Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial

advertisement
Bab 7
Peran Bidan, Keluarga, dan Produsen Susu Formula
dalam Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
Peran Bidan
Peran Bidan dalam Praktik IMD
Berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu
bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu
perawat, bidan atau dokter karena merekalah yang pertama-tama akan
membantu ibu bersalin melakukan IMD (Depkes RI, 2004). Petugas
kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD dan
laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan
selalu mempunyai sikap yang positif terhadap IMD dan ASI Eksklusif.
Mereka diharapkan dapat memahami, menghayati dan mau
melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu yang dipunyai oleh
petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan
waktu, untuk memotivasi dan membantu ibu habis bersalin untuk
melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif (Aprilia, 2009).
Kesiapan petugas kesehatan termasuk bidan dalam program
laktasi merupakan kunci keberhasilan (Yulianti, 2010). Peranan bidan
dalam menyukseskan IMD dan ASI Eksklusif tidak lepas dari
wewenang bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu dan anak
sebagaimana
tercantum
dalam
Kepmenkes
nomor
900/
Menkes/SK/2002 Bab V Pasal 18 yaitu meningkatkan pemeliharaan dan
penggunaan air susu ibu. Disamping itu dengan menginformasikan ASI
pda setiap wanita hamil serta membantu ibu memulai pemberian ASI
pada satu jam pertama setelah lahir (Depkes RI, 2004; Roesli, 2007).
Guna mendukung keberhasilan IMD dan ASI Eksklusif, WHO
merekomendasikan kepada seluruh tenaga kesehatan agar melakukan 7
91
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
kontak ASI atau 7 pertemuan ASI dalam upaya sosialisasi program dan
setiap kali melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak yaitu: (a) Pada
saat Ante Natal Care (ANC) pertama/kunjungan pertama (K1) di Klinik
Kesehatan Ibu dan Anak; (b) Pada saat Ante Natal Care (ANC)
kedua/kunjungan kedua di Klinik Kesehatan Ibu dan Anak; (c)
Melakukan IMD oleh bidan/dokter penolong persalinan di kamar
bersalin atau kamar operasi; (d) Sosialisasi ASI di ruang perawatan pada
hari ke 1-2; (e) Sosialisasi ASI pada saat kontrol pertama hari ke 7; (f)
Sosialisasi ASI pada saat kontrol kedua hari ke 36; (g) Sosialisasi ASI
pada saat imunisasi.
Menurut Roesli (2007), umumnya praktek (tindakan) IMD
yang kurang tepat tetapi masih dilaksanakan adalah sebagai berikut :
(a) Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain
kering; (b) Bayi segera dikeringkan dengan kain kering tali pusat lalu
dipotong dan diikat; (c) Karena takut kedinginan, bayi dibungkus
(dibedong) dengan selimut bayi; (d) Dalam keadaan dibedong, bayi
diletakkan didada ibu (tidak terjadi kontak kulit); (e) Setelah bayi
dibedong kemudian diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara
memasukan puting susu ibu ke mulut bayi; (f) Setelah itu, bayi
ditimbang, diukur, diazankan oleh ayahnya, diberi suntikan vitamin K,
dan kadang-kadang diberi tetes mata.
Berikut peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan IMD yang
termuat dalam buku JNPK-KR (2007): (a) Melatih keterampilan,
mendukung, membantu dan menerapkan IMD-ASI Eksklusif; (b)
Memberi informasi manfaat IMD dan ASI Eksklusif pada Ibu hamil; (c)
Membiarkan kontak kulit ibu-bayi setidaknya satu jam sampai
menyusu awal selesai; (d) Menghindarkan memburu-buru bayi atau
memaksa memasukkan putting susu ibu kemulut bayi; (e) Membantu
ayah menunjukkan perilaku bayi yang positif saat bayi mencari
payudara; (f) Membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu; (g)
Menyediakan waktu dan suasana tenang diperlukan kesabaran.
Menurut Roesli (2007), berikut ini beberapa langkah-langkah
dalam melakukan IMD yaitu: (a) Menganjurkan suami atau keluarga
mendampingi ibu saat persalinan; (b) Menyarankan untuk tidak atau
92
Peran Bidan, Keluarga dan Produsen Susu Formula dalam
Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
mengurangi penggunaan obat kimiawi; (c) Mempersilahkan ibu untuk
menentukan cara melahirkan yang diinginkannya, misalkan
melahirkan normal, di dalam air, atau dengan jongkok; (d)
Mengeringkan seluruh badan dan kepala bayi sebaiknya dikeringkan
secepatnya, kecuali kedua tangannya; (e) Menengkurapkan bayi di
dada atau di atas perut ibu, dan biarkan bayi melekat dengan kulit ibu.
Posisi kontak kulit dengan kulit dipertahankan minimal satu jam
setelah menyusu awal selesai dan keduanya diselimuti; (f) Membiarkan
bayi sendiri mencari puting susu ibu, ibu dapat saja merangsang bayi
dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu;
(g) Memberikan dukungan pada ayah agar membantu ibu untuk
mengenali tanda-tanda atau prilaku bayi sebelum menyusu; (h)
Menganjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan
kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi
Cesar; (i) Memisahkan bayi dari ibu untuk ditimbang ,diukur, dan
dicap setelah satu jam atau menyusu awal selesai; dan (j) Merawat
gabung, ibu dan bayi dalam satu kamar.
Peran Bidan dalam Praktik IMD di Daerah Pantai
Bahwa peran bidan di daerah pantai secara signifikan
berhubungan dengan praktik ibu dalam melakukan IMD (p value =
0,006). Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara
baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk melakukan
praktik IMD dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan
informasi, motivasi dan pelatihan dari bidan. Sebaliknya, ibu yang
tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari
bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk tidak melakukan IMD.
Hasil indepth interview terhadap ibu yang melahirkan ditolong
bidan dan tidak melakukan IMD, memberikan informasi bahwa IMD
tidak dilakukan karena bidan yang menolong persalinan hanya
menganjurkan ibu untuk melakukan IMD tetapi tidak menjelaskan
secara detail maupun takut bertanya tentang bagaimana tatacara
melakukan IMD yang benar.
93
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
“... bu bidan menyuruh saya melakukan IMD, tapi saya tidak
tahu bagaimana cara yang benar karena tidak dijelaskan...”
(Khomsatun, 29 tahun – tidak IMD)
“... waktu hamil saya sering periksa dengan bidan, tetapi
bidan cuma nanti langsung susui bayinya ya? Dan saya bilang
iya, tetapi saya tidak tahu bagaimana jelasnya dan saya takut
tanya lagi ...”
(Romdhonah, 34 tahun – tidak IMD)
Melalui hasil FGD dengan bidan, diperoleh kesimpulan bahwa
sebagian bidan juga ada yang belum tahu secara betul bagaimana
melaksanakan IMD yang benar serta bagaimana mengatasi masalah jika
ibu kesulitan dengan IMD. Bidan cenderung menyerah ketika
pasiennya menyerah dan memaksa ingin memberikan susu formula
saja karena ASI nya masih juga belum keluar. Berikut pernyataan salah
satu bidan tersebut :
“... kita sudah berusaha minta ibu melakukan IMD, tapi ada
juga ibu bayi yang menyerah sehingga kita ngga tega ...”
(Listyowati, BPS-pantai)
Peran Bidan dalam Praktik IMD di Daerah Pegunungan
Peran bidan di daerah pegunungan secara signifikan
berhubungan dengan praktik ibu dalam melakukan IMD (p value =
0,002). Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara
baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk melakukan
praktik IMD dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan
informasi, motivasi dan pelatihan dari bidan. Sebaliknya, ibu yang
tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari
bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk tidak melakukan IMD.
Hampir sama alasan dari responden di daerah pantai (pesisir)
yang menyatakan bahwa meskipun tahu tapi kadang ibu yang
melahirkan dan tidak melakukan IMD, dikarenakan bidan yang
menolong persalinan tidak memberikan motivasi yang kuat agar ibu
94
Peran Bidan, Keluarga dan Produsen Susu Formula dalam
Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
melakukan IMD, bidan hanya menganjurkan serta tidak mendampingi
sampai IMD berhasil.
“... kalau bu bidan mendampingi terus, mungkin saya tidak
putus asa...”
(Alfiati, 19 tahun – tidak IMD)
“... bidan tidak memberi tahu kalau sebenarnya bayi yang
belum dimandikan boleh disusui ...”
(Siti Fatonah, 17 tahun – tidak IMD)
Sedangkan hasil FGD dengan bidan, diperoleh kesimpulan
bahwa sebagian bidan juga ada yang belum tahu secara betul
bagaimana melaksanakan IMD yang benar serta bagaimana mengatasi
masalah jika ibu kesulitan dengan IMD. Berikut pernyataan salah satu
bidan tersebut :
“...saya merasa tidak tega kalau bayi nangis terus sementara
ASI ibunya lama tidak juga keluar, padahal bayinya nangis
terus ...”
(Sutarmi, BPS-pegunungan)
Dari hasil tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa bidan
cenderung menyerah ketika pasiennya menyerah dan memaksa ingin
memberikan susu formula saja karena ASI nya masih juga belum
keluar.
Berdasarkan hasil penelitian baik di daerah pantai maupun
pegunungan, dapat disimpulkan bahwa terlaksananya pemberian ASI
secara dini dimulai dari peran petugas kesehatan dalam melakukan
proses pertolongan persalinan, karena pada saat itulah peran petugas
dalam pemberian ASI sejak dini bisa dilihat. Hal ini selaras dengan
Depkes RI (2004), yang menyatakan bahwa bayi diberikan kepada
ibunya segera setelah lahir dan diletakkan di dada ibunya agar bayi
tersebut mencari puting ibunya sendiri sehingga proses IMD akan
terjadi.
Jadi berhasil tidaknya pelaksanaan IMD sangat bergantung
pada peran dari bidan sebagai tenaga kesehatan penolong persalinan.
Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Aprilia (2009), yang
95
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
menyatakan bahwa peran petugas sangat penting dalam memotivasi
ibu untuk memberikan ASI sejak dini pada bayi baru lahir.
Keberhasilan menyusu dini salah satunya adalah berasal dari dorongan
dari petugas kesehatan.
Peran bidan dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan dan
motivasi pada ibu tentang IMD dan ASI eksklusif, manfaat dari
pemberian ASI sejak dini, serta manfaat kolostrum sangat perlu
dilakukan mulai sejak ibu tersebut melakukan ANC sampai dengan
pasca melahirkan. Di samping itu, bidan juga perlu memberikan
informasi mengenai dampak yang akan terjadi bila bayi tidak
diberikan ASI sejak dini, serta dampak jika bayi langsung diberikan
susu formula. Informasi-informasi tersebut sangat penting disampaikan sejak dini kepada ibu agar memiliki motivasi yang kuat untuk
melakukan IMD.
Peran Bidan dalam Praktik ASI Eksklusif
Peran bidan di daerah pantai secara signifikan berhubungan
dengan praktik ibu dalam pemberian ASI eksklusif (p value = 0,025).
Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan secara baik
dari bidan memiliki kecederungan lebih besar untuk melakukan
praktik pemberian ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak
mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan dari bidan. Demikian
sebaliknya, ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan
pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih besar
untuk tidak melakukan praktik pemberian ASI eksklusif.
Menurut pengakuan ibu, bidan tidak sepenuhnya mendukung
praktik ASI eksklusif, karena terkadang bidan praktek swasta
memberikan informasi yang salah dan buru-buru menyarankan
memberi susu formula atau bahkan langsung memberikan susu
formula pada bayi baru lahir. Hal ini bukan hanya merampas hak ibu
untuk memberi ASI secara eksklusif, tetapi sudah melanggar etika. Hal
ini menimbulkan dugaan bahwa klinik bersalin telah dimanfaatkan
oleh produsen susu.
96
Peran Bidan, Keluarga dan Produsen Susu Formula dalam
Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
Dukungan yang kurang dari bidan juga ditunjukkan dengan
tidak sempatnya bidan memotivasi ibu dalam pemberian ASI
dikarenakan terlalu banyaknya pasien sehingga waktunya sangat
terbatas.
Demikian halnya, peran bidan di daerah pegunungan secara
signifikan berhubungan dengan praktik ibu dalam pemberian ASI
eksklusif (p value = 0,004). Ibu yang mendapatkan informasi, motivasi
dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki kecederungan lebih
besar untuk melakukan praktik pemberian ASI eksklusif dibandingkan
dengan ibu yang tidak mendapatkan informasi, motivasi dan pelatihan
dari bidan. Demikian sebaliknya, ibu yang tidak mendapatkan
informasi, motivasi dan pelatihan secara baik dari bidan memiliki
kecederungan lebih besar untuk tidak melakukan praktik pemberian
ASI eksklusif.
Hasil wawancara dengan ibu yang tidak melakukan ASI
eksklusif, salah satunya disebabkan karena faktor peran bidan dalam
memotivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Bidan tidak
sepenuhnya mendukung praktik ASI eksklusif, karena terkadang
bidan buru-buru menyarankan memberi susu formula pada hari
pertama pasca persalinan yaitu idan yang kurang bijak. Melihat
kondisi ini, ibu akan sulit menolak saran dari bidan tersebut sehingga
dengan terpaksa akan mengikuti anjuran dari bidan yang sebenarnya
salah dan melanggar etika.
Hal yang sama dengan di daerah pantai (pesisir), dukungan
yang kurang dari bidan juga ditunjukkan dengan tidak sempatnya
bidan memotivasi ibu dalam pemberian ASI dikarenakan terlalu
banyaknya pasien.
Melihat hasil penelitian di dua daerah tersebut, dapat
disimpulkan bahwa peran bidan berpengaruh terhadap praktik
pemberian ASI eksklusif. Hal ini sesuai kebijakan Depkes RI yang
menyatakan bahwa dukungan yang diberikan tenaga kesehatan dapat
membangkitkan rasa percaya diri ibu untuk membuat keputusan
menyusui bayinya. Informasi tentang perawatan payudara selama
97
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
masa kehamilan, lama menyusui, keuntungan menyusui, inisiasi
menyusui dini, merupakan bentuk dukungan tenaga kesehatan yang
dapat menyukseskan kelangsungan pemberian ASI eksklusif (Depkes
RI, 2004, 2006).
Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami
tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan
tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap
IMD dan ASI Eksklusif. Mereka diharapkan dapat memahami,
menghayati dan mau melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu
yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih
dapat meluangkan waktu. untuk memotivasi dan membantu ibu habis
bersalin untuk melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif (Roesli, 2005,
2007).
Hasil FGD dengan bidan di kedua Puskesmas tersebut,
menunjukkan secara normatif bidan telah melaksanakan fungsinya
untuk mendukung tercapainya program IMD dan pemberian ASI
Eksklusif. Kegagalan pemberian ASI eksklusif ini tidak semata
dipengaruhi oleh faktor peran bidan semata, melainkan juga faktor
yang lain. Peran bidan dalam mendukung program IMD dan
pemberian ASI Eksklusif ini seringkali menghadapi kendala yang
dilatar belakangi faktor sosial budaya yang ada di masyarakat.
Peranan petugas kesehatan khususnya Bidan yang sangat
penting dalam melindungi, meningkatkan, dan mendukung usaha
menyusui. Hal ini dapat dilihat dalam perannya pada saat pemeriksaan
kehamilan maupun saat proses persalinan maupun pasca persalinan.
Oleh karena itu, Bidan mempunyai posisi unik yang dapat
mempengaruhi ibu dalam praktik IMD maupun ASI eksklusif. Hampir
semua responden yang diteliti, baik yang melahirkan di rumah
maupun di Bidan Praktik Swasta, maupun Rumah Bersalin pernah
memeriksakan kehamilannya ke bidan. Namun kurangnya penjelasan
terkait praktik menyusui membuat pengetahuan para ibu tentang ASI
Eksklusif kurang.
98
Peran Bidan, Keluarga dan Produsen Susu Formula dalam
Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
Bidan pada umumnya menganggap bahwa menyusui bukanlah
suatu masalah dan hal yang dianggap tidak perlu diajarkan sehingga
jika ibu tidak bertanya maka Bidan tidak akan memberikan penjelasan
seputar menyusui. Sikap yang diberikan dalam pelayanan kesehatan
juga penting untuk upaya menyusui.
Bidan
dapat
memberi pengaruh positif dengan cara
memperagakan sikap tersebut kepada ibu dan keluarganya, sehingga
mereka memandang bahwa kehamilan, melahirkan dan menyusui
sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh dalam
suasana yang ramah dan lingkungan yang menunjang (Perinasia,
1994). Kesalahan para bidan yang sangat jelas terlihat adalah
memberikan susu formula sebagai prelaktal menggunakan dot.
Dalam 48 jam kehidupannya, bayi tidak membutuhkan air
susu terlalu banyak, hanya setengah sendok teh kolostrum saat
pertama menyusu dan 1-2 sendok teh di hari kedua. Jadi pemberian
prelaktal tidak perlu banyak dan cukup memberikannya dengan
sendok (Cox, 2006).
Namun demikian ada juga bidan yang sangat mendukung ASI
Eksklusif. Responden mengetahui program ASI Eksklusif dari bidan
tempat responden tersebut memeriksakan kehamilannya dan
memeriksakan bayinya pasca persalinan.
Peran Keluarga
Peran Keluarga terhadap Praktik IMD
Dari hasil wawancara dengan responden baik dari daerah
pantai maupun pegunungan, menyatakan bahwa beberapa suami dari
mereka menyatakan bahwa ketika proses melahirkan seringkali
melibatkan keluarga yang lain terutama kakek dan nenek dari bayi
yang lahir tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan dari
ibu yang melahirkan maupun suaminya menuruti apa yang dikatakan
oleh orangtua-orangtua mereka. Bukti yang lain adalah ketika bidan
akan melakukan IMD, justru nenek melarang untuk dilakukan, karena
99
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
belum dibersihkan masih berlepotan dengan darah dan lemak. Nenek
meminta bayi setelah lahir dibersihkan dan dimandikan baru diberikan
kepada ibunya. Ada kesan bahwa bayi belum suci dari kotoran kalau
belum dimandikan. Berikut ini hasil wawancara dengan responden:
“... ibu saya menyuruh bayinya dibersihkan dulu, baru saya
boleh menyusui ... “
(Romdhonah, 34 tahun – tidak IMD).
“... karena bayi masih kotor dengan darah dan lemak, kalau
menurut agama belum suci dari hadast sehingga bayi harus
dibersihkan dulu..”
(Siti Fatonah, 17 tahun – tidak IMD).
Keluarga dan orang terdekat juga berperan untuk mendukung
kesediaan ibu melakukan IMD. Anggota keluarga yang berperan
adalah nenek dan suami, meskipun dalam hal ini peran suami lebih
pasif.
Peran Keluarga terhadap Praktik Pemberian ASI Eksklusif
Dukungan keluarga akan mempengaruhi praktik pemberian
ASI eksklusif. Anggota keluarga yang biasanya berperan adalah suami,
kakak, nenek dan mertua. Anjuran nenek untuk memberikan pisang
kepada bayi membuat ibu tidak kuasa untuk menolak. Pengetahuan
suami yang rendah terhadap ASI eksklusif membuat suami pasrah
terhadap tindakan orangtua. Selain itu tradisi memberikan makanan
yang turun temurun dilakukan dalam keluarga membuat ibu tidak
bertahan untuk terus memberi ASI eksklusif sampai bayi berumur 6
bulan.
Dari hasil wawancara dengan responden baik dari daerah
pantai maupun pegunungan, didapatkan hasil bahwa keluarga yang
tidak mendukung pemberian ASI eksklusif dapat membuat ibu hilang
percaya diri untuk memberikan ASI sampai bayi berumur 6 bulan.
Berikut ini hasil wawancara dengan responden:
100
Peran Bidan, Keluarga dan Produsen Susu Formula dalam
Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
“... hari kedua anak saya lahir udah diberi pisang sama
neneknya, suami saya diam aja yang penting anaknya tidak
menangis...”
(Puji, 23 tahun –tidak ASI eksklusif)
Dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang cukup
besar pengaruhnya terhadap keberhasilan ASI eksklusif, karena
dukungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap rasa percaya
diri ibu untuk bisa memberi ASI sampai bayi berumur 6 bulan.
Peranan
keluarga terhadap berhasil tidaknya subjek
memberikan ASI Eksklusif sangat besar. Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa responden yang tinggal serumah dengan ibunya
(nenek bayi) mempunyai peluang sangat besar untuk memberikan
makanan selain ASI secara dini pada Bayi. Bahkan ada subjek yang
telah memberikan bubur, pisang mulai bayi setelah “pothol puser”
(lepasnya tali pusar). Walaupun responden mengetahui bahwa
pemberian makanan selain ASI terlalu dini dapat mengganggu
kesehatan bayi, jika bayi tersebut tidak mengalami gangguan maka
pemberiam makanan tambahan tersebut bisa dilanjutkan. Kebiasaan
memberikan makanan selain ASI sejak dini tersebut ternyata telah
dilakukan turun temurun dan tidak pernah menimbulkan masalah.
Meski para suami biasanya mempercayakan masalah perawatan
bayi kepada istrinya, suami ini memiliki peran aktif dalam
keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan
secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya, seperti
mengganti popok atau menyendawakan bayi. Hubungan yang unik
antara seorang ayah dan bayinya merupakan faktor yang penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak di kemudian
hari. Ayah perlu mengerti dan memahami persoalan ASI dan
menyusui agar ibu dapat menyusui dengan baik (Roesli, 2007).
Peran Produsen Susu Formula Bayi
Keberhasilan program IMD akan berkontribusi besar terhadap
keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Penelitian Nakao et al.
101
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
(2008), menunjukkan 90% bayi yang mendapat ASI secara dini
terbukti dapat berlanjut dengan tercapainya pemberian ASI secara
eksklusif minimal dalam 4 bulan kedepan. Hal ini berarti bahwa
kegagalan pemberian ASI secara dini akan berpotensi menggagalkan
program ASI esklusif. Oleh karena itu perlu dicari peta jalan menujuk
keberhasilan IMD, yang pada gilirannya dapat meningkatkan upaya
pemberian ASI secara eksklusif.
Salah satu aktor yang berperan dalam menunjang program
IMD dan ASI eksklusif adalah produsen susu formula. Keterlibatan
produsen susu formula dalam mewarnai pencapaian program inisisasi
menyusu dini dapat dilacak dari tersedianya susu formula di ruang
bersalin.
Hasil wawancara terhadap ibu pasca bersalin menunjukkan
bahwa ada petugas kesehatan yang menawarkan penggunaan susu
formula kepada bayi. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan pernyataan
responden berikut ini :
“... setelah saya melahirkan, bu bidan bilang : “mbak iki karo
nunggu ASI mu metu, bayimu arep diparingi susu opo?
Mesakke bayine ngelak, iki ono pilihan susu formula (sambil
menunjukkan contoh susunya)...... ”
(Ani, 23 tahun –tidak IMD)
Petikan hasil wawancara tersebut dalam bahasa Indonesia
berarti :
“ .... setelah saya melahirkan, ibu bidan mengatakan: “sambil
menunggu ASImu keluar, bayimu mau diberi susu apa?
Kasihan bayinya haus, ini ada beberapa pilihan susu formula
(sambil menunjukkan contoh susunya).... ”
Temuan penelitian tersebut memberi gambaran bahwa ada
upaya transaksi produk susu formula dari bidan/petugas kesehatan
kepada ibu bersalin atau keluarganya. Apabila ditelisik lebih
mendalam, pasti ada motif dibalik upaya bidan/ petugas kesehatan
menawarkan susu formula kepada pasien. Meskipun transaksi tersebut
102
Peran Bidan, Keluarga dan Produsen Susu Formula dalam
Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
dikemas dalam suatu pilihan dan bukan suatu paksaan, namun hal ini
telah mampu menggagalkan upaya IMD dan ASI eksklusif.
Motif yang mungkin melatarbelakangi adanya proses transaksi
susu formula antara bidan dengan pasiennya diduga adalah motif
ekonomi. Hal ini dapat ditebak melalui pernyataan salah satu bidan
yang menjadi responden penelitian. Berikut ini adalah pernyataan
terkait pertanyaan yang peneliti ajukan tentang adanya upaya donasi/
pemberian hadiah kepada bidan, sebagai berikut:
“... iya, saya memang pernah mendapat bantuan televisi dari
produsen susu formula untuk dipasang di tempat praktik
saya...... ”
(salah satu bidan praktik swasta)
“... iya, kami memang biasa menerima bantuan dari
produsen susu formula misalnya berupa fasilitasi kegiatan
rapat, parcel lebaran, brosur dan leaflet kesehatan dan lainlain ...... ”
(salah satu bidan praktik swasta)
Fakta tersebut menunjukkan bahwa betapapun sedikit
pemberian dari produsen susu formula dapat mempengaruhi cakupan
program IMD dan ASI eksklusif. Keterlibatan produsen susu formula
bayi dalam menentukan pencapaian program IMD dan ASI eksklusif
juga dapat dilihat dari perubahan paradigma atau cara pandang
masyarakat terhadap produk tersebut. Produsen susu formula bayi
melalui tenaga marketingnya seringkali melakukan propaganda kepada
dokter/bidan/tenaga kesehatan terkait. Propaganda tersebut seringkali
berupa klaim bahwa produk susu yang mereka ciptakan mempunyai
kandungan yang hampir menyerupai ASI.
Propaganda tersebut bagi sebagian besar masyarakat
menciptakan nilai prestise tertentu bagi pengguna produk. Semakin
mahal harga suatu produk susu formula bayi akan meningkatkan nilai
prestise penggunanya. Hal ini terungkap dalam petikan wawancara
dengan salah satu ibu bersalin berikut ini:
103
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas
(Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
“... Iya, memang saya dulu ditawari oleh bu bidan untuk
menggunakan susu merek tertentu, tapi saya lebih memilih
merek “ X” karena gizinya lebih baik ...... ”
(Ani, 23 tahun –tidak IMD)
“... bagi orang Jawa, ono rego yo ono rupo ...... ”
(Ani, 23 tahun –tidak IMD)
Dalam bahasa Indonesia artinya:
“ ... bagi orang suku Jawa, ada harga pasti ada mutunya.
Artinya mutu suatu produk dapat dinilai dari harganya,
produk yang bermutu pasti harganya juga lebih mahal.
Petikan pernyataan tersebut memberi gambaran bahwa
kehadiran susu formula bayi telah mewarnai pola perilaku IMD dan
pemberian ASI eksklusif. Terjadi suatu pergeseran paradigma, dari
pandangan masyarakat tradisional yang sebagian besar pro ASI ke arah
masyarakat urban (khususnya ibu pekerja) yang sebagian besar
menerima kehadiran susu formula bayi sebagai suatu pilihan.
104
Download