Perubahan Iklim dan Kaum Miskin Indonesia

advertisement
Perubahan Iklim dan Kaum Miskin Indonesia
Sebagaimana telah kita lihat dalam beberapa tahun terakhir, dampak perubahan iklim
menjadi semakin lebih terlihat melalui anomali cuaca.
Terletak tepat di garis khatulistiwa, Indonesia dipandang sebagai salah satu dari
banyak negara yang akan terkena dampak perubahan iklim secara serius dibandingkan
negara-negara di daerah beriklim sub-tropis.
Meningkatnya permukaan air laut misalnya, diperkirakan dapat menenggelamkan
pulau-pulau dan membanjiri persawahan di seluruh nusantara.
Ini merupakan bencana bagi negara dimana sekitar 40 persen penduduknya masih
sangat bergantung pada pertanian. Perubahan iklim akan memiliki dampak yang cukup
besar pada mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada pertanian, baik di
Indonesia maupun di seluruh dunia.
Perubahan iklim dapat bersifat menguntungkan maupun
pertanian, tergantung pada di mana perubahan terjadi.
merugikan
produksi
Untuk negara-negara di zona beriklim subtropis dan dingin, perubahan iklim mungkin
akan membawa beberapa hal positif. Contoh kasus, negara-negara maju dari belahan
utara bumi.
Hal ini diproyeksikan bahwa mereka akan melihat iklim hangat, yang pasti akan
membantu meningkatkan produktivitas pertanian mereka. Selain itu, dengan
dukungan sumber daya ekonomi dan teknologi, mereka juga akan mampu
menghindari sebagian dari dampak negatif perubahan iklim.
Indonesia, di sisi lain, kemungkinan hanya akan memperoleh dampak
negatif. Perubahan pola musim yang semakin tidak menentu disertai cuaca yang tak
terduga akan mengakibatkan sejumlah petani bergulat dengan kegagalan panen.
Petani cabai merah dan bawang akan mengalami kegagalan panen dan menghadapi
wabah hama. Hal ini akan menyebabkan penurunan produktivitas secara
keseluruhan. Bawang misalnya, memerlukan periode pengeringan untuk menjamin
kehidupan rak lagi. Sementara itu hujan deras diperkirakan akan terus berlanjut ke
musim kemarau.
Dalam musim kemarau rata-rata, petani bawang biasanya menghasilkan 12-14 ton per
hektar, tetapi semenjak terjadinya perubahan iklim, sebagian besar petani cenderung
hanya dapat menghasilkan 6-7 ton per hektar. Demikian juga, masyarakat nelayan
juga akan menderita kerugian besar. Cuaca buruk berarti hari lebih sedikit untuk
memancing. Berkurangnya hari untuk memancing mengakibatkan pengurangan dalam
penghasila mereka.
Sejumlah ahli telah mengibarkan bendera merah pada dampak perubahan iklim.
Laporan Perubahan Lingkungan dan Program Keamanan tahun 2009 oleh Woodrow
Wilson Center, mengatakan: "anomali curah hujan, peningkatan suhu, dan cuaca
ekstrim diperkirakan akan memperburuk degradasi sumber daya lingkungan yang
berkelanjutan."
Laporan itu juga memperingatkan bahwa "kenaikan permukaan laut, serta kondisi
cuaca yang lebih ekstrim, akan memaksa jutaan orang untuk bermigrasi, yang
menyebabkan tekanan yang lebih besar pada sumber daya di daerah-daerah tujuan
yang baru dan kemudian mendorong persaingan atas sumber daya."
©
http://www.huma.or.id
Di Indonesia, perubahan iklim juga akan mempengaruhi usaha negara itu untuk
menghentikan kemiskinan dan mengurangi jumlah penduduk miskin di seluruh negeri,
terutama di daerah pedesaan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa 31.000.000 orang, atau sekitar 13
persen dari populasi, shidup di bawah garis kemiskinan. Lalu terdapat sekitar 60
persen dari orang-orang tinggal di daerah pedesaan dengan mata pencaharian sangat
tergantung pada cuaca.
Lingkungan yang sedemikian keras berpengaruh terhadap standar hidup petani karena
kegagalan panen akan mengurangi produktivitas mereka dan berimplikasi terhadap
penghasilan mereka. Selain itu, sebagian besar petani sendiri hanya memiliki kurang
dari setengah hektar lahan pertanian. Untuk petani, berlahan sempit berarti ada
margin kesalahan kecil yang diberikan kepada mereka. Ketika tanaman mereka lebih
rusak oleh banjir, kekeringan dan hama, beban mereka menjadi lebih berat.
Petani tidak akan dapat sepenuhnya panen tanaman mereka, namun masih harus
menanggung biaya kerja dan biaya untuk input pertanian seperti pupuk dan
pengendalian hama.
Selain itu, meningkatnya harga komoditas pertanian tidak otomatis dinikmati oleh
petani, karena sebagian besar mengonsumsi tanaman pangan dan komoditas
pertanian lainnya.
Kenaikan harga komoditas pertanian, seperti yang kita lihat akhir-akhir ini, juga akan
membawa serta konsekuensi bagi masyarakat miskin perkotaan.
Kekurangan pasokan bahan pokok juga dapat memicu kenaikan inflasi, yang pada
gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat dan membuatnya lebih sulit untuk
mengakses pangan.
Jika situasi ini tidak ditangani melalui langkah-langkah cepat dan akurat, dampak
perubahan iklim hanya akan meningkatkan kemiskinan di seluruh negeri.
Tindakan intensif dan berkelanjutan harus dilakukan, termasuk memperluas
penyebaran informasi tentang pola cuaca kepada petani. Petani biasanya bergantung
pada pengetahuan tradisional, diwariskan dari generasi ke generasi. Naluri mereka
mengenai cara-cara bercocoktanam didasarkan pada penggunaan teknik trial and error
selama ribuan tahun.
Dalam situasi di mana terjadi anomali cuaca, penyebarluasan informasi cuaca menjadi
alat yang penting bagi petani untuk membuat keputusan tentang hasil panen mereka.
Selain itu, pemerintah harus lebih memperhatikan penelitian dan pengembangan
dalam mengembangkan varietas tanaman yang tahan cuaca dan memperbaiki
infrastruktur pendukung pertanian, seperti bendungan, irigasi dan transportasi,
termasuk dalam hal pengelolaan air.
Penanaman metode yang berpusat pada penggunaan air yang efisien juga perlu
disosialisasikan berulang kali, seperti menanam padi yang menerapkan sistem
intensifikasi padi, metode yang telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi
per hektar sekaligus hemat atas penggunaan sering pasokan air yang terbatas.
Selain itu, dukungan untuk asuransi dan skema jaminan kredit bagi petani juga perlu,
terutama dalam mengantisipasi kerugian petani karena anomali iklim.
©
http://www.huma.or.id
Pemerintah harus menyelesaikan misi untuk melengkapi usaha-usaha reformasi tanah
untuk membantu para petani kecil dan petani tak bertanah. Perluasan akses
pendidikan di daerah pedesaan di negara itu juga diperlukan sehingga petani dapat
mengembangkan kemampuan untuk menyerap informasi lebih baik dan melindungi diri
terhadap dampak merugikan perubahan iklim.
Dengan beberapa langkah konkrit yang sistematis, petani akan dapat memperkuat
kemampuan mereka untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, dan
meningkatkan kesempatan mereka untuk meningkatkan kondisi hidup mereka.
Ditulis oleh Teddy Lesmana, seorang peneliti di Pusat Studi Ekonomi di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan forecast scholar USAID
Indonesia di University of Maryland.
(26/07/2010 – The Jakarta Globe)
©
http://www.huma.or.id
Download