BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditi ekspor yang penting bagi perekonomian
Indonesia. Budi daya udang khususnya udang windu (Panaeus monodon) di Indonesia
telah dilakukan sejak tahun 70-an, namun pada tahun 1990-an budi daya udang di
Indonesia tidak stabil bahkan mengalami penurunan yang fatal (Muliani et al., 2003).
Pergantian spesies kultur P. monodon dengan P. vanname memberi harapan baru bagi
industri budi daya udang Indonesia, tapi pasang surut kembali terjadi setelah itu
karena munculnya penyakit udang dan penolakan negara tujuan ekspor (Kementrian
Kelautan dan Perikanan 2009).
Kasus penolakan dan penahanan ekspor produk perikanan sering terjadi di
Indonesia. Amerika Serikat yang dikendalikan oleh FDA (Food Drug Administration)
membuka fakta bahwa sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 ditemukan lebih dari 100
kasus penahanan produk udang setiap tahunnya, puncaknya pada tahun 2004
ditemukan sebanyak 442 kasus. Alasan penolakan produk udang tersebut sebagian
besar disebabkan oleh masalah mutu dan keamanan yang dianggap tidak memenuhi
persyaratan internasional seperti masalah sanitasi dan keberadaan bakteri (Rinto,
2010). Pencemaran bakteri pada produk pangan merupakan masalah serius yang harus
ditangani, karena setiap pangan memiliki batas maksimum cemaran mikroba. Standar
Nasional Indonesia (SNI) menetapkan jumlah mikroba yang ada pada ikan termasuk
udang seperti Eschericia coli maksimum 5 x 105 /g, Salmonella sp. negatif/25 g,
Staphylococcus aureus maksimum 1x103/g dan Vibrio sp. negatif/25 g (SNI, 2009).
Penurunan kualitas tambak juga sering terjadi akibat tercemarnya lingkungan
dengan limbah manusia dan akumulasi pakan yang berlebihan yang memberi peluang
besar bagi patogen oportunistik untuk berkembang. Bakteri patogen oportunistik pada
Universitas Sumatera Utara
2
tambak udang ialah bakteri yang secara alamiah bukan berada di perairan tambak,
tetapi masuk ke tambak akibat tercemarnya lingkungan dengan limbah manusia.
Beberapa diantaranya ialah, E. coli, Salmonella, S. aureus, Vibrio dan Pseudomonas
yang diduga dapat membentuk biofilm (Harish et al., 2003). Dewanti &hariyadi
(1997) melaporkan bahwa beberapa bakteri patogen oportunistik seperti E. coli,
Salmonella dapat membentuk biofilm pada permukaan stainless steel.
Penelitian biofilm di bidang industri pangan sudah dimulai sejak 2 dekade
terakhir ini. Sekarang pun riset-riset dibidang tersebut mulai berkembang, hal ini
dikarenakan potensinya yang besar sebagai sumber kontaminan yang berperan
terhadap kerusakan pangan dan penyebaran penyakit. Tahap yang paling berpotensi
dalam mengkontaminasi pangan adalah pada saat sanitasi. Alat-alat sanitasi yang
terkontaminasi oleh mikroba jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan
masalah besar karena mikroba yang ada dapat membentuk biofilm. Donlan (2002)
menyatakan
bahwa
jika
mikroba
dapat
membentuk
biofilm
pada
proses
pertumbuhannya, daya tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim lebih tinggi
jika dibandingkan sel planktonik.
Peningkatan ketahanan biofilm terhadap senyawa desinfektan dan suhu tinggi
terjadi karena adanya mekanisme pertahanan sel biofilm. Adanya senyawa
polisakarida ekstraselular yang dihasilkan biofilm dapat memberikan perlindungan
sehingga biofilm tahan terhadap senyawa kimia dan suhu tinggi. Umur koloni bakteri
biofilm juga merupakan faktor yang menyebabkan berbedanya ketahanan sel biofilm
terhadap senyawa kimia (Yunus, 2000). Semakin lama umur biofilm semakin susah
untuk dikendalikan, sehingga dalam pengendaliannya diperlukan cara khusus seperti
penggunaan klorin dengan konsentrasi tinggi atau panas pada suhu tinggi.
I.2 Permasalahan
Indonesia sering mengalami kasus penolakan dan penahanan ekspor produk
udang. Alasan penolakan tersebut sebagian besar disebabkan oleh masalah penurunan
mutu dan keamanan akibat keberadaan mikroba pada produk udang khususnya bakteri
Universitas Sumatera Utara
3
patogen oportunistik. Kehadiran bakteri patogen oportunistik terjadi akibat akumulasi
limbah pada lingkungan perairan tambak udang. Beberapa bakteri patogen oportunis
tersebut dikhawatirkan dapat membentuk biofilm pada permukaan substrat di perairan
tambak, bagian tubuh udang dan tempat pemerosesan. Jika hal ini terjadi dibutuhkan
usaha yang efektif untuk pengendaliannya.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keberadaan bakteri patogen oportunistik pada beberapa
tambak udang di Medan dan sekitarnya.
2. Untuk mengetahui kemampuan bakteri patogen oportunistik yang diisolasi
dalam membentuk biofilm.
3. Untuk mengetahui efektifitas panas dan klorin dalam pengendalian sel biofilm
bakteri patogen oportunistik dari tambak udang
1.4 Hipotesis
1. Pada tambak udang ditemukan bakteri patogen oportunistik
2. Beberapa jenis bakteri patogen oportunistik dapat membentuk biofilm
3. Panas dan klorin dapat mengendalikan sel biofilm bakteri patogen oportunistik
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai acuan dan informasi mengenai kondisi tambak udang secara
mikrobiologi bagi pihak-pihak terkait baik masyarakat maupun pemerintah
2. Sebagai sumber informasi mengenai pengontrolan bakteri pada saat
penanganan pemerosesan produk udang
3. Sebagai referensi awal untuk penelitian lebih lanjut dalam meningkatkan
kualitas tambak udang di Sumatera Utara khususnya di bidang mikrobiologi
Universitas Sumatera Utara
Download