BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebutuhan Listrik Bagi Industri Pariwisata
Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait
dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. Dari difinisi Industri pariwisata
seperti di atas hampir semua kegiatan usaha memerlukan listrik. Terdapat 13 jenis
usaha pariwisata seperti: jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa
makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan
dan rekreasi, Penyelenggaraan pertemuan, konferensi dan pameran, jasa informasi
pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta dan spa. Untuk
mensuport dari kesemua kegiatan usaha baik berupa jasa atau menghasilkan barang
sudah tentu memerlukan listrik. Diantara ke 13 jenis usaha seperti di atas yang
paling banyak memerlukan tenaga listrik adalah akomodasi. Akomodasi berupa
hotel atau villa hampir 60 persen energi listriknya digunakan untuk pengkondisian
udara dalam ruangan, 20 persen untuk peralatan dapur, 15 persen untuk penerangan
dan 5 persen untuk yang lainnya. Guna menjaga kenyamanan wisatawan maka
energi listrik yang stabil dan handal sangat diperlukan.
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah suatu teknologi pembangkit yang
mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi
pada panel surya yang terdiri dari sel-sel Photovoltaik. Sel-sel ini merupakan
lapisan-lapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya.
8
Apabila bahan tersebut mendapat energi foton, akan mengeksitasi elektron dari
ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas dan akhirnya akan
mengeluarkan tegangan listrik arus searah. Dengan hubungan seri-paralel, sel
fotovoltaik dapat digabungkan menjadi modul dengan jumlah sekitar 40 sel,
selanjutnya gabungan dari sekitar 10 modul akan membentuk suatu array
Photovoltaik.
PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC (direct
current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (Alternating current) apabila
diperlukan. PLTS pada dasarnya adalah pecatu daya dan dapat dirancang untuk
mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri,
maupun hibrid. Dengan metode desentralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun
dengan metoda sentralisasi.
(a)
(b)
Gambar 2.1. (a) PLTS Stand Alone (b) PLTS Hybrid dengan Generator dan Wind
Sumber : http://www.azetsurya.com/info.php.
2.2.1 Pembagian sistem PLTS
Secara garis besar sistem kelistrikan tenaga surya dapat dibagi menjadi:
9
2.2.1.1 Sistem terintegrasi
Sistem ini dapat diterangkan secara visual pada Gb.2.2. Seperti terlihat pada
gambar ini, listrik yang dihasilkan oleh array dirubah menjadi listrik AC melalui
power conditioner, lalu dialirkan ke AC load. AC load disini dapat berupa listrik
yang diperlukan di perumahan atau kantor. Yang menjadi ciri utama dari sistem ini
adalah dihubungkannya AC load ke jaringan distribusi listrik yang dimiliki oleh
perusahaan listrik. Jadi apabila listrik yang dihasilkan oleh solar panel cukup
banyak melebihi yang dibutuhkan oleh AC load maka listrik tersebut dapat dialirkan
ke jaringan distribusi yang ada. Sebaliknya apabila listrik yang dihasilkan solar
panel sedikit kurang dari kebutuhan AC load maka kekurangan itu dapat diambil
dari listrik yang dihasilkan perusahaan listrik. Hal ini di banyak negara-negara
industri maju secara peraturan telah memungkinkan.
Gambar. 2.2. Contoh sistem PLTS di Rumah
Sumber: Contained Energi
Keterangan dari gambar 2.2 di atas adalah:
1. Solar panel
2. Power conditioner
3. Alat pendistribusi listrik
10
4. Alat pengukur banyaknya listrik yang di jual atau di beli.
Keuntungan dari sistem ini adalah tidak diperlukan lagi baterai. Biaya baterai
dapat dikurangi. Selain dari itu bagi rumah atau kantor yang memasang solar panel,
mereka akan mendapatkan keuntungan dengan penjualan listrik. Persoalan yang
dihadapi sekarang adalah soal teknis. Karena terhubungi dengan sistem distribusi,
maka masalah keselamatan menjadi perhatian yang utama. Salah satu dari
pemecahannya adalah membuat power conditioner yang mampu mendeteksi apabila
terjadi kecelakaan dan mampu mengkontrol tegangan apabila terjadi perubahan
tegangan di AC load dan beberapa soal teknis yang lain.
2.2.1.2 Sistem independensi
Selain sistem terintegrasi yang diterangkan di atas terdapat pula sistem
independensi yang merupakan sistem yang selama ini banyak dipakai. Seperti
terlihat dalam gambar di bawah ini sistem independensi dapat dibagi lagi yaitu yang
dihubungkan dengan DC load dan yang dihubungkan dengan AC load.
Contoh dari sistem yang dihubungkan dengan DC load adalah pembangkit
listrik untuk peralatan komunikasi. Misalnya peralatan komunikasi yang dipasang di
pegunungan. Sedangkan yang dihubungakan dengan AC load adalah sistem
pembangkit listrik untuk pulau-pulau yang terpencil. Dalam sistem ini, baterai
memainkan peranan yang sangat vital. Bila ada kelebihan listrik yang dihasilkan,
misalnya pada siang hari, listrik ini disimpan di baterai. Pada malam hari listrik yang
disimpan ini dialirkan ke beban.
11
Gambar. 2.3. Sistem Independensi, DC load dan AC load
Sumber: http://www.azetsurya.com/info.php
2.2.2 Komponen-komponen PLTS
Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya, maka dalam
tulisan ini akan dijelaskan komponen-komponen yang dipakai dalam PLTS, dan
trend teknologi yang ada seperti dibawah.
2.2.2.1 Sel surya ( photovoltaic )
Untuk mengubah energi matahari menjadi energi listrik dapat dilakukan
dengan yang namanya sel surya atau solar cell. Apabila permukaan sel surya dikenai
cahaya maka dihasilkan pasangan elektron dan hole. Elektron akan meninggalkan
sel surya dan akan mengalir pada rangkaian luar sehingga timbul arus listrik. Arus
listrik yang dihasilkan oleh sel surya dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan
dulu dalam baterai untuk digunakan kemudian.
12
Gambar. 2.4. Contoh sel surya
Sumber: http://www.panelsurya.com/
Besarnya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan, atau besarnya arus
yang dihasilkan tergantung pada intensitas cahaya maupun panjang gelombang
cahaya yang jatuh pada sel surya. Intensitas cahaya menentukan jumlah foton,
makin besar intensitas cahaya yang mengenai permukaan sel surya makin besar pula
foton yang dimiliki sehingga makin banyak pasangan elektron dan hole yang
dihasilkan yang akan mengakibatkan besarnya arus yang mengalir. Makin pendek
panjang gelombang cahaya maka makin tinggi energi fotonnya sehingga makin
besar energi elektron yang dihasilkan, dan juga berimplikasi pada makin besarnya
arus yang mengalir. Prinsip kerja sel surya adalah sebagai berikut: Cahaya yang
jatuh pada sel surya menghasilkan elektron yang bermuatan positif dan hole yang
bermuatan negative kemudian elektron dan hole mengalir membentuk arus listrik.
Prinsip ini di kenal sebagai prinsip photoelectric. Sel surya dapat tereksitasi karena
terbuat dari semikonduktor yang mengandung unsur silikon. Silikon ini terdiri atas
dua jenis lapisan sensitif: lapisan negatif (tipe-n) dan lapisan positif (tipe-p). Karena
sel surya ini mudah pecah dan berkarat sehingga sel ini dibuat dalam bentuk panelpanel dengan ukuran tertentu yang dilapisi plastik atau kaca bening yang kedap air
dan panel ini dikenal dengan panel surya.
13
Gambar: 2.5. Menunjukan proses perubahan cahaya akan menjadi arus listrik
Sumber: http://www.panelsurya.com/index.php/id/panel-surya-solar-cells/
Total pengeluaran listrik (wattage) dari sel surya adalah sebanding dengan
Voltase/tegangan operasi dikalikan dengan arus operasi saat ini. Sel surya dapat
menghasilkan arus dari voltase yang berbeda-beda. Hal ini berbeda dengan bateri
yang menghasilkan arus dari voltase yang relatif konstan. Karakteristik output dari
sel surya dapat dilihat dari kurva performansi, disebut I-V curve. I-V curve
menunjukkan hubungan antara arus dan voltase (Ouaschning, 2005) .
14
Gambar 2.6.
Curva I-V
Gambar 2.7. Karakteristik daya yang di hasilkan watt/m2
Sumber : Ouaschning, 2005
Gambar di atas menunjukkan tipikal kurva I-V. Voltase (V) adalah sumbu
horizontal. Arus (I) adalah sumbu vertical. Kebanyakan kurva I-V diberikan dalam
standar Test Conditions 1000 watt per meter persegi radiasi (atau disebut satu
matahari puncak/one peak sun hour) dan 25 derajat celcius suhu solar cell panel.
Radiasi matahari di Bali bisa dilihat seperti tabel di bawah.
15
Tabel 2.1
Bali Sun Radiation
Month
January
February
March
April
May
June
July
August
September
October
November
December
Annual
Temperatur Udara
derajat C
Humidity relative
%
Monthly Solar Radiation
Kwh/m2
27,7
27,9
27,8
28,0
27,6
27,2
26,4
26,3
26,8
27,6
27,9
27,9
27,4
83,2
81,5
82,2
81,2
80,4
79,4
78,7
77,9
78,7
79,9
81,4
80,7
80,4
4,94
5,04
5,41
5,35
5,11
4,76
4,75
5,28
5,95
6,22
5,71
5,33
5,32
Sumber: Ngurah Rai Airport,2008
2.2.2.2 Modul photovoltaic
Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan
unit rakitan beberapa sel surya phoptovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic
secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul
photovoltaic dapat dibuat dengan teknologi yang relative sderhana,sedangkan untuk
membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi.
Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic
mempunyai
ukuran 10 cm x 10 cm yang dihubungkan secara seri atau pararel. Biaya yang
dikeluarkan untuk membuat modul sel surya sekitar 60% dari biaya total. Jadi, bila
modul sel surya bisa dibuat didalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya.
Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah
membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih
di inport.
16
Gambar: 2.8 Contoh modul photovoltaic
Sumber: http://www.azetsurya.com/info.php
Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya
photovoltaic adalah investasi awal yang besar. Untuk mendapatkan kapasitas yang
lebih besar maka beberapa modul digabung akan membentuk array.
2.2.2.3 Battery charge regulator (BCR)
Alat pengatur merupakan perangkat elektronik yang mengatur aliran listrik
dari modul surya ke baterai dan aliran listrik dari baterai ke peralatan listrik inverter.
Change-Discharge pengontrol melindungi baterai dari pengisian berlebihan dan
melindungi dari pengiriman muatan arus berlebihan keinput terminal. BCR juga
mempunyai beberapa indikator yang akan memberikan kemudahan kepada
pengguna PLTS dengan memberikan informasi mengenai kondisi baterai sehingga
pengguna PLTS dapat mengendalikan konsumsi energi menurut ketersediaan listrik
yang terdapat didalam baterai. BCR sebagai pengatur system agar penggunaan
listriknya aman dan efektif, sehingga semua komponen - komponen system aman
17
dari bahaya perubahan level tegangan. BCR yang digunakan kapasitasnya
tergantung dari kapasitas daya modul surya.
2.2.2.4 Baterai
Baterai berfungsi menyimpan arus listrik yang dihasilkan oleh modul surya
sebelum dimanfaatkan untuk menggerakan beban. Ukuran baterai yang dipakai
sangat tergantung pada ukuran panel dan load pattern. Ukuran baterai yang terlalu
besar baik untuk efisiensi operasi tetapi mengakibatkan kebutuhan investasi yang
terlalu besar. Sebaliknya ukuran baterai terlalu kecil dapat mengakibatkan tidak
tertampungnya daya yang lebih. Baterai tersebut mengalami proses siklus
menyimpan dan mengeluarkan, tergantung pada ada atau tidak adanya sinar
matahari. Selama waktu adanya matahari, array panel menghasilkan daya listrik.
Daya yang tidak digunakan dengan segera dipergunakan untuk mengisi baterai.
Selama waktu tidak adanya matahari, permintaan daya listrik disediakan oleh
baterai. Kapasitas bateri tergantung dari daya modul yang dikeluarkan dengan
tegangan yang dikeluarkan 24 V,DC.
2.2.2.5 Inverter
Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct
current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating
current). Inverter yang digunakan adalah inverter dengan kapasitas tergantung dari
kapasitas daya modul surya dengan tegangan keluaran AC 220 Volt.
18
2.2.3 Perhitungan teknis
Rangkaian dari sel-sel yang disusun seri dan parallel tersebut dinamakan
modul. Biasanya setiap modul terdiri dari 10-36 unit sel. Apabila tegangan, arus dan
daya dari suatu modul tidak mencukupi untuk beban yang digunakan, maka modulmodul tersebut dapat dirangkai seri, parallel ataupun kombinasi keduanya untuk
menghasilkan besar tegangan dan daya sesuai kebutuhan.
Daya yang dihasilkan oleh panel surya maximum diukur dengan besaran
wattpeak (wp), yang konversinya terhadap watthour (wh) tergantung intensitas
cahaya matahari yang mengenai permukaan panel. Selanjutnya daya yang
dikeluarkan oleh panel surya adalah daya panel di kalikan lamanya penyinaran.
Untuk memperoleh besar tegangan dan daya yang sesuai dengan kebutuhan,
sel-sel photovoltaic tersebut harus dikombinasikan secara seri dan parallel, dengan
aturan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh tegangan keluaran yang dua kali lebih besar dari tegangan
keluaran sel Photovoltaic, maka dua buah sel photovoltaic harus dihubungkan
secara seri.
2. Untuk memperoleh arus keluaran yang dua kali lebih besar dari arus keluaran
sel photovoltaic, maka dua buah sel fotovoltaik harus dihubungkan secara
parallel.
3. Untuk memperoleh daya keluaran yang dua kali lebih besar dari daya keluaran
sel photovoltaic dengan tegangan yang konstan maka dua buah sel fotovoltaik
harus dihubungkan secara seri dan parallel.
19
2.2.4 Faktor pengoperasian sel surya
Beberapa faktor dari pengoperasian sel surya agar mendapatkan nilai yang
maksimum sangat tergantung pada:
a. Ambient temperature udara
Sebuah sel surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperature sel
tetap normal pada 25 derajat Celsius. Kenaikan temperature lebih tinggi dari
temperature normal pada sel surya akan melemahkan tegangan Voc. Gambar 2.9
menunjukan setiap kenaikan temperature sel surya 10 derajat celcius dari 25 derajat
celsius akan berkurang sekitar 0,4 % pada total tenaga yang di hasilkan atau akan
melemah dua kali lipat untuk kenaikan temperature sel per 10 derajat Celsius.
Gambar 2.9 Karakteristik penurunan voltage terhadap kenaikan temperature
Sumber : Ouaschning, 2005
20
b. Radiasi matahari
Radiasi matahari di bumi pada lokasi yang berbeda akan bervariable dan
sangat tergantung dengan keadaan sepektrum matahari ke bumi. Insolasion
matahari akan banyak berpengaruh terhadap arus (I) dan sedikit terhadap
tegangan (v).
c. Kecepatan angin bertiup
Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya akan sangat membantu
terhadap pendinginan temperature permukaan sel surya sehingga temperature
dapat terjaga dikisaran 25 derajat Celsius.
d. Keadaan atmosfir bumi
Keadaan atmosfir bumi berawan, mendung, jenis partikel debu udara, asap,
uap air udara, kabut dan polusi sangat menentukan hasil maksimum arus listrik
dari sel surya.
e. Orientasi panel kearah matahari secara optimum
Orintasi dari rangkaian panel kearah matahari secara optimum adalah sangat
penting untuk menghasilkan energi yang maksimum. Selain arah orientasi sudut
orientasi ( tilt engle ) dari panel juga sangat mempengaruhi hasil energi yang
maksimum. Untuk lokasi yang terletak di belahan utara latitude, maka panel
sebaiknya diorientasikan ke selatan. Begitu juga yang letaknya di belahan selatan
latitude, maka panel sebaiknya diorientasikan ke utara. Walaupun panel
diorientasikan ke barat atau ke timur akan tetap menghasilkan energi, tetapi tidak
akan menghasilkan energi yang maksimum.
21
f. Posisi letak sel surya terhadap matahari (tilt engle)
Mempertahankan sinar matahari jatuh ke sebuah permukaan modul surya
secara tegak lurus akan mendapatkan energi maksimum ± 1000 w/m2 atau 1
kw/m2. Untuk mempertahankan ke tegak lurusan antara sinar matahari terhadap
panel surya dibutuhkan pengaturan posisi modul surya, karena sun altitude akan
berubah setiap jam dalam sehari.
2.3. Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida
Hibrid system atau Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida yang disingkat PLTH
adalah gabungan atau integrasi antara dua atau lebih pembangkit listrik dengan
sumber energi yang berbeda. Pada umumnya pembangkit listrik berbasis energi
terbarukan dalam pengoperasiannya di hybrid dengan pembangkit listrik berbasis
energi fosil. PLTH merupakan salah satu alternatip sistem pembangkit yang tepat
diaplikasikan pada daerah-daerah yang sukar dijangkau oleh sistem pembangkit
besar seperti jaringan PLN. PLTH juga merupakan solusi untuk mengatasi krisis
BBM dan ketiadaan listrik di daerah terpencil, pulau-pulau kecil. Tujuan PLTH
adalah mengkombinasikan keunggulan dari setiap pembangkit sekaligus menutupi
kelemahan masing-masing pembangkit untuk kondisi-kondisi tertentu dan dapat
dicapai keandalan suply, sehingga secara keseluruhan sistem dapat beroperasi lebih
ekonomis dan efisien. PLTH ini memanfaatkan energi terbarukan sebagai sumber
primer yang dikombinasikan dengan jala-jala PLN yang sudah ada.
Dalam pengoperasian dari sistem pembangkit hibrid ini, ada beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan antara lain :
22
a. Karakteristik beban atau fluktuasi pemakaian energi ( load profile )
yang mana selama 24 jam distribusi beban tidak merata untuk setiap
waktunya. Load profile ini sangat mempengaruhi dalam penyediaan
energi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka kombinasi
sumber energi antara sumber energi terbarukan dan disel generator
atau PLN adalah jawabannya.
b. Karakterisitik
pembangkitan
daya,
khususnya
dengan
memperhatikan potensi energi alam yang ingin dikembangkan.
c. Karakteristik kondisi alam itu sendiri, seperti pergantian siang
malam, musim dan lainnya.
Pada umumnya PLTH bekerja sesuai urutan sebagai berikut:
1. Pada kondisi beban rendah, maka beban di supply 100% dari bateri
dan PV modul, selama kondisi bateri masih penuh sehingga
diesel/PLN tidak perlu dioperasikan.
2. Untuk beban diatas 75% beban inverter (tergantung seting parameter)
atau kondisi bateri sudah kosong sampai level yang disyaratkan,
diesel/PLN mulai beroperasi untuk mensuplai beban dan sebagian
mengisi bateri sampai beban diesel mencapai 70-80% kapasitasnya
(tergantung seting parameter). Pada kondisi ini hybrid controller
bekerja sebagai charger (merubah tegangan AC menjadi tegangan
DC) untuk mengisi bateri.
3. Pada kondisi beban puncak baik diesel maupun inverter akan operasi
dua-duanya untuk menuju parallel sistem apabila kapasitas terpasang
Diesel/PLN tidak mampu sampai beban puncak. Jika kapasitas
23
Diesel cukup untuk mensupli beban puncak, maka inverter tidak akan
beroperasi parallel dengan genset.
Semua proses kerja tersebut diatas diatur oleh System Command Unit yang
terdapat pada hybrid controller. Proses control ini bukan sekedar mengaktifkan dan
menonaktifkan diesel tetapi yang utama adalah pengaturan energi agar pemakaian
BBM diesel menjadi efesien.
Gambar 2.10. Konfigurasi hibrida PLN dan PLTS
Sumber: http://www.azetsurya.com/info.php
PLTH yang memanfaatkan energi terbarukan dapat diklasifikasikan kedalam
dua konfigurasi dasar, yaitu: sistem hibrida seri dan sistem hibrida parallel. (Rosyid,
2010)
2.3.1 PLTH Sistem Seri
Semua pembangkit daya mensuplai daya DC kedalam baterai, setiap
komponen harus dilengkapi dengan charge controller sendiri. Pada sistem ini,
generator dan inverter harus didesain agar dapat melayani beban puncak. Pada
system ini sejumlah besar energi yang dibangkitkan dilewatkan melalui baterai,
24
siklus baterai bank menjadi naik dan mengurangi efisiensi sistem, daya lsitrik dari
genset di DC kan dan diubah kembali menjadi AC sebelum disupai ke beban
sehingga terjadi rugi-rugi yang signifikan. Berikut ini adalah gambar konfigurasi
PLTH sistem seri.
Gambar 2.11. Konfigurasi sistem hibrida seri
Sumber: Rosyid 2010.
2.3.2 PLTH Sistem Paralel
Pada PLTH yang menggunakan sistem ini, beban disuply baik dari generator
diesel maupun inverter secara parallel. Bi-directional inverter (BDI) digunakan
untuk menjembatani antara baterai dan sumber AC. BDI dapat mengisi baterai dari
generator diesel (AC-DC converter) maupun sumber energi terbarukan, juga dapat
beraksi sebagai DC-AC converter, sumber ET dihubungkan pada sisi DC.
25
Gambar 2.12. Konfigurasi PLTH sistem paralel
Sumber : Rosyid, 2010.
2.3.3. PLTS-Grid Connected
Sistem PLTS-Grid Connected pada dasarnya adalah menggabungkan PLTS
dengan jaringan listrik (PLN). Komponen utama dalam sistem PV grid-dihubungkan
adalah inverter, atau Power Conditioning Unit (PCU). Inverter inilah yang berfungsi
untuk mengubah daya DC yang dihasilkan oleh PLTS menjadi daya AC sesuai
dengan persyaratan dari jaringan listrik yang terhubung (PLN).
PLN
BCR
Array
Inverter/
PCU
Battery
Gambar 2.13. Diagram Sistem PLTS-Grid Connected
Sumber: Toko Surya,2008
Switch
control
Load
26
Cara kerja sistem adalah: Selama modul surya menghasilkan listrik maka beban di
supli oleh PLTS. Apabila beban yang dicatu melebihi kemampuan PLTS, maka
listrik dari PLN akan masuk membantu. Untuk alasan keamanan, bila listrik dari
PLN mati dan PLTS menghasilkan daya yang kurang dari beban yang ada, maka
sistem otomatis akan mati. Hal ini mencegah terjadinya islading. Ukuran dari PLTS
grid connected dapat beragam sesuai dengan kemampuan. Kapasitas yang tersedia
dipasaran dari 30 watt sampai 3000 watt. Dengan design sistem bersifat modular,
sistem seperti ini bisa dibuat menjadi ratusan MW atau tanpa batas, dengan cara
menggabungkan sistem satu atau dengan yang lainnya. Keuntungan sistem modular
ini adalah sistem bisa dibuat dari kapasitas kecil sampai kapasitas yang besar (Toko
Surya,2008).
2.4 Aspek Ekonomi Terhadap PLTS
Pertimbangan aspek ekonomi pembangkit umumnya meliputi 3 lingkup
besar, yaitu: (i) biaya investasi awal; (ii) biaya operasional; (iii) biaya perawatan
pembangkit. Sifat ekonomis sebuah sistem pembangkit listrik dapat dilihat dari
harga jual listrik untuk setiap kwh (kilo watt kali jam). Salah satu faktor yang
mempengaruhi bahwa pembangkit listrik-ekonomis (harga jual listrik serendah
mungkin untuk setiap kWh) adalah biaya bahan bakar. Secara ekonomis PLTS akan
sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti di bawah:
2.4.1 Kebijakan Energi Nasional di Indonesia
Upaya
yang
dilakukan
pemerintah
Indonesia
untuk
mendorong
pengembangan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan adalah dengan
menerapkan kebijakan Feed-in Tariff (FiT). Kebijakan ini merupakan sebuah
27
mekanisme kebijakan yang dirancang untuk mendorong penerapan sumber-sumber
energi terbarukan dan membantu mempercepat gerakan ke arah setara dengan harga
jaringan (grid parity). Sejak tahun 2002, FiT sudah mulai diterapkan dalam skala
terbatas, yaitu melalui Kepmen ESDM No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang Pedoman
Pengusahaan Pembangkit Tenaga Listrik Skala Kecil Tersebar (PSK Tersebar,
kurang dari 1 MW), badan usaha atau koperasi dapat menjual listrik kepada PLN
dari sumber energi terbarukan dengan harga tertentu. Untuk insentif fiscal
sebagaimana diberlakukan dalam harga jual pembangkit listrik energi terbarukan
diberikan tariff khusus. Sedang untuk insentif non fiscal, sebagaimana diatur dalam
pp no 3 tahun 2005, pengembangan energi terbarukan tidak perlu diberlakukan
proses tender. Rancangan undang-undang (RUU) energi yang disetujui DPR pada
juli 2007 lalu diharapkan dapat menjadi acuan pemberian insentif. Salah satu pos
insentif pajak yang menjadi prioritas adalah pengadaan peralatan pembangkit listrik
tenaga surya (PLTS) yang sebagian besar diimpor dari luar negeri, (ESDM, 2006).
Kepmen ini kemudian diperbaharui pada tahun 2009 dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2009 tentang harga pembelian tenaga
listrik oleh PT PLN (Persero) dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan
energi terbarukan skala kecil dan menengah atau kelebihan tenaga listrik. FiT
mewajibkan perusahaan jaringan listrik nasional untuk membeli listrik yang
dihasilkan dari sumber-sumber energi terbarukan seperti energi surya, energi angin,
biomassa, panas bumi maupun air.
Dalam draft Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang
Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2010-2050, pemerintah membuat kebijakan
terkait energi surya. Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya menerapkan
kebijakan penggunaan sel surya pada pemakai tertentu seperti industri besar,
28
gedung komersial, rumah mewah, serta PLN. Sejalan dengan itu, pemerintah juga
akan menggalakkan industri sistem dan komponen peralatan instansi Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS), mewujudkan keekonomian PLTS, meningkatkan
penguasaan teknologi PLTS dan surya termal dalam negeri melalui penelitian dan
pengembangan serta pembelian lisensi.
2.4.2. Biaya Energi PLTS
Biaya energi merupakan perbandingan antara biaya total per tahun dari
sistem dengan energi yang dihasilkannya selama periode yang sama (Wengqiang
dkk., 2004). Biaya energi mencakup dua jenis biaya, yaitu :
1. Biaya tetap, yang terdiri dari biaya komponen-komponen dan instalasi.
2. Biaya variabel, yang terdiri dari biaya operasi dan pemeliharaan.
Dilihat dari sisi ekonomi, biaya energi PLTS berbeda dengan biaya energi untuk
pembangkit konvensional (Nafeh, 2009).
Hal ini karena biaya energi PLTS, dipengaruhi oleh biaya-biaya seperti
1. Biaya awal (biaya modal) yang tinggi.
2. Biaya pemeliharaan dan operasional rendah.
3. Biaya penggantian rendah (terutama hanya untuk baterai).
Menurut Wengqiang dkk., (2004) dan Foster dkk., (2010), perumusan biaya
energi adalah sebagai berikut :
COE =
Dimana :
COE
IC x CRF + AOM
………………………..…………..(2.1)
AKWH
= Cost of Energy / Biaya Energi ( $/kWh).
29
IC
= Biaya instalasi awal ($). Dimana biaya ini terdiri dari jumlah
biaya semua komponen PLTS, ditambah dengan biaya
instalasi.
CRF
= Faktor pemulihan modal, berdasarkan pada discount rate (i).
Dimana CRF = [1- (1 + i)-n], dengan n adalah periode (umur)
proyek.
AOM
= Biaya pengoperasian dan pemeliharaan tahunan ($/year).
AKWH = Energi yang dibangkitkan tahunan (kWh/year).
2.4.3 Waktu Pengembalian Investasi ( Payback period)
Payback Period adalah periode lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan-penerimaan yang dihasilkan oleh
proyek (investasi). Sedangkan Discounted Payback Period adalah periode
pengembalian yang didiskonkan. Discounted Payback Period (DPP) dapat dicari
dengan menghitung berapa tahun kas bersih nilai sekarang (NPV) kumulatif akan
sama dengan investasi awal. Menurut Arifin dan Fauzi (1999) teknik DPP
dirumuskan sebagai berikut :
Discounted Payback period = Year before recovery +
πΌπ‘›π‘£π‘’π‘ π‘‘π‘šπ‘’π‘›π‘‘ πΆπ‘œπ‘ π‘‘
𝑁𝑃𝑉 πΎπ‘’π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘‘π‘–π‘“
…………………………………………………………………………..……….(2.2)
Dimana :
Year before recovery = Jumlah tahun sebelum tahun pengembalian final
Investment Cost
= Biaya investasi awal.
NPV Kumulatif = Jumlah kas bersih nilai sekarang per tahun.
30
Dimana :
NPV = οΏ½
𝑛
NCFt
t
𝑑=1 (1+i)
− II ……………………...…………..(2.3)
NCFt
= Net Cash Flow periode tahun ke-1 sampai tahun ke-n.
II
= Initial Investment ( Investasi awal).
i
= Discount factor.
n
= Umur investasi.
Semakin pendek payback period dari periode yang disyaratkan perusahaan maka
proyek investasi tersebut makin bagus dan dapat diterima.
2.5 State of The Art Review on Application The Feasibility of Renewable Energy
Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik Tenaga Surya Dengan JalaJala Listrik PLN Untuk Rumah Perkotaan. Dilakukan oleh Liem Ek Bien,Ishak
Kasim dan Wahyu Wibowo, (2008). Dalam penelitian ini dirancang sistem PLTS
mensupli sebesar 30 persen dari total energy listrik yang di butuhkan. Asumsi rugirugi pada system dianggap 15 persen. Dalam perhitungan insolasi matahari yang di
pakai bulanan yang terendah adalah bulan januari yaitu 3,91 kwh/m2.dari penelitian
ini didapatkan beberapa kesimpulan.
1. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai prinsip kerja satu arah yaitu pada
saat PLTS on maka PLN off dan begitu pula sebaliknya.
2. Sistem PLTS dirancang untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga
sekitar 30 % dan selebihnya dari PLN.
3. Dalam perancangan PLTS ini diaplikasikan di Jakarta dengan menggunakan
data insolasi matahari yang terendah sepanjang tahun agar PLTS secara
kontinyu memenuhi kebutuhan listrik sekitar 30 %.
31
4. Pada system yang dirancang menggunakan switch controller yang berfungsi
sebagai pengatur sumber pembangkit.
5. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka semakin besar energy listrik
yang dihasilkan modol surya, sehingga makin besar pula beban listrik yang
mampu dipasok system PLTS.
G.J. Dalton, D.A. Lockington dan T.E. Baldock
(2009), melakukan
penelitian tentang Case Study Feasibility Analysis of Renewable Energy Supply
Options for Small to Medium-Sized Tourist Accommodationst. Penelitian ini
memanfaatkan beban listrik dari tiga akomodasi yang sudah menerapkan sistem
hibrida energi terbarukan. Operasional karakteristik khusus, seperti operasional 24
jam, penyediaan kenyamanan dan tingkat kegagalan yang rendah adalah penilaian
viabilitas energi terbarukan untuk sektor ini. Kriteria untuk Net Present Cost (NPC),
faktor terbarukan dan waktu pengembalian modal menjadi penilaian yang utama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengembalian sistem hibrida dari energi
terbarukan akan menjadi sekitar setengah jika harga solar meningkat dan karbon
pajak dilaksanakan. Ini menunjukkan bahwa energi terbarukan layak secara teknis
dan ekonomis dipergunakan untuk akomodasi pariwisata skala kecil dan menengah.
Faisal Ahammed dan Abdullahil Azeem (2009), melakukan penelitian
tentang An Economic Analysis of Solar PV Micro-Utility in Rural Areas of
Bangladesh. Penelitian ini menganalisis kelayakan ekonomi PV Micro-Utility di
Manikgang Bazaar Bangladesh, dengan menggunakan Net Present Value (NPV),
Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan Discounted Pay Back
Period. Untuk mengatasi biaya investasi awal PV yang relatif mahal maka
diperlakukan konsep pembayaran tarif harian untuk setiap pelanggan yang
32
terhubung ke Utility. Diasumsikan discount rate sebesar 10% untuk pertimbangan
nilai waktu uang. Hasil analisis menunjukkan bahwa NPV lebih besar dari 0 (nol),
sedangkan untuk BCR menunjukkan nilai lebih besar dari 1 (satu). Discount
payback period pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada tahun ke-11,
biaya investasi proyek akan kembali. Dari tingkat diskonto terlihat bahwa IRR
proyek lebih besar, adalah sebesar 14%, nilai lebih besar dari nilai biaya modal
(10%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proyek PV Micro-Utility telah layak
secara ekonomi.
Al Fattah Faisal M, (2008), melakukan penelitian tentang Analisa Daya dan
Heat Stress Pada Metode Efesiensi Sel Surya Sebagai Energi Alternatif Ramah
Lingkungan. Penelitian ini focus terhadap perubahan kuat arus, besar tegangan
dengan variasi jarak, variasi sumber cahaya dan variasi dioptri lensa terhadap efek
heat stress pada daya keluaran yang dihasilkan. Dalam penelitian ini di dapatkan
nilai ISBB (heat stress) maksimum 27,5 derajat Celsius yang berarti normal, tidak
melewatai ambang batas untuk beban kerja ringan yaitu 30,0 derajat Celsius.
Disamping itu juga pada jarak 150 cm dari sumber cahaya, radiasi panas yang
timbul tidak mengganggu lingkungan dan kesehatan karena paparan heat stress
berkurang menjadi 25,7 derajat celsius.
Download