12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Sikap Ilmiah
a. Pengertian Sikap Ilmiah
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan
istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang
berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan
kegiatan. Penjabaran lebih lanjut dipaparkan oleh Azwar (2013:3)
mengutip dari pendapat Allen, Guy, and Edgley bahwa secara historis
istilah sikap pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun
1862 yang pada saat itu diartikan sebagai status mental seseorang.
Lebih lanjut
dijelaskan
oleh Azwar
(2013:4-6) bahwa menurut
pendapatnya mengutip pendapat dari Berkowitz pada tahun 1972
memaparkan bahwa terdapat lebih dari 30 definisi sikap yang dapat
dimasukkan kedalam tiga
kerangka
pemikiran yakni: (1) Louis
Thurstone (1928), Rensis Linkert (1932), Charles Ossgood menyatakan
bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi dan reaksi perasaan, (2)
Chave (1928), Bogardus (1931), Lapierre (1934), Mead(1934), Gordon
Allport (1935) menyatakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara tertentu, (3)
Secord and Backman (1964) menyatakan bahwa sikap merupakan
konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang
saling berinteraksi dalam memahami,
merasakan,
dan berperilaku
terhadap suatu objek.
Kerangka pemikiran yang sudah ada dan seiring berjalannya
waktu maka perkembangan teori tentang sikap juga berkembang seperti
yang diungkapkan oleh Susanto (2013:11) yang mengutip pernyataan
dari Sardiman pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa sikap
merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara,
metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa
12
13
individu-individu maupun objek-objek tertentu. Lebih lanjut dijelaskan
oleh Muhibbin Syah pada tahun 1996 (Uno, 2015:199) menyampaikan
bahwa yang dimaksud dengan sikap adalah gejala internal berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif
tetap terhadap suatu objek, baik yang berupa orang, barang, dan lain
sebagainya, baik secara positif atau negatif.
Senada dengan pendapat tersebut Bundu (2006:16) menyatakan
bahwa sikap adalah keadaan internal yang terbentuk dan mempengaruhi
pilihan tindakan terhadap benda atau peristiwa. Pendapat ini dipertegas
Kartono (2012:5) menyatakan bahwa sikap merupakan tingkah laku
yang bersifat umum yang menyebar tipis diseluruh hal yang dilakukan
siswa.
Lebih jauh Sanjaya (2010:274) menyatakan bahwa sikap
merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang sikap
maka dapat
disimpulkan bahwa sikap adalah keadaaan internal yang berpengaruh
terhadap
tingkah
laku
seseorang
yang merupakan bentuk
dari
komponen kognitif, afektif, dan konatif yang akan berinteraksi dan
saling memahami terhadap suatu objek.
Ilmiah disebut juga metode keilmuan yang berarti suatu cara untuk
memperoleh
pengetahuan
yang
kebenarannya
dapat
diandalkan
digunakan perpaduan antara penalaran deduktif dan penalaran induktif,
atau gabungan rasionalisme dan empirisme (Sukardjo, 2005:4). Oleh
karena itu, ketika metode ilmiah ini diterapkan maka akan mendapatkan
data yang dapat diandalkan, sebab metode ilmiah menuntut urutan kerja
yang bersifat objektif dan rasional.
Sikap Ilmiah adalah aspek tingkah laku yang tidak dapat diajarkan
melalui satuan pembelajaran tertentu, tetapi yang merupakan yang
tingkah laku (behavior) yang “ditangkap” melalui contoh-contoh positif
yang mesti didukung, dipupuk, dan dikembangkan sehingga dapat
dimiliki oleh siswa (Bundu, 2006:42). Berbeda dengan pendapat
sebelumnya,
menurut Damanik dan Bukit (2013:19) sikap ilmiah
14
diartikan sebagai kecenderungan, kesiapan, kesediaan, seseorang untuk
memberikan respon/tanggapan/tingkah laku secara ilmu pengetahuan
dan memenuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan yang telah diakui
kebenarannya.
Lebih jauh, dalam memecahkan atau mencari solusi dari suatu
masalah
menggunakan
metode
ilmiah
melalui
proses
observasi,
eksperimentasi, dan berfikir rasional, haruslah dihayati sikap-sikap:
jujur, tekun, teliti, objektif, terbuka, komunikatif, dan sebagainya, yang
semua itu disebut sikap ilmiah (Sukardjo, 2005:11).
Berdasarkan atas berbagai pendapat tentang pengertian sikap
ilmiah tersebut, maka dapat disimpulkan sikap ilmiah adalah kesiapan
tingkah laku setiap individu dalam memberikan respons untuk mencari
sebuah solusi yang didasari oleh proses observasi, eksperimentasi, dan
berfikir rasional agar kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
b. Dimensi Sikap Ilmiah
Dimensi atau mungkin bisa disebut sebagai penjabaran yang lebih
detail tentang ranah-ranah yang ada di dalam sikap Ilmiah. Menurut
Harlen (Anwar, 2009:108) dimensi sikap ilmiah antara lain sikap ingin
tahu, sikap respek terhadap data atau fakta, sikap berpikir kritis, sikap
penemuan dan kreatifitas, sikap berpikiran terbuka dan kerjasama, sikap
ketekunan, dan sikap peka terhadap lingkungan sekitar.
Pendapat
simpulan dari
lain disampaikan oleh Kartono
Hadiat
dan
Kertiasa
pada
(2012:4) mengutip
tahun
1976
yang
mengemukakan beberapa sikap ilmiah yaitu (1) obyektif terhadap fakta,
(2) tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, (3) berhati terbuka, (4)
tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat, (5) bersifat hati-hati,
dan (6) ingin menyelidiki.
Menurut
Sukardjo
(2005:11) mengemukakan beberapa sikap
ilmiah yakni (1) jujur, (2) tekun, (3) teliti, (4) objektif, (5) terbuka, (6)
komunikatif, dan sebagainya.
15
Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas maka dimensi sikap
ilmiah yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah (1) jujur, (2)
disiplin, (3) kerja keras, (4) tanggung jawab, (5) rasa ingin tahu.
2. Hakikat Model Learning Cycle
a. Pengertian Model
Model merupakan kemasan dari suatu hal yang terencana serta
representatif tentang sesuatu yang
Menurut
Suprijono
(2014:45)
akan dibuat atau dilaksanakan.
mendefinisikan
model
merupakan
interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh
dari beberapa sistem. Lebih jauh , Anitah (2009:45) model adalah suatu
kerangka berfikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Senada
dengan
pernyataan
sebelumnya
Sagala
(2009:175)
mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Pernyataan ini diperjelas
oleh Komarudin (Sagala,2009:175) bahwa model dapat dipahami
sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang
dipergunakan untuk membantu proses validasi sesuatu yang tidak dapat
dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data,
dan inferesnsi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara
sistematis
suatu
objek
atau
peristiwa;
(4)
suatu desain yang
disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang
disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin
atau imajiner, dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan
dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, model adalah suatu
kerangka berfikir yang merupakan hasil dari interpretasi terhadap hasil
pengamatan
dan pengukuran yang akan digunakan sebagai panduan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
16
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan sebuah proses untuk memfasilitasi siswa
agar dapat belajar dan memperoleh pengetahuan dengan baik. Gagne
dan Briggs (Uno, 2015:144) menyatakan bahwa instruction atau
pembelajaran sebagai sebuah sistem yang bertujuan untuk membantu
proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang
sedemikian rupa
untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya
proses belajar siswa yang bersifat internal. Diperjelas lebih jauh oleh
Isjoni
(2010:14)
menjelaskan
bahwa
yang
dimaksud
dengan
pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat
utuk siswa karena pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya
pendidik untuk membantu siswamelakukan kegiatan belajar.
Senada
dengan
pendapat
sebelumnya
Rosdiani
(2013:73)
mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Menurut La Iru dan Arihi (Prastowo, 2013:57) secara harfiah,
pembelajaran
berarti
proses,
cara,
perbuatan
mempelajari,
dan
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran
merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi belajar dalam
mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara optimal,
sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Di dalam
proses pembelajaran terjadi interaksi belajar dan mengajar dalam suatu
kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur ekstrinsik
maupun intrinsik yang melekat pada diri siswa dan guru, termasuk
lingkungan.
Lebih lanjut dipaparkan oleh Uno (2015:142) menyatakan bahwa
pembelajaran
adalah
proses,
perbuatan,
cara
mengajar,
atau
mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. Pandangan yang sedikit
berbeda disampaikan oleh Prastowo (2013:55) berpendapat bahwa
faktor-faktor seperti paradigma tentang aliran kognitif wholistik dan
perkembangan media akan mendorong terjadinya perubahan peran guru
17
dalam mengelola proses pembelajaran, dari guru sebagai sumber belajar
menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran adalah proses interaksi
antara siswa, guru, dan sumber belajar untuk mewujudkan belajar yang
bermakna, yakni tidak hanya sekadar konsep belaka melainkan juga
meningkatkan kualitas dari proses belajar itu sendiri. Pelaksaanaan
pembelajaran tidak harus selalu bertatap muka tetapi juga bisa
memanfaatkan media yang ada di sekitar sesuai dengan perencanaan
yang sudah dibuat.
c. Model Pembelajaran
Arends (Ngalimun, 2014:7) menyatakan “ The term teaching
models refers to a particular approach to instruction that includes its
goals,syntax,environment, and management system”. Istilah model
pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk
tujuannya,
sintaksnya,
lingkungan,
dan
sistem
pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang
lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur. Model
Pembelajaran
menurut
mengungkapkan
bahwa
konseptual
yang
Winataputra
model
melukiskan
(Sugiyanto,
pembelajaran
prosedur
yang
adalah
sistematis
2009:7)
kerangka
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
pengajar
dalam
merencanakan
dan
melaksanakan
aktivitas
pembelajaran.
Pernyataan di atas diperkuat oleh Isjoni (2010:72) menyatakan
bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu penerapan yang
dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik karena masing-masing
model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama
berbeda-beda. Lebih jauh diungkapkan oleh Suprijono (2009:46) bahwa
model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
18
Lebih lanjut, Rusman (Prastowo, 2013:73) mengungkapkan bahwa
model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang dilaksanakan
berdasarkan
pola-pola
pembelajaran
tertentu
yang
sistematis.
Sedangkan, ciri khas model pembelajaran adalah berdasarkan teori
pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; mempunyai misi
atau tujuan pendidikan tertentu: dapat dijadikan pedoman untuk
perbaikan proses belajar mengajar di kelas: memiliki bagian-bagian
model yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax),
adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung;
memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran; dan
membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
model
pembelajaran
sebelumnya
Rosdiani
yang
dipilihnya.
(2013:116)
Senada
dengan
mengungkapkan
pendapat
bahwa
model
pembelajaran adalah rencana yang dimanfaatkan untuk merancang. Isi
yang terkandung di dalam model pembelajaran adalah berupa strategi
pengajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional.
Suatu model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang
membedakannya dengan strategi, metode, atau prosedur. Kardi dan Nur
Ngalimun (2014:8) menguraikan keempat ciri khusus yang dimiliki
oleh model pembelajaran, yaitu: (1) rasional teoritik logis yang disusun
oleh
pengembangnya,
(2)
landasan pemikiran tentang apa
dan
bagaimana peserta didik belajar atau tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, (3) tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model
tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar
yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah pola sistematis yang berupa kerangka konseptual
yang
direncanakan
pembelajaran untuk
dan
dilaksanakan
mencapai tujuan
oleh guru selama
proses
pembelajaran tetapi tetap
memperhatikan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
19
d. Kelompok dan Jenis-Jenis Model Pembelajaran
Ada beberapa ahli yang memiliki pendapat tentang jenis ataupun
pengelompokan model pembelajaran. Menurut Anitah (2009:46-83)
model pembelajaran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu
Belajar Kolaboratif, Pembelaajaran kontekstual, Belajar menemukan
masalah dan penemuan, Experential learning, Pembelajaran Terpadu,
Quantum Learning, Resource Based Learning.
Menurut
Huda
pembelajaran dalam 6
(2013:184)
pendekatan
yang
antara
mengelompokan
lain: (1)
model
Pendekatan
Organisasional, contoh : Explisit Instruction, kumon, quantum, (2)
Pendekatan Kolaboratif, contoh : TGT,TAI,STAD,NHT, Jigsaw,dll, (3)
Pendekatan Komunikatif, contoh : talking stick, snowball throwing,
CIRC, dll, (4) Pendekatan Informatif, contoh : SQ3R, tari bambu,make
a match,dll, (5) Pendekatan Reflektif, contoh : self-directing learning,
Learning Cycle, artikulasi, (6) Pendekatan Berfikir dan Berbasis
Masalah, contoh : PBL, problem solving learning, problem posing
learning.dll
Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa model Learning
Cycle atau siklus belajar termasuk dalam kelompok pendekatan
reflektif.
e. Pengertian Model Learning Cycle
Learning Cycle (siklus belajar) atau dalam bahasa penulisan
disingkat dengan LC adalah suatu model yang berpusat pada pebelajar
(student centered). Menurut
Liu et.al (2009:344-345) mengutip
pendapat (Bybee & Landes, 1988; Bybee et al., 2006; Stamp &
O’Brien, 2005) menyatakan:
This study uses the 5E Learning Cycle as the major pedagogy
herein for the following reasons. First, the 5E Learning Cycle is
seen as an effective hands-on, minds-on, inquiry-based scientific
pedagogy, especially for enhancing understanding. Second, the 5E
Learning Cycle is one of the widely-adopted pedagogies as an
indoor activity in the natural-science teaching) Third, applying the
5E Learning Cycle to outdoor activities may suffer from some
20
limitations and mobile technologies can support the application of
the 5E Learning Cycle to outdoor natural-science learning.
Berarti bahwa pembelajaran yang menggunakan Learning Cycle
5E sebagai pendidikan utama untuk
mengikuti pemikiran zaman
sekarang. Pertama, Learning Cycle adalah sebagai tempat untuk melihat
keefektifan
ilmiah,
tindakan,
dan
pemikiran,
tidak
pemahaman/pengetahuan.
penyelidikan berbasis
ketinggalan
untuk
pendidikan
meningkatkan
Kedua Learning Cycle adalah salah satu
pola pendidikan yang diakui secara luas sebagai aktivitas yang tepat
dalam pembelajaran IPA. Ketiga, Penerapan Learning Cycle untuk
kegiatan di luar pembelajaran IPA mungkin tidak akan cocok apabila
terdapat batasan dan perkembangan teknologi yang tidak mendukung
untuk mengaplikasikan Learning Cycle di luar pembelajaran IPA.
Menurut Saonah (2013:85) mengutip pernyataan dari Fajaroh dan
Dasna
yang mengungkapkan bahwa
Learning
Cycle merupakan
rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian
rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang
harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
Learning Cycle juga merupakan model pembelajaran yang berorientasi
pada teori Piaget dan teori pembelajaran kognitif serta aplikasi model
pembelajaran
konstruktivistik.
Menurut
Klob
(Huda,
2013:265)
Learning Cycle adalah suatu proses pembelajaran yang memiliki empat
tahapan yang dilaksanakan oleh peserta didik yakni 1) melakukan
sesuatu yang kongkret; 2) observasi,
refleksi, dan respon atas
pengalaman yang telah di dapat; 3) dihubungkan dengan kosep-konsep
yang telah ada sebelumnya; 4) pengujian dan penerapan dalam situasisituasi berbeda.
Senada
dengan
pernyataan
di
atas,
Ngalimun
(2014:145)
menyatakan Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan
(fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat
21
menguasai
kompetensi-kompetensi
yang
harus
dicapai
dalam
pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
Menurut Lorsbach (2002) dalam Ngalimun (2014:146) Learning
Cycle tiga fase telah dikembangkan menjadi lima fase. Pada Learning
Cycle lima fase atau dikenal dengan Learning Cycle 5E ditambahkan
tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap
evaluation pada akhir siklus.
Berdasarkan uraian pengertian-pengertian tersebut,
Learning
Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar
dan merupakan model yang sejalan dengan teori kognitif serta
merupakan aplikasi model konstruktivistik
dituntun
untuk
dapat
menguasai
dimana para pebelajar
kompetensi-kompetensi
dalam
pembelajaran dengan cara berperan aktif setiap pelaksanaan proses
pembelajaran terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA.
f. Langkah-langkah Model Learning Cycle
Setiap model pembelajaran semestinya memiliki berbagai tahapan
atau langkah dalam pelaksanaannya. Tahapan Learning Cycle menurut
Piyayodilokchai et.al (2013:147 ) mengutip dari Bybee (2002, 2006)
mengungkapkan bahwa “The 5E learning cycle model has five
instructional stages, i.e., engagement, exploration, explanation,
elaboration, and evaluation”.
Berarti bahwa model Learning Cycle
memiliki lima tahapan yakni engagement, exploration, explanation,
elaboration, and evaluation.
Lebih lanjut dijabarkan oleh
Abell & Volkmann (Hanuscin dan
Lee, 2008:52) menjelaskan tahapan dalam pelaksanaan Learning Cycle
sebagai berikut :
1) Engagement
Pada tahap ini guru dituntut untuk membangun sebuah
hubungan
pengetahuan
untuk
belajar,
tetapi
juga
harus
senantiasa memberikan semangat atau motivasi kepada siswa.
22
Guru juga harus mengeditifikasi arus berpikir siswa dan
memperbaiki kesalahan konsep yang terjadi.
Aktivitas siswa dalam tahap ini adalah menghubungkan
pengalaman belajar yang dimiliki, dan harus memulai cara
berpikir tentang konsep serta berani untuk menjabarkannya.
Siswa juga harus memiliki motivasi dan ketertarikan kepada
pembelajaran.
2) Exploration
Pada tahap ini guru harus menyediakan keadaaan yang bisa
dijadikan sebuah pengalaman untuk siswa. Guru juga harus
menentukan cara siswa memproses konsep yang ada agar
mudah untuk dipahami.
Aktivitas siswa pada tahap ini lebih mengarah kepada
bagaimana
siswa
dapat
menjelaskan
dan
mengevaluasi
pemikiran kedepan sebagai sebuah pengalaman baru, serta
siswa juga dituntut untuk bisa membandingkan pemikiran yang
di dapatkan dari teman sebaya dan dari guru.
3) Explanation
Pada tahap ini guru harus menyediakan tantangan untuk
siswa dalam menggunakan pengalaman yang sudah di dapatkan
untuk dibuat menjadi konsep pengetahuan yang sebelumnya
sudah dijelaskan. Guru memperkenalkan bahasa yang formal,
cara berpikir yang ilmiah, dan tentunya mengandung informasi
yang dibutuhkan, selain itu guru juga harus menyediakan
konsep apa yangakan dipelajari lebih lanjut serta menyediakan
pembelajaran selanjutnya.
Aktivitas siswanya yakni menerapkan dan menyalurkan
pengetahuan dan kemampuan dalam pemahaman yang baru.
Siswa juga harus menceritakan pengalaman yang sudah di
dapat
untuk
kegiatan
yang
akan
mengkomunikasikan arus pemikiran.
dilaksanakan
serta
23
4) Elaboration
Pada tahap ini guru dituntun menyediakan tantangan untuk
siswa
dapat
mengaplikasikan
atau
memperpanjang
pegembangan pemikiran dalam bentuk aktivitas yang baru.
Guru juga harus menaksir bagaimana siswa menggunakan ilmu
pengetahuan formal. Selain itu guru juga harus menetukan apa
yang penting untuk di evaluasi untuk tahap berikutnya.
Aktivitas siswanya yakni menerapkan dan menyalurkan
pengetahuan dan kemampuan dalam pemahaman yang baru.
Siswa juga harus menceritakan pengalaman yang sudah di
dapat
untuk
kegiatan
yang
akan
dilaksanakan
serta
mengkomunikasikan arus pemikiran.
5) Evaluation
Pada tahap ini guru dituntut untuk menaksir apakah siswa
mengeti dan mendapatkan inti dari pembelajaran. Guru juga
diminta untuk menganjurkan kepada siswa untuk menjadi
seseorang yang memiliki metakognitif yang baik, dan juga guru
harus menentuka apa yang harus terjadi dalam siklus belajar
berikutnya.
Aktivitas
siswanya
yakni
menaksir
mendapatkan
pemahaman sebagai solusi dan menuju ke arah cara berpikir
yang metakognitif tentang pembelajaran.
Pendapat yang berbeda diungkapakan oleh Huda (2013:266-268)
menyebutkan terdapat empat tahapan dalam Learning Cycle yakni
sebagai berikut :
1) Mengalami
Siswa terlibat aktif dalam mengeksplorasi pengalaman belajar
untuk mendapatkan hasil terbaik. Hal
yang bisa dilakukan
dengan membuat checklist atas sesuatu yang ingin mereka
pelajari, secara aktif mengobservasi, merumuskan pertanyaanpertanyaan dan membuat rekaman mengenai suatu peristiwa.
24
2) Refleksi
Usaha kembali menghayati dan melihat apa yang sudah dialami
dan dilakukan.
Mengkomunikasikan secara
jelas
mengenai
pengalaman yang telah siswa pelajari baik secara formal
maupun informal.
3) Interpretasi
Berusaha memahami dan menghubungkan pengalaman belajar
yang sebenarnya dengan teori-teori yang ada.
4) Prediksi
Prediksi memungkinkan siswa memperoleh pemahaman baru
dan menerjemahkannya ke dalam tindakan yang seharusnya di
ambil untuk mengerjakan tugas dengan baik. Siswa dilibatkan
dalam merencanakan pengelaman belajar mereka.
Dengan demikian dalam penelitian ini, tahapan yang dilaksanakan
saat menerapkan model Learning Cycle sebagai berikut :
1) Engagement
Pada tahap ini guru memberikan demonstrasi dan tanya jawab
dalam rangka
mengeksplorasi pengetahuan awal,pengalaman
belajar, dan ide-ide pebelajar. Pebelajar diajak untuk membuat
prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan
dibuktikan dalam tahap eksplorasi. Tujuannya adalah untuk
mengkondisikan pebelajar, mengetahui kemungkinan
miskonsepsi,
membangkitkan
minat
dan
terjadinya
keingintahuan
pembelajar.
2) Exploration
Pada tahap ini pembelajar bekerja sama dalam kelompok kecil,
menguji prediksi , melakukan dan mencatat pengamatan serta
ide-ide. Bentuk kegiatan pembelajaran pada tahapan ini adalah
demonstrasi, praktikum, atau mengerjakan LKS.
25
3) Explaination
Pada tahapan ini siswa menjelaskan konsep dengan kalimat
mereka sendiri , guru hanya meminta bukti dan klarifikasi dari
penjelasan
mereka
dan
mengarahkan
kegiatan
diskusi,
pembelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang mereka
pelajari bentuk kegiatannya adalah kajian literatur dan diskusi
kelas.
4) Elaboration
Pada
tahap ini siswa menerapkan konsep dan keterampilan
dalam situasi baru. Bentuk kegiatan pembelajaran demostrasi
lanjutan, praktikum lanjutan, dan problem solving.
5) Evaluation
Pada
tahapan
ini
guru
mengadakan refleksi pelaksanaan
pembelajaran lalu melakukan tes tulis dan problem solving.
Evaluasi yang dilakukan yakni terhadap efektifitas fase-fase
sebelumnya,
evaluasi
terhadap
pengetahuan,
pemahaman
konsep, atau kompetensi pembelajar dalam konteks baru yang
kadang-kadang mendorong pembelajar melakukan investigasi
lebih lanjut.
g. Kelebihan dan Kekurangan Model Learning Cycle
Setiap
model
pembelajaran
pasti
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan. Seperti diungkapkan oleh Yanuar (2012:3-4) Learning
Cycle (5E) mempunyai beberapa kelebihan yaitu siswa dapat belajar
aktif, informasibaru yang diperoleh dikaitkan dengan seksama dengan
yang
telah
dimiliki
siswa,
dan
orientasi
pembelajaran
berupa
pemecahan masalah.
Demikian pula dengan Learning Cycle menurut
Ngalimun
(2014:150) ditinjau dari dimensi pembelajar, penerapan strategi ini
memberi
keuntungan sebagai berikut: (1)
meningkatkan motivasi
belajar karena pebelajar dilibatkan secara langsung dalam proses
26
pembelajaran, (2) membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar,
dan (3) pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan model ini yang harus selalu
diantisipasi menurut Soebagio (Ngalimun, 2014:150-151) diperkirakan
sebagai berikut: (1) efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang
menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran, (2) menuntut
kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan
proses pembelajaran, (3) memerlukan pengolahan kelas yang lebih
terencana dan terorganisasi, dan (4) memerlukan waktu dan tenaga yang
lebih
banyak
dalam
menyusun
rencana
dan
melaksanakan
pembelajaran.
Ada beberapa cara atau solusi untuk meminimalisir atau bahkan
mengatasi kekurangan model pembelajaran Learning Cycle
yaitu: (1)
perencanaan dan pengelolaan kelas yang baik dan sudah dipersiapkan
segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembelajaran, (2) memberikan
atau menyesuaikan penerapan model dengan alokasi waktu yang
dimiliki, (3) guru harus menguasai materi pembelajaran dan langkahlangkah dari model pembelajaran Learning Cycle, (4) guru harus
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pembelajaran dan kreativitas
guru harus ditingkatkan, (5) eksperimen dalam tahapan eksplorasi harus
benar-benar di pahami dan dikuasai oleh guru dikarenakan fase itulah
yang menjadi kunci atau fokus pelaksanaan pembelajaran yang
menerapkan model Learning Cycle, dan (6) guru harus pintar
merangsang siswa untuk aktif dalam pembelajaran
Berdasarkan pernyataan di atas, penerapan model Learning Cycle
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dan
kekurangan tersebut dapat dilihat dalam sajian tabel 2.1 berikut ini :
27
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Model Learning Cycle
No
Kelebihan
Kekurangan
1.
Meningkatkan motivasi
Efektifitas pembelajaran
belajar.
rendah jika guru kurang
menguasai materi dan
langkah-langkah
pembelajaran
2.
Mengembangkan sikap
Menuntut kesungguhan dan
ilmiah
kreativitas guru dalam
merancang dan melaksanakan
proses pembelajaran
3.
Pembelajaran menjadi
Memerlukan pengolahan
lebih bermakna
kelas yang lebih terencana
dan terorganisasi
4.
Langkah dan tahapan
Memerlukan waktu dan
sederhana dan mudah
tenaga yang lebih banyak
diingat
dalam menyusun rencana dan
melaksanakan pembelajaran
5.
Melatih siswa belajar
Menuntut keberhasilan setiap
melakukan konsep melalui
tahapan agar dapat
kegiatan eksperimen
menciptakan pembelajaran
yang bermakna
6.
Melatih siswa untuk
mengkomunikasikan
konsep yang telah mereka
pelajari
28
h. Implementasi Model Learning Cycle pada Penerapan Konsep
Pesawat Sederhana
Pembelajaran merupakan sebuah proses ketika siswa akan
mendapatkan pengetahuan baru dari berbagai sumber belajar.
Dalam pelaksanaannya sebuah pembelajaran harus dikemas dengan
sebuah model pembelajaran. Penerapan dari model pembelajaran
yang digunakan harus
sesuai dengan kebutuhan siswa dan
karakteristik siswa, serta materi pembelajaran
Pola
pembelajaran dalam mata
menekankan
penemuan,
pada
sehingga
pendekatan
pelajaran IPA lebih
pembelajaran
dalam pelaksanaannya
yang
berbasis
menjadi menarik.
Pembelajaran IPA terutama materi pesawat sederhana akan lebih
bermakna
dan
mencapai
tujuan
dari
pembelajaran
ketika
pendekatan yang digunakan bersifat konstruktivis, scientific, dan
tentunya menjadikan pembelajaran itu bermakna. Salah satu model
pembelajaran inovatif yang berbasis pada pendekatan scientific dan
di dalam tahapannya terdapat aktivitas mencoba atau eksperimen
yakni Learning Cycle.
Berikut
ini
dijabarkan
mengenai
implementasi
model
pembelajaran Learning Cycle pada penerapan konsep pesawat
sederhana, yaitu :
1) Engagement
Pada tahap ini guru memberikan demonstrasi dan tanya jawab
dalam rangka mengeksplorasi pengetahuan awal, pengalaman
belajar, dan ide-ide pebelajar mengenai penerapan konsep
pesawat sederhana. Pebelajar diajak untuk membuat prediksiprediksi tentang fenomena yang terdapat di dalam materi
pesawat sederhana yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam
tahap
eksplorasi.
Tujuannya
adalah untuk
pebelajar, mengetahui kemungkinan
mengkondisikan
terjadinya miskonsepsi,
membangkitkan minat dan keingintahuan pembelajar.
29
2) Exploration
Pada tahap ini pembelajar bekerja sama dalam kelompok kecil,
menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta
ide-ide tentang penerapan konsep pesawat sederhana. Bentuk
kegiatan pembelajaran pada tahapan ini adalah demonstrasi,
praktikum tentang pesawat sederhana, atau mengerjakan LKS.
3) Explaination
Pada tahapan ini siswa menjelaskan konsep dengan kalimat
mereka sendiri tentang apa yang mereka telah temukan dalam
eksperimen tentang materi pesawat sederhana, guru hanya
meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka dan
mengarahkan kegiatan diskusi, pembelajar menemukan istilahistilah dari konsep pesawat sederhana yang mereka pelajari.
Bentuk kegiatannya adalah kajian literatur dan diskusi kelas.
4) Elaboration
Pada
tahap ini siswa menerapkan konsep dan keterampilan
dalam situasi baru. Bentuk kegiatan pembelajaran demostrasi
lanjutan, praktikum pesawat sederhana lanjutan, dan problem
solving.
5) Evaluation
Pada
tahapan
ini
guru
mengadakan refleksi pelaksanaan
pembelajaran materi pesawat sederhana lalu melakukan tes tulis
dan problem solving terhadap materi pesawat sederhana.
Evaluasi yang dilakukan yakni terhadap efektifitas fase-fase
sebelumnya, evaluasi terhadap pengetahuan tentang pesawat
sederhana,
pemahaman
konsep
pesawat
sederhana,
atau
kompetensi pembelajar dalam konteks baru yang kadang-kadang
mendorong
pembelajar
melakukan
tentang materi pesawat sederhana.
investigasi
lebih
lanjut
30
3. Hakikat Penerapan Konsep IPA
a. Pengertian Penerapan
Penerapan atau apply merupakan tingkatan kogintif ketiga dalam
taksonomi Bloom. Penerapan (application) adalah kemampuan untuk
menggunakan konsep, prinsip, prosedur, atau teori tertentu pada situasi
tertentu (Gulo, 2002:60).
Lebih jauh,
Anderson (Hidayat,2014:25)
menyebutkan apply
involves using procedures to perform exercise or solve problems.
Berarti bahwa penerapan melibatkan penggunaan tata cara (prosedur)
untuk
melakukan
latihan
atau
memecahkan
masalah–
masalah.
Widyastuti (2014:7) menyimpulkan bahawa yang dimaksud dengan
penerapan adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan sesuatu
serta dapat atau sanggup menggunakan suatu informasi pada sesuatu
yang kongkret dan baru, serta dapat memecahkan berbagai masalah
yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan pernyataan di atas menurut Rusman (Hidayat,
2014:26) menyatakan bahwa penerapan adalah jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata
cara atau metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan
konkret. Seorang siswa dikatakan mampu menerapkan ketika sudah
mampu mengehtaui dan memahami sebuah teori. Penerapan merupakan
tahapan yang lebih tinggi secara kognitif yang dapat di asumsikan
bahwa ketika seseorang mengetahui dan memahami maka akan mampu
menerapkan, namun apabila tidak mampu mengetahui dan memahami
maka tidak akan mampu menerapkan.
Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan bahwa penerapan
adalah kemampuan dan kesanggupan peserta didik untuk menggunakan
tata cara, metode, dan teori yang sudah dipelajari dan dipahami untuk
mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
31
b. Pengertian Konsep
Konsep merupakan suatu hal yang bersifat abstrak dan merupakan
sintesis sejumlah kesimpulan yang ditarik dari pengalaman dengan
objek atau kejadian tertentu. Sukardjo (2005:10) menyatakan konsep
adalah ide atau gagasan yang diabstraksikan atau digeneralisasikan dari
pengalaman.
Lebih jauh,
Hamalik
(2008:162) mengemukakan pendapatnya
bahwa konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki
ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang (person). Konsep
bukan stimuli khusus, melainkan kelas stimuli. Konsep-konsep tidak
terlalu kongruen dengan pengalaman pribadi kita, tetapi menyajikan
usaha-usaha
Senada
manusia
dengan
untuk
mengklasifikasikan
pernyataaan
sebelumnya
pengalaman
Winkel
kita.
(2005:113)
mengungkapkan bahwa konsep atau pengertian adalah satuan arti yang
mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
Melengkapi uraian di atas,
Suwandi (2009:55) menyatakan bahwa
konsep merupakan suatu postulat (asumsi, hipotesis) yang berkenaan
dengan suatu bidang ilmu. Lebih lanjut diungkapkan oleh Santrock
(2014:3) konsep merupakan poin penting dari sebuah pemikiran.
Hidayat (2014:28) menyimpulkan bahwa konsep adalah kategori yang
bersifat umum dan merupakan abstraksi mental yang menyajikan usaha
manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman serta untuk membantu
proses mengingat menjadi lebih efisien.
Belajar
konsep
merupakan hal yang penting dalam rangka
memberikan pendidikan bagi siswa yang akan memberikan pengaruh
yang positif bagi siswa dalam memahami suatu konsep
pembelajaran.
Hamalik
(2008:164)
konsep, yaitu: (1) Konsep-konsep
menguraikan
enam
dalam
kegunaan
mengurangi kerumitan lingkungan;
(2) Konsep-konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek-objek
yang ada disekitar kita. Konsep berguna untuk mengidentifikasi objekobjek yang ada di sekitar kita dengan cara mengenali ciri-ciri masing
32
objek; (3) Konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru,
lebih luas,
dan lebih maju. Peserta didik tidak harus belajar secara
konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
yang telah dimilikinya untuk mempelajari sesuatu yang baru; (4)
Konsep mengarahkan kegiatan instrumental. Berdasarkan konsep yang
telah diketahui, maka seseorang dapat menetukan tindakan-tindakan apa
yang
selanjutnya
perlu
dikerjakan/dilakukan;
(5)
Konsep
memungkinkan pelaksanaan pengajaran. Konsep-konsep yang telah
dimilikinya itu pada dasarnya berfungsi sebagai entry behaviour yang
dapat
dijadikan
dasar
untuk
meningkatkan
proses
pengajaran
berikutnya; (6) Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal
yang berbeda dalam kelas yang sama.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa konsep adalah suatu kelas kategori yang bersifat umum dan
merupakan
abstraksi
pengalaman
yang
yang
dapat
menyajikan
digeneralisasikan
usaha-usaha
berdasarkan
manusia
untuk
mengklasifikasikan sesuatu.
c. Pengertian Konsep IPA
Kurikulum di Indonesia memiliki beberapa mata pelajaran yang
harus
dipelajari
oleh
setiap
siswa,
salah satunya
adalah Ilmu
Pengetahuan Alam atau science. IPA merupakan kajian pembelajaran
yanng berlandaskan pada alam atau lingkungan, dalam hal ini IPA
berupaya
membangkitkan
rasa
ketertarikan
manusia
agar
mau
meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya tentang alam seisinya
yang masih penuh dengan rahasia yang tak pernah ada habisnya.
Menurut Trowbridge and Baybee (Bundu, 2006:9) mengungkapkan “
science as a way of knowing” yang memiliki makna sains adalah proses
yang sedang berlangsung dengan fokus pada pengembangan dan
pengorganisasian pengetahuan. Sukardjo (2005:1) menyatakan bahwa
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah Ilmu yang mempelajari tentang
alam dan segala isinya, atau secara sederhana merupakan suatu
33
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala
alam.
Lebih lanjut, menurut Bundu (2006:10) mengungkapkan bahwa
sains adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam
memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap kegiatan tersebut.Sains
juga didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam
raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak sematamata bergantung pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu,
misalnya observasi, eksperimen dan analisis rasional.
IPA secara garis besar memiliki 3 komponen, yaitu (1) proses
ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang
dan melaksanakan eksperimen, (2) produk ilmiah, misalnya prinsip,
konsep, hukum, dan teori, dan (3) sikap ilmiah, misalnya rasa ingin
tahu, hati-hati, objektif, jujur (Bundu, 2006:11).
Lebih lanjut, Putra (Hidayat, 2014:29) Pembelajaran IPA adalah
pembelajaran yang menjadikan sains (murni) sebagai metode atau
pendekatan dalam proses belajar-mengajar. Hakikat pembelajaran sains
dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni:
1) Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk yaitu kumpulan hasil
penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk
konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan analitis.
2)
Ilmu pengetahuan alam sebagai proses yaitu untuk menggali
dan
memahami
pengetahuan
tentang
alam.
Keterampilan
proses sains adalah ketrampilan yang dilakukan oleh para
ilmuwan
seperti
mengamati,
mengukur,
mengklasifikasikan,
dan menyimpulkan
3) Ilmu
pengetahuan
dikembangkan
alam
melalui
sebagai
sikap.
Sikap
Ilmiah
kegaiatan-kegiatan
siswa
dalam
pembelajaran IPA pada saat melakukan diskusi, percobaan,
simulasi, dan kegiatan proyek di lapangan.
34
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diartikan bahwa IPA
merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip-prinsip dan
proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsepkonsep yang terkait dengan gejala atau fenomena alam.
Pembelajaran IPA yang dilaksanakan di sekolah dasar masih
banyak yang bersifat konvensional, yakni pembelajaran yang hanya
berorientasi pada penguasaan konsep yang berimplikasi pada nilai atau
hasil
akhir
yang
bersifat
pengetahuan
semata.
Guru
belum
memaksimalkan PAIKEM yakni Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan serta harus berpusat pada siswa serta belum
menerapkan berbagai pendekatan, model, metode yang bervariasi
berdasarkan karakteristik dari setiap mata pelajaran.
IPA sebagai pembelajaran dapat dijadikan wahana bagi siswa
untuk
belajar
sambil mengenal alam sekitar.
Pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman secara nyata dan siswa
dibimbing untuk melakukan pemerolehan pengetahuan secara mandiri
guna mengembangkan kompetensi dengan menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah.
Penelitian ini menerapkan konsep IPA berfokus pada penerapan
konsep pesawat sederhana diartikan sebagai sebuah tindakan yang
dilakukan
yang
dilakukan
peneliti
dengan
mempraktikan
materi
mengenai pesawat sederhana pada proses pembelajaran untuk mencapai
standard kompetensi yang telah ditentukan.
Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan
manusia
disebut
pesawat.
menyebabkan alat-alat
Kesederhanaan
tersebut
dalam
penggunaannya
dikenal dengan sebutan pesawat
sederhana.
Jenis- Jenis pesawat sederhana terdiri dari : pengungkit (tuas),
bidang miring, katrol, dan roda. Pesawat sederhana merupakan salah
satu materi atau bahan ajar pada materi pembelajaran IPA di sekolah
dasar yang harus dikuasai siswa ketika berada di kelas V semester II.
35
Menurut Djumhana dan Muslim (2007: 2.21-2.24) pesawat sederhana
terbagi menjadi 4 jenis yaitu:
1) Pengungkit (tuas)
Berdasarkan letak beban, kuasa, dan penumpunya, pengungkit
dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut:
a) Pengungkit golongan I
Pada pengungkit golongan I, titik tumpu berada di antara
beban dan kuasa. Contohnya yaitu gunting, jungkat-jungkit,
palu, tang, dan pemotong kuku.
b) Pengungkit golongan II
Pada pengungkit golongan II, letak beban diatara titik
tumpu dan dan titik kuasa. Contohnya adalah kereta sorong,
pembuka kaleng, dan pemotong kertas.
c) Pengungkit golongan III
Pada pengungkit golongan III, letak kuasa terletak
di
antara beban dan titik tumpu. Contohnya adalah stapler,
pinset dan sapu.
2) Bidang Miring
Bidang miring adalah permukaan yang salah satu ujungnya
lebih tinggi dari pada ujung yang lain. Contohnya adalah
tangga,
bangunan
bertingkat,
jalan
berkelak-kelok
di
pegunungan.
3) Katrol
Katrol adalah pesawat sederhana yang terbuat dari roda yang
tepinya beralur dan dapat diputar pada porosnya. Ada beberapa
jenis katrol yaitu:
a) Katrol tetap
: katrol yang tidak berubah posisinya
ketika digunakan untuk memindahkan benda
b) Katrol bebas
:
katrol
yang
berubah posisinya
ketika digunakan untuk memindahkan benda
36
c) Katrol rangkap
: katrol yang terdiri dari lebih dari
satu katrol yang disusun berjajar.
d) Katrol ganda(takal)
: katrol yang terdiri dari beberapa
katrol yang disatukan dengan tali.
4) Roda Berporos
Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan degan
sebuah poros yang berputar bersama-sama. Roda berporos
merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang banyak
ditemukan pada alat—alat seperti setir mobil,setir kapal, roda
sepeda, roda kendaraan bermotor, dan gerinda.
4. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Sholeh Wahyu Hidayat (2014).
Persamaan
dengan
menerapkan konsep
penelitian
ini terdapat
pada
variabel bebas
pesawat sederhana melalui Learning Cycle.
Perbedaannya terdapat pada variabel terikat
meningkatkan kreativitas
siswa sedangkan penelitian ini meningkatkan sikap ilmiah siswa.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan bahwa
penerapan konsep pesawat sederhana melalui Learning Cycle dapat
meningkatkan kreativitas siswa kelas V SD N Bulu 04 Kecamatan Bulu
tahun ajaran 2013/2014.
persentase
kreativitas
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
siswa
pada
awalnya hanya nilai rata-rata
kreativitas siswa sebesar 1,09% atau hanya 11,76% dari jumlah siswa
yang mencapai KKM, lalu pada siklus I terjadi peningkatan yakni nilai
rata-rata kreativitas siswa menjadi 1,71% atau 76,47% dari jumlah yang
mencapai KKM. Pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa
menjadi 1,96% atau 82,35 % dari jumlah siswa yang mencapai KKM.
Pemahaman konsep pesawat sederhana yang pada awalnya hanya
23,53% siswa dari jumlah siswa dalam kelas menjadi 29,41% pada
37
siklus ke I dan pada siklus ke II kembali naik menjadi 82,35 % dari
jumlah siswa dalam kelas.
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rahma
Widyastuti
(2014)
Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel terikat tentang
meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada variabel
bebas
menerapkan
pendekatan
scientific
berbasis
eksperimen,
sedangkan penelitian ini menerapkan model Learning Cycle.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan bahwa
implementasi
pendekatan
scientific
berbasis
eksperimen
yang
diterapkan dalam pendidikan dasar dapat mengembangkan sikap ilmiah
siswa Sekolah Dasar. Hal ini dibuktikan bahwa terdapat peningkatan
sikap ilmiah pada siklus I sebesar 20% untuk aspek kejujuran, 25 %
untuk kategori saling membantu, 5% untuk tepat waktu, 15 % untuk
kategori teliti atau cermat dan 40 % untuk kategori tanggung jawab.
Pada Siklus II, terjadi peningkatan yakni sebanyak 40% atau meningkat
20% dari siklus I,
sedangkan untuk
kategori saling membantu
meningkat sebanyak 35% atau meningkat 10% dibandingkan siklus I,
untuk kategori tepat waktu menjadi 25% atau meningkat 20% dari
siklus I, dan untuk ketelitian meningkat 30% atau 15% dari siklus I,
serta untuk kategori tanggung jawab menjadi 80 % atau meningkat
sebanyak 40% dari siklus I. Pada Siklus III, terjadi peningkatan yang
signifikan yakni untuk kategori kejujuran naik hingga 100% atau
meningkat 60% dari siklus II, sedangkan untuk kategori saling
membantu mencapai 100% atau meningkat 65% dari siklus II, lalu
untuk kategori tepat waktu yakni 90% atau meningkat 65% dari siklus
II, dan untuk kategori teliti atau cermat mencapai 90% atau meningkat
60% dari siklus II, serta untuk
kategori tanggung jawab mencapai
100% atau meningkat 20% dari siklus II. Keterampilan menerapkan
konsep sifat-sifat cahaya pada siklus I mencapai 35% atau terjadi
peningkatan 20% dibandingkan dengan pra tindakan, sedangkan pada
siklus II kembali terjadi peningkatan sebesar 65% daripada siklus I
38
yakni mencapai 85% dan pada siklus III mencapai 100% atau terjadi
peningkatan 15% daripada siklus II.
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sutrisno
pada
tahun 2012
.Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel terikat tentang
meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada variabel
bebas menerapkan Model Jigsaw dengan Peer Assessment, sedangkan
penelitian ini menerapkan model Learning Cycle.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan (1)
Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif Jigsaw dapat
meningkatkan
aktivitas
siswa
dalam
mempelajari
fisika.
(2)
Berdasarkan perhitungan efektifitas peer assessment dari skor penilaian
efektifitas peer assessment pada setiap item mempunyai skor di atas
70%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan peer assessment dalam
menilai sikap ilmiah siswa adalah efektif, (3) Hasil penghitungan anava
penguasaan konsep pada kelompok eksperimen A1 yang menggunakan
model
pembelajaran
Jigsaw
dengan peer
assessment,
kelompok
eksperimen A2 dengan Jigsaw, kelompok eksperimen A3 dengan
konvensional diikuti.
Penelitian yang dilakukan oleh I.K Purnamawan, I.W Suadia, I.W
Suastra pada tahun 2013. Persamaannya terdapat pada variabel terikat
tentang meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada
variabel bebas menerapkan Model TSOI, sedangkan penelitian ini
menerapkan model Learning Cycle.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan Pertama,
terdapat perbedaan pemahaman konsep dan sikap ilmiah antara
kelompok
siswa yang belajar dengan model TSOI dan model
pembelajaran konvensional (F=397,386; p<0,05). Kedua, terdapat
perbedaan pemahaman konsep antara kelompok siswa yang belajar
dengan
model
TSOI
dan
model
pembelajaran
konvensional
(F=276,014; p<0,05). Ketiga, terdapat perbedaan sikap ilmiah antara
39
kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran TSOI dan
konvensional (F=302,239; p<0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Fakhrudin pada tahun 2010.
Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel terikat tentang
meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada variabel
bebas menerapkan Penggunaan Media Komputer melalui Model
Kooperatif Tipe STAD, sedangkan penelitian ini menerapkan model
Learning Cycle.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan sikap
ilmiah siswa meningkat tiap pertemuan, dengan skor pertemuan I
sebesar 77,8% berada pada kategori tinggi, skor pertemuan II sebesar
83,3% berada pada kategori tinggi, dan skor pada pertemuan III sebesar
93,3% berada pada kategori tinggi. Dari hasil ini terjadi peningkatan
pada setiap pertemuan. Dengan demikian, secara keseluruhan sikap
ilmiah siswa dapat dilatihkan dengan penggunaan media komputer
melalui penerapan model kooperatif tipe STAD di siswa kelas X3
SMAN I Bangkinang Barat pada materi kalor.
B. Kerangka Berfikir
Paradigma penelitian terbentuk dari adanya kerangka berfikir yakni
menjelaskan
pertautan
antar
antar
variabel
tersebut
selanjutnya
dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Kerangka berfikir
menggambarkan kondisi awal subjek penelitian hingga berakhirnya
penelitian. Kerangka berfikir disebut sebagai paradigma dari sebuah
penelitian dikarenakan acuan dasar dari sebuah penelitian dapat dilihat
secara ringkas di dalam sebuah kerangka berfikir. Dari masalah yang
muncul dan apa yang menjadi sebab dari permasalahan tersebut, lalu
tindakan yang dilakukan dengan perinciaan secara detail dalam
penggambaran
kerangka
berfikir
yang dijabarkan sesuai dengan
pelaksanaan tindakan dan diakhiri dengan simpulan dari penelitian atau
ketercapian dari penelitian.
40
Kondisi awal sikap ilmiah siswa kelas V SD N Purwotomo No 97
masih rendah. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni (1)
Guru masih menerapakan cara pembelajaran yang konvensional, artinya
walaupun guru beberapa kali sudah menggunakan model pembelajaran,
tetapi belum memanfaatkan model pembelajaran secara maksimal
sehingga pembelajaran yang dilaksanakan kurang bermakna. Guru lebih
sering menerapkan model yang dimana metode ceramah menjadi pusat
dari pembelajaran karena orientasi dari pembelajaran hanya pada ranah
kognitif dan sedikit ranah psikomotorik belum pada ranah afektif
(2)
Siswa yang kurang semangat dalam pembelajaran, artinya mereka
hanya menunggu guru untuk memberikan materi tanpa adanya usaha
yang ilmiah untuk mencari sumber pengetahuan.
Alternatif
penanggulangan
yang
tepat
untuk
mengatasi
permasalahan tersebut adalah menerapkan model pembelajaran yang
variatif
dan
inovatif
serta
menyenangkan.
Maksudnya
adalah
pembelajaran yang dilakukan tidak membuat siswa tertekan, dan
pembelajaran yang dilakuakan membuat siswa nyaman serta tidak
merasa bosan dengan pelaksanaan pembelajaran. Penelitian ini memilih
menggunakan penerapan pesawat sederhana melalui Learning Cycle
sebagai alternatif dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa. Pemilihan
model pembelajaran Learning Cycle dikarenakan terdapat fakta empirik
(penelitian sebelumnya) yang membuktikan bahwa Learning Cycle
dapat meningkatkan semua ranah dalam pembelajaran IPA termasuk
sikap dalam hal ini sikap Ilmiah.
Model Learning Cycle juga merupakan salah satu model yang
direkomendasikan diterapkan dalam pembelajaran IPA, karena di dalam
langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Learning Cycle
terdapat langkah atau tahapan eksplorasi yang dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen tentang suatu hal yang
terkait dengan pembelajaran. Fakta teoritis ini mendukung penerapan
model Learning Cycle dalam pembelajaran IPA karena di dalam
41
pembelajaran IPA
identik
dengan pelaksanaan eksperimen,
serta
melalui penerapan model Learning Cycle dalam pembelajaran IPA juga
dapat memaksimalkan semua produk pembelajaran IPA salah satunya
sikap ilmiah.
Pesawat sederhana dipilih karena dalam materi ini terdapat pokok
bahasan yang dapat memberikan stimulan yang dapat membantu
meningkatkan sikap ilmiah selain itu juga pemahaman tentang materi
ini dirasa perlu ditingkatkan. Penerapan konsep pesawat sederhana
melalui model Learning Cycle ini akan membantu pemahaman konsep
siswa serta melatih keterampilan, sikap, dan pengetahuan siswa agar
terbiasa menjadi siswa yang
memiliki atau memperoleh pengetahuan
berdasarkan sikap ilmiah yang baik. Model ini diterapkan dengan
menggunakan siklus I, II, dan diakhiri dengan siklus III yang akan
melalui
tahapan
berikut
setiap
siklusnya
yakni
perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Penerapan konsep pesawat sederhana melalui Learning Cycle
ini
dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas V SD N Purwotomo
Surakarta. Kerangka berfikir ini dapat digambarkan seperti pada
gambar 2.1 berikut :
42
Kondisi
Awal
Guru menggunakan
Model Konvensional
Nilai Sikap Ilmiah siswa
Kelas V SD Purwotomo
Rendah
Siklus I
Tindakan
Dalam proses
pembelajaran guru
menerapkan model
Learning Cycle yang
terdiri dari 5 langkah
yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
Engagement
Exploration
Explaination
Elaboration
Evaluation
(Pemahaman Konsep Pesawat
Sederhana dan Pengenalan
model Learning Cycle)
1.
2.
3.
4.
Siklus II
(Penerapan Pesawat Sederhana
melalui model Learning Cycle)
1.
2.
3.
4.
Kondisi
Akhir
Sikap Ilmiah siswa
kelas V SD N
Purwotomo meningkat
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
Siklus Ke III
(Penerapan Pesawat Sederhana
melalui model Learning Cycle)
1.
2.
3.
4.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
43
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang sudah
diuraikan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan model
Learning Cycle
dapat meningkatkan sikap ilmiah dalam menerapkan
konsep pesawat sederhana pada siswa kelas V SD N Purwotomo No 97
tahun ajaran 2015/2016.
Download