paper title for asian waterqual 2003 - MMT – ITS

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
PEMETAAN AKTIVITAS RANTAI PASOK DALAM MEMBANGUN
SISTEM TRACEABILITY PADA INDUSTRI SARI APEL
Dwi Iryaning Handayani1 dan Iwan Vanany2
Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
1)
Jurusan Teknik Industri
Universitas Panca Marga Probolinggo
Jalan Yos Sudarso 107 Pabean Dringu Probolinggo 67271
[email protected]
2)
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
[email protected]
1)
ABSTRAK
Model aktivitas dalam rantai pasok disebut SCOR (Supply Chain Operation Reference)
digunakan untuk menggolongkan aktivitas mulai dari supplier sampai customer yang dibagi
menjadi lima proses yaitu plan, source, make, deliver, dan return. Dimana informasi dari
setiap proses dibutuhkan dalam sistem traceability. Tujuan dari penelitian ini melakukan
pemetaan aktivitas rantai pasok untuk membangun sistem traceability. Sistem traceability
yang hendak dibangun yaitu pemasok, pabrik, distributor Tahapan yang dilakukan dalam
memetakan aktivitas rantai pasok yaitu mengidentifikasi pelaku dari rantai pasok,
mengidentifikasi area dari proses bisnisnya, mengidentifikasi aktivitas kerjanya yang terkait
dengan traceability. Seluruh aktivitas yang ada pada model SCOR di gunakan pada pabrik
pengolahan, kerena pada pabrik pengolahan aktivitas yang dilakukan lebih kompleks,
sedangkan pada pemasok tidak melibatkan aktivitas plan dan make pada distributor. Terdapat
12 aktivitas yang terkait dalam membangun sistem traceability dimana satu aktivitas pada
plan, lima aktivitas pada source, empat aktivitas pada make dan dua aktivitas pada deliver.
Hasil pemtaan aktivitas rantai pasok dengan SCOR dijadikan dasar dalam membangun sistem
traceability.
Kata kunci: Traceability, Rantai Pasok, Pemetaan, Aktivitas
PENDAHULUAN
Traceability adalah kemampuan untuk mengikuti pergerakan barang di berbagai
tingkatan yang spesifik dalam kegiatan produksi dan distribusi (Liu, 2007). Sistem
traceability memberikan banyak manfaat, salah satunya traceability mempunyai kemampuan
untuk menelusuri informasi dan menverifikasi pada semua tahapan yang dimulai dari
pemasok sampai produk akhir ke konsumen (Alfaro dan Rabade, 2009; Kher et al., 2010).
Selain itu sistem traceability sangat efektif, efisien, dan tepat dalam mengikuti perjalanan
pangan di setiap tahapan proses produksi dan distribusi (Becker, 2000). Banyak pakar
meyakini traceability sudah menjadi satu sistem yang efektif dalam menjamin keamanan
makanan, kualitas makanan. Sehingga apabila terjadi suatu permasalahan dapat segera
ditelusuri kembali asal-usul makanan, pihak yang bertanggung jawab atas permasalahan
tersebut dan bisa diketahui sumber yang menyebabkan permasalahan terjadi (Alfaro dan
Rabade, 2009; Zhang, 2010)
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Sistem traceability di dalam rantai makanan merupakan jaringan yang dapat
digambarkan, diidentifikasi, dan didokumentasikan pada tahapan proses produksi dari hulu
(lahan pertanian) sampai hilir (produk ke konsumen) sehingga sistem traceability sangat
efektif, efisien, dan tepat dalam mengikuti perjalanan pangan, di setiap tahapan proses
produksi, dan distribusi (Becker, 2000). Banyak pakar meyakini traceability sudah menjadi
satu metode yang efektif dalam menjamin keamanan makanan, kualitas makanan. Sehingga
apabila terjadi suatu permasalahan dapat segera menelusuri kembali asal usul makanan
tersebut sampai bisa diketahui sumber permasalahan bagian rantai suplai makanan yang mana
menyebabkan permasalahan terjadi (Rabade, 2009 ; Zhang 2010). Selain itu traceability tidak
hanya memberi jaminan extra keamanan makanan tetapi juga memberi transparansi rantai
nilai konsumen (Fritz & Schiefer, 2009).
Perusahaan akan mampu untuk menarik kembali produknya secara efisien jika terjadi
kontaminasi produk dengan menggunakan sistem traceability. Selain itu, traceability dapat
membantu menentukan penyebab dari masalah keamanan pangan yang terjadi pada rantai
makanan, mematuhi berbagai persyaratan hukum dan memenuhi harapan konsumen atas
keamanan dan kualitas produk yang dibeli (Liu, 2007). Sehingga pada industri makanan
sangat penting peranannya karena bahaya keamanan pangan dapat terjadi pada setiap tahapan
rantai pangan (Bertolini, 2006). Bahkan menurut Johnson (2003) mengutip laporan WHO,
bahwa secara global terjadi 1,5 milyar kejadian gangguan kesehatan disebabkan karena
makanan (foodborne disease), 3 juta di antaranya meninggal tiap tahun, dengan angka yang
cenderung meningkat. Sehingga dengan sistem traceability tersebut dapat memudahkan
pelacakan pada proses rantai makanan yang bertujuan untuk keamanan, mutu makanan
(Smith, 2005) dan menjamin keamanan makanan (Moe, 1998) serta kualitas produksi dan
produk (Becker, 2000).
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004, Pasal 4 ayat (2) tentang
keamanan, mutu dan gizi pangan, maka sistim traceability suatu keharusan di industri
makanan bahkan pada bulan Januari 2005, Uni Eropa bahkan telah mensyaratkan bahwa
semua perusahaan makanan yang dihasilkan harus dapat ditelusuri pada semua tahapan yang
dimulai dari pemasok sampai produk ke konsumen (Rabade 2009). Disamping peraturan
pemerintah Indonesia pihak Amerika Serikat juga mensyaratkan, bahwa mulai tanggal 30
September 2008 semua eksportir harus mencantumkan nama negara asal pada beberapa jenis
produk pertanian, Persyaratan ini berdampak pada traceability yang dikeluarkan oleh pihak
Amerika Serikat untuk Negara pemasok. Selain itu FSMS (Food Safety Management SystemRequirements for any organization in the food chain) ISO (International Organization for
Standardization) 22000:2005 yang memuat persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi
untuk menghasilkan produk yang berkualitas mulai dari lahan hingga menjadi
makanan/minuman yang aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu dalam menjamin keamanan
dan kualitas pangan dengan sistem traceability dibutuhkan pemetaan aktivitas mulai dari
bahan baku sampai produk jadi dan distribusi karena pemetaan aktivitas merupakan suatu
elemen kunci dalam dalam membangun sistem traceability (Nadja, 2007). Maka dari itu
penelitian ini akan melakukan pemetaan aktivitas dalam menunanjang sistem traceability.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas yang terkait traceability. Dengan
melakukan pemetaan aktivitas rantai pasok makanan berdasarkan SCOR (plan, source, make,
delivery dan return ). Selanjutnya akan di lakukan analisa aktivitas mana yang terkait dengan
traceability.
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
METODE
Adapun tahapan yang perlu dilakukan dalam pemetaan aktivitas untuk sistem
traceability yaitu: mengidentifikasi entitas /anggota dari rantai pasok, mengidentifikasi area
dari proses bisnisnya, mengidentifikasi aktivitas kerjanya yang terkait dengan traceability.
Mengidentifikasi entitas/anggota dari rantai pasok
Struktur anggota rantai pasok pada industri apel dibuat untuk mengetahui tahapan yang dilalui
mulai dari hulu sampai hilir. Struktur anggota jaringan rantai pasok makanan pada industri
sari apel digambarkan pada gambar 1 yang terdiri dari petani, supplier, pabrik, distibutor,
retailer, sales, konsumen. Struktur ini dibuat karena beda industri maka struktur jaringannya
juga berbeda, selain itu dalam pemetaan proses terlebih dahulu harus mengetahui struktur
jaringannya untuk mengatahui aktivitas yang dilakukan dalam tiap rantai.
Gambar 1. Struktur Rantai Pasok
Mengidentifikasi Area Proses Bisnisnya
Jenis area dari proses bisnis didasarkan pada model SCOR. Model SCOR membagi 5 jenis
area yaitu: plan, source, make, delivery, return (suppliers dan customers). Menurut Pujawan
(2005), lima proses yang terdapat pada model SCOR berfungsi sebagai berikut :
a) Plan adalah proses yang menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk memenuhi
kebutuhan pengadaaan. Proses ini mencakup penaksiran kebutuhan distribusi,
perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan penyesuaian
supply chain plan dan financial plan.
b) Source adalah proses pengadaan barang atau jasa untuk memenuhi permintaan. Proses ini
mencakup penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan
otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim supplier, memilih supplier, dan
mengevaluasi kinerja supplier.
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
c) Make adalah proses transformasi bahan baku menjadi bahan jadi sesuai permintaan
konsumen. Kegiatan ini dilakukan berdasarkan ramalan (make to order), pesanan
d) (make to stock), atau engineer to order. Proses ini mencakup penjadwalan produksi,
melakukan kegiatan produksi, pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, dan
memelihara fasilitas produksi.
e) Deliver adalah proses pemenuhan permintaan terhadap barang atau jasa. Proses ini
meliputi order management, transportasi, dan distribusi. Proses yang terlibat antara lain
menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani
kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.
f) Return adalah proses melakukan atau menerima pengembalian karena berbagai alasan.
Kegiatan ini meliputi identifikasi kondisi produk, meminta meminta otorisasi
pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian.
Mengidentifikasi aktivitas kerjanya yang terkait dengan traceability
Penentuan aktivitas yang terkait traceability untuk area proses bisnis disetiap pelaku
dari rantai pasok dilakukan setelah mengetahui area proses bisnis untuk setiap pelaku dari
rantai pasok. SCOR digunakan untuk menggolongkan aktivitas yang terjadi dari supplier
sampai customer sesuai proses yang terdapat pada model SCOR dari tiap aktivitas pada
identifikasi untuk membangun sistem traceability.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi anggota rantai pasok (level 0)
Identifikasi anggota rantai pasok merupakan level ke 0, yang mana pada level ini
pertama dilakukan untuk mengetahui anggota dari rantai pasok yang terlibat pada proses
bisnis dalam membangun sistem traceability. Level 0 dari anggota rantai pasok terdiri dari
pemasok, pabrik, distributor. Pada tabel 4.1 menunjukkan anggota rantai pasok dari sistem
traceability yang hendak dibangun.
Pelaku Rantai Pasok (level 1)
Pelaku rantai pasok (level 1) merupakan bagian dari anggota rantai pasok yang mana
lebih spesifik dalam menjelaskan siapa saja yang akan tererlibat dalam sistem traceability.
Adapun rantai pasok yang akan di bangun sistem traceability meliputi: Pengepul, pabrik,
distributor, sales.
Tabel 1: Anggota rantai pasok pada sistem traceability
Anggota Rantai Pasok Pelaku (level 1)
(level 0)
Pemasok
Petani
Pengepul
Pabrik
Pabrik Pengolahan
Distributor
Distributor
Sales
Konsumen
Retailer
Konsumen akhir
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-4
Sistem traceability
yang dibangun



-
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Identifikasi Area Proses Bisnis (level 2)
Jenis area dari proses bisnis mengacu pada model SCOR. Model SCOR membagi 5
jenis area yaitu: plan, source, make, delivery, return (suppliers dan customers). Menurut
Pujawan (2005), SCOR berfungsi sbb: 1) Plan adalah proses yang menyeimbangkan
permintaan dan persediaan untuk memenuhi kebutuhan pengadaaan. 2) Source adalah proses
pengadaan barang atau jasa untuk memenuhi permintaan. 3) Make adalah proses transformasi
bahan baku menjadi bahan jadi sesuai permintaan konsumen. 4) Deliver adalah proses
pemenuhan permintaan terhadap barang atau jasa. 5) Return adalah proses melakukan atau
menerima pengembalian karena berbagai alasan. SCOR digunakan untuk menggolongkan
aktivitas yang terjadi petani, pemasok sampai konsumen kemudian mengidentifikasi informasi
dari tiap aktivitas tersebut dalam membangun sistem traceability. Adapun area dari proses
bisnis untuk sistem traceability terdapat pada tabel 2.
Tabel 2 Area proses bisnis sistem traceability
Pelaku (level 1)
Petani
Pemasok
Pabrik
Area proses bisnis (level 2)
Delivery
Source
Make
Delivery
Return dari pabrik
Plan
Source
Return to pengepul
Distributor
Make
Delivery
Return dari distributor
Plan
Source
Return dari konsumen
Delivery
Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak semua yang ada pada struktur rantai pasok
menggunakan seluruh komponen yang ada pada model SCOR. Komponen yang digunakan
rata-rata empat komponen saja kecuali petani hanya aktivitas delivery yang dilakukan.
Komponen make tidak tercantum karena tidak memberikan informasi mengenai proses apa
saja yang dilakukan.
Identifikasi Aktivitas traceability (level 3)
Penentuan aktivitas yang terkait traceability untuk area proses bisnis disetiap pelaku
dari rantai pasok dilakukan setelah mengetahui area proses bisnis untuk setiap pelaku dari
rantai pasok. Teknik yang digunakan dalam keterkaitan pemetaan dengan menggunakan
teknik symbol-oriented table. Aktivitas yang dilakukan pada petani terdapat aktivitas delivery
yang mengirimkan buah apel ke pemasok. Sedangkan pemasok merupakan perantara antara
petani dengan pabrik pengolahan. Para pemasok mengumpulkan buah apel dari beberapa
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
petani dan dilakukan aktivitas make untuk menunjang informasi yang diperlukan dalam
sistem traceability yang diberikan saat proses pengiriman.
Aktivitas lainnya yang ada di pengepul antara lain source, make, delivery, dan return
dari pabrik pengolahan. Aktivitas source yang terdapat pada pemasok adalah penerimaan dan
penyortiran sedangkan untuk aktivitas make menggambarkan proses produksi yang dilakukan
pada pemasok, yaitu mengumpulkan dan mengemas buah apel dan diberikan label asal buah
apel dipanen. Delivery adalah aktivitas pengiriman buah apel ke pabrik pengolahan, return
dari pabrik pengolahan merupakan aktivitas pengembalian buah apel dari pabrik pengolah ke
pihak pemasok yang disebabkan beberapa faktor, antara lain kualitas kurang baik, ukuran
produk tidak sesuai permintaan, dsb.
Seluruh aktivitas yang ada pada model SCOR di gunakan pada pabrik pengolahan,
kerena pada pabrik pengolahan aktivitas yang dilakukan lebih kompleks. Pada plan terdapat
beberapa aktivitas kegiatan diantaranya: pemeriksaan stok level sari buah dan stok level
produk minuman sari buah, perencanaan produksi, perencanaan pengadaan material,
perencanaan pengiriman produk dan perencanaan return. Pemeriksaan stok level pada sari
buah untuk mengetahui ketersediaan bahan baku yang ada digudang begitu juga dengan
pemeriksaan produk jadi minuman sari apel bertujuan untuk mengetahui persediaan produk
minuman sari apel. Hal ini berkaitan dengan perencanaan produksi dalam menentukan jumlah
yang akan diproduksi sesuai dengan jumlah permintaan yang ada. Selain itu jumlah produksi
berkaitan dengan perencanaan pengadaan material utama dan material penunjang yang
berhubungan terhadap aktivitas source. Perencanaan selanjutnya berhubungan dengan
aktivitas pengiriman produk jadi ke distributor dan kekonsumen, aktivitas ini dilengkapi
dengan informasi siapa yang mengirim dan kapan produk dikirim, bagaimana pengirimannya.
Perencanaan terakhir berhubungan dengan perencanaan return yang berkaitan dengan
aktivitas return yang ada di pabrik ke didistributor dan konsumen ke pabrik.
Aktivitas ke dua yaitu source yang dimulai dengan negoisasi pemasok, kontrak
pemasok hingga pengeluaran purchase order ke pemasok sampai penerimaan material dari
pemasok diperusahaan. Aktivitas inspeksi bahan baku dilakukan setelah pembongkaran bahan
baku, penyimpanan bahan baku dilakukan pada bahan baku penunjang sedangkan bahan baku
utama penyimpananya sari buah. Inspeksi dilakukan tidak hanya pada bahan baku melainkan
pada produk minuman sari apel juga. Produk jadi yang selesai diproduksi tidak langsung
dikirim ke konsumen melainkan disimpan di gudang terlebih dahulu hal ini termasuk
persiapan pengiriman produk jadi.
Aktivitas make merupakan aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan produksi, setelah
pelaksanaan kegiatan produksi, finish product diinspeksi secara sampling dan jika lolos
inspeksi produk akan dikemas. Produk yang telah dikemas tersebut akan disimpan di gudang
sebelumnya dilakukan proses labeling yang menandakan waktu pembuatan, life time produk,
asal bahan baku, operator yang bertugas.
Aktivitas keempat adalah deliver, dalam aktivitas ini terdapat beberapa kegiatan yaitu
pemilihan jasa transportasi pengiriman, pengiriman ke distributor dan konsumen. Dalam
pemilihan jasa transportasi disesuaikan dengan harga, kepercayaan, serta kualitas dalam
pengiriman produk hingga ke lokasi yang dituju. Aktivitas terakhir yang kelima yaitu aktivitas
return, pada aktivitas ini terdapat dua kegiatan yaitu pengembalian material ke pemasok dan
pengembalian produk dari customer. Untuk kegiatan pertama yaitu pengembalian material ke
pemasok dilakukan oleh perusahaan jika dalam inspection yang dilakukan pada saat
penerimaan material terjadi reject. Sedangkan kegiatan kedua yaitu pengembalian produk dari
pelanggan. Aktivitas rantai pasok sistem traceability dapat dilihat pada tabel 3.
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Tabel 3 Aktivitas untuk sistem traceability
Pelaku
Area proses bisnis
Aktivitas
Petani
Delivery
Mengirimkan ke pemasok
Pemasok
Source
Make
Penerimaan dan penyortiran
Mengumpulkan dan mengemas buah apel
Memberikan label
Pengiriman ke pabrik
Menerima pengembalian bahan baku dari
pabrik ke pemasok
Pemeriksaan stok level sari buah dan stok
level produk minuman sari buah
Perencanaan produksi
Penentuan jumlah permintaan
Perencanaan pengadaan material
Negoisasi dengan pemasok
Kontrak dengan pemasok
Pengeluaran purchase order ke pemasok
Penerimaan material dari pemasok
Pembongkaran dan Inspeksi bahan baku
Penyimpanan sari buah di gudang
Persiapan pengiriman produk jadi
Aktivitas produksi
Inspeksi kualitas produk minuman sari buah
Pengemasan produk jadi
Labeling produk jadi
Penyimpanan produk minuman sari apel di
gudang
Mengirim ke distributor
Delivery
Return dari pabrik
Pabrik
pengolahan
Plan
Source
Make
Delivery
Return
Distributor
Plan
Source
Return to pabrik
Pengembalian material ke pemasok
Menerima pengembalian dari distributor
Melakukan Forcasting
Menerima produk dari pabrik pengolah dan
dilakukan inspeksi
Pengembalian produk ke pabrik
Menerima pengembalian dari konsumen
KESIMPULAN
Model SCOR dalam penelitian ini lebih banyak diterapkan pada pabrik pengolahan,
kerena pada pabrik pengolahan aktivitas yang dilakukan lebih kompleks, sedangkan pada
pemasok tidak melibatkan aktivitas plan dan make pada distributor. Terdapat 12 aktivitas
yang terkait dalam membangun sistem traceability dimana satu aktivitas pada plan, lima
aktivitas pada source, empat aktivitas pada make dan dua aktivitas pada deliver. Hasil
pemtaan aktivitas rantai pasok dengan SCOR dijadikan dasar dalam membangun sistem
traceability.
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
DAFTRA PUSTAKA
Alfaro, J dan Rabade, L., (2009), Traceability as a strategic tool to improve inventory
management: A case study in the food industry. International Journal of Production
Economic, 118 (1), 104-110.
Becker, T. (2000). Consumer perception of fresh meat quality: a framework for analysis.
British Food Journal, 102(3), 158–176
Bertolini, M., Bevilacqua, M., Massini, R., (2006), FMECA approach to product traceability
in the food industry. Food Control 17 (2), 137–145.
Fritz, M., Schiefer, G., 2008. Food chain management for sustainable food system
development, A European research agenda. Agribusiness 24, 440–452.
Kher, S., Frewer, L.J., De Jonge, J. and Wentholt, M.T.A. (2010), Experts’perspectives on the
implementation of traceability in Europe, British Food Journal, Vol. 112 No. 3, 2010,
pp. 261-274
Liu (2007) Peraturan standar dan sertifikasi ekspor produk pertanian.Embun Pagi Grafika,
Jakarta.
Moe, T., (1998), Perspectives on traceability in food manufacture. Food and Science
Technology 9, 211–214.
Nadja Damij, Talib Damij, Janez Grad, Franc Jelenc (2007). A methodology for business
process improvement and IS development. Information and Software Technology 50,
1127–1141
Smith, G. C., Tatum, J. D., Belk, K. E., Scanga, J. A., Grandin, T., & Sofos, J. N. (2005).
MEAT Traceability from a US perspective. Production, 71, 174-193.
Zhang Xiaoshuan., Zhang Jian., Liu Feng (2010). Strengths and limitations on the perating
mechanisms of traceability system in agro food, China. Food Control 21 (2010) 825–
829
ISBN : 978-602-97491-5-1
A-30-8
Download