Agar Pisang tidak Lekas Busuk

advertisement
Pop Riset | 27
RABU, 4 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA
Riset Sederhana
para Guru
Agar Pisang
tidak Lekas Busuk
SXC.HU
Jika antiaging pada manusia diciptakan agar
bikin awet muda, pisang membutuhkannya
untuk menangkal kerugian perdagangan dan
mengontrol proses pembusukan.
Vini Mariyane Rosya
P
EREMPUAN cantik
berusia 38 tahun itu
tak pernah lupa suara
khas bapak tua penjual
pisang di rumahnya. Fenny
M Dwivany masih ingat betul
bagaimana tumpukan pisangpisang ambon tersebut dipikul
ditawarkan dari rumah ke rumah
dengan berjalan kaki.
Pikiran Fenny kecil terusik,
bagaimana kalau pisang itu tak
terjual hari itu juga, bukankah
akan membusuk? “Kalau terlalu
matang kan tidak ada yang mau
beli, rugi dong,” kenang Fenny.
Siapa sangka kegelisahannya berbuah riset formula antiaging yang dapat mengatur
pematangan pisang. Pengaturan
pematangan pisang tersebut
promotor itu,” ungkapnya.
Selama ini, promotor yang paling mungkin digunakan adalah
dengan alkohol kadar rendah.
Namun ada kendala kultural,
promotor jenis ini dapat menuai
kontroversi di Indonesia yang
mayoritas berpenduduk muslim.
“Nah makanya saya buat promotornya dari pisangnya itu
sendiri. Saya ambil, lalu saya
isolasi,” jelasnya.
Upaya Fenny tersebut akhirnya menghasilkan pisang transgenik yang tak lekas busuk dan
bisa dihasilkan secara instan.
Lebih ekonomis
Penemuan promotor oleh
perempuan kelahiran Bandung
ini diyakini dapat membuka jalan
penemuan metode penahanan
pematangan berbagai tanaman
sebelum
berangkat,
truk pengangkutnya tinggal disemprotkan saja, dan promotor akan langsung bekerja
menyetop gen-gen pematangan
tadi,” paparnya.
Tentunya dia juga berharap
temuannya ini bisa membantu
pedagang kecil buah-buahan.
Sebab hingga saat ini Fenny
melihat proses penundaan pematangan hanya bisa dilakukan
oleh pedagang-pedagang besar
yang biasa memakai teknologi
ANTARA/MUHAMAD SRIDIPO
PENJUAL PISANG: Seorang penjual pisang sedang melayani pembeli di pasar Kebayoran Lama, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dengan pengaturan kematangan buah pisang, para pedagang kini bisa lega karena pisang tidak cepat membusuk.
dimungkinkan karena adanya
sebuah promotor.
Fenny menggunakan metode
pendegradasian gen atau yang
disebut RNA interference. Dengan promotor yang berasal dari
pisang itu sendiri, ia berharap
pengaturan penuaan bisa lebih
mudah dikontrol.
Dijelaskan, promotor dapat
bekerja untuk membungkam gen
yang berfungsi mematangkan
buah pisang yang disebut gen
ACO. Gen ini dapat mengode
enzim yang mengatalisis produksi etilen alami pada tanaman
buah.
“Jadi gen-gen ACO yang hidup
atau on dan di dalamnya ada
protein karbit. Protein ini memproduksi hormon untuk pematangan. Nah hormonnya ini yang
disetop produksinya atau istilahnya dibungkam menjadi off pakai
Jadi saya ambil satu
gen, saya gunakan
metode rekayasa
RNA interference
tadi, lalu setelah siap
ini yang akan jadi
bibitnya.”
buah dan sayuran lainnya tanpa
perlu menggunakan alat teknologi yang mahal.
Bahkan lebih jauh Fenny sudah
membayangkan dapat mengemas promotor temuannya dalam
sebuah spray. “Jadi buah-buahan
yang siap didistribusikan itu
pengaturan suhu, termasuk pada
mobil transportasinya. Namun tidak demikian dengan pedagang
skala kecil.
Di Indonesia saja, lanjut Fenny,
perusahaan penjual pisang yang
menggunakan teknologi pengaturan suhu baru satu perusahaan. Dan tak terhitung pada
perusahaan kecil.
Hal itulah yang mendorongnya mengembangkan penelitian
itu agar pisang transgenik tersebut dapat dibudidayakan pula.
“Makanya saya bersemangat
menciptakan bibit pisang yang
dapat saya bagikan langsung untuk pedagang kecil,” imbuhnya.
Untuk pengembangan penelitiannya ini, Fenny memilih Plant
Cell Biology Research Centre,
University of Melbourne, Australia, untuk tempat menanam bibit
pisang ambon genetik pertama.
“Jadi
s a y a
ambil satu
gen, saya
gunakan metode rekayasa
RNA interference
tadi, lalu setelah siap
ini yang akan jadi bibitnya,”
jelasnya.
Kendala
Jika metode tersebut berhasil,
pisang-pisang tersebut akan menyesuaikan proses pematangan
secara otomatis melalui gen-gen
yang telah direkayasa. Hasil
yang diharapkan, petani kecil
tak perlu mengeluarkan biaya
khusus untuk memperpanjang
kematangan pisang.
“Nanti pedagang kecil bisa
untung lebih banyak dan memperluas jangkauan penjualan karena mereka tidak khawatir lagi
pisangnya cepat busuk.”
Meski belum bisa memastikan
berapa lama pisang transgeniknya bertahan, Fenny optimistis pisang temuannya akan
bertahan lebih lama daripada
pisang-pisang yang ditanam lewat budi daya konvensional.
Temuannya tersebut saat ini telah sampai pada tahap pembuktian untuk pemenuhan standar
dan siap diluncurkan. Namun,
untuk bisa dipasarkan secara
massal butuh diuji lebih lanjut.
“Apakah pisang transgenik ini
menurunkan rasa, tidak berbahaya, menimbulkan alergi atau
tidak, dan masih banyak lagi.”
Sebenarnya, buah hasil teknologi transgenik bukanlah hal baru.
Di AS dan Eropa teknologi ini
mulai dikembangkan sejak tahun
2000. Agar teknologi ini sukses
diluncurkan di masyarakat,
buah transgenik membutuhkan
perhitungan dampak perdagangan, ekonomi sosial, dan
lingkungan.
Sebagian besar, buah transgenik bertujuan menyehatkan,
menguatkan, dan memperbanyak kuantitas panen buah tersebut. Jepang dan Kanada hingga
saat ini masih tercatat sebagai
tempat pemasaran buah transgenik terbesar.
Pada 2001, tomat transgenik
pertama hasil riset peneliti di
AS dan Kanada siap dipasarkan
hingga ke India. Di AS riset
serupa telah berhasil mengembangkan pepaya tanpa virus.
Sayangnya perkembangan
buah transgenik di Indonesia
masih terkendala banyak hal,
mulai dari fasilitas penyemaian
hingga produk hukum yang belum memadai.
(esciencenews/*/M-1)
[email protected]
SEBUAH tampah bercat hitam
menempel terbalik pada papan persegi. Tertempel talitali lingkaran menyerupai orbit.
Gabus-gabus bulat bergambar
planet diletakkan memakai
paku payung secara berurutan
mendekati gabus miniatur
matahari.
Di bawah galaksi sederhana
tersebut terdapat gabus-gabus
lainnya yang berisi nama-nama
planet, mengelilingi sebuah
bohlam kecil yang juga ditempelkan menggunakan paku
payung.
Itu bukanlah sekadar hiasan
dinding belaka, tapi papan ‘pencari planet’, begitu Ayatulloh
menyebutnya. Kreasi itu merupakan hasil risetnya secara
mandiri untuk membuat alat
peraga bagi murid-muridnya
yang baru duduk di kelas 6
SD.
Papan tersebut dilengkapi
tenaga baterai bisa jadi peraga
sekaligus permainan buat anak.
Ternyata anak-anak senang dan
prestasi belajar mereka jadi
membaik,” papar pria berusia
25 tahun itu.
Semua bahan untuk ‘permainan’ tersebut merupakan
barang bekas. “Tadinya kalau
anak dapat menunjuk planet
yang benar, saya inginnya bisa
keluar suara yang membenarkan sambil menjelaskan sekilas
planet itu. Tapi bahannya tidak
ada, ya sudah saya ganti pakai
kartu sederhana ini saja,” tukasnya sambil memperlihatkan
kartu-kartu yang berisi info
singkat soal planet.
Teknologi versi Ayatulloh
tersebut diakui Deputi Ilmu
Pengetahuan Teknik LIPI sekaligus penyelenggara LKIG
Syahrul Aiman menjadi keunikan tersendiri. “Prinsipnya adalah riset yang mereka lakukan
MI/VINI
PRESENTASI: Ayatullah memperagakan papan ‘pencari planet’ dalam
LKIG Ke-18 yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), kemarin.
dua kabel merah dan hitam
yang disambungkan pada paku
panjang. “Nanti kalau kedua
kabel tersebut memasangkan
papan nama planet dengan
gambar secara tepat, lampu di
bawahnya akan menyala,” jelas
Ayatulloh.
Ayatulloh adalah satu dari
25 finalis Lomba Kreativitas
Ilmiah Guru (LKIG) ke-18 2010
yang diselenggarakan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), yang berlangsung Senin
(2/8) hingga kemarin.
Riset sederhananya itu dimulai saat ia mulai gelisah
dengan kondisi anak didiknya
yang lemah dalam mata pelajaran IPA.
Belum lagi SDN Ma’lengu,
Gowa, berlokasi di daerah
terpencil di Sulawesi Selatan
yang serbaminim fasilitas pendukung pembelajaran. “Saya
sudah mengajar 4 tahun, tapi
hasil belajar anak-anak begitu
saja. Pengalaman itu saya jadikan dasar untuk meriset bagaimana kabel yang memakai
dapat bermanfaat bukan untuk
gurunya saja, tapi juga bagi
siswa-siswa di sekolah dan
membuat murid mereka lebih
pintar,” ujarnya.
Tak hanya di bidang MIPA
dan teknologi, lomba ini juga
membuka riset di bidang ilmu
pengetahuan sosial dan humaniora.
Tengoklah riset yang dilakukan Tri Artivining tentang mental kewirausahaan pada anak
sekolah. Ia pun menemukan
metode yang mampu merangsang jiwa wirausaha anak.
“Selama ini orang takut memulai usaha karena tidak punya modal. Jadi mereka saya
stimulus untuk berjualan tanpa
modal. Beri tenggat dan target
yang harus mereka kumpulkan.
Hasilnya, saya sendiri yang
terkaget-kaget dengan daya
kreatif mereka. Misalnya mereka terpikirkan untuk mencari
distributor di luar sekolah,”
tandas perempuan yang mengajar di SMP Smart Ekselensia,
Bogor. (*/M-1)
RALAT:
PADA rubrik Pop Lingkungan edisi 3/8/2010 terdapat sedikit
kekeliruan di caption foto. Di situ tertulis, ‘.., dan Pardalis leopart
yang tergolong langka.’ Yang benar, ‘tidak tergolong langka’.
Dengan demikian, kesalahan telah Redaksi perbaiki.
Terima kasih
Download