat (supply) barang, serta dapat di katakan bahwa
inflationary gap menghilang.
c.
Teori Strukturalis
“Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (inflexibilities)
dari struktur perekonomian negara – negara berkembang. Karena
inflasi dikaitkan dengan faktor – faktor struktural dari
perekonomian (yang menurut definisi, faktor – faktor ini hanya
bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang), maka
teori ini bisa disebut teori inflasi “jangka panjang”.24
Faktor – faktor yang menurut teori ini sebagai penyebab timbulnya
inflasi jangka panjang di negara – negara yang sedang berkembang, sebagai
berikut:
a) Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor yang tumbuh secara
lamban di bandingkan dengan pertumbuhan sektor – sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh: (1) harga di pasar dunia
terhadap barang ekspor negara tersebut makin tidak
menguntungkan (dibanding dengan barang inpor yang harus di
bayar) atau sering di sebut istilah dasar penukaran (terms of trade)
yang makin memburuk. (2) supply atau produksi barang – barang
eksport yang tidak responsif terhadap kenaikan harga.
b) Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di
dalam negeri. Pertumbuhan bahan makanan dalam negeri tidak
secepat pertumbuhan penduduk serta penghasilan perkapitanya,
24
Ibid. hal. 166.
28
sehingga harga bahan makanan cenderung selalu menaik melebihi
harga barang-barang lain. Akibat selanjutnya yang ditimbulkan
adalah para buruh yang menginginkan tambahan gaji/upah”.
Umumnya kedua proses tersebut tidak berdisi sendiri-sendiri
melainkan saling berkaitan bahkan sering kali memperkuat satu sama lain.
2.1.4.
Kesempatan Kerja
Kesempatakn kerja merupakan peluang untuk bekerja yang tersedia di
lapangan pekerjaan untuk anggakatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan.
Gilarso menyatakan bahwa:
“Kesempatan kerja (employment) adalah banyaknya lapangan
pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Masalah kesempatan
kerja merupakan tantang bagi generasi muda. Persoalan muncul
karena pertumbuhan angkatan kerja yang cepat (karena laju
pertambahan penduduk), yang kurang diimbangi dengan penyediaan
lapangan pekerjaan. Mutu dan produktivitas tenaga kerja ynag masih
rendah. Masalah lain adalah penyebaran angkatan kerja yang tidak
merata, baik sektoral maupun regional. Sementara itu angkatan muda
terdidik bertambah dengan cepatnya, jumlah wanita yang mencari
pekerjaan semakin banyak dan setengah pengangguran di sektor
informal semakin meluas”.25
Perluasan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran pemerataan
pembangunan yang sekaligus berfungsi untuk menciptakan ketahanan nasional
serta partisipasi aktif masyarakat pada umumnya, khususnya generasi muda dan
wanita dalam memikul beban, tanggung jawab serta hak untuk menikmati kembali
hasil pembangunan, tidak dapat terlepas dari faktor – faktor dominan yang
mempengaruhinya, seperti :
1.
Kependudukan
Penduduk mencerminkan kondisi dua dimensional, disatu
pihak dapat merupakan modal dasar kearah tercapainya
sasaran pembangunan nasional, tetapi juga sekaligus dapat
25
Gilarso, op.cit. hal. 207
29
2.
3.
4.
5.
menjadi beban nasional jikalau angka pertumbuhan penduduk
tersebut tidak di sertai oleh adanya perluasan kesempatan kerja.
Kedudukan Geografi dan Sumber Daya Alam
Kedudukan geografi yang strategis dapat merupakan
potensi yang dapat dikembangkan sebagai wadah maupun
wahana untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
Kondisi Ekonomi
Sektor formal dengan padat modal dengan teknologi maju
serta sektor informal yang padat karya, merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi kemungkinan perluasan
kesempatan kerja.
Sosial Budaya
Sosial budaya bangsa dengan pranata sosialnya
merupakan nilai – nilai yang dapat mendorong atau
menghambat mobilitas angkatan kerja baik secara geografis,
sektoral ataupun jenis pekerjaan, untuk tercapainya perluasan
angkatan kerja.
Politik
Politik dalam pengertian pengambilan keputusan suatu
kebijakan yang akan diambil, merupakan faktor dominan yang
tidak dapat diabaikan dalam kebijaksanaan nasional untuk
menciptakan iklim yang sehat bagi perluasan kesempatan
kerja”.26
Kebijakan politik yang diambil pada dasarnya harus dapat meningkatkan
produktifitas sumber daya manusia yang lebih tinggi agar dapat menciptakan
lapangan pekerjaan yang luas. Program – program yang di susun oleh
pemerintahpun harus mampu meningkatkan kesempatan kerja. Selain itu perlua
adanya kebijakan yang terpadu dalam masalah ketenagakerjaan yang meliputi:
a) Pengadaan lapangan kerja yang baru yang dapat menyerap angkatan kerja yang
tersedia.
b) Pola pendidikan untuk menaikan produktifitas tenaga kerja yang tersedia
melalui pendidikan yang bersifat formal dna informal.
26
Sagir, Soeharsono, Kesempatan kerja, Ketahanan nasional dan Pembangunan
Manusia Seutuhnya. Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 43.
30
c) Kebijakan mengenai teknologi tepat untuk sektor – sektor tertentu sehingga
kegiatan dalam sektor tersebut tidak saja dapat meningkat tetapi juga sekaligus
dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
d) Pengarahan lebih nyata mengenai adanya keharusan pembaharuan antara
golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah.
2.2. Pengaruh Variabel Independen terhadap Dependen
1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan
Suatu pembangunan membutuhkan pendapatan nasional yang
tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Namun, yang perlu
di tekankan adalah tidak hanya bagaimana memacu cepatnya
pertumbuhan tetapi juga siapa yang akan melaksanakan dan siapa pula
yang berhak menikmati hasilnya.
“Menurut Kuznet pertumbuhan dan kemiskinan
mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap
awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung
meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan
jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang”.27
2. Pengaruh Inflasi terhadap Kemiskinan
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga –
barga barang kebutuhan. Masyarakat miskin yang memiliki daya beli
rendah tidak akan mampu mencapai harga – harga kebutuhan tersebut.
27
Tulus, Tambunan, Perekonomian Indonesia: kajian Teoritis dan analisis empiris,
penerbit: Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hal. 185.
31
Hal tersebut mengakibatkan kondisi masyarakat miskin yang semakin
terpuruk dan dapat menambah tingkat kemiskinan.
3. Pengaruh Tingkat Kesempatan Kerja terhadap Kemiskinan
Tidak hanya dari sisi perintaan (konsumsi) dan sisi penawaran,
pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan
kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai dengan
penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam
pembagian dari penambahan pendapatan tersebut yang selanjutnya akan
menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan
kemiskinan.
2.3. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Tingkat
kesempatan kerja dan Tingkat kemiskinan yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti dengan daerah dan periode waktu yang berbeda, sebagai acuan penulis
dalam pembuatan skripsi ini, antar lain:
a.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurfitri Yanti (2011) yang berjudul
“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan Tingkat Kesempatan Kerja
terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 1999 – 2009” bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
kemiskinan, mengetahui pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan di
Indonesia, serta mengetahui pengaruh tingkat kesempatan kerja terhadap
tingkat kemiskinan di Indonesia. Hal ini dilakukan karena jumlah penduduk
miskin di Indonesia tidak kunjung berkurang bahkan memiliki kecenderungan
32
yang meningkat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, kesempatan kerja serta kemiskinan. Data
berupa data sekunder yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan
diolah menggunakan analisis regresi berganda. Kesimpulan yang di peroleh
dari penelitian ini adalah: (1) pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
terhadap variabel tingkat kemiskinan, (2) inflasi tidak berpengaruh terhadap
variabel tingkat kemiskinan, dan (3) tingkat kesempatan kerja berpengaruh
negatif terhadap variabel tingkat kemiskinan.
b. Pada penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prasetyo (2010) yang berjudul
“Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi
kasus 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2003- 2007)” dengan tujuan
untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum,
pendidikan dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan serta untuk
menganalisis perbedaan kondisi tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di
Jawa Tengah. variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah tingkat
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi regional, upah minimum kabupaten/kota,
pendidikan, dan tingkat pengangguran terbuka. Data berupa data sekunder
dalam bentuk data deret waktu (time-series data) dari kurun waktu tahun 2003
– 2007 serta data kerat lintang (cross-section data) yang meliputi 35
kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah, data di peroleh dari Badan Pusat
Statustik (BPS) Jawa Tengah provinsi Jawa Tengah, Dan di olah
menggunakan analisis panel data. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dapat
di ketahui bahwa yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
33
kemiskinan adalah variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum dan
tingkat pengangguran.
c.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ravi Dwi Wijayanto (2010) yang
berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan pengangguran terhadap
kemiskinan di kabupaten / Kota jawa Tengah tahun 2005-2008” dengan
tujuan untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto,
pendidikan dan Pengangguran terhadap kemiskinan di jawa Tengah. variabel
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Kemiskinan, PDRB, Pendidikan
dan Pengangguran. Data berupa data sekunder dalam bentuk data deret waktu
(time-series data) dari kurun waktu tahun 2005 – 2008 serta data kerat lintang
(cross-section data) yang meliputi 35 kabupaten/kota di provinsi Jawa
Tengah, data di peroleh dari Badan Pusat Statustik (BPS) Jawa Tengah
provinsi Jawa Tengah, Dan di olah menggunakan analisis panel data.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dapat di ketahui bahwa pendidikan
(melek huruf) dan pengangguran memiliki pengaruh yang negatif signifikan
terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan variabel PDRB mempunyai
pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
34
2.4. Kerangka Dasar Pemikiran
Pertumbuhan Ekonomi
(X1)
Inflasi
(X2)
Tingkat Kemiskinan
(Y)
Tingkat kesempatan
Kerja
(X3)
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Dalam kerangka pemikiran di atas dapat di jelaskan bahwa tingkat
kemiskinan di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi
dan tingkat kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan aktivitas
kinerja
masyarakat
untuk
memaksimalkan
hasil
produktivitas
dalam
perekonomian dalam rangka memperoleh tambahan pendapatan masyarakat
selama periode tertentu. Tambahan pendapatan dari aktivitas ekonomi masyarakat
akan berpengaruh besar terhadap pengurangan tingkat kemiskinan jika
pendistribusian pendapatan tersebut merata. Tidak hanya golongan kaya saja yang
merasakan pendapatan besar tetapi pendapatan tersebut juga harus mampu
menyentuh golongan miskin, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara si kaya
menjadi semakin kaya dan si miskin menjadi semakin miskin. Semakin banyak
golongan miskin tertolong dan dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan
ekonomi, maka kemiskinan akan berkurang serta akan terciptanya kesejahteraan
bagi seluruh masyarakat.
35
Inflasi juga di perlukan dalam perekonomian, namun hanya inflasi lunak
yang dapat bermanfaat bagi perekonomian. Inflasi memiliki dampak negatif juga
dampak positif. Inflasi berdampak negatif apabila inflasi sudah ditingkat parah
(hyperiflation), hal ini dapat melemahkan daya beli masyarakat serta
melumpuhkan produksi yang nantinya akan menimbulkan krisis produksi dan
konsumsi. Inflasi dapat pula berdampak positif apabila inflasi masih di taraf
wajar, justru inflasi ringan inilah yang dibutuhkan oleh para produsen untuk
mengembangkan produksinya. Apabila tidak terjadi inflasi justru lebih
membahayakan perekonomian lagi, karena tidak akan ada perubahan harga –
harga dan ini dapat melemahkan sektor industri.
Inflasi memiliki pengaruh terhadap perluasan kesempatan kerja. Apabila
kesempatan kerja luas dan semakin banyak menyerap tenaga kerja, maka
masyarakat miskin akan semakin berkurang. Negara Indonesia mungkin dapat
dinilai berhasil jika dinilai dari sudut laju pertumbuhan ekonominya, namun tetap
terlihat miskin dan terbelakang jika dilihat dari sudut cepatnya dan besarnya
angkatan kerja yang memasuki pasaran kerja yang belum atau tidak memperoleh
kesempatan kerja, serta belum dimanfaatkan secara produktif dan maksimal. Para
angkatan kerjapun juga harus di bekali pengetahuan agar mereka memiliki
kualitas dalam penciptaan kesempatan kerja, sehingga dapat mengurangi tingkat
kemiskinan.
Perluasan kesempatan kerja berarti pula perluasan kesejahteraan umum bagi
masyarakat luas, sehingga manusia Indonesia yang termasuk dalam kelompok
36
angkatan kerja tidak saja turut berpartisipasi memikul beban pembangunan, tetapi
juga ikut serta menikmati hasil pembangunan.
Akar dari permasalahan kemiskinan di Indonesia adalah tingginya disparitas
antar daerah sehingga pendistribusian pendapatan antar daerah provinsi tidak
merata. Pemerintah terlalu memfokuskan pada pertumbuhan dan perkembangan
provinsi jawa saja, sedangkan provinsi – provinsi lain di seluruh Indonesia tidak
mendapatkan perhatian yang sama. Dengan begitu semakin terlihat jelas
perbedaan dalam pembangunan antar provinsi. Namun, meskipun demikian
pemerintah selalu mengupayakan pemberantasan masyarakat miskin, tetapi
jumlah penduduk miskin tidak mengalami penurunan yang signifikan dari tahun
ketahun, justru cenderung bertambah.
2.5. Definisi Operasional Variabel
2.5.1. Kemiskinan (KM)
Kemiskinan merupakan prosentase penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Garis kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan yang
ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dinyatakan dalam satuan persen.
2.5.2. Pertumbuhan Ekonomi (PE)
Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang di maksud adalah
laju pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan tahun 2000 tahun 2007-2010
yang dinyatakan dalam satuan persen.
2.5.3.
Inflasi (IF)
37
Inflasi merupakan presentase perandingan dari tingkat inflasi pada tahun
dasar dibandingkan dengan inflasi pada tahun sekarang. Inflasi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah laju inflasi yang terjadi di 35 Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah tahun 2007-2010 yang dinyatakan dalam satuan persen
2.5.4.
Kesempatan Kerja (KK)
Kesempatan kerja (employment) adalah jumlah penduduk yang bekerja dan
jumlah angkatan kerja. Tingkat kesemapatan kerja yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah tingakt kesempatan kerja yang terjadi di 35 Kabupaten/Kota
di Jawa Tengah tahun 2007-2010.
2.6. Hipotesis
a. Hipotesis Kerja
1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat kemiskinan adalah
negatif.
2. Pengaruh Inflasi terhadap tingkat kemiskinan adalah negatif.
3. Pengaruh Kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan adalah
negatif.
b. Hipotesis Statistik
-
Ho : ß1 = 0
Ha : ß1 < 0
-
Ho : ß2 = 0
Ha : ß2 > 0
-
Ho : ß3 = 0
Ha : ß3 > 0
38
Download