1 PERILAKU BERISIKO IINFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA IBU

advertisement
PERILAKU BERISIKO IINFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA IBU RUMAH
TANGGA DI DAERAH BERBASIS AGAMIS
Nurtika Indahyani
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro
Kampus Undip Tembalang Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang
Selatan
E_mail : [email protected]
ABSTRAK
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak ( DKK )
jumlah pasien IMS yang ditemukan pada tahun 2014 adalah 537 dan pada tahun
2015 mengalami peningkatan yaitu 559. Total kasus IMS pada Ibu rumah tangga
pada tahun 2014 sebesar 112 sedangkan tahun 2015 yaitu 295 juga mengalami
peningkatan. Kejadian IMS yang dulunya terjadi hanya pada kelompok kunci
atau pada wanita pekerja seksual komersil, pada saat ini mulai merambah pada
kelompok-kelompok risiko rendah, seperti pada ibu rumah tangga. Tujuan
penelitian ini adalah Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku berisiko IMS pada Ibu rumah tangga di Kecamatan Karangawen
Kabupaten Demak.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah
ibu rumah tangga yang ada di Kecamatan Karangawen yang telah memenuhi
kriteria inklusi yaitu sebesar 1.6696 orang. Kemudian dengan menggunakan
rumus, didapatkan sampel sebesar 107. Setelah itu dilakukan penghitungan
proporsi setiap RW. Pengambilan sampel dilakukan secara random.
Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Agustus-September 2016 dengan
wawancara langsung menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji
chi-square dan Regresi Logistik.
Hasil penelitian pada 107 sampel didapatkan bahwa responden yang
mempunyai perilaku berisiko IMS sebesar (16,8%). Hasil uji statistik
menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 95% diperoleh terdapat
hubungan yang signifikan antara umur responden (p=0,000), status pekerjaan
responden (p=0,000), pertama kali responden melakukan hubungan seksual
(p=0,000), riwayat IMS responden (p=0,010), dukungan petugas kesehatan
(p=0,000), jenis pekerjaan suami (p=0,047), pertama kali suami melakukan
hubungan seksual (p=0,000), dengan perilaku berisiko IMS. Analisis multivariat
yang diterapkan adalah analisis regresi logistik untuk menguji variabel yang
secara multivariat mempunyai pengaruh paling besar terhadap variabel terikat.
Hasil analisis dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang
berhubungan kuat dengan perilaku berisiko IMS adalah riwayat IMS (p=0,011
Exp(B)=5,569) jenis pekerjaan responden (p=0,040 Exp(B)=4,421) dan
dukungan petugas kesehatan (p=0,028 Exp(B)=0,221).
Saran yang dapat direkomendasikan yaitu perlu adanya peningkatan
pengetahuan IMS terutama gejala dan bahaya IMS yaitu melalui media seperti
internet, pelatihan bidan/petugas kesehatan lainnya, bagi peneliti diharapkan
untuk dapat melakukan penelitian yang lebih besar ruang lingkupnya.
Kata kunci : Perilaku Berisiko, Ibu Rumah Tangga, IMS
1
ABSTRACT
FACTORS CORRELATES WITH RISK BEHAVIOR OF STIs IN HOUSEWIVE
KARANGAWEN, DEMAK
Based on data from Demak District Health Office (DKK) the number of
STI patients were discovered in 2014 was 537 and in 2015 has risen 559. Total
cases of STIs in Housewives in 2014 amounted to 112 while the 2015 is also
increased was 295. The incidence of STIs that were once occurred only in the
group key or female commercial sexual workers, at this time began to explore the
low-risk groups, such as housewives. The purpose of this study was to analyze
the factors associated with risk behaviors of STI in housewife in District
Karangawen Demak.
The research method is quantitative, using cross sectional approach.
The population in this study is a housewife in Sub Karangawen who have met the
criteria for inclusion in the amount of 1.6696 people. Then, using the formula,
obtained a sample of 107. Once that was done counting the proportion of each
RW. Sampling was done randomly. The data collection was conducted from
August to September 2016 by direct interview using a questionnaire. Data
analysis using chi-square test and logistic regression.
The results of the study on 107 samples found that respondents who
have STI risk behavior of (16.8%). Statistical test results using the chi square with
a significance level of 95% was obtained a significant correlates between the
respondent's age (p = 0.000) and employment status of the respondents (p =
0.000), the first time the respondent had sexual intercourse (p = 0.000), history of
STIs respondents ( p = 0.010), the support of health workers (p = 0.000), type of
husband work (p = 0.047), first husband had sexual intercourse (p = 0.000), with
the STI risk behaviors. Multivariate analysis was applied logistic regression
analysis to test the multivariate variables that have the most impact on the
dependent variable. The results of the analysis with logistic regression test
showed that the variables are strongly associated with risky behaviors STIs is a
history of STIs (p = 0.011 Exp(B)=5,569) the respondents work (p = 0.040
Exp(B)=4,421) and the support of health workers (p = 0.028 Exp(B)=0,221).
Suggestions that can be recommended is a need to increase
knowledge of STI, especially the symptoms and dangers of STIs with internet
method , training of midwives / other health workers, the researchers expected to
be able to do a larger study scope.
Key words : Risk Behavior, Housewive, STIs
2
PENDAHULUAN
Infeksi Menular Seksual (IMS) atau
biasa disebut penyakit kelamin
adalah penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual.
Meskipun infeksi menular
seksual (IMS) terutama
ditularkan melalui hubungan
seksual, namun penularan dapat
juga terjadi dari ibu kepada janin
dalam kandungan atau saat
kelahiran, melalui produk darah
atau transfer jaringan yang telah
tercemar, kadang-kadang dapat
ditularkan melalui alat
kesehatan.(1) IMS meliputi
Syphilis, Gonorhoe, Bubo,
Jengger ayam, Herpes, Hepatitis
B, Hepatitis C, HIV/AIDS,
Kandidiasis dan Trichomonas
vaginalis.(1)1. Pribakti.
Epidemiologi Penyakit Menular
Seksual (PMS). Jakarta Balai
Penerbit FKUI. 2008;
2.
(WHO) WHO. Sexually
Transmitted Infections: Briefing
Kit For Teachers. Geneva WHO.
2001;
3.
DKK D. Laporan Kasus
HIV/AIDS Kabupaten Demak.
Dinas Kesehat Kabupaten
Demak. 2015;
4.
UNAIDS. UNAIDS report on the
global AIDS epidemic. Glob Rep.
2013;
5.
I G Wiswasa A. Pengetahuan,
Sikap Ibu Rumah Tangga
Mengenai Infeksi Menular
Seksual Termasuk HIV/AIDS
Serta Perilaku Pencegahannya
Di Kelurahan Sanur, Kecamatan
Denpasar Selatan, Kota
Denpasar Tahun 2013. Diakses
melalui : ojs.unud.ac.id. 2016;
6.
Mustofa. Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Seks
Pranikah Mahasiswa di
Pekalongan Tahun 2009. J 2010.
7.
Sen G dan OP. Unequal, Ufair,
Ineffective and Ineffcient Gender
Inequity in Health : Why it Exists
and how we can change it. Final
8.
9.
10.
11.
report. world Heal Organ Soc
Determ Heal. 2007;
Gani Y. Hubungan Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku Terhadap
Kejadian IMS Pada Ibu Rumah
Tangga di Kota Bukittinggi
Provinsi Sumatera Barat Pada
Tahun 2013. Kebidanan
Komunitas, FKM UI. 2013;
Dunkle K., Jewkes, R., Brown,
H., McIntyre, J., Gray, G., Harlow
S. -Based Violence and HIV
Infection among Pregnant
Women in Soweto.Australian
Agency for International
Development. (serial online),
Available from URL
http//www.mrc.ac.za/gender/wom
en.pdf. 2013;
Wardlow Cao 2009;Irene.
Perilaku seks berisiko penularan
HIV pada populasi kunci di Jawa
Barat. Departmen Psikiatri, Fak
Kedokteran, Univ Padjajaran /
Rumah Sakit Hasan
Sadikin,Bandung, Indones. 2007;
Bloom B. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Bab V, Pendidikan
dan Prilaku. Halaman 126-127.
2003.
Infeksi Menular Seksual (IMS)
merupakan salah satu dari sepuluh
penyebab pertama penyakit yang tidak
menyenangkan pada dewasa muda
laki- laki dan penyebab kedua terbesar
pada dewasa muda perempuan di
negara berkembang.(1)
IMS dan HIV mempunyai
hubungan yang erat dalam penyebaran
dan penularan, dan telah dibuktikan
kalau keberadaan IMS meningkatkan
risiko
penyebaran
HIV
melalui
hubungan seksual, yang sering disebut
IMS adalah pintu masuk HIV. Menurut
Komisi
Penanggulangan
AIDS
Indonesia adalah 2-10 kali lipat.(2)
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Demak ( DKK )
jumlah pasien IMS yang ditemukan
3
pada tahun 2014 adalah 537 dan pada
tahun 2015 mengalami peningkatan
yaitu 559.(3)
Kasus IMS pada Ibu rumah
tangga
tertinggi
di
Kecamatan
Karangawen Sebesar 173 orang,
disusul Kecamatan Guntur 111 orang,
Mranggen 7 orang, Sayung 2 orang,
Kebon Agung 2 orang. Di Jawa Tengah
kasus HIV di Kabupaten Demak
menduduki peringkat ke-8 tahun 2014
kemudian naik menjadi peringkat ke-5
tahun 2015.(3)
Peningkatan
pada
wanita
Umur
Frekuensi Persentase
responden
(f)
(%)
≤35
61
57,0
>35
46
43,0
Jumlah
107
100,0
meningkat tajam melebihi kasus pada
laki laki. Hal yang menunjukkan
tingginya kasus IMS adalah jumlah
kasus HIV/AIDS yang berkembang di
masyarakat yang disebabkan oleh
penularan secara hubungan seksual.
Kejadian IMS yang dulunya terjadi
hanya pada kelompok kunci atau pada
wanita pekerja seksual komersil, pada
saat ini mulai merambah pada
Umur
Frekuensi Persentase
respon
(f)
(%)
den
PNS dan
Pegawai
swasta
20
28,0
Wiraswa
sta
77
72,0
Jumlah
107
100,0
kelompok-kelompok
risiko
rendah,
seperti pada ibu rumah tangga.(4)
Dari
gambaran
di
atas
sosialisasi dan perlindungan terhadap
kelompok populasi yang ada di daerah
Demak sangatlah penting. Namun,
perhatian terhadap kelompok ibu rumah
tangga dan istri yang memiliki perilaku
berisiko rendah masih sangat kurang.i
Selama ini sebagian besar kegiatan
promosi kesehatan banyak berfokus
pada pelakseks bebas dan pengguna
narkotika
suntikDengan
demikian,
tingkat
kewaspadaakelompok
pasangan tetap masih sangat rendah.
(5)
METODE
Jenis penelitian ini adalah
descriptive
corelational
dengan
menggunakan
pendekatan
cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah Ibu Rumah Tangga di
Kecamatan Karangawen Kbupaten
Demak yang berumur 15-49 tahun yaitu
sejumlah 16.696. Teknik pengambilan
sampel
dengan
simple
random
sampling.
Setelah
dilakukan
perhitungan,
didapatkan
sampel
sejumlah 107. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Agustus-September 2016.
Pengumpulan
data
menggunakan
kuesioner.
HASIL
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur
Responden
Dari tabel 1 Diketahui bahwa
sebagian besar umur responden yaitu
berada pada umur ≤ 35 tahun dengan
persentase sebesar 57%.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis
pekerjaan Responden
Dari tabel 2 Diketahui bahwa
sebagian
besar
jenis
pekerjaan
responden yaitu wiraswasta dengan
persentase sebesar 72%.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Hubungan
Seksual Pertama Responden
Pertama
kali
melakukan
Frekuensi Persentase
(f)
(%)
4
HUS
Sebelum
11
10,3
menikah
Setelah
96
89,7
menikah
Jumlah
107
100,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa
paling
banyak
responden
yang
melakukan hubungan seksual pertama
kali
setelah
menikah
dengan
persentase sebesar (89%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Riwayat
IMS Responden
Riwayat
IMS
responde
n
Pernah
Tidak
pernah
Jumlah
Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
30
28,0
77
72,0
107
100,0
Tabel 4 menunjukkan bahwa
sebagian besar responden yang tidak
pernah
mengalami
IMS
dengan
persentase (72%).
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tingkat
Pengetahuan Responden
Pengetahuan
IMS
Rendah
Tinggi
Jumlah
Frekuensi
(f)
55
52
107
Persentase
(%)
51,4
48,6
100,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan rendah lebih
banyak yaitu sebesar (51,4%).
HASIL
Hubungan Umur dengan Perilaku
berisiko
Tabel 6 Hubungan
Perilaku Berisiko
Umur
≤ 35
Umur
Perilaku Seksual
Berisiko
Tidak
berisiko
N
%
N
%
18 29,5 43 70,5
dengan
Jumlah
n
61
>35
0
0
46 100 46
100
Nilai p = 0,000 OR:0,705(CI 0,599-0,829)
Tabel 6 menunjukkan bahwa
perilaku berisiko lebih banyak dilakukan
oleh responden yang berumur ≤ 35
tahun (29,5%) dibandingkan dengan
responden yang berumur > 35 tahun
(0,0%). Hasil uji statistik menggunakan
chi square dengan taraf signifikansi
95% diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05)
sehingga
secara
statistik
dapat
dinyatakan ada hubungan antara umur
responden dengan perilaku berisiko
IMS.
Hubungan
Jenis
Pekerjaan
responden dengan perilaku berisiko
IMS
Tabel 7 Hubungan Status Pekerjaan
responden dengan perilaku berisiko
IMS
Pekerja
an
Perilaku Seksual
Berisiko
Tidak
berisiko
N
%
N
%
12 40,0 18 60,0
PNS
dan
Pegaw
ai
Swasta
Wirasw 6
asta
Nilai p = 0,000
7,8
71
92,2
Jumlah
N
30
%
100
77
100
OR:7,889 CI (2,60523,892)
Tabel 7 menunjukkan bahwa
perilaku berisiko lebih banyak dilakukan
oleh responden yang bekerja sebagai
PNS dan Pegawai Swasta (40%)
dibandingkan dengan responden yang
bekerja sebagai Wiraswasta (7,8%).
Hasil uji statistik menggunakan chi
square dengan taraf signifikansi 95%
diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05)
sehingga
secara
statistik
dapat
dinyatakan ada hubungan antara status
pekerjaan responden dengan perilaku
berisiko IMS.
Hubungan Pertama kali melakukan
hubungan seksual dengan perilaku
berisiko IMS
%
100
5
Tabel 8 Hubungan Pertama kali
melakukan hubungan seksual dengan
perilaku berisiko IMS
Hubung
an
seksual
Sebelu
m
menika
h
Setelah
menika
h
Perilaku Seksual
Berisiko
Tidak
berisiko
n
%
N
%
11 100,0 0
0
N
11
%
100
7
96
100
7,3
89
92,7
sehingga secara statistik dapat
dinyatakan ada hubungan antara
riwayat IMS dengan perilaku berisiko
IMS.
Jumlah
Nilai p = 0,000 OR:13,714
CI(6,72027,986)
Hubungan Pengetahuan IMS dengan
perilaku berisiko IMS
Tabel 8 menunjukkan bahwa
perilaku berisiko lebih banyak dilakukan
oleh responden yang melakukan
hubungan
seksualnya
sebelum
menikah
(100,0%)
dibandingkan
responden yang melakukan hubungan
seksualnya setelah menikah (7,3%).
Hasil uji statistik menggunakan chi
square dengan taraf signifikansi 95%
diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05)
sehingga
secara
statistik
dapat
dinyatakan ada hubungan antara kapan
pertama kali melakukan hubungan
seksual dengan perilaku berisiko IMS.
Tabel 10 Hubungan Pengetahuan IMS
dengan perilaku berisiko IMS
Hubungan Riwayat IMS responden
dengan perilaku berisiko IMS
Tabel 9 Hubungan Riwayat IMS
responden dengan perilaku berisiko
IMS
Riwayat
IMS
Perilaku Seksual
Berisiko
Tidak
berisiko
n
%
N
%
10
33,3 20
66,7
8
10,4 69
89,6
Pernah
Tidak
Pernah
Nilai p = 0,010
Perilaku Seksual
Jumlah
Berisiko
Tidak
berisiko
N
%
N
%
N
%
Rendah
8
14,5 47 85,5 55 100
Tinggi
10 19,2 42 80,8 52 100
Nilai p=0,697
OR:0,715 CI (0,258-1,980)
Pengetah
uan IMS
Tabel 10 menunjukkan bahwa
perilaku berisiko lebih banyak dilakukan
oleh responden yang mempunyai
pengetahuan
tinggi
(19,2%)
dibandingkan dengan responden yang
mempunyai
pengetahuan
rendah
(14,5%).
Hasil
uji
statistik
menggunakan chi square dengan taraf
signifikansi 95% diperoleh nilai p=0,697
(p>0,05) sehingga secara statistik
dapat dinyatakan tidak ada hubungan
antara pengetahuan IMS dengan
perilaku berisiko IMS.
Jumlah
N
30
77
%
100
100
OR:4,312CI (1,502-12,380)
Tabel 9 menunjukkan bahwa
perilaku
berisiko
lebih
banyak
dilakukan oleh responden yang
pernah mengalami IMS (33,3%),
dibandingkan dengan responden yang
tidak pernah mengalami IMS (10,4%).
Hasil uji statistik menggunakan chi
square dengan taraf signifikansi 95%
diperoleh nilai p=0,010 (p<0,05)
PEMBAHASAN
1. Gambaran
Berisiko
Perilaku
Seksual
Berdasarkan
hasil
penelitian menunjukkan bahwa
responden yang tidak mempunyai
perilaku berisiko IMS yaitu sebesar
(83,2%) sedangkan responden
yang mempunyai perilaku berisiko
IMS yaitu sebesar (16,8%).
6
Perilaku berisiko dalam
penelitian ini adalah kegiatan yang
meningkatkan risiko penularan IMS
seperti berganti-ganti pasangan
seksual
tanpa
menggunakan
kondom.
Perilaku seksual bergantiganti
pasangan
tersebut
diperparah
dengan
tingkat
penggunaan kondom yang rendah.
Kondom yang terbuat dari bahan
lateks berfungsi untuk mencegah
terjadinya
pertukaran
cairan
kelamin saat berhubungan seksual,
sehingga
dapat
mencegah
terjadinya penularan IMS dan HIV.
Namun,
penggunaan
kondom
sering
dianggap
mengurangi
kenikmatan saat berhubungan
seksual. Perilaku berisiko dari
perempuan maupun pasangannya
(laki-laki)
dapat
meningkatkan
kerentanan
perempuan
untuk
mengalami IMS dan atau HIV,
perempuan lebih rentan tertular
IMS dan HIV dua kali dari
pasangan laki-laki yang terinfeksi
apabila
tanpa
penggunaan
kondom.(6)
2. Hubungan umur dengan perilaku
berisiko IMS
Umur
adalah
lamanya
hidup yang dilalui terhitung mulai
saat
dilahirkan sampai saat
dilakukan penelitian.
Berdasarkan
hasil
penelitian
terdapat
hubungan
antara umur dengan perilaku
seksual berisiko. Hasil studi pada
mahasiswa di Peklaongan, yakni
terdapat hubungan yang signifikan
antara umur dengan perilaku
seksual.(7)
Umur
juga
dapat
menggambarkan
keadaan
seseoarang. Peningkatan umur
dapat mempengaruhi pola pikir dan
perilaku seseorang. Hal tersebut
juga
dapat
mempengaruhi
bagaimana sikap dan pengambilan
keputusan dalam menghadapi
situasi tertentu, begitu juga dalam
hal perilaku seksual. Usia produktif
akan cenderung lebih aktif secara
seksual.
3. Hubungan
Jenis
Pekerjaan
Responden dengan Perilaku
berisiko IMS
Berdasarkan hasil penelitian
bahwa ada hubungan antara jenis
pekerjaan dengan perilaku berisiko
IMS.
Menurut Kresno (2000 )
dalam Gani (2013) mengatakan
pekerjaan merupakan salah satu
aspek sosial yang menentukan
pola
penyakit
yang
akan
dideritanya yang disebabkan oleh
pekerjaannya.(8)
Dunkle, et al. (2003) juga
menyatakan bahwa wanita dengan
pekerjaan yang mapan cenderung
memiliki risiko terinfeksi IMS dan
HIV. Pada wanita-wanita dengan
posisi pekerjaan yang
baik,
seringkali kekurangan waktu untuk
membina rumah tangga. Namun
sebagai
perempuan dewasa,
mereka tidak dapat lepas dari
aktivitas seksual. Aktivitas seksual
yang mereka kerjakan ada yang
didasarkan pada imbalan uang
atau barang. Dan ada juga yang
didasarkan hubungan
sesaat
tanpa ikatan. Muaranya adalah
terkondisikan suatu kebiasaan
hubungan seksual multipartner,
yang tanpa disadari meningkatkan
risiko terinfeksi IMS dan HIV.
4. Hubungan Kapan Pertama kali
responden melakukan hubungan
seksual dengan perilaku berisiko
IMS
Bahwa risiko wanita yang
melakukan hubungan seksual di
umur sebelum 20 tahun 2,2 kali.
Penelitian dan pendapat yang
memperkuat
pernyataan
Kementerian Kesehatan tentang
faktor risiko IMS dalam Pedoman
Penatalaksanaan
IMS
adalah
7
Kemenkes, 2010 dan Cao, 2009
dalam Gani, 2013., perempuan
yang
melakukan
perkawinan
dibawah 20 tahun masih tinggi,
yaitu pada umur 10-14 tahun
(4,8%), umur 15-19 tahun (41,9%).
Berbeda dengan Jendri, 2008
melihat tidak ada hubungan
kejadian
IMS
dengan
umur
pertama kali melakukan hubungan
seksual p value=0,587. Kerentanan
pada wanita yang melakukan
hubungan seksual pada umur
remaja diseabkan oleh anatomis
wanita
yang
secara
normal
berbentuk silindris tumbuh meluas
dari kanalis serviks bagian dalam
sampai pertemuan vagina dan
serviks.
Kondisi
ini
akan
meningkatkan
risiko
terhadap
bakteri yang menyebabkan infeksi
pada wanita dewasa muda yang
seksual aktif. Ditambah dengan
adanya
cairan
mukos
yang
diproduksi oleh serviks dan belum
adanya imunitas humoral sampai
dimulainya fase ovulasi.(6)
Terdapat
jawaban
responden
yang
menyatakan
pertama kali melakukan hubungan
seksual saat berumur 16 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa
responden
telah
melakukan
perilaku seksual berisiko sejak usia
remaja.
Setelah
menikah
responden juga tetap melakukan
perilaku berisiko karena sudah
menjadi kebiasaan.(9)
5. Hubungan Riwayat IMS dengan
perilaku berisiko IMS
Responden
yang
melakukan
hubungan
seksual
dengan pasangan terinfeksi, dan
atau pernah melakukan hubungan
seksual dengan bukan pasangan
syahnya berpeluang 12 kali
mengalami
keluhan
IMS.
Responden
yang
melakukan
kontak dengan pasangan terinfeksi
saja memiliki peluang 4 kali
dibandingkan
yang
tidak
melakukan. Sementara responden
yang pernah melakukan hubungan
seksual diluar pasangan syahnya
memiliki peluang 3,5 kali. Hal ini
sesuai dengan beberapa pendapat
yang mengatakan bahwa salah
satu faktor risiko pada IMS adalah
memiliki mitra seksual yang
menderita IMS, memiliki pasangan
seksual lebih dari 1.(10)
6. Hubungan Pengetahuan IMS
dengan Perilaku Berisiko IMS
Menurut
Bloom,
1908
dalam Notoadmodjo, 2008 (dalam
Mutia, 2008) pengetahuan itu
mempunyai
enam
tingkatan.
Responden
yang
memiliki
informasi cukup tetapi perilakunya
justru
berisiko
kemungkinan
dikarenakan tingkat pengetahuan
yang dimilikinya baru mencapai
tahap tahu (know) yang merupakan
tingkat pengetahuan paling rendah
sehingga
belum
mampu
mendorong responden untuk tidak
melakukan perilaku berisiko IMS
dan HIV/AIDS.(11)
Responden
dengan
pengetahuan baik lebih banyak
berperilaku seksual berisiko IMS
dibandingkan dengan responden
berpengetahuan
kurang
baik.
Idealnya, secara umum semakin
pengetahuan seseorang, maka
semakin
rendah
kecenderungannya
untuk
berperilaku berisiko. Pernyataan
tersebut didukung oleh hasil
penelitian
yang
membuktikan
bahwa
responden
dengan
pengetahuan rendah 3,16 kali lebih
berpeluang melakukan perilaku
seksual berisiko dibandingkan
responden dengan pengetahuan
tinggi (Andriani, 2013). Namun hal
bertolak belakang dengan hasil
penelitian.
Asumsinya
karena
mereka yang berpengetahuan baik
dianggap paham akan risiko dan
8
dampak yang akan timbul dari
perilaku yang mereka miliki.
Namun
pada
kenyataannya,
perilaku tidak hanya dipengaruhi
oleh pengetahuan saja, melainkan
ada banyak hal lain yang tidak
hanya berasal dari dalam diri
individu tetapi juga dari luar
misalnya pengaruh lingkungan
sosial dan paparan informasi.
Selain
itu,
kemungkinan
pengetahuan yang dimiliki baru
mencapai tingkat know (tahu).
Tahu diartikan hanya sebagai
recall memori yang telah ada
sebelumnya. Tahap selanjutnya
adalah
comprehension
(memahami)
yaitu
memahami
suatu objek bukan sekedar tahu
terhadap objek tersebut tetapi
harus dapat menginterpretasikan
secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.
Rendahnya
tingkat
pengetahuan
responden
kemungkinan disebabkan masih
banyak mereka yang belum
terpapar dengan informasi tentang
IMS dan HIV/AIDS dan tingkat
pengetahuan masih pada tahap
memahami belum melalui tahap
aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
disimpulkan bahwa :
berumur ≤ 35 tahun (29,5%)
dibandingkan
dengan
responden yang berumur > 35
tahun
(0,0%)
dengan
(p=0,000)
b. Jenis pekerjaan responden
bahwa perilaku berisiko lebih
banyak
dilakukan
oleh
responden
yang
bekerja
sebagai PNS dan Pegawai
Swasta (40%) dibandingkan
dengan
responden
yang
bekerja sebagai Wiraswasta
(7,8%) dengan (p=0,000)
c. Waktu pertama kali responden
melakukan hubungan seksual
bahwa perilaku berisiko lebih
banyak
dilakukan
oleh
responden yang melakukan
hubungan seksualnya sebelum
menikah
(100,0%)
dibandingkan responden yang
melakukan
hubungan
seksualnya setelah menikah
(7,3%) dengan (p=0,000)
d. Riwayat IMS responden bahwa
perilaku berisiko lebih banyak
dilakukan oleh responden yang
pernah
mengalami
IMS
(33,3%), dibandingkan dengan
responden yang tidak pernah
mengalami
IMS
(10,4%)
dengan (p=0,010)
dapat
1. Perilaku Ibu Rumah Tangga yang
berisiko yaitu responden yang
berhubungan
seksual
selain
dengan suami dan tidak selalu
menggunakan
kondom
yaitu
sebesar (16,8%).
2. Beberapa faktor yang memiliki
hubungan yang signifikan secara
statistik terhadap perilaku berisiko
IMS adalah :
a. Umur
responden
bahwa
perilaku berisiko lebih banyak
dilakukan oleh responden yang
Berdasarkan
kesimpulan
penelitian dapat diberikan
sebagai berikut :
hasil
saran
1. Diperlukan adanya
pemberian
informasi mengenai IMS terutama
pengetahuan mengenai gejala
IMS,
bahaya
IMS
serta
pencegahannya.
Pemberian
informasi dilakukan melalui media
internet. Misalnya melalui media
sosial seperti facebook, fanspage,
grup di facebook, dan lain
sebagainya.
Dengan
metode
tersebut
diharapkan
dapat
menjangkau masyarakat lebih luas.
9
Sehingga dapat meningkatkan
pemahaman mereka mengenai
IMS.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Demak dan stakeholder agar
meningkatkan pemberian informasi
dan
sosialisasi tentang IMS
terutama
informasi
mengenai
perilaku berisiko IMS kepada
masyarakat secara umum maupun
secara khusus yaitu Ibu Rumah
Tangga.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Demak dan stakeholder agar
melakukan pelatihan kepada bidan
atau petugas kesehatan lainnya
tentang IMS untuk meningkatkan
soft skill, untuk selanjutnya bidan
yang
sudah
dilatih
dapat
memberikan sosialisasi mengenai
IMS kepada ibu rumah tangga,
misalnya membentuk kelompok
khusus, atau pemberian informasi
melalui pertemuan rutin PKK dan
kegiatan tersebut perlu dilakukan
secara rutin.
4. Bagi peneliti selanjutnya untuk
dapat melakukan penelitian yang
lebih besar ruang lingkupnya serta
melakukan perbandingan terhadap
daerah lainnya yang ada di
Propinsi Jawa Tengah.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
Pribakti. Epidemiologi Penyakit
Menular Seksual (PMS). Jakarta
Balai Penerbit FKUI. 2008;
WHO.
Sexually
Transmitted
Infections: Briefing Kit For
Teachers. Geneva WHO. 2001;
DKK Demak. Laporan Kasus
HIV/AIDS Kabupaten Demak.
Dinas
Kesehat
Kabupaten
Demak. 2015;
UNAIDS. report on the global
AIDS epidemic. Glob Rep. 2013;
I G Wiswasa A. Pengetahuan,
Sikap Ibu Rumah Tangga
Mengenai
Infeksi
Menular
Seksual Termasuk HIV/AIDS
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Serta Perilaku Pencegahannya
Di Kelurahan Sanur, Kecamatan
Denpasar
Selatan,
Kota
Denpasar Tahun 2013. Diakses
melalui : ojs.unud.ac.id. 2016;
Mustofa.
Faktor
yang
Mempengaruhi Perilaku Seks
Pranikah
Mahasiswa
di
Pekalongan Tahun 2009. Jurnal
2010.
Sen G dan OP. Unequal, Ufair,
Ineffective and Ineffcient Gender
Inequity in Health : Why it Exists
and how we can change it. Final
report. world Health Organization
Social Determinant Health. 2007;
Gani Y. Hubungan Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku Terhadap
Kejadian IMS Pada Ibu Rumah
Tangga di Kota Bukittinggi
Provinsi Sumatera Barat Pada
Tahun
2013.
Kebidanan
Komunitas, FKM UI. 2013;
Dunkle K., Jewkes, R., Brown,
H., McIntyre, J., Gray, G., Harlow
S. -Based Violence and HIV
Infection
among
Pregnant
Women in Soweto.Australian
Agency
for
International
Development. (serial online),
Available
from
URL
http//www.mrc.ac.za/gender/wom
en.pdf. 2013;
Wardlow
Cao
2009;Irene.
Perilaku seks berisiko penularan
HIV pada populasi kunci di Jawa
Barat. Departmen Psikiatri, Fak
Kedokteran, Univ Padjajaran /
Rumah
Sakit
Hasan
Sadikin,Bandung, Indones. 2007;
Bloom B. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Bab V, Pendidikan
dan Prilaku. Halaman 126-127.
2003.
10
Download