7 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Investasi
Definisi investasi menurut Reilly, Frank & Brown, Keitch C (2003:5) adalah
“Investasi adalah setiap dollar yang diinvestasikan akan memberikan return dimasa
datang sesuai dengan jangka waktu investasi, tingkat inflasi dan kondisi ekonomi
yang akan datang. Ada 2 faktor yang terdapat dalam pengertian tersebut yaitu: waktu
dan risiko.”
Menurut Marjito (2002:138) menyatakan bahwa: Dilihat dari jangka
waktunya, investasi dibedakan menjadi 3 macam yaitu investasi jangka pendek,
investasi jangka menengah dan investasi jangka panjang.
Investasi jangka pendek biasanya adalah untuk memenuhi keperluan liburan
ke luar negeri, kebutuhan akan kendaraan pribadi, dan berhenti bekerja sementara
untuk merawat anak. Investasi jangka menengah diperlukan oleh investor untuk
memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal, keinginan untuk membeli kendaraan
mewah, kapal pesiar, dan berbagai barang mewah lainnya. Sedangkan investasi
jangka panjang, adalah untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan anak, keinginan
akan rumah mewah, villa pribadi, dan untuk pemenuhan kebutuhan hidup setelah
pensiun. (CIMB, 2012)
2.1.2 Pengertian Investor
Investor adalah individu yang melakukan kegiatan investasi dengan
ekspektasi adanya timbal balik dari investasinya tersebut (Investopedia, 2016).
Berikut adalah tipe-tipe investor menurut Kompas (2008):
1. Tipe Konservatif
Umumnya, tipe ini tidak berani menghadapi risiko kerugian dan
ketidakpastian. Cenderung untuk memilih instrumen yang sangat aman dengan hasil
yang sudah diketahui sebelumnya, seperti tabungan dan deposito. Kalaupun
mempertimbangkan jenis instrumen berisiko, seperti obligasi atau saham, hanya
porsi kecil dari dana investasinya yang akan dialokasikan ke dalam instrumen
7
8
berisiko tersebut. Tipe konservatif sangat mengutamakan keamanan dalam
berinvestasi daripada memperoleh keuntungan besar tapi berisiko. Alokasi aset yang
tepat untuk tipe konservatif adalah deposito 100 persen.
2. Tipe Moderat
Tipe ini lebih berani mengambil risiko yang lebih tinggi dibandingkan
dengan investor konservatif. Tipe moderat akan mempertimbangkan secara hati-hati
jenis instrumen yang akan dimilikinya dan membatasi jumlah dana yang akan
diinvestasikannya ke dalam instrumen berisiko hingga porsi tertentu. Alokasi aset
yang sesuai untuk tipe moderat adalah deposito 70 persen, obligasi 10 persen, dan
saham 20 persen.
3. Tipe Agresif
Umumnya, tipe agresif punya keberanian dalam melakukan keputusan
investasi berisiko tinggi. Tipe ini mengharapkan hasil investasi yang lebih besar
dengan bersedia menerima konsekuensi risiko yang lebih tinggi pula. Cenderung
untuk memilih produk yang mengalokasikan dananya pada instrumen pasar yang
berisiko tinggi. Alokasi aset yang sesuai untuk tipe agresif adalah deposito 40 persen,
obligasi 20 persen, dan saham 40 persen.
2.1.3 Dasar Keputusan Investasi
Menurut Tandelilin (2010) dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat
return harapan, tingkat risiko serta hubungan antara return dan risiko. Berikut ini
akan dibahas masing-masing dasar keputusan investasi tersebut.
a.
Return
Tandelilin (2001:47) mengemukakan bahwa: “Return merupakan salah satu
faktor yang memotivasi investor berinteraksi dan juga merupakan imbalan atas
keberanian investor dalam menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.”
Singkatnya return adalah keuntungan yang diperoleh investor dari dana yang
ditanamkan pada suatu investasi.
9
b.
Risiko
Risiko adalah kemungkinan dari kerugian (Vaughan, 1978) sedangkan
menurut (Keown), risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai (operasional
sebagai deviasi standar)
Menurut Soekarto, resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu
peristiwa.
Darmawi menyatakan “Resiko adalah probabilitas suatu hasil yang
berbeda dengan yang diharapkan”. Suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian
dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi disebut
resiko (Soemarno)
Jadi dapat disimpulkan risiko adalah situasi yang ttidak diharapkan yang
dapat terjadi dimasa yang akan datang.
Hubungan Tingkat Risiko dan Expected Return
Menurut Tandelilin (2010:11) Hubungan antara risiko dan expected return
merupakan hubungan yang bersifat searah dan linier. Artinya semakin besar risiko
suatu aset, semakin besar pula expected return atas aset tersebut, demikian
sebaliknya.
Gambar 2.1 Hubungan Risiko dan Expected Return
Sumber: Tandelilin (2010)
10
2.1.4 Pengertian Saham
Riyanto (2001) “Saham adalah tanda bukti pengembalian bagian atau peserta
dalam perseroan terbatas, bagi yang bersangkuan yang di terima dari hasil penjualan
sahamnya akan tertanam didalam perusahaan tersebut selama hidupnya meskipun
pemegang saham sendiri itu bukanlah merupakan peranan permanen karena setiap
wkatu pemegang saham dapat menjual sahamnya.”
Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang
atau badan terhadap suatu perusahaan. Pengertian saham ini artinya adalah surat
berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik
saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian
kalau seorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang
saham perusahaan. (Akutansi, 2013).
2.1.5 Pengertian Reksadana
Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat
pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu
dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang
sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal,
mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan
pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat
meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam
portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1
ayat (27) didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi. (IDX, 2010)
11
2.1.6 Pengertian Pasar Efisien
Konsep pasar efisien pertama kali dikemukakan dan dipopulerkan oleh Fama
(1970). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital
market) dan pasar uang. Suatu pasar dikatakan efisien apabila tidak seorangpun, baik
investor individu maupun investor institusi, akan mampu memperoleh return tidak
normal (abnormal return), setelah disesuaikan dengan risiko, dengan menggunakan
strategi perdagangan yang ada. Artinya, harga-harga yang terbentuk di pasar
merupakan cerminan dari informasi yang ada atau “stock prices reflect all available
information”. Ekspresi yang lain menyebutkan bahwa dalam pasar yang efisien
harga-harga asset atau sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang
tersedia tentang aset atau sekuritas tersebut.
Dalam mempelajari konsep pasar efisien, perhatian kita akan diarahkan pada
sejauh mana dan seberapa cepat informasi tersebut dapat mempengaruhi pasar yang
tercermin dalam perubahan harga sekuritas. Dalam hal ini Haugen (2001) membagi
kelompok informasi menjadi tiga, yaitu (1) informasi harga saham masa lalu
(information in past stock prices), (2) semua informasi publik (all public
information), dan (3) semua informasi yang ada termasuk informasi orang dalam (all
available information including inside or private information). Masing-masing
kelompok informasi tersebut mencerminkan sejauh mana tingkat efisiensi suatu
pasar.
Jones (1998) menyebutkan bahwa harga sekarang suatu saham (sekuritas)
mencerminkan dua jenis informasi, yaitu informasi yang sudah diketahui dan
informasi yang masih memerlukan dugaan. Informasi yang sudah diketahui meliputi
dua macam, yaitu informasi masa lalu (misalnya laba tahun atau kuartal yang lalu)
dan informasi saat ini (current information) selain juga kejadian atau peristiwa yang
telah diumumkan tetapi masih akan terjadi (misalnya rencana pemisahan saham).
Contoh untuk informasi yang masih membutuhkan dugaan adalah jika banyak
investor percaya bahwa suku bunga akan segera turun, harga-harga akan
mencerminkan kepercayaan ini sebelum penurunan sebenarnya terjadi.
2.1.7 Sejarah Behaviour Finance
12
Pada keuangan traditional finance atau standard finance mengungkapkan
mengenai efficient-market hypothesis yang dikembangkan oleh Eugene Fama 1965,
beranggapan bahwa di pasar yang efisien harga atas suatu sekuritas yang terbentuk
merupakan cermin dari semua informasi yang tersedia dan relevan tentang sekuritas
tersebut. Dengan kata lain, harga yang terbentuk merupakan nilai wajar (fair value).
Akibatnya, secara teori pelaku pasar yang aktif tidak mungkin memperoleh abnormal
return (beat the market) secara terus menerus karena investor lain akan segera tahu
aksi yang dilakukan oleh seorang investor. sehingga satu-satunya cara untuk
memperoleh tingkat pengembalian investasiyang lebih tinggi adalah dengan membeli
asset-asset investasi yang lebih berisiko.
Namun kedua teori ini tidak mampu memberikan penjelasan tentang sejumlah
anomaly pasar modal, misalnya January Effect, Day of the week effects, returns over
trading and non-trading periods, stock return volatility and the internet phenomenon
(termasuk kebutuhan pasar modal sebagai imbas dari kejatuhan saham-saham
berbasis internet di akhir tahun 1990-an), kejatuhan pasar modal di tahun 1929 dan
1987 serta dampak dari krisis subprime mortgage di tahun 2007-2008.
Menyadari ketidakmampuan traditional finance untuk menjelaskan anomaly
dalam fenomena pasar uang dan pasar modal, maka para peneliti keuangan mulai
mengaitkan fenomena yang ada dengan aspek perilaku (behavioral finance). Selama
tahun 1990–an, behaviour finance muncul ke permukaan sejalan dengan tuntutan
perkembangan dunia bisnis dan akademik yang mulai menyingkapi adanya aspek
atau unsur perilaku dalam proses pengambilan keputusan keuangan dan/ atau
investasi. Hal ini banyak diinspirasi oleh meningkatnya peran perilaku sebagai salah
satu penentu dalam menentukan buy and sell sekuritas (Widyastuti).
Menurut Ricciardi dan Simon (2000) dalam Widyastuti menyebutkan
Kronologis perkembangan behavioural finance yang mediskusikan kekuatan emosi
dan psikologi investor dan trader di pasar keuangan:
1. Tahun 1841: Charles MacKay menulis Delusions the Madness of Crowds, yang
menyajikan kronologis tentang kepanikan yang terjadi di pasar sebagai cermin dari
adanya aspek psikologis investor.
2. Gustave Le Bon dalam The Crowd: A Study of the Popular Mind (1895)
mengajukan gagasan tentang peran “crowds” yang dapat diartikan sebagai investor di
pasar, dan perilaku kelompok yang mencoba kemampuan di bidang perilaku
keuangan, psikologi sosial, sosiologi, dan sejarah.
13
3. Tahun 1912: G C Selden menerapkan perilaku keuangan dalam konteks psikologi
di pasar modal.
2.1.8 Pengertian Behaviour Finance
Menurut Litner (1998) Behavioral finance merupakan suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana manusia menyikapi dan bereaksi atas informasi yang ada
dalam upaya untuk mengambil keputusan yang dapat mengoptimalkan tingkat
pengembalian dengan memperhatikan risiko yang melekat di dalamnya (unsur sikap
dan tindakan manusia merupakan faktor penentu dalam berinvestasi).
Thaler (1999) berpendapat bahwa perilaku tersebut tidak hanya berhubungan
dengan landasan teori keuangan dan hukum ekonomi yang ada, tetapi cenderung
dipengaruhi
dan/atau
berdasarkan
faktor
psikologi.
Behavioral
finance
mengkombinasikan keduanya, yaitu ekonomi dan psikologi.
Menurut Ricciardi (2000) behavioral finance merupakan suatu disiplin ilmu
yang didalamnya melekat interaksi berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) dan terus
menerus berintegrasi sehingga dalam pembahasannya tidak bisa dilakukan isolasi.
Behavioral finance dibangun oleh berbagai asumsi dan ide dari perilaku ekonomi.
keterlibatan emosi, sifat, kesukaan dan berbagai macam hal yang melekat dalam diri
manusia sebagai makhluk intelektual dan sosial akan berinteraksi melandasi
munculnya keputusan melakukan suatu tindakan.
2.1.9 Pengertian Anomali Pasar
Menurut Utami (2002) dalam membahas pengujian pasar efisien, maka harus
juga membahas tentang adanya ketidak-teraturan (anomali) yang ada yang terkait
dengan hipotesis pasar efisien. Anomali di sini adalah salah satu bentuk dari
fenomena yang ada di pasar. Pada anomali ditemukan hal-hal yang seharusnya tidak
ada bilamana dianggap bahwa pasar efisien benar-benar ada. Artinya, suatu peristiwa
(event) dapat dimanfaatkan untuk memperoleh abnormal return. Dengan kata lain
seorang investor dimungkinkan untuk memperoleh abnormal return dengan
mengandalkan suatu perisitiwa tertentu.
Anomali yang ada tidak hanya ditemukan pada satu jenis bentuk pasar efisien
saja, tetapi ditemukan pada bentuk pasar efisien yang lain. Artinya, bukti empiris
14
adanya anomali di pasar modal muncul pada semua bentuk pasar efisien, walaupun
kebanyakan ditemukan pada bentuk efisien semi-kuat (semi strong).
Dalam teori keuangan, dikenal sedikitnya empat macam anomali pasar.
Keempat anomali tersebut adalah anomali perusahaan (firm anomalies), anomali
musiman (seasonal anomalies), anomali peristiwa atau kejadian (event anomalies),
dan anomali akuntansi (accounting anomalies). Beberapa anomaly pasar tersebut
dijelaskan terperinci sebagai berikut (Gruber, 2003; Cahyaningdyah, 2004; Jones,
2004):
Tabel 2.1
Ringkasan Anomali Pasar
No
1
Kelompok
Anomali Peristiwa
Jenis Khusus
1. Analysts’
Keterangan
Semakin
banyak
analis
Recomendataion merekomendasi untuk membeli suatu
saham, semakin tinggi peluang harga
akan turun.
2. Insider
Semakin banyak saham yang dibeli
Trading
oleh
insiders,
semakin
tinggi
kemungkinan harga akan naik.
3. Listings
Harga sekuritas cenderung naik setelah
perusahaan
mengumumkan
akan
melakukan pencatatan saham di Bursa
4. Value Line
Harga sekuritas akan terus naik setelah
Rating Changes
Value
Line
menempatkan
rating
perusahaan pada urutan tinggi.
2
Anomali Musiman
1. January
Harga sekuritas cenderung naik di
bulan Januari, khususnya di hari-hari
pertama
2. Week-end
Harga sekuritas cenderung naik hari
Jumat dan turun hari Senin.
3. Time of Day
Harga sekuritas cenderung naik di 45
menit pertama dan 15 menit terakhir
15
perdagangan.
4. End of Month
Harga sekuritas cenderung naik di
hari-hari akhir tiap bulan.
5. Seasonal
Saham perusahaan dengan penjualan
musiman tinggi cenderung naik selama
musim ramai.
6. Holidays
Ditemukan return positif pada hari
terakhir sebelum liburan.
3
Anomali
1. Size
Return
pada
perusahaan
kecil
cenderung lebih besar walaupun sudah
Perusahaan
disesuaikan dengan risiko.
2. Closed-end
Return pada close-end funds yang
Mutual funds
dijual dengan potongan cenderung
lebih tinggi.
3. Neglect
Perusahaan yang tidak diikuti oleh
banyak analis cenderung menghasilkan
return lebih tinggi.
4. Institutional
Perusahaan yang dimiliki oleh sedikit
Holdings
institusi cenderung memiliki return
lebih tinggi.
4
Anomali
1. P/E
Return
pada
perusahaan
kecil
cenderung lebih besar walaupun sudah
Akuntansi
disesuaikan dengan risiko.
2. Earnings
Saham dengan capaian earnings lebih
Surprise
tinggi
dari
cenderung
yang
mengalami
diperkirakan
peningkatan
harga.
3. Price/Sales
Jika
rasionya
rendah
cenderung
berkinerja lebih baik.
4. Price/Book
Jika
rasionya
rendah
cenderung
berkinerja lebih baik.
5. Dividend
Jika
yield-nya
tinggi
Yield
berkinerja lebih baik.
cenderung
16
6. Earnings
Saham
perusahaan
yang
tingkat
Momentum
pertumbuhan earnings-nya meningkat
cenderung berkinerja lebih baik.
2.1.10 Hubungan Gender dengan Toleransi Risiko
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti gender (Echols &
Sadhily, 1983: 256). Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak
antara pria dan wanita apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku.
Dalam hal berinvestasi Barber & Odean (2001) menjelaskan bahwa pria lebih
berani terhadap risiko yang akan dihadapi dibanding wanita, hal ini dikarenakan tingkat
kepercayaan diri pria lebih tinggi daripada wanita.
Christanti & Mahastanti (2011) jika dilihat dari gender, investor wanita masih
terlalu takut sehingga sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan karena semua
faktor sangat dipertimbangkan dalam keputusan investasinya.
Menurut Eckel & Grossman (2008) yang menyatakan bahwa wanita lebih
sensitive terhadap risiko dari pada pria, hal ini akan tercermin dalam semua aspek
pengambilan keputusan mereka.
2.1.11 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Toleransi Risiko
Menurut Atkinson (1956), tingkat pendapatan mempengaruhi tingkat
toleransi terhadap risiko pada investor. Semakin tinggi tingkat pendapatan investor,
tingkat toleransi terhadap risiko semakin rendah, sehingga investor tersebut
cenderung lebih memilih investasi yang lebih berisiko daripada investor lain yang
memiliki tingkat pendapatan lebih rendah, yang memilih investasi yang memiliki
risiko lebih rendah.
2.1.12 Realisasi Investasi
Berikut ini adalah tabel mengenai jumlah realisasi investasi di Amerika dan
di Indonesia pada periode yang sama yaitu pada tahun 2011-2015. Perbedaan tingkat
kesadaran mengenai investasi adalah alasan yang paling kuat dibalik terjadinya
fenomena ini.
17
Jumlah penduduk di Amerika dan Indonesia adalah tidak terlalu berbeda,
namun tingkat realisasi investasi yang terjadi sangatlah berbeda.
Tabel 2.2 Realisasi Investasi di Amerika Periode 2011-2015
Sumber: BPKM, diolah
Tabel 2.3 Realisasi Investasi di Indonesia Periode 2011-2015
Sumber: US Bureau of Economic Analysis, diolah
18
2.2 Literature Review
Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh (Parashar, 2010) pemilihan jenis
investasi bergantung dan dipengaruhi oleh variabel-variabel seperti gender, usia,
pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan juga pembawaan investor, seperti
konservatif, semi-konservatif, semi-agresif, dan agresif.
Wanita memiliki pembawaaan yang ingin untuk menghindari risiko dalam
berinvestasi, sehingga mereka cenderung memilih untuk mendepositokan uangnya di
bank dengan bunga yang tetap daripada melakukan investasi di pasar modal, terlebih
lagi saham, yang memiliki tingkat risiko yang tinggi.
Berbeda dengan wanita, pria memiliki pembawaan yang berlawanan dengan
wanita, yaitu cenderung memilih investasi yang memiliki return yang lebih tinggi
walaupun itu investasi tersebut memiliki tingkat risiko yang juga tinggi.
Usia juga memiliki peran penting bagi individu dalam memilih jenis
investasi. Pria memiliki kecenderungan untuk memilih jenis investasi yang berisiko
saat muda, sedangkan wanita memiliki kecenderungan untuk memilih jenis investasi
yang lebih aman sejak muda. Namun seiring bertambahnya usia, baik pria maupun
wanita memiliki kecenderungan untuk memilih investasi yang sifatnya lebih aman.
Untuk karakteristik tingkat pendapatan, individu yang memiliki tingkat
pendapatan yang rendah cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya dalam
bentuk deposito atau tabungan, daripada saham yang memiliki risiko tinggi. Jadi
tingkat pendapatan berbanding lurus dengan pemilihan investasi yang memiliki
risiko tinggi.
Dengan kata lain, pria memiliki risk tolerance yang lebih tinggi dari wanita,
yang lebih lanjut membuat pria cenderung memilih investasi yang memiliki risiko
yang lebih tinggi sedangkan wanita memiliki risk tolerance yang lebih rendah
19
sehingga wanita lebih memilih investasi yang lebih aman dengan risiko yang rendah
walaupun return yang didapatkan lebih kecil daripada investasi yang berisiko tinggi.
Menurut jurnal yang dibuat oleh Bayyurt, Karisik, dan Koskun (2013) yang
meneliti pengaruh gender terhadap pemilihan jenis investasi, dsimpulkan bahwa
investor pria lebih memilih berinvestasi di saham dan real estate, sedangkan investor
wanita memilih deposito dan emas sebagai investasinya.
Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa “wanita
lebih menghindari risiko (risk averse) daripada pria” di Turkey. Dengan kata lain,
wanita di negara berkembang terbukti untuk lebih menghindari risiko daripada pria.
Menurut jurnal yang dibuat oleh (Rudyanto, 2014) mengenai preferensi
pemilihan jenis investasi professional muda di Surabaya, disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara gender dengan pemilihan jenis investasi, yang dimana pria
lebih banyak melakukan investasi dibandingkan wanita. Namun dua tipe investor ini
sama-sama memilih investasi yang memiliki risiko rendah seperti deposito (35%)
dan properti (25%), dibandingkan saham yang hanya sebesar 9%.
Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa terdapat hubungan antara
pendapatan dan preferensi pemilihan jenis investasi professional muda di Surabaya
yang dimana professional muda yang memiliki pendapatan diantara Rp 10.000.000
sampai Rp 15.000.000 lebih milih berinvestasi pada low risk asset yaitu deposito
dsdangkan profesional muda yang memiliki pendapatan antara Rp 15.000.000 – Rp
20.000.000 cenderung berinvestasi pada moderate risk asset seperti property.
Demikian halnya untuk profesional muda yang berpendapatan lebih dari >20.000.000
bersikap moderate (risk indifference) dengan berinvestasi pada properti dan
cenderung aggresive (risk seeker).
Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Yao & Hanna (2005), pria konsisten
untuk lebih cenderung untuk mengambil risiko tinggi dibandingkan wanita yaitu pria
mengambil risiko tinggi dibandingkan wanita (23.4% vs. 15%) dan risiko sedang
(65.9% vs. 55%). Berdasarkan logit dan z-test result, pria konsisten untuk lebih
toleran terhadap risiko daripada wanita.
20
Saat sudah menggabungkan variabel lainnya seperti usia dan tingkat
pendapatan, wanita memiliki toleransi risiko yang terendah saat kondisinya dia sudah
menikah dibandingkan dia belum menikah.
Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh (Atkinson, 1956), kecenderungan
individu itu untuk memilih investasi saham semakin meningkat apabila memiliki
penghasilan yang tinggi. Sedangkan semakin rendah penghasilan individu tersebut,
kecenderungan untuk memilih deposito sebagai investasi menempati posisi tertinggi
dibandingkan jenis investasi lainnya.
Dari hasil yang diperoleh diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendapatan yang dihasilkan individu, maka individu tersebut menjadi lebih
toleran terhadap risiko sehingga memilih investasi yang memiliki risiko lebih tinggi
seperti saham dibandingkan investasi yang memiliki risiko rendah seperti deposito.
2.3 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Hipotesis penelitian dapat juga diartikan sebagai jawaban
sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara
empiris.
Adapun rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah
H01: Tidak ada pengaruh dari gender terhadap pemilihan saham.
H01: Tidak ada pengaruh dari gender terhadap pemilihan reksadana
H11: Ada pengaruh dari gender terhadap pemilihan saham.
H11: Ada pengaruh dari gender terhadap pemilihan reksadana
H02: Tidak ada pengaruh dari tingkat pendapatan terhadap pemilihan saham.
H02: Tidak ada pengaruh dari tingkat pendapatan terhadap pemilihan reksadana
H12: Ada pengaruh dari tingkat pendapatan terhadap pemilihan saham.
H12: Ada pengaruh dari tingkat pendapatan terhadap pemilihan reksadana
Download