Masalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bandung

advertisement
~ Masalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bandung
Pro-Kontra: Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bandung
Masalah pengelolaan sampah masih menghantui Bandung. Kali ini, rencana sebuah proyek
WTE (Waste to Energy atau sampah jadi energi) berupa pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah (PLTS) di dekat salah satu lingkungan pemukiman di Gedebage, Bandung
Timur, ditolak oleh warga setempat. Sebuah aliansi, yang mewakili warga pemukiman itu dalam
memerjuangkan sikap tersebut, dibentuk. Unjuk rasa digelar. Upaya hukum pun disiapkan. Kepada KCM, Muhammad Tabroni SH, Koordinator Umum Aliansi Rakyat Tolak Pemaksaan
Pabrik Sampah di Permukiman, mengatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung,
melalui Perusahaan Daerah (PD) Kebesihan, bekerja sama dengan PLN dan PT Bandung
Raya Indah Lestari (BRIL) akan membangun PLTS di dekat perumahan Griya Cempaka Arum,
Kelurahan Mekarmulya, Kecamatan Rancasari, serta pemukiman lain di dekat perumahan
tersebut, yaitu di wilayah Babakan dan wilayah Cipanileman, Kabupaten Bandung. Perumahan
Griya Cempaka Arum terdiri dari tiga RW dan dihuni oleh 1.000 KK, sementara pemukiman lain
di dekatnya juga terdiri dari tiga RW dan berpenduduk 1.000 KK.
Warga di sana, yang mewakilkan kepentingan mereka kepada aliansi tersebut, menolak
rencana itu. "Dari semua KK di Griya Cempaka Arum, cuma lima KK yang abstain," ungkap
Tabroni. "September 2006, kami tahu dari media massa tentang adanya rencana itu.
Mula-mula, kami kira itu enggak serius. Tapi, dari media massa juga kami tahu, 7 Februari lalu di Kampus ITB, pihak ITB memaparkan studi kelayakan untuk proyek itu," katanya. "Kami tidak
pernah diberitahu secara langsung tentang rencana itu. Tak ada sosialisasi tentang rencana itu
kepada kami. Desember 2006 pihak Pemkot pernah datang, tapi hanya bertemu dengan
segelintir orang, para pengurus RT/RW, dan itu cuma silaturahmi," lanjutnya. "Kesan kami,
mereka akan membangun PLTS diam-diam, mirip kasus (Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu) Bojong, Bogor," imbuhnya.
Dalam unjuk rasa yang diadakan di Griya Cempaka Arum oleh aliansi itu dan warga perumahan
tersebut, Minggu (25/2), aliansi itu membuat deklarasi mengenai penolakan, alasan penolakan,
dan jalan hukum yang akan ditempuh apabila penolakan warga tidak diindahkan.
Menurut aliansi tersebut, ada enam hal pokok yang mendasari penolakan mereka. Pertama,
untuk mendapatkan energi listrik yang besar, dibutuhkan sampah dalam jumlah besar, yang
mengakibatkan diperlukannya beaya tinggi untuk penyediaan sampah itu atau untuk mengganti
kekurangan sampah itu dengan energi lain; Kedua, proyek tersebut bukan proyek yang
mendatangkan untung, sehingga membutuhkan subsidi dari uang rakyat; Ketiga, pemukiman
sudah ada lebih dulu dan didirikan di wilayah dengan peruntukan pemukiman.
1/4
~ Masalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bandung
Keempat, proyek itu akan mencemari lingkungan hidup dan mendatangkan penyakit; Kelima,
selama ini belum ada proyek sejenis di Indonesia yang terwujud, yaitu di Bali, Medan, dan
Surabaya, selain di tengah kondisi sebagaian besar warga Indonesia masih hidup susah;
Keenam, proyek itu akan memicu orang-orang untuk memerbesar produksi sampah,
bertentangan dengan semangat memerkecil sampah dewasa ini.
Namun, tekan Tabroni, para warga sebetulnya tak menolak PLTS asalkan dibangun di tempat
yang jauh dari pemukiman dan tidak dengan memaksa para warga. "Pemaksaan dan
pemukiman menjadi kata-kata kunci," ujarnya.
***
Dalam unjuk rasa tersebut, secara resmi Aliansi Rakyat Tolak Pemaksaan Pabrik Sampah di
Permukiman juga memberi kuasa kepada Komite Advokasi Lingkungan Hidup dan Hak-hak
Sipil (KOALISI), yang berkantor di Bandung, untuk melakukan upaya hukum apabila penolakan
warga tidak digubris. "Proses hukum secara formal akan dimulai kalau Wali Kota Bandung
mengeluarkan SK yang mengizinkan pembangunan PLTS itu. Sampai sekarang SK itu belum
ada. Tapi, Wali Kota sudah mengeluarkan statement mengenai rencana pembangunan PLTS
itu yang dipublikasi lewat media," terang IE Yogaswara SH, Ketua KOALISI, kepada
KCM
.
Yogaswara, yang memimpin sembilan advokat lain dari Bandung dalam komite tersebut,
menyoroti, antara lain, rencana pembangunan PLTS tersebut tak disosialisasi, apalagi
melibatkan warga bersangkutan. "Padahal, menurut Undang-undang Lingkungan Hidup,
masyarakat berhak atas lingkungan hidup sehat dan berperan serta dari perencanaan sampai
pelaksanaan," paparnya. "Para warga menolak pembangunan PLTS di lingkungan pemukiman
karena khawatir lokasi itu akan jadi TPA sampah dari Kota Bandung, bahkan ditambah dengan
sampah dari Kabupaten Bandung, dalam rangka memenuhi kebutuhan sampah dalam jumlah
besar untuk PLTS," tambahnya. Sorotnya pula, tak ada lelang dalam kerja sama antara PD kebersihan dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur itu. PD Kebersihan menunjuk langsung PT BRIL. "Hal itu tidak
sesuai dengan PP (Peraturan Presiden) Nomor 67 Tahun 2005, yang menyebut bahwa dalam
kerja sama seperti itu harus ada lelang," sambungnya. 2/4
~ Masalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bandung
Dalam melakukan upaya hukum, sambung Yogaswara, pihaknya akan meminta bantuan
kepada KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), melalui Lembaga Jasa Pelayanan Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup (LPJP2SLH), agar KLH dapat memfasilitasi mediasi antara kami
dengan Pemkot, PD Kebersihan, dalam konteks kebijakan. "Tapi, kalau mediasi itu tidak
menghasilkan kesepakatan, kami akan mengajukan banding administrasi kepada Gubernur
Jawa Barat. Selanjutnya, kalau Gubernur menolak banding administratif itu, kami akan
mengajukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," tekannya. ***
Sementara itu, di bagian luar, dekat gerbang masuk dan keluar Griya Cempaka Arum, digelar
unjuk rasa tandingan oleh GEMPUR (Gerakan Pemuda Putra Daerah) yang menyatakan juga
menggandeng para warga Kecamatan Rancasari. Berseberangan dengan Aliansi Rakyat Tolak Pemaksaan Pabrik Sampah di Permukiman,
GEMPUR mendukung rencana pembangunan PLTS tersebut. GEMPUR melihat, PLTS dan
Sarana Olah Raga, yang menurut mereka juga akan dibangun di lingkungan pemukiman di
sana, akan melahirkan lapangan pekerjaan bagi mereka. Mereka mengaku saat ini mereka
pengangguran.
Selain itu, mereka berkeyakinan bahwa teknologi zaman sekarang yang digunakan dapat
diandalkan untuk mengubah sampah menjadi energi listrik dan tak akan sampai menjadikan
sampah menggunung, terbiarkan berlama-lama, dan menebar bau tidak sedap. Mereka juga
menginginkan aliansi itu kelak menghormati apapun hasil analisa dampak lingkungan yang
dibikin oleh ITB untuk proyek tersebut--layak atau tak layak.
Pernyataan tertulis mengenai sikap mendukung itu mereka bagi-bagikan dalam unjuk rasa
tersebut. Di tempat unjuk rasa itu didirikan pula panggung sederhana untuk hiburan dangdut.
Terhitung, jumlah pengunjuk rasa yang mendukung hanya puluhan orang, jauh lebih sedikit dari
jumlah pengunjuk rasa yang menolak, yaitu sekitar 500 orang. Penulis: Ati
BANDUNG, KCM -
3/4
~ Masalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bandung
4/4
Download