PENGATURAN FUNGSI SEKSUAL PADA PRIA DAN RESPON

advertisement
PENGATURAN FUNGSI SEKSUAL PADA PRIA
DAN
RESPON AKTIVITAS SEKSUAL PADA PRIA DAN WANITA
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Basic Science of Nursing II
Disusun Oleh
Kelompok 11
Suci Amalia
220110090130
Suci Puspitasari
220110090042
Sylvia Farmasya Adha
220110090125
Tarina Eka Putri
220110090112
Taufik Nur Rochman
220110090049
Teguh Sumarna
220110090072
Tia Destianti
220110090082
Tiktik Tasrikah Yuniarti 220110090097
Twenty S Simanjuntak
220110090004
Ulan Imagi
220110090058
Upik Desma
220110090095
Venti Apriani Fatimah
220110090055
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadiran Illahi Rabbi, atas segala limpahan rahmat dan kasih
sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : “Pengaturan Fungsi Seksual pada
Pria dan Respon Aktivitas Seksual pada Pria dan Wanita” ini dengan lancar. Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas akhir semester satu mata kuliah Basic Science of Nursing.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami hambatan, namun berkat
pertolongan dari Allah SWT dan bantuan dari beberapa pihak berupa materil dan dukungan moril,
penulis akhirnya dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis haturkan
terima kasih yang setulus–tulusnya kepada Ibu Maria Komariah selaku kordinator mata kuliah Basic
Science of Nursing
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang dapat
membantu memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat secara luas bagi profesi
keperawatan dan khususnya bagi penulis.
Jatinangor, Mei 2010
Penulis
PENGATURAN FUNGSI SEKSUAL PADA PRIA
Anatomi dan Fisiologi organ seks pria
Testis
Testis terletak didalam skrotum, kantong pada kulit di antara paha atas. Fungsi testis
secara umum adalah memproduksi sperma dan hormon testosteron. Masing-masing testis
didalamnya terbagi menjadi dua lobus. Masing-masing lobus berisi tubulus seminiferus,
tempat spermatogenesis berlangsung. Di antara spermatogonia, terdapat sel-sel
sustentakular (sertoli) yang memproduksi hormon inhibin yang distimulasi oleh
testosteron. Di antara tubulus seminiferus terdapat sel-sel interstisial yang menghasilkan
testosteron ketika distimulasi oleh luteinizing hormone (LH) dari kelenjar hipofisis
anterior. Selain berperan dalam pematangan sperma, testosteron juga bertanggung jawab
untuk karateristik kelamin sekunder pria, yang mulai berkembang pada saat pubertas.
Sebuah sperma terdiri atas beberapa bagian. Kepala sperma berisi 23 kromosom. Pada
ujung kepalanya terdapat akrosom yang berisi enzim untuk mencerna membran sel telur.
Pada bagian tengah terdapat mitokondria, yang memproduksi ATP. Flagelum
memungkinkan motilitas pada sel sperma yaitu kemampuan sperma untuk bergerak.
Sperma dari tubulus seminiferus memasuki jaringan tubular, yang disebut rete testis,
kemudian masuk ke epididimis yang merupakan saluran reproduksi pertama.
Epididimis
Epididimis adalah pipa dengan panjang 6 meter, yang berliku-liku pada permukaan
posterior masing-masing testis serta terdiri dari kepala/kaput yang terletak di atas kutup
testis, badan dan ekor epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan viseral, lapisan ini pada
mediastinum menjadi lapisan parietal. Berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
sperma sampai sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens. Dalam
epididimis, sperma mengalami maturasi lengkap dan flagelnya mulai berfungsi. Otot polos
pada dinding epididimis akan menggerakkan sperma, masuk ke dalam duktus deferens.
Duktus Deferens
Disebut juga vas deferens, yang berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma
dari epididimis menuju vesikula seminalis. Duktus deferens memanjang dari epididimis
dalam skrotum pada masing-masing sisinya ke dalam rongga abdomen melalui kanalis
inguinalis. Saluran ini merupakan muara pada dinding abdomen untuk funikulus
spermatikus, yaitu selubung jaringan ikat yang mengandung duktus deferens, pembuluh
darah, dan saraf. Karena kanalis inguinalis merupakan muara pada dinding muskular.
Duktus Ejakulatorius
Duktus Ejakulatorius menerima sperma dari duktus deferens dan sekresi vesikula
seminalis disisinya. Kedua duktus ejakulatorius bermuara ke dalam uretra.
Vesikula Seminalis
Sepasang vesikula seminalis terdapat pada bagian posterior vesika urinaria.
Sekresinya mengandung fruktosa yang menjadi sumber energi bagi sperma dan membuat
suasana tetap basa untuk meningkatkan motilitas sperma. Saluran pada masing-masing
vesikula seminalis bersatu dengan duktus deferens pada sisinya untuk membentuk duktus
ejakulatorius.
Prostat
Merupakan suatu kelenjar otot yang terletak dibawah vesika urinaria serta
menghasilkan getah yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang berperan
untuk kelangsungan hidup sperma. Kelenjar prostat terdiri dari 4 lobus,yaitu:
Lobus posterior
Lobus lateral
Lobus anterior
Lobus medial
Kelenjar prostat mengelilingi satu inci pertama uretra yang muncul dari vesika
urinaria. Jaringan kelenjar prostat mensekresi cairan basa yang membantu untuk
mempertahankan motilitas sperma. Otot polos pada kelenjar prostat berkontraksi selama
ejakulasi untuk turut berperan dalam pengeluaran semen dari uretra.
Glandula Bulbouretralis
Disebut juga glandula cowper. Glandula bulbouretralis terletak di bawah prostat dan
bermuara kedalam uretra. Sekresinya yang bersifat basa akan menyelimuti bagian dalam
uretra sesaat sebelum ejakulasi, yang akan menetralisasi keasaman urine yang mungkin
keluar.
Uretra-Penis
Uretra merupakan saluran akhir yang akan dilalui oleh semen dan memiliki bagian
terpanjang yang tertutup oleh penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin yang berasal
dari vesikula seminalis dan juga sebagai saluran untuk membuang urine dari kandung
kemih. Penis adalah organ genitalia eksternal, bagian distalnya disebut glans penis dan
ditutupi lapisan kulit yang disebut preputium atau kulup. Sirkumsisi adalah suatu tindakan
pembedahan untuk membuang kulup.
Didalam penis terdapat tiga massa jaringan kavernosa (erektil). Masing-masing terdiri
atas serangkaian otot polos dan jaringan ikat yang berisi sinus-sinus darah yang lebar dan
tidak teratur.
Semen
Semen terdiri atas sperma dan sekresi vesikula seminalis, prostat dan glandula
bulbouretralis. Rata-rata PH-nya adalah 7,4. Selama ejakulasi, sekitar 2-4 ml semen
dikeluarkan. Setiap milliliter semen mengandung seratus juta sel sperma.
Spermatogenesis atau Pembentukan Sperma
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus selama masa seksual aktif akibat
stimulasi oleh hormon gonadotropin hipofisis anterior, yang dimulai rata-rata pada umur 13
tahun dan terus berlanjut hampir di seluruh sisa kehidupan, namun sangat menurun pada usia
tua.
Proses pembentukan sperma (spermatogenesis) membutuhkan suhu yang stabil,
beberapa derajat lebih rendah daripada suhu tubuh. Keseluruhan waktu yang dibutuhkan
dalam spermatogenesis dari sel-sel germinal sampai menjadi sperma adalah sekitar 75 hari.
Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel sertoli. Sel-sel sertoli
akan menyediakan makanan dan mengatur proses spermatogenesis.
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia berpindah di antara sel-sel sertoli
menuju lumen sentral tubulus seminiferus. Sel-sel sertoli ini sangat besar, dengan
pembungkus sitoplasma yang berlebihan yang mengelilingi spermatogonia yang sedang
berkembang
sampai
menuju
bagian
tengah
lumen
tubulus.
Spermatogonia yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam lapisan sel sertoli
akan dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk spermatosit
primer yang besar. Setiap spermatosit tersebut, selanjutnya mengalami pembelahan mitosis
untuk membentuk dua spermatosit sekunder. Setelah beberapa hari, spermatosit sekunder ini
juga membelah menjadi spermatid yang akhirnya menjadi spermatozoa (sperma).
Selama masa pergantian dari tahap spermatosit ke tahap spermatid, 46 kromosom
spermatozoa dibagi sehingga 23 kromosom diberikan ke satu spermatid dan 23 lainnya ke
spermatid
yang
kedua.
Stuktur sperma terdiri dari kepala, leher dan ekor. Untuk membentuk kepala, zat inti
memadat menjadi suatu massa yang padat, dan membrane sel berkontraksi sekitar inti. Ini
adalah zat inti yang melakukan fertilisasi ovum. Pada bagian membran permukaan di ujung
kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom dibentuk dari
aparatus golgi yang mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk
menembus lapisan pelindung ovum. Sentriol mengelompok pada leher sperma dan terdapat
mitokondria spiral dalam badan yang berfungsi menyediakan energi untuk gerak ekor
sperma. Yang menonjol ke luar tubuh adalah ekor panjang, yang merupakan pertumbuhan
keluar dari salah satu sentriol. Ekor hampir mempunyai struktur yang hampir sama seperti
silia. Ekor mengandung dua pasang mikrotubulus yang turun ke tengah dan sembilan
mikrotubulus ganda yang tersusun sekitar pinggir. Ekor diliputi oleh perluasan membran sel,
dan mengandung banyak adenosine trifosfat, yang niscaya memberi energi pergerakan ekor.
Pada pengeluaran sperma dari saluran genitalis pria ke dalam saluran genitalis wanita, ekor
mulai bergerak bolak-balik dan bergerak spiral pada ujungnya, memberikan pendorongan
yang menyerupai ular yang menggerakkan sperma ke depan dengan kecepatan maksimum
sekitar 20 sentimeter per jam.
Sperma bergerak dari tubulus seminiferus menuju epididimis, dan tinggal disini
sekitar tiga minggu sampai sperma matang. Selanjutnya sperma memasuki saluran vas
deferens hingga ujung saluran dan bercampur dengan vesika seminalis, kelenjar prostat, dan
kelenjar cowper. Sperma yang telah bercampur dengan sekret tersebut dinamakan semen.
Selanjutnya, semen keluar dari ujung vas deferens, menuju saluran ejakulatorius dan uretra
yang juga merupakan saluran kencing. Keluarnya semen dari dalam tubuh disebut ejakulasi.
Sebelum ejakulasi, biasanya kondisi penis menegang. Keadaan seperti ini dinamakan
ereksi. Saat ejakulasi, tempat keluar urine tertutup otot disekitarnya sehingga semen dan urine
tidak
tercampur.
Pengaturan Hormonal Sistem Reproduksi Pria
Hormon testikular.
Androgen utama yang di produksi testis adalah testosteron. Testis juga mensekresi
sedikit androstenedion, yaitu prekursor untuk estrogen pada laki-laki, dan dihidrotestosteron (DHT) yang penting untuk pertumbuhan prenatal dan diferensiasi genitalia
laki – laki .
Pada janin laki – laki , sekresi testosteron menyebebkan terjadinya diferensiasi
duktus internal dan genitalia eksternal , dan menstimulasi penurunan testis ke
dalam skrotum selama dua bulan terakhir gestasi . dan lahir sampai pubertas ,
hanya sedikit atau bahkan tidak ada testosteron yang diproduksi .
Saat pubertas dan setelahnya , testosteron bertanggung jawab atas perkembangan
dan pemeliharaan karakteristik seks sekunder laki –laki
Testosteron meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan genitalia laki
– laki .
Testosteron bertanggung jawab atas pendistribusian rambut yang menjadi
ciri khas laki – laki .
Testosteron menyebabkan pembesaran laring dan perpanjangan serta
penebalan pita suara , sehingga menghasilkan suara bernada rendah .
Testosteron meningkatkan ketebalan dan tekstur kulit serta mengakibatkan
permukaan kulit menjadi lebil gelap dan lebih kasar . hormon ini juga
meningkatkan aktivitas kelenjar keringat dan kelenjar sebasea serta
terlibat dalam pembentukan jerawat ( pada laki – laki dan perempuan )
Testosteron meningkatkan masa otot dan tulang , meningkatkan laju
metabolik dasar , meningkatkan jumlah sel darah merah , dan
meningkatkan kapasitas pengikatan oksigen pada laki – laki .
Hormon hipofisis dan hipotalamus mengendalikan produksi androgen dan fungsi
testikular .
Gonadotropin hipofisis . Folicle stimulating hormone ( FSH ) memiliki reseptor
pada sel tubulus seminiferus dan diperlukan dalam spermatogenesis .
Luteinizing hormone ( LH ) memiliki reseptor pada sel interstisial dan
menstimulasi produksi serta sekresi testosteron . LH juga disebut ICSH
( interstitial cell stimulating hormone) atau hormon perangsang sel interstisial
pada laki – laki .
Hipothalamic gonadotropin releasing hormone ( GnRH) berinteraksi dengan
testosteron , FSH , LH dan Inhibin dalam mekanisme umpan balik negatif
yang mengatur sintesis dan sekresi testosteron .
Penurunan konsentrasi testosteron yang bersirkulasi menstimulasi produksi
GnRH hipotalamik yang kemudian menstimulasi skresi FSH dan LH .
FSH menstimulasi spermatogenesis dalam Sistem Reproduksi ,
Kehamilan , dan Perkembangan tubulus seminiferus dan LH
menstimulasi sel interstisial untuk memproduksi testosteron .
Peningkatan kadar testosteron dalam darah memberikan kendali umpan
balik negatif pada skresi GnRH dan pada sekresi FSH dan LH
hipofisis.
Inhibin disintesis dan disekresi oleh sel Sertoli untuk merespons terhadap
sekresi FSH . Hormon ini bekerja melalui umpan balik negatif
langsung pada kelenjar hipofisis untuk menghambat sekresi FSH .
Inhibin tidak mempengaruhi pelepasan LH ( ICSH ).
Protein pengikat androgen adalah suatu polipeptida yang juga diproduksi
oleh sel sertoli untuk merespons sekresi FSH . protein mengikat
testosteron untuk mempertahankan konsentrasinya dalam tubulus
seminiferus 10 sampai 15 kali lebih besar , dibandingkan dengan
konsentrasinya dalam darah . Hal ini kemudian meningkatkan
penerimaan sel terhadap efek testosteron dan berfungsi untuk
menunjang spermatogenesis .
Pubertas dipicu oleh peningkatan sekresi GnRH .
GnRH dihambat melalui umpan balik negatif dari sejumlah kecil
testosteron yang bersirkulasi sebelum pubertas .
Saat pubertas , maturasi otak dan penurunan sensitifitas hipotalamus
terhadap penghambatan testosteron menyebabkan peningkatan sekresi
GnRH yang kemudian meningkatkan sekresi FSH dan LH hipofisis .
Ini mengakibtakan terjadinya spermatogenesis , produksi testosteron ,
dan pembentukan karakteristik seks sekunder pada laki – laki .
Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi FSH dan LH
oleh kelenjar hipofisis interior .
RESPON AKTIVITAS SEKSUAL PADA PRIA DAN WANITA
Perilaku Seksual
Respon Fisiologis
Respon
seksual
adalah
suatu
pengalaman
psikofisiologis
yang
sesungguhnya. Rangsangan dicetuskan oleh stimully psikologis dan fisik,
tingkat ketegangan yang dialami baik secara fisiologis dan emosional, dan,
pada orgasme, normalnya terdapat persepsi subjektif puncak reaksi dan
pelepasan fisik. Perkembangan psikoseksual, sikap psikologis terhadap
seksualitas, dan sikap terhadap pasangan seksual seseorang adalah terlibat
secara langsung dengan dan mempengaruhi fisologi respon seksual manusia.
Laki-laki dan wanita normal mengalami urutan respon fisiologis terhadap
stimulasi seksual. Dalam penjelasan terinci pertama tentang respon tersebut,
William Master dan Virginia Johnson mengamati bahwa proses fisiologis
terlibat dalam meningkatkan tingkat fasokongesti dan miotonia (tumescene)
dan selanjutnya pelepasan aktivitas vaskular dan tonus otot sebagai akibat
orgasme (detumescence). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
edisi keempat (DSM-IV) menggambarkan empat fase siklus respon: fase 1,
hasrat/birahi (desire); fase 2, perangsangan (excitement); fase 3:orgasme; fase
4:resolusi. Keempat fase yang dialami oleh laki-laki dan perempuan, meskipun
waktu dan panjang durasi dari masing-masing bervariasi antara kedua jenis
kelamin. Selain itu, intensitas dari masing-masing fase dapat bervariasi antara
setiap orang, dan antara laki-laki dan perempuan.
FASE 1: HASRAT.
Fase Hasrat (atau nafsu) adalah berbeda dari tiap fase lainnya yang dikenali
semata-mata melalui fisiologi, dan mencerminkan permasalahan dasar
psikiatrik tentang motivasi, dorongan, dan kepribadian. Fase ini ditandai oleh
khayalan seksual dan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.
FASE 2: PERANGSANGAN.
Fase perangsangan adalah disebabkan oleh stimulasi psikologi (khayalan
atau adanya objek cinta) atau stimulasi fisiologis (membelai dan mencium) atau
kombinasi keduanya. Fase ini mengandung perasaan kenikmatan subjektif.
Fase perangsangan ditandai oleh kekakuan penis yang menyebabkan ereksi
pada laki-laki dan lubrikasi vagina pada wanita. Puting payudara pada kedua
jenis kelamin menjadi ereksi, walaupun ereksi putting apayudara adalah lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Klitoris wanita menjadi keras
dan membesar, dan labia mayora wanita menjadi lebih tebal sebagai akibat dari
pembesaran vena. Perangsangan awal dapat berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam. Dengan stimulasi yang berkelanjutan, testis laki-laki
bertambah besar ukurannya sekitar 50% dan terangkat. Saluran vagina
menunjukkan konstriksi yang karakteristik di sepertiga bagian luarnya, yang
dikenal sebagai pelataran orgasme (orgasme platform). Klitoris terangkat dan
beretraksi di belakang simfisis pubis. Sebagai akibatnya, klitoris sukar dicapai.
Tetapi, saat daerah tersebut terstimulasi, traksi labia minora dan preposium
terjadi, dan terdapat gerakan batang klitoris intraprepusial. Ukuran payudara
pada wanita membesar 25%. Gerakan berkelanjutan penis dan vagina
menghasilkan perubahan warna yang spesifik, khususnya pada labia minora,
yang menjadi berwarna merah terang dan gelap. Kontraksi volunter kelompok
otot-otot besar tejadi, dan kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,
dan tekanan darah naik. Rangsangan yang meninggi berlangsung 30 detik
sampai beberapa menit.
FASE 3: ORGASME.
Fase orgasme mengandung dari puncak kenikmatan seksual, dengan
pelepasan ketegangan seksual dan kontraksi ritmik pada otot-otot perineal dan
organ reproduktif pelvis. Perasaan subjektif ejakulasi mencetuskan orgasme
laki-laki. Diikuti oleh semprotan semen yang kuat. Orgasme laki-laki juga
disertai oleh empat sampai lima kali spasme ritmik pada prostat, vesikula
seminalis, vas, dan uretra. Pada wanita, orgasme ditandai oleh 3 sampai 15 kali
kontraksi involunter pada sepertiga bagian bawah dan oleh kontraksi uterus
yang kuat dan lama, berjalan dari fundus turun ke serviks. Baik laki-laki
maupun wanita mengalami kontraksi involunter pada sfingter internal dan
eksternal. Kontraksi tersebut dan kontraksi lainnya selama orgasme terjadi
dengan interval 0,8 detik. Manifestasi lain adalah gerakan volunteer dan
involunter pada kelompok otot-otot besar, termasuk seringai wajah dan spasme
karpopedal. Tekanan darah meningkat 20 sampai 40 mm (baik sistolik dan
diastolik), dan kecepatan denyut jantung naik sampai 160 denyutan per menit.
Orgasme berlangsung dari 3 sampai 25 detik dan disertai dengan sedikit
pengaburan kesadaran.
FASE 4: RESOLUSI.
Resolusi terdiri dari pengaliran darah dari genitalia (detumescence), dan
detumescence membawa tubuh ke keadaan istirahatnya. Jika orgasme terjadi,
resolusi mungkin memerlukan waktu dua sampai enam jam dan mungkin
disertai dengan kegelisahan dan mudah marah. Resolusi melalui orgasme
ditandai oleh perasaan kesenangan subjektif, relaksasi umum, dan relaksasi
otot.
Setelah orgasme, laki-laki memiliki suatu periode refrakter yang mungkin
berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam; dalam periode tersebut
mereka tidak dapat dirangsang untuk orgasme lebih lanjut. Periode refrakter
tersebut tidak terjadi pada wanita, yang mampu mengalami orgasme yang
multiple dan berurutan.
Tabel Siklus Respon Seksual Laki-laki
Organ
Kulit
Penis
Fase Rangsangan
Fase Orgasmik
Fase Resolusi
Berlangsung selama
beberapa menit sampai
beberapa jam; rangsangan
yang kuat sebelum
orgasme, 30 detik sampai 3
menit
Tepat sebelum orgasme:
tampak kemerahan kulit
yang tidak konsisten; ruam
makulapopular berasal dari
abdomen dan menyebar ke
dinding dada arterior,
wajah, dan leher dan dapat
mencapai bahu dan lengan
bawah
Ereksi dalam 10 sampai 30
detik disebabkan oleh
fasokongesti badan erektil
korpus kavernosa batang
penis; hilangnya ereksi
dapat terjadi jika terdapat
stimulus aseksual, suara
bising; pada rangsangan
yang kuat, ukuran glans dan
diameter batang penis
bertambah lagi
3-15 detik
10 sampai 15 menit; jika
tidak orgasme, ½ sampai
1 hari
Kemerahan yang jelas
Kemerahan menghilang
dalam urutan kebalikan
timbulnya; tampak
lapisan keringat di
telapak tangan dan kaki
tetapi tidak selalu
Ejakulasi; fase emisi
ditandai oleh tiga sampai
empat kontraksi 0.8 detik
pada vas, vesikula
seminalis, prostat;
ejakulasi yang
sebenarnya ditandai oleh
kontraksi uretra 0.8 detik
uretra dan semburan
ejakulasi 10 sampai 20
inci pada usia 18,
menurun dengan
bertambahnya usia
sampai menetes pada
usia 70 tahun
Tidak berubah
Ereksi; involusi parsial
dalam 5 sampai 10 detik
dengan periode refrakter
yang bervariasi; lengkap
dalam 5 sampai 30
menit
Skrotum Pengencangan dan
dan
pengangkatan kantung
Testis
skrotum dan peninggian
testis; pada rangsangan
yang kuat, ukuran testis
meningkat 50% dibanding
keadaan tanpa stimulasi dan
Kembali ke ukuran dasar
karena hilangnya
vasokongesti; testis dan
skrotum turun dalam 5
sampai 30 menit setelah
orgasme; involusi
mendatar pada perineum,
menandakan akan
terjadinya ejakulasi
Kelenjar 2 sampai 3 tetes cairan
Cowper mukoid yang mengandung
sperma hidup disekresikan
selama rangsangan yang
kuat
LainPayudara: ereksi putting
lain
payudara yang tidak
selalu terjadi pada
rangsangan yang kuat
sebelum orgasme.
Miotonia: kontraksi
semisimpatik otot-otot
wajah, abdomen, dan
interkostalis.
Takikardia: sampai 175 kali
per menit.
Tekanan darah: sistolik naik
20 sampai 80 mm;
diastolic naik 10 sampai
40 mm.
Respirasi: meningkat
memerlukan beberapa
jam jika tidak terjadi
pelepasan orgasmic
Tidak berubah
Tidak berubah
Hilangnya control otot
volunter.
Rektum: kontraksi
ritmik sfingter.
Kecepatan denyut
jantung: sampai 180
denyut semenit.
Tekanan darah: sistolik
naik hingga 40 sampai
100 mm; diastolic 20
sampai 50 mm.
Respirasi: sampai 40
kali semenit.
Kembali ke keadaan
dasar dalam 5 sampai 10
menit.
Tabel Siklus Respon Seksual Wanita
Organ
Kulit
Payudar
a
Fase Rangsangan
Fase Orgasmik
Fase Resolusi
Berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam;
rangsangan yang kuat
sebelum orgasme, 30 detik
sampai 3 menit
Tepat sebelum orgasme;
kemerahan kulit tidak selalu
tampak; ruam
makulopapular berasal dari
abdomen an menyebar ke
dinding dada anterior,
wajah, dan leher; dapat
mencapai bahu dan lengan
bawah
Ereksi putting payudara
pada dua per tiga wanita;
kongesti venadan
pembesaran areolar ukuran
meningkat sampai
3 sampai 15 detik
10 sampai 15 menit; jika
tidak orgasme, ½ sampai 1
hari
Kemerahan yang jelas
Kemerahan menghilang
dalam urutan terbalik
timbulnya; tampak lapisan
keringat pada telapak
tangan dan kaki tetapi
tidak selalu
Payudara dapat menjadi
lebih bergetar
Kembali ke normal dalam
kira-kira ½ jam
Klitoris
Labia
Mayora
Labia
Minora
seperempat diatas normal
Membesar pada diameter
glans dan batang; tepat
sebelum orgasme, batang
beretraksi ke dalam
prepusium
Nulipara: meninggi dan
mendatar pada perineum.
Multipara: kongesti dan
edema
Ukuran meningkat dua
sampai tiga kali di atas
normal; berubah menjadi
merah muda, merah, merah
tua sebelum orgasme
Vagina
Warna berubah menjadi
ungu gelap; transudat
vagina ditemukan 10 sampai
30 detik setelah rangsangan;
pemanjangan dan
pelonggaran vagina;
sepertiga bagian bawah
vagina berkontraksi
sebelum orgasme
Rahim
Naik sampai pelvis palsu;
kontraksi seperti persalinan
dimulai pada rangsangan
yang kuat tepat sebelum
orgasme
Lain-lain Miotonia
Beberapa tetes sekresi
mukoid dari kelenjar
Bartolini selama
rangsangan yang kuat.
Serviks membengkak
sedikit dan naik secara
pasif bersama rahim
Tidak berubah
Batang kembali ke posisi
normal dalam 5 sampai 10
detik; mengecil dalam 5
sampai 30 detik; jika tidak
orgasme. Pengecilan
memerlukan waktu
beberapa jam
Tidak berubah
Nulipara: meningkat
sampai ukuran normal
dalam 1 sampai 2 menit.
Multipara: menurun ke
ukuran normal dalam 10
sampai 15 menit.
Kontraksi bagian
proksimal labia minora
Kembali ke normal dalam
5 menit
3 sampai 15 kontraksi
pada sepertiga bagian
bawah vagina dengan
interval 0.8 detik
Ejakulat membentuk pool
seminal dalam duapertiga
bagian atas vagina;
kongesti menghilang
dalam beberapa detik atau,
jika tidak orgasme dalam
20 sampai 30 menit
Kontraksi sebelum
orgasme
Kontraksi berhenti; dan
uterus turun ke posisi
normal
Hilangnya control otot
Kembali ke keadaan dasar
volunteer
dalam beberapa detik
Rectum: kontraksi ritmik
sampai menit
sfingter
Warna dan ukuran serviks
Hiperventilasi dan
kembali ke normal, dan
takikardia
serviks menurun ke dalam
pool seminal.
Perbedaan dalam Rangsangan Erotik
Fantasi seksual yang jelas adalah sering ditemukan pada laki-laki dan
wanita. Stimuli eksternal terhadap fantasi seringkali berbeda pada kedua jenis
kelamin. Laki-laki berespon terhadap stimuli visual wanita telanjang atau
berpakaian sedikit, yang digambarkan sebagai pembangkit nafsu (lust-driven)
dan dinikmati hanya dalam pemuasan fisik. Wanita berespon terhadap kisah
romantic dengan pahlawan yang lembut yang mencintainya dan berjanji
seumur hidup dengannya.
Masturbasi
Masturbasi biasanya merupakan suatu prekursor normal untuk perilaku
seksual berhubungan dengan objek. Telah dikatakan bahwa tidak ada bentuk
aktivitas seksual lain yang lebih sering dibicarakan, lebih disalahkan, dan lebih
dilakukan secara universal selain masturbasi. Penelitian oleh Alfred Kinsey
tentang prevalensi masturbasi menyatakan bahwa hampir semua laki-laki dan
tigaperempat wanita melakukan masturbasi pada suatu waktu kehidupannya.
Penelitian longitudinal tentang perkembangan menunjukan bahwa stimulasi
seksual oleh diri sendiri adalah sering ditemukan pada masa bayi dan kanakkanak. Saat bayi belajar untuk mengeksplorasi fungsi jari dan mulutnya,
mereka melakukan hal yang sama dengan genitalianya. Pada kira-kira usia 15
sampai 19 bulan, kedua jenis kelamin memulai stimulasi sendiri. Sensasi
menyenangkan dihasilkan dari sentuhan lembut pada daerah genital. Sensasi
tersebut, disertai oleh dorongan biasanya untuk mengeksplorasi tubuh
seseorang, menghasilkan minat normal dalam kesenangan masturbasi saat itu.
Anak-anak juga mengembangkan suatu peningkatan minat pada genitalia orang
lain – orangtua, anak-anak, atau bahkan binatang. Saat anak mendapatkan
teman bermain, keingintahuan tentang genitalia dirinya sendiri dan orang lain
memotivasi episode ekshibisionisme atau eksplorasi genital. Pengalaman
tersebut, kecuali dihambat oleh ketakutan bersalah, berperan dalam kesenangan
yang terus-menerus dari stimulasi seksual.
Saat mendekati pubertas, lonjakan hormon seks, dan perkembangan
karakteristik seks sekunder, keingintahuan seksual diperkuat, dan masturbasi
bertambah sering. Remaja adalah mampu secara fisik untuk melakukan koitus
dan orgasme tetapi biasanya terhambat oleh kekangan social. Mereka berada
dalam tekanan ganda dan seringkali bertentangan dalam menegakkan identitas
jenis kelamin dan mengendalikan impuls seksual mereka. Hasilnya adalah
ketegangan psikologis yang berat yang memerlukan pelepasan, dan masturbasi
adalah cara yang normal untuk menurunkan ketegangan seksual. Suatu
perbedaan emosional penting antara anak pubertas dan anak yang lebih kecil
adalah adanya fantasi koitus selama masturbasi pada remaja. Fantasi tersebut
adalah pelengkap penting bagi perkembangan identitas jenis kelamin; dalam
perbandingan keamanan khayalan, remaja belajar untuk membentuk peran seks
dewasa. Aktivitas otoerotik biasanya dipertahankan sampai dewasa muda, saat
normalnya digantikan oleh koitus.
Pasangan
dalam
hubungan
seksual
tidak
mengabaikan
masturbasi
sepenuhnya. Jika koitus adalah tidak memuaskan atau tidak dapat dilakukan
karena penyakit atau tidak adanya pasangan, stimulasi sendiri seringkali
memberikan tujuan adaptif, mengkombinasikan kesenangan sensual dan
pelepasan ketegangan.
Kinsey menemukan bahwa, jika wanita bermasturbasi, sebagian besar lebih
menyukai stimulasi klitoris dibandingkan yang lainnya. Masters dan Johnson
melaporkan bahwa wanita lebih menyukai batang klitoris daripada kelenjar
karena kelenjar lebih hipersensitif terhadap stimulasi yang intensif.
Tabu moral terhadap masturbasi telah menyebabkan mitos bahwa masturbasi
menyebabkan penyakit mental atau menurunkan kemampuan seksual. Tidak
ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut. Masturbasi adalah suatu
gejala psikopatologis hanya jika masturbasi menjadi kompulsif di luar
pengendalian seseorang. Masturbasi selanjutnya merupakan gejala gangguan
emosional bukan karena masturbasi adalah seksual tetapi karena adalah
kompulsif. Masturbasi merupakan aspek yang universal dan tidak dapat
dihindari dari perkembangan psikososial, dan pada sebagian besar kasus
masturbasi adalah adaptif.
Aksi Seksual
Imajinasi, sentuhan pada skrotum, anus dan perineum, rangsang dari dalam
bagian organ seks, rangsang taktil dan gland penis akan diterima oleh
syaraf sensoris.
Rangsang dihantarkan ke syaraf pudendus lalu ke pleksus skaralis medulla
spinalis, ke pusat sensasi seksual.
Mengaktifkan parasimpatis nervus pelvikus yang dihantarkan ke penis,
menimbulkan efek:
Melebarkan arteri-arteri dan jaringan erektil membentuk sinus cavernosa yang
disi darah sehingga penis menjadi membesar dan panjang (EREKSI).
Kelenjar uretra dan bulbouretralis mensekresikan lender untuk lubrikasi selama
koitus.
Ereksi menyebabkan impuls makin kuat dan merangsang pusat reflex di
medulla spinalis sehingga mengaktifkan simpatis yang menyebabkan
kontraksi vasdeferens, kelenjar prostat, vesika seminalis, dan secret
bergabung dengan secret kelenjar uretra dan bulbouretra menjadi semen
(EMISI).
Emisi menyebabkan sensasi kepenuhan yang menyebabkan kontraksi ritmis
organ kelamin internal sehingga semen terdorong keluar (ejakulasi).
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan dan sadock. 1997. Sinopsisi Psikiatri Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara.
Haryani, Ani., dkk. 2009. Anatomi Fisiologi Manusia. Bandung: CV. Cakra.
http://training.seer.cancer.gov/module_anatomy/images/illu_repdt_male.jpg&img
ref
http://www.info-medis.blogspot.com
http://www.fadlie.web.id
Download