i EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING

advertisement
i
EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DALAM
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA
(Eksperimen Pada Siswa Agama Buddha
Kelas IV di Sekolah Dasar Ehipassiko)
ARTIKEL
OLEH
RIKO DEWA
Disusun sebagai Tugas Akhir
Di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang – Banten
Jurusan Dharmacarya
2013
ii
ABSTRACT
Dewa, Riko. 2013. Effektivity Quantum Teaching Learning Method in Improving Student
Motivation in Education Subjects Buddhism (Experiments on Fourth Grade
Buddhism Students in Elementary Ehipassiko School). Thesis Dharmacarya
Majors. High School State Buddhist Sriwijaya Tangerang Banten. Preceptor I Dody
Herwidanto, S.Ag., MA and Preceptor II Waluyo, M.Pd.
Keywords: Quantum Teaching Method, Learning Motivation.
Issues raised in this study is in an elementary school learning system that is
dominated by the application of conventional methods. Learning methods tend to be
monotonous and boring so make students and teachers in the learning process was not
optimal. Lack of motivation to learn in elementary school fourth grade students Ehipassiko
caused by several factors, including the students still often chatting and not paying
attention when the teacher was presenting the material, there are still students who have
learning difficulties, and lack of awareness of the students to be more self-motivated in
learning Buddhism. The purpose of this study was to determine and describe the learning
method Quantum Teaching effectiveness in increasing students' motivation in the fourth
grade subjects in elementary education Ehipassiko Buddhism.
Classroom Action Research (CAR) through a qualitative approach is a procedure
used to achieve the objectives of this research. Data collection using observation,
interviews, and documentation. Data were analyzed with descriptive qualitative techniques.
To test the validity of the data the authors use the technique of triangulation.
Results of this study indicate that the learning method Quantum Teaching can
improve cognitive learning outcomes and student motivation antarsiklus. Score students'
motivation in cycle I, II, and III respectively 27.75; 28.50, and 29.25.
Based on the results of the study authors concluded that Quantum Teaching
learning methods were applied through the steps of learning grafts can improve cognitive
achievement and motivation to learn in elementary school fourth grade students
Ehipassiko against Buddhist Religious Education lessons. Learning process more fun and
interesting. Students were active, confident, enthusiastic, and passionate in Education
learning Buddhism.
Finally, the author suggests that educators can use the learning method Quantum
Teaching is to increase students' motivation in Buddhist Education subjects.
ii
1
I. Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam perkembangan suatu
bangsa. Bangsa yang maju memiliki standar hidup yang relatif tinggi dengan
perkembangan teknologi dan ekonomi yang merata. Kondisi dan perkembangan
pendidikan di Indonesia saat ini masih rendah dan tertinggal bila dibandingkan dengan
negara lain yang ditunjukan melalui data Education For All Global Monitoring Report 2011
yang dikeluarkan UNESCO.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara tidak langsung dapat
mempengaruhi berbagai sisi kehidupan di negeri ini terutama untuk pendidikan agama
Buddha. Dalam salah satu forum diskusi online terdapat fakta yang menunjukan bahwa
Pendidikan Agama Buddha masih rendah. Para orang tua siswa sering mengatakan akan
memindahkan anaknya ke sekolah lain jika nilai agama Buddha yang didapat rendah.
Akhirnya, hasil belajar agama Buddha dibuat tinggi agar siswanya tidak pindah ke sekolah
yang non Buddhis.
Dalam kegiatan belajar tidak semua siswa mampu berkonsentrasi dalam waktu
yang lama. Daya serap siswa dalam memahami materi sangat beragam, ada yang cepat,
sedang, dan lambat. Daya serap siswa disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah
perbedaan gaya belajar atau modalitas yang dimiliki siswa, yaitu; gaya belajar visual,
auditorial, dan kinestetik. Siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih mengandalkan
penglihatannya dalam memahami pelajaran yang disampaikan. Siswa dengan gaya belajar
auditorial lebih mengutamakan pendengarannya daripada penglihatannya. Bagi siswa
yang memiliki gaya belajar kinestetik atau gerak akan lebih mengutamakan pengalaman
atau sentuhan langsung agar dapat menyerap suatu informasi baru.
2
Bervariasinya tipe belajar siswa membuat guru harus cermat dalam mengajar dan
menerapkan metode pembelajaran yang bertolak pada perbedaan karakteristik masingmasing siswa. Peranan guru diharapkan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan
minat belajar siswa. Buddha Gotama dalam Anguttara Nikaya, Pañcaka Nipata (2002: 159)
menjelaskan bahwa dalam mengajarkan Dhamma (ajaran kebenaran) seharusnya
diajarkan dengan cara bertingkat dan sesuai dengan kecenderungan mental para
pendengarnya.
Upaya yang dilakukan agar siswa dapat mempelajari ajaran Buddha adalah
dengan penerapan metode pembelajaran yang efektif. Dari permasalahan tersebut,
penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan menggunakan salah satu metode
yang memungkinkan siswa belajar secara optimal adalah metode pembelajaran Quantum
Teaching. Metode ini merupakan metode belajar aktif dan memberdayakan, menciptakan
kondisi belajar yang efektif dengan cara mengembangkan potensi siswa dan lingkungan
belajar melalui interaksi yang terjadi di sekelilingnya.
Hasil penelitian yang diharapkan dengan mempraktikkan metode pembalajaran
Quantum Teaching adalah meningkatnya motivasi siswa untuk belajar agama Buddha.
Motivasi belajar siswa yang meningkat, akan mempengaruhi hasil belajar siswa dan
memahami materi pelajaran dengan menggunakan gaya belajar masing-masing siswa.
II. Pembahasan
2.1 Pengertian motivasi Belajar
Motivasi memiliki kata dasar motif, yang berarti corak atau alasan seseorang
berbuat sesuatu. Branca yang dikutip oleh Walgito (2002: 220) mengatakan bahwa, motif
berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau to move, dorongan yang
datang dari dalam untuk berbuat itu yang disebut motif. Sejalan dengan pendapat di atas,
3
Sardiman (2001: 71) mendefinisikan bahwa, motif dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam, yang menjadi subjek untuk melakukan aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri
organisme yang mendorong untuk berbuat.
Purwanto (2007: 71) berpendapat bahwa, motivasi adalah suatu usaha yang
disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak untuk bertindak,
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Para pakar motivasi
mendefinisikan motivasi sebagai proses internal yang mengaktifkan, menuntun, dan
mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu (Slavin, 2011: 99).
Dalam bahasa
sederhana motivasi dapat berarti daya penggerak yang menuntun dan mempertahankan
perilaku untuk memperoleh kepuasan dari dorongan yang muncul.
Motivasi adalah motif yang menjadi aktif. Motif adalah kekuatan yang terdapat
dalam diri seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai
tujuan. Dalam hal belajar, guru harus bisa membangkitkan motivasi yang pasif pada diri
siswa sehingga menjadi aktif. Motivasi dapat membantu siswa belajar secara optimal,
sehingga membuat siswa menjadi bersemangat dalam belajar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata belajar berarti berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu. Iskandarwahid & Dadang Sunendar (2008: 5)
mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat
adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan.
Perubahan ini menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengertian belajar
menurut Hilgard & Bower (1975) yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (2007: 84) adalah:
Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat
dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan,
4
atau keadaan-keadaan sesaat seseorang, misalnya kelelahan, pengaruh
obat, dan sebagainya.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu yang membawa perubahan tingkah laku
kearah yang lebih baik.
Belajar merupakan jalan satu-satunya cara untuk meningkatkan pengetahuan
keterampilan dan perilaku yang baik. Dengan belajar dapat membebaskan seseorang dari
kebodohan atau ketidaktahuan. Buddha dalam Dhammapada: 152 menjelaskan pentingnya belajar
dalam kehidupan manusia. Buddha mengatakan bahwa, “Orang yang tidak mau belajar akan
menjadi tua seperti sapi, dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang”. Untuk
itu, belajar merupakan hal penting yang harus dilakukan seseorang untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kebijaksanaan.
Ellys (2012: 17) menyebutkan empat indeksi atau indikator yang digunakan untuk
mengetahui perilaku termotivasi siswa. Empat indikator tersebut yaitu pilihan tugas (choice
of task), usaha (effort), kegigihan (persistence), dan prestasi (achievement). Indikator
pilihan tugas (choice of task) merupakan salah satu indikator motivasi. Keputusan siswa
mengerjakan tugas mengindikasikan keberadaan motivasinya. Siswa memiliki sebuah
pilihan, tugas yang ia pilih untuk dilakukan mengindikasikan area/minat keberadaan
motivasinya.
Indikator usaha (Effort) berkaitan dengan semangat dan usaha yang dilakukan
siswa dalam menghadapi kendala yang dihadapinya. Pintrich & Groot (dalam Ellys, 2012:
18) mengemukakan:
Murid yang termotivasi untuk belajar cenderung lebih banyak mengeluarkan
banyak usaha mental selama berlangsungnya aktivitas pembelajaran dan
menggunakan berbagai strategi kognitif yang diyakininya akan
meningkatkan pembelajaran: mengorganisasikan dan menghafal informasi,
memonitor level pemahaman, dan mengaitkan materi baru dengan
pengetahuan sebelumnya.
5
Belajar seringkali tidak mudah, siswa yang termotivasi untuk belajar cenderung
berusaha agar berhasil. Usaha fisik diperlukan pada tugas motorik, sedangkan usaha
kognitif diperlukan pada aktivitas belajar akademis. Usaha sebagai sebuah indeks
motivasi dibatasi level keterampilan, karena semakin meningkatnya keterampilan, diri
dapat berkinerja lebih baik dengan mengeluarkan lebih sedikit usaha.
Kegigihan (Persistence) menurut Ellys (2012: 19) umumnya digunakan oleh para
peneliti sebagai sebuah ukuran motivasi. Kegunaan kegigihan sebagai sebuah ukuran
motivasi dibatasi level keterampilan. Sejalan dengan keterampilan murid meningkat,
seharusnya murid mampu berkinerja baik dengan waktu yang semakin singkat. Schunk
(dalam Ellys, 2012: 19) menemukan bahwa semakin banyak soal aritmatika yang
diselesaikan oleh anak-anak selama berlangsungnya jam pelajaran (yang mencerminkan
usaha dan kegigihan), semakin banyak soal yang mereka selesaikan secara tepat pada
posttes (sebuah ukuran prestasi).
Kegigihan (Persistence) aberkaitan dengan jumlah waktu yang digunakan untuk
mengerjakan sebuah tugas. Murid yang cenderung bersemangat dalam belajar lebih
cenderung bersikap gigih, terutama ketika menghadapi hambatan. Kegigihan bergumna
untuk mempertahankan aktivitas belajar dan kegigihan yang semakin besar menyebabkan
level pencapaian semakin tinggi.
Prestasi (achievement) menurut Pintrich (dalam Ellys, 2012: 19) dipandang
sebagai sebuah indeks tidak langsung dari motivasi. Siswa yang memilih mengerjakan
sebuah tugas, berusaha, dan bersikap gigih, cenderung berprestasi pada level yang lebih
tinggi. Banyak studi penelitian memperoleh hubungan-hubungan positif antara prestasi
dengan indeks-indeks motivasi pilihan tugas, usaha, dan kegigihan.
6
2.2 Metode Quantum Teaching
Quantum teaching pertama kali dikembangkan oleh DePorter pada tahun 1992.
Melalui lembaga Learning Forum, sebuah perusahaan pendidikan internasional di Amerika
Serikat, DePorter mengembangkan Quantum Learning menjadi Quantum Teaching.
Metode Quantum Teaching dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan
menyenangkan, dengan cara melibatkan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan
belajar melalui interaksi dalam proses pembelajaran.
Quantum Teaching berasal dari dua kata yaitu "Quantum" yang berarti interaksi
yang mengubah energi menjadi cahaya dan "Teaching" yang berarti mengajar. DePorter
(2000: 5) mengungkapkan Quantum Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam
interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup
unsur-unsur belajar yang efektif yang dapat mempengaruhi kesuksesan siswa. Dengan
demikian, Quantum Teaching berarti penggubahan bermacam-macam interaksi yang
terjadi dalam proses pembelajaran.
Istilah Quantum dalam Quantum teaching berasal dari hukum relativitas yang
ditemukan oleh Albert Einstein dan membuat rumus yang sangat populer, yakni:
E=MC2
E : Energi
M : Massa
M: Massa
Dengan rumusan E=MC2 ini maka Quantum didefinisikan sebagai interaksi yang
mengubah energi menjadi cahaya, dengan kata lain interaksi-interaksi yang dimaksud
dapat mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa. Konsep tersebut bila dimaknai
dengan Quantum Teaching adalah E: energi (antusiasme, efektivitas pembelajaran,
semangat), M: massa (semua individu yang terlibat materi, media, sarana fisik), C 2:
Cahaya (interaksi; hubungan yang tercipta di kelas).
7
Metode Quantum Teaching dilukiskan mirip sebuah orkestra, dimana guru sedang
memimpin konser saat berada di ruang kelas. Guru membutuhkan pemahaman terhadap
karakter siswa yang berbeda-beda sebagaimana alat-alat musik yang berbeda pula.
Quantum Teaching mengajarkan agar setiap karakter dapat memiliki peran dan terlibat
aktif dalam proses pembelajaran sehingga membawa kesuksesan belajar.
Quantum Teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar
lewat pemanduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata
pelajaran yang anda ajarkan. Quantum Teaching dapat menggabungkan keistimewaankeistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan pengajaran yang akan melejitkan
prestasi siswa (DePorter, 2000: 3). Quantum Teaching menunjukan cara untuk menjadi
guru yang lebih baik, metode ini dapat memberikan sebuah gaya mengajar yang efektif
dan memberdayakan potensi siswa.
Ciri utama dari strategi Quantum Teaching adalah menciptakan kenyamanan,
membangun motivasi belajar, menyesuaikan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari
siswa, melibatkan segala modalitas belajar siswa seperti auditori, visualisasi, dan
kinestetik. strategi ini juga sangat menekankan pada pribadi guru yang dapat menjadi mitra
bagi siswa yaitu dalam hal memecahkan masalah dalam belajar, guru juga diarahkan
supaya memberikan keteladanan yang baik selama pembelajaran seperti jujur,
bertanggung jawab, dan integritas. Selain aktivitas pembelajaran, materi belajar juga
dikemas sesederhana mungkin agar memudahkan siswa dalam menguasainya.
2.2.1
Asas Utama Quantum Teaching
Asas utama Quantum Teaching adalah “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan
antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka”. Asas utama Quantum teaching terletak pada
kemampuan guru untuk menjembatani jurang antara dunia guru dan siswa. Hal ini akan
8
memudahkan guru membangun jalinan, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat,
membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan
(DePorter, 2000: 84). Asas utama ini memberi pengertian bahwa langkah awal yang harus
dilakukan oleh guru adalah memasuki dunia siswa terlebih dahulu.
Guru harus bisa memasuki dunia siswa dengan cara mengaitkan apa yang
dipelajari siswa dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari
kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis (DePorter, 2000: 7).
Apabila kaitan ini sudah terbentuk, maka dengan mudah guru dapat mengantarkan
dunianya kedalam dunia siswa. Siswa diajak untuk memasuki dunia yang lebih luas
sehingga apa yang dipelajari dapat diterapkan pada situasi baru dalam kehidupannya.
Guru harus mampu memahami karakter, minat, bakat dan pikiran setiap siswa,
dengan demikian guru dapat lebih mudah memasuki dunia siswa. Guru harus berusaha
agar tidak ada sekat-sekat yang membatasi antara dirinya dengan siswa, sehingga
keduanya dapat berinteraksi dengan baik. Inilah hal pertama yang harus dilakukan oleh
seorang guru, untuk mendapatkan izin (secara psikologis) untuk mengajar dan memimpin
siswa..
Buddha merupakan guru yang memiliki keahlian dalam berkhotbah atau
mengajarkan ajarannya. Buddha mampu memahami kecenderungan dan watak setiap
makhluk yang dilatihnya, sehingga ajarannya mudah diterima dan dimengerti setiap
pendengarnya. Kaharuddin (2004: 273) berpendapat bahwa, Buddha memiliki kemampuan
untuk mengetahui kecenderungan serta watak yang baik dan buruk dari setiap individu.
Buddha juga memiliki kemampuan mengetahui kekuatan dan kelemahan dari setiap
individu.
9
Bhadantacariya Buddhaghosa (Ñanamoli, 1956: 102) mengemukakan dalam kitab
suci Visudhimagga: “there are six kinds of temprament, that is, greedy temprament, hating
temprament, deluded temprament, faithful temprament, intelligent temprament, and
speculative temprament. Artinya, ada enam jenis temperamen yaitu, tempramen serakah,
tempramen membenci, temperamen bodoh, tempramen setia atau watak yang mudah
percaya atau yakin, tempramen cerdas, dan tempramen spekulatif atau watak yang tidak
terkendali dan cemas. Enam tempramen atau watak ini dimiliki oleh setiap individu.
Salah satu kisah kemahiran Buddha mentransformasikan ajarannya juga terdapat
dalam Alavaka Sutta, Sutta Nipata (Saddatissa, 2003: 39) yaitu mengenai raksaksa
Alavaka pemakan daging manusia yang ditaklukkan dengan cinta kasih, bukan dengan
kekuatan gaib, kekerasan atau kebencian. Dengan penuh kesabaran Buddha mencoba
masuk ke dunia rasaksa tersebut dengan mengikuti semua perintahnya serta menjawab
semua pertanyaan yang diajukannya, sehingga pada akhirnya rasaksa tersebut berhasil
ditaklukan.
Kemampuan Buddha dalam memahami setiap watak memudahkannya untuk
memberikan bimbingan dan metode yang sesuai terhadap kecenderungan masing-masing
individu. Berdasarkan hal ini, guru Agama Buddha seyogyanya memahami latar belakang
anak didiknya, sehingga tercipta jalinan penghubung untuk memasuki dunia siswa.
2.2.2
Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
Deporter (2000: 7) menyebutkan bahwa Quantum Teaching memiliki lima prinsip
atau kebenaran tetap. Lima prinsip Quantum Teaching tersebut yaitu: 1) Segalanya
Berbicara, 2) Segalanya Bertujuan, 3) Pengalaman sebelum pemberian nama, 4) Akui
setiap usaha, dan 5) jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Segalanya berbicara
bermakna bahwa segala hal dalam proses pembelajaran menyampaikan pesan tentang
10
belajar, dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang diberikan hingga
rancangan belajar semuanya mengirim pesan untuk belajar.
Segalanya bertujuan berarti semua yang guru lakukan memiliki tujuan. Tindakan
atau ucapan apapun yang disampaikan guru di kelas harus memiliki makna dan tujuan.
Dalam pembelajaran hendaknya siswa diberitahu apa tujuan mempelajari materi yang
diajarkan, sehingga siswa berusaha untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Tujuan
merupakan pedoman dalam mengambil tindakan dan perlakuan yang diberikan kepada
siswa.
Pengalaman sebelum pemberian nama berkaitan dengan pemahaman awal siswa
sebelum mulai belajar. DePorter (2000: 91) berpendapat bahwa, pengalaman membangun
keingintahuan siswa, menciptakan ikatan emosional dan menciptakan pertanyaan mental
yang harus dijawab, seperti “mengapa?”, “Bagaimana?”, dan “Apa?”. Otak manusia
berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa
ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi bila siswa telah mengalami
informasi sebelum memperoleh nama atas apa yang mereka pelajari.
Prinsip “Akui setiap usaha” adalah guru menghargai usaha siswa sekecil apapun
agar siswa tidak mudah putus asa, serta sebagai bentuk pengakuan atas kecakapan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan
(DePorter, 2002: 8). Karenanya, guru harus mampu memotivasi siswa untuk belajar dan
berani menemukan sesuatu yang baru.
Jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan, guru harus memberikan
penghargaan pada siswa yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Perayaan
membangun keinginan untuk mengulang keberhasilan sehingga perlu dirayakan sesering
mungkin. Pujian yang siswa dapatkan akan mendorong mereka tetap dalam keadaan
11
prima, artinya terdapat umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan emosi positif
dalam belajar.
DePorter
(2000:
32),
menjelaskan
beberapa
bentuk
perayaan
yang
menyenangkan yang bisa digunakan atau diterapkan antara lain:
1) Tepuk tangan: teknik ini terbukti tidak pernah gagal memberikan
inspirasi
2) Hore! Hore! Hore!: jika diberi aba-aba, semua anak berdiri dan
berteriak senyaring mungkin, “Hore, Hore, Hore!” sambil mengayuhkan
tangan ke depan dan ke atas. Cara ini mengasyikkan sekali jika
dilakukan “bergelombang” ke seluruh ruangan.
3) Poster Umum: mengakui individu atau seluruh kelas, misalnya “Kelas
Tiga Ngetop”
4) Kejutan: misalnya makanan, tak ada pekerjaan rumah, santai
sepanjang pelajaran. Tetapi pastikan kejutan ini terjadi seara acak.
Jangan membuat kejutan ini sebagai hadiah yang diharapkan siswa.
Jadikan kejutan sebagai kejutan.
Perayaan yang tepat akan memberikan motivasi bagi siswa. Siswa akan menanti
kegiatan belajar, sehingga pendidikan mereka tidak hanya mencapai nilai tertentu.
2.2.3
Model Quantum Teaching
Model Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni yang memiliki
banyak unsur. DePorter (2000: 8) mengemukakan bahwa unsur di dalam Quantum
Teaching tersebut digolongkan menjadi dua bagian yaitu konteks dan isi.
2.2.3.1
Unsur Konteks
Unsur Konteks adalah unsur-unsur yang meliputi pengalaman, yaitu tahap
persiapan sebelum terjadinya interaksi di dalam kelas. Guru akan menemukan semua
bagian yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesuksesan siswa. Berhubungan dengan
konteks, ada empat aspek yang harus dipersiapkan yaitu; 1) suasana yang
memberdayakan, 2) landasan yang kukuh, 3) lingkungan yang mendukung, dan 4)
ancangan belajar yang dinamis.
12
Dalam kitab suci Udana, Nanda Sutta, (Ireland, 1995:50) Buddha berbicara
Bhikkhu Nanda yang ingin berhenti menjadi bhikkhu karena masih mengingat mantan
istrinya yang cantik. Buddha membimbing Bhikkhu Nanda dengan cara mengajaknya
berkunjung ke surga Tavatimsa dan membandingkan bidadari di alam itu dengan
kecantikan istrinya. Nanda pun mengatakan bahwa istrinya lebih mirip seekor kera yang
hangus terbakar. Bhikkhu Nanda pada akhirnya berhasil merealisasi tingkat kesucian
tertinggi dan terbebas dari nafsu keinginan rendah, bahkan terhadap bidadari yang
dijanjikan oleh Buddha (Ireland, 1995: 50). Kisah ini menunjukkan bahwa Buddha sangat
memahami karakteristik seseorang serta mampu memanfaatkan interaksi dan lingkungan
sebagai upaya memberi motivasi.
Rancangan belajar yang dinamis merupakan penciptaan terarah unsur-unsur
penting yang menimbulkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar
menukar informasi. Kerangka perancangan Quantum Teaching ini dikenal dengan istilah
TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan). Rancangan
dalam bagian ini merupakan salah satu unsur yang melandasi Quantum Teaching.
“Tumbuhkan” yang dimaksud adalah suatu upaya merangsang minat belajar
dengan memuaskan rasa ingin tahu siswa dalam bentuk “Apakah Manfaatnya BAgiKu
“(AMBAK). Guru harus mampu menumbuhkan interaksi dan suasana yang menyenangkan
di hati siswa dalam suasana rileks. Belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan suatu
keharusan. Guru harus mampu meyakinkan alasan siswa mempelajari hal baru, agar
siswa termotivasi untuk belajar.
Rancangan yang kedua yaitu “Alami”, yang berarti guru harus mengetahui cara
terbaik agar siswa memahami informasi baru yang dipelajarinya, dengan menciptakan dan
mendatangkan pengalaman langsung yang dapat dimengerti semua siswa. Rancangan
13
yang keempat yaitu “Namai”, berarti suatu upaya membuat sebutan yang sederhana untuk
sesuatu yang kompleks sehingga lebih mudah diingat dan dimengerti. Guru perlu
memberikan pengantar terhadap materi yang hendak disampaikan agar ada informasi
pendahulu yang bisa diterima oleh siswa. Guru harus menyediakan kata kunci, konsep,
model atau rumus terlebih dahulu untuk diberikan kepada siswa, membuat sesuatu yang
sulit menjadi lebih mudah.
Siswa memiliki kemampuan yang beragam, akan tetapi kebanyakan siswa tidak
punya keberanian untuk menunjukkannya. Dalam kondisi ini guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kemampuannya, serta memotivasi
agar siswa lebih percaya diri. Melalui pengalaman belajar siswa akan lebih mengerti dan
mengetahui bahwa dia memiliki kemampuan yang cukup untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran dan dalam kehidupannya.
Kerangka perancangan Quantum Teaching yang kelima yaitu “Ulangi”, guru harus
menunjukkan kepada siswa bagaimana cara mengulang materi dengan efektif.
Pengulangan materi akan sangat membantu siswa mengingat materi yang diberikan oleh
guru. Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan keyakinan bahwa siswa
telah mengerti. Jadi, pengulangan harus dilakukan secara multimodalitas dan
multikecerdasan.
Kerangka perancangan Quantum Teahing yang terakhir yaitu Rayakan. DePorter
(2000: 93) berpendapat bahwa, perayaan bisa memperkuat motivasi belajar untuk
mencobanya berulang-ulang. Perayaan adalah ekspresi dari kelompok seseorang yang
telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik. Memberi
pengakuan sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis belajar siswa.
14
Unsur konteks benar-benar menciptakan rasa saling memiliki dan penghargaan
antara guru. Kelas akan menjadi komunitas belajar, tempat yang dituju para siswa dengan
senang hati, bukan karena keterpaksaan. Unsur konteks merupakan persiapan sebelum
mengajar, sedangkan unsur isi merupakan cara menyajikan materi yang sudah
dipersiapkan.
2.2.3.2
Unsur Isi
Unsur isi yaitu penyajian informasi, keterampilan penyampaian berbagai macam
kurikulum, dan strategi dalam mengajar. Unsur isi merupakan tahap pelaksanaan interaksi
belajar, hal-hal yang berhubungan dengan bagian ini adalah: 1) presentasi yang prima, 2)
fasilitas yang luwes, 3) keterampilan belajar, dan 4) keterampilan hidup
2.3 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitan ini adalah jenis pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Arikunto (2007: 109) menjelaskan bahwa PTK
mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dengan penelitian yang lain yaitu
masalah yang diangkat adalah masalah yang dihadapi oleh guru di kelas dan adanya
tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas.
PTK dalam penelitian ini didominasi dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif menekankan analisis deskriptif dalam menyajikan data hasil penelitian. Penelitian
ini terdiri dari perencanaan, implementasi atau pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi
yang merupakan satu siklus. Hasil refleksi pada siklus I akan digunakan untuk
memecahkan masalah pada siklus II dan seterusnya. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak
tiga siklus.
15
2.4 Gambaran Umum Sekolah Dasar Swasta (SDS) Ehipassiko
Sekolah Ehipassiko berdiri sejak 2005 di Jl. Letjen Soetopo Kav. B1-2 Sektor XI 4
BSD Tangerang Selatan, Banten. Jenjang pendidikan di sekolah Ehipassiko yaitu
Kelompok Bermain, TK, SD, SMP, dan SMA. Sekolah Ehipassiko berstatus swasta dengan
tanah dan bangunan milik sendiri. Kurikulum sekolah berbasis National Plus, Multilingual
(Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) dengan akreditasi nilai A untuk SD.
Nama Ehipassiko diambil dari bahasa pali yang artinya “Datang Lihat dan
Buktikanlah”. Sekolah Ehipassiko diharapkan dapat menjadi simbol bagi menyatunya
intelegensi dan kemuliaan hati serta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat. Sekolah Ehipassiko menitikberatkan pada pembentukan karakter bagi anakanak didiknya.
Visi Sekolah Ehipassiklo adalah menjadi lembaga pendidikan Buddhis yang
unggul dalam Dharma, Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan, Sumber Daya Manusia
(SDM), serta pelayanan dalam rangka mencerdaskan anak-anak bangsa. Misi SDS
Ehipassiko yaitu: 1) menjadi sekolah Buddhis Nasional yang memberikan pendidikan Budi
Pekerti dan pengajaran berwawasan “Lingkungan”, 2) membentuk manajemen dan SDM
yang kompeten, 3) memfasilitasi sarana-prasarana pendidikan yang memadai, 4)
Berkontribusi serta berperan aktif dalam menjaga Buddha Dharma, 5) membangun citra
sekolah sebagai mitra masyarakat.
2.5 Deskripsi Hasil Data Penelitian
Data penelitian meliputi hasil pelaksanaan metode Quantum Teaching yang
terdiri dari langkah TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi,
Rayakan). Aspek TANDUR dalam Quantum Teaching dilaksanakan dengan siklus melelui
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan,
16
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Metode Quantum Teaching digunakan untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa yang terdiri dari delapan indikator yaitu pilihan tugas
(choice of task), usaha (effort), kegigihan (persistence), prestasi (achievement), perhatian
(attentions), relevansi (relevance), kepercayaan diri (confidence), dan kepuasan
(satisfactions).
2.6 Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan yang akan disampaikan berkenaan dengan efektivitas metode
pembelajaran Quantum Teaching yang sudah diterapkan melalui langkah pembelajaran
TANDUR terhadap delapan indicator Motivasi belajar siswa.
Metode Quantum Teaching yang diterapkan melalui langkah pembelajaran
TANDUR mampu meningkatkan motivasi belajar siswa antarsiklus. Skor motivasi belajar
siswa pada siklus I, II, dan III masing-masing sebesar 27,75; 28,50; dan 29,25. Grafik
peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilihat pada gambar berikut ini.
29,5
29
28,5
28
27,5
27
26,5
26
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 4 Peningkatan Motivasi Belajar Antarsiklus
17
III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
3.1.1
Metode Quantum Teaching yang diterapkan melalui langkah pembelajaran
TANDUR mampu meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV di SDS Ehipassiko
terhadap pelajaran Pendidikan Agama Buddha antar siklus. Skor motivasi belajar
siswa pada siklus I, II, dan III masing-masing sebesar 27,75; 28,50; dan 29,25.
3.1.2
Proses pembelajaran dengan metode Quantum Teaching lebih menyenangkan
dan menarik. Siswa terlihat aktif, percaya diri, antusias, dan bersemangat dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Buddha.
3.1.3
Metode Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
Peningkatan hasil belajar kognitif siswa diperlihatkan dari nilai rata-rata yang
semula 60 meningkat menjadi 74.
3.2 Saran
Hasil penelitian yang membuktikan adanya dampak yang positif antara metode
Quantum Teaching dengan peningkatan motivasi belajar siswa khususnya pada
pembelajaran Agama Buddha di SDS Ehipassiko, maka peneliti mengajukan saran-saran
sebagai berikut:
3.2.1
Guru SDS Ehipassiko dapat menggunakan metode pembelajaran Quantum
Teaching agar motivasi dan hasil belajar siswa meningkatkan sehingga mencapai
kompetensi dasar yang ditargetkan.
3.2.2
Siswa selalu antusias dalam proses pembelajaran, percaya diri berpendapat,
berkomunikasi dan berkerjasama, mengaktualisasikan materi yang dipelajari
dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat memperoleh manfaat langsung.
18
3.2.3
Siswa lebih meningkatkan motivasi belajar, sebab terbukti bahwa siswa yang
memiliki hasil belajar yang baik adalah siswa yang memiliki motivasi belajar yang
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Chaniago, Amran YS. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: CV Pustaka
Setia.
DePorter. 2000. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Bandung: Penerbit Kafia PT Mizan Pustaka.
Ireland, John D. 1995. Udana: The Udana. Yogyakarta: Vidyasena.
Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Kaharudin, P.J. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma. Jakarta: Tri Sattva Buddhist Centre.
Nanamoli, 1956. The Path Of Farification (Visudhimagga). London: The Pali Text Society.
etikan Anguttara Nikaya: Numerical Discourse Of The Buddha. 2003. tr. Nyanaponika
Thera dan Bhikkhu Bodhi. Klaten: Vihara Bodhivamsa Wisma Dhammaguna
Purwanto,Ngalim.2007. PsikologiPendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saddatissa, 2003. Sutta Nipata. Klaten: Vihara Buddhavamsa.
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada.
Slavin, Robbert E. 2004. Psikologi Pendidikan Teori Dan Praktek. Jakarta Barat: PT
Indeks.
Tim Penerjemah Kitab Suci Agama Buddha. 2002. Dhammapada Sabda-sabda Sang
Buddha. Jakarta: Dewi Kayana Abadi.
Tjo, Ellys. 2013. Motivasi dalam Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Aplikasi: Motivations In
Educations Theory, Reaserch, And Applications Third Editions. Vol. 3.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.
Download