Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II peneliti mengumpulkan dan mencatat informasi yang
diperlukan untuk memperoleh gagasan dan keterangan mengenai hal-hal yang
berkaitan dan menunjang dalam penelitian ini yang berasal dari literatur-literatur
(buku-buku wajib) maupun literatur dari media lainnya seperti internet.
2.1 Pengertian Dasar
2.1.1 Pengertian Kepuasan Konsumen
Hasil dari suatu jasa yang ditawarkan perusahaan adalah penilaian
konsumen. Penilaian yang berasal dari konsumen ini adalah akibat yang
dirasakannya. Maka dalam mencari sampai sejauh mana konsumen merasa puas
atas pelayanan yang ditawarkan oleh perusahaan, tidak terlepas dari sesuatu yang
diharapkan konsumen dengan kenyataan yang diterimanya setelah melakukan
pembelian, konsumen akan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan.
Menurut Tse dan Wilton yang dikutip oleh Tjiptono (2006) menyatakan
kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut :
“kepuasan atau ketidak puasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan
antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lain) dan kinerja
aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya “
Pengertian kepuasan menurut Kotler dan Keler (2007) adalah sebagai
berikut:
“Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang
dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan”.
Menurut Engel et al yang dikutip oleh Tjiptono (2006), menyatakan
kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:
“Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil
(outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
7
8
ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi
harapan pelanggan.”
Ada kesamaan di antara beberapa definisi di atas, yaitu menyangkut
komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan).
Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan
tentang apa yang diterimanya bila membeli atau mengkonsumsi suatu produk
(barang dan jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan
terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang
ditunjukkan dalam gambar berikut :
Tujuan
Perusahaan
Kebutuhan dan
Keinginan
Pelanggan
PRODUK
Harapan Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai Produk
Bagi Pelanggan
Tingkat
Kepuasaan
Pelanggan
Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber : Tjiptono (2006)
2.1.1.1 Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan
pesaiang). Kotler dan Keller dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2007)
menyebutkan beberapa cara untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
9
1. Sistem keluhan dan saran (suggestion and recomended)
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi para pelaggannya untuk menyampaikan saran,
pendapat, dan keluhan mereka. Media yang dapat digunakan berupa kotak
saran yang diletakan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau
sering dilewati pelanggan), menyediakan kartu komentar (yang bisa diisi
langsung atau dikirim via pos kepada perusahaan), menyediakan saluran
telepon khusus (customer hot lines), dan lain-lain.
2. Survei Periodik (periodic surveys)
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan
menggunakan metode survai, baik melalaui pos, telepon, maupun wawancara
pribadi. Melalui survai perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan
balik secara langsung dari pelanggan dan juga sekaligus memberi tanda
(signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para
pelanggannya.
3. Pembeli Misterius (mystery shoppers)
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost
shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial
produk perusahaan atau pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan
pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk
tersebut.
4. Analisa Konsumen yang Hilang (costumer loss rate)
Metode
ini
sedikit
unik.
Perusahaan
berusaha
menghubungi
para
pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok.
Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal
tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil
kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan.
10
2.1.1.2 Faktor-faktor Timbulnya Ketidakpuasan Pelanggan
Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, di
antaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta
informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler dan Armstrong yang
dikutip oleh Tjiptono, 2006). Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan
harapan seseorang biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut:
Pelanggan Keliru
Mengkomunikasikan
Jasa Yang diinginkan
Pelanggan Keliru
Menafsirkan Signal (Harga,
Positioning, dll)
Miskomunikasi
Rekomendasi Mulut ke
Mulut
Harapan
Tidak Terpenuhi
Kinerja Karyawan
Perusahaan Jasa
Yang Buruk
Miskomunikasi
Penyediaan Jasa Oleh
Pesaing
Gambar 2.2 Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan
Sumber : Tjiptono (2006)
Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan
berpengaruh pada pola prilaku selanjutnya. Hal ini ditunjukan pelanggan setelah
terjadi proses pembelian. Apabila pelanggan merasa puas, maka dia akan
menunjukan besarnya kemungkinan untuk membeli kembali produk yang sama.
Pelanggan yang puas juga cenderung akan memberikan referensi yang baik
terhadap produk kepada orang lain.
Tidak demikian dengan seorang pelanggan yang tidak puas. Pelanggan
yang tidak puas dapat melakukan tindakan pengembalian produk, atau secara
eksterim bahkan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan.
11
Tentu banyak sebab-sebab timbulnya ketidakpuasan tersebut, menurut
Alma (2004) munculnya rasa tidak puas terhadap sesuatu antara lain:
1. Tidak sesuai harapan dengan kenyataan
2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan
3. Prilaku personil kurang memuaskan
4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang
5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga
tidak sesuai
6. Promosi/iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan.
2.1.1.3 Strategi Kepuasan Konsumen
Ada beberapa strategi untuk memenuhi kepuasan konsumen, menurut
Tjiptono (2006) strategi kepuasan konsumen adalah sebagai berikut:
1. Relationship Marketing Strategy
Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain,
dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terusmenerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business).
2. Strategy Superior Customer Service
Strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para
pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar. Untuk mewujudkannya
dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha
gigih.
3. Strategy Unconditional Guarantees
Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan
yang
pada
gilirannya
akan
menjadi
sumber
dinamisme
penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan
meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencari tingkat kinerja yang
lebih baik daripada sebelumnya.
12
4. Strategi Penanganan Keluhan Yang Efisien
Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan
pelanggan ’abadi’).
2.1.2 Pengertian Kualitas dan Kualitas Pelayanan
Kualitas suatu produk atau pelayanan perlu mendapat perhatian besar dari
manajer, karena kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan
bersaing dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang
kurang menguntungkan. Apabila konsumen merasa bahwa kualitas dari suatu
produk tidak memuaskan, maka kemungkinan besar ia tidak akan menggunakan
produk perusahaan tersebut lagi. Bahkan mungkin akan membeli dari pesaing
yang menawarkan kualitas yang lebih baik. Karena konsumen merupakan pihak
yang memegang peranan penting dalam menilai kualitas, maka manajer
pemasaran perlu mengidentifikasi harapan dan mengukur kepuasan konsumen.
Pengertian kualitas dapat berbeda-beda tergantung pada siapa yang
menggunakan dan sudut pandang setiap orang.
Pengertian kualitas menurut Goetsh dan Davis yang dikutip Tjiptono (2006) yaitu:
”Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.”
Sedangkan menurut ISO 9000 yang dikutip oleh Rambat dan Hamdani
(2006) yaitu :
”degree to which a set of inherent characteristic fulfils requirement”
(derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inhereen dalam memenuhi
persyaratan). Persyaratan dalam
hal ini adalah ”need or expectation that is
stated, generally implied or obligator” (yaitu, kebutuhan atau harapan yang
dinyatakan, biasanya tersirat atau wajib).
Sehingga kualitas merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang
memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan.
13
Menurut Wyckof yang dikutip Tjiptono (2006) :
”kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.”
Konsumen akan memberikan penilaian mengenai tingkat pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan. Jadi kualitas pelayanan merupakan penilaian
konsumen mangenai tingkat pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
Menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2006) ada lima macam
perspektif kualitas yang berkembang. Kelima perspektif inilah bisa menjelaskan
mengapa kualitas dapat diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda
dalam situasi yang berlainan. Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut
adalah :
1. Trancendental Approach
Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellent, di mana
kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan
dioperasionalisasikan.
2. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3. User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi.
14
4. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas
sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan (conformance to
requirements). Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang
ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai ”affordable Excellent”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk
yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa
yang paling tepat dibeli (best-buy).
Pengertian kualitas dalam penelitian ini adalah ditinjau dari sudut pandang
pemakai jasa atau konsumen (user-based). Aspek kualitas ini bisa diukur,
pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan kualitas produk (barang
atau jasa).
2.1.2.1 Faktor-faktor yang Menentukan Penilaian Kualitas Pelayanan
Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2006) Terdapat 10
faktor utama yang menentukan kualitas jasa yaitu :
1. Reliability
Mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan
kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan
memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Selain itu juga
berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya
menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
2. Responsiveness
Yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasanya sesuai
dengan jadwal yang disepakati.
15
3. Competence
Artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
4. Access
Meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi
fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama,
saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.
5. Courtesy
Meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki
para contact personnel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain).
6. Communication
Artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat
mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility
Yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan,
reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi
dengan pelanggan.
8. Security
Yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi
keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (finansial
security), dan kerahasiaan (confidentiality)
9. Understanding/Knowing the Customer
Yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan
10. Tangibles
Yaitu bukti
fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
Jika jasa atau barang yang dibeli sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
konsumen, maka akan terdapat kepuasan dan sebaliknya akan timbul rasa kecewa.
Bila kenikmatan yang diperoleh konsumen melebihi harapannya, maka konsumen
betul-betul puas, mereka akan mengacungkan jempol, dan mereka akan
16
mengadakan pembelian ulang serta memberi rekomendasi produk kepada rekanrekannya.
Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2006) ada lima gap
yang menyebabkan kegagalan perusahaan dalam menyampaikan jasanya, kelima
gap tersebut adalah:
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak dapat selalu
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara cepat.
Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya
didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan
konsumen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi
kualitas jasa
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan
oleh pelanggan, tapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu
yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu: tidak adanya komitmen
total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumberdaya, atau karena
adanya kelebihan permintaan.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih
(belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat
memenuhi standar kerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kerja yang
ditetapkan.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji
yang dibuat perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji
yang diberikan ternyata tidak dapat terpenuhi.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan
dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas
jasa tersebut. Misalnya seorang dokter bisa saja akan terus mengunjungi
17
pasiennya untuk menunjukan perhatiannya, akan tetapi pasien dapat
menginterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa ada suatu yang tidak beres
berkenaan dengan penyakit yang dideritanya.
KONSUMEN
Komunikasi
Dari Mulut ke Mulut
Kebutuhan
Sosial
Pengalaman
Yang Lalu
Jasa Yang
Diharapkan
Jasa Yang
Dirasakan
PEMASAR
Penyamapain
Jasa
Penjabaran
Spesifikasi
Persepsi
Manajemen
Gambar 2.3 Model Kualitas Jasa (Gap Model)
Sumber : Parasuraman, A., et al. (1985), ”A Conceptual Model of Service
Quality and its Implication for Future Research”, Journal of
Marketing, Vol. 49 (Fall), p. 44.
Komunikasi
Eksternal
18
2.1.2.2 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa
menjadi buruk. Menurut Tjiptono (2006) faktor – faktor tersebut meliputi:
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability, artinya jasa
diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Dengan kata lain dalam
memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya
timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan
konsumen jasa. Beberapa kemungkinan yang mungkin ada pada karyawan
pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas
jasa misalnya:
a. Tidak terampil dalam melayani pelanggan,
b. Cara berpakaiannya tidak sesuai,
c. Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan,
d. Bau badannya mengganggu,
e. Selalu cemberut atau pasang tampang ’angker’
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi
Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat pula
menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi.
Hal-hal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah (umumnya karyawan
yang melayani pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yang paling
rendah dalam suatu perusahaan), pelatihan yang kurang memadai, atau bahkan
tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang tinggi, dan lain-lain.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai
Karyawan front-line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa.
Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu
mendapatkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi,
pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia). Dukungan tersebut bisa
berupa
peralatan
(perkakas,
material,
pakaian
seragam),
keterampilan maupun informasi (misalnya prosedur operasi).
pelatihan
19
4. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor yang sangat
esensial dalam kontak dengan pelanggan. Bila terjadi gap/kesenjangan dalam
komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap
kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan komunikasi yang bisa terjadi,
yaitu:
a. Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat
memenuhinya,
b. Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada
pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan aturan/prosedur,
perubahan susunan barang di rak pajangan supermarket, dan lain-lain,
c. Pesan komunikasi perusahaan tidak dipahami pelanggan,
d. Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menanggapi keluhan/saran
pelanggan.
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama
Pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena mereka memiliki
perasaan dan emosi. Dalam hal interaksi dengan pemberi jasa, tidak semua
pelanggan bersedia menerima pelayanan/jasa yang seragam (standardized
service).
6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan
Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat
meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang
buruk. Akan tetapi bila telampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan
terhadap jasa yang telah ada, maka hasil yang diperoleh tidak selalu optimal,
bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standar
kualitas jasa.
7. Visi bisnis jangka pendek
Visi jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjualan dan
laba tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan, dan
lain-lain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka
panjang. Sebagai contoh, kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan
20
cara mengurangi jumlah kasir (teller) menyebabkan semakin panjangnya
antrian di bank tersebut.
2.1.2.3 Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa
Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan
atau menekan saklar lampu. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Upaya
tersebut juga berdampak luas, yaitu terhadap budaya organisasi secara
keseluruhan.
Menurut Tjiptono (2006) ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kualitas jasa, yaitu:
1. Mengidentifikasi Determinan Utama Kualitas Jasa
Setiap perusahaan jasa perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik
kepada pelanggannya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama
kualitas jasa dari sudut pandang pelanggan. Oleh karena itu langkah pertama
yang dilakukan adalah melakukan riset untuk mengidentifikasi determinan
jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah
memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan
dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut.
2. Mengelola Harapan Pelanggan
Semakin banyak janji yang diberikan perusahaan, maka semakin besar pula
harapan pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada
gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan
pelanggan oleh perusahaan. Untuk itu ada suatu hal yang dapat dijadikan
pedoman, yaitu: “Jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan, tetapi
berikan lebih dari yang dijanjikan.”
3. Mengelola Bukti (evidence) Kualitas Jasa
Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi
pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan
kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan
cenderung memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa
sebagai bukti kualitas.
21
4. Mendidik Konsumen Tentang Jasa
Membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang
sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang
lebih ‘terdidik’ akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.
5. Mengembangkan Budaya Kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas
secara terus- menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosifi, keyakinan, sikap,
norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar
dapat tercipta budaya kualitas yang baik, dibutuhkan komitmen menyeluruh
pada seluruh anggota organisasi.
6. Menciptakan Automating Quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan
kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Meskipun demikian, sebelum
memutuskan akan melakukan otomatisasi, perusahaan perlu melakukan
penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang membutuhkan
sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi.
7. Menindak lanjuti Jasa
Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang
perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi
sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan
persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula
memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik
menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.
8. Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa
Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu system yang menggunakan
berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan
menyebarluaskan informasi dan kualitas jasa guna mendukung pengambilan
keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat
ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta
informasi mengenai perusahaan dan pelanggan.
22
2.1.3 Pengertian Jasa
Sebenarnya perbedaan secara tegas antara barang dan jasa seringkali sukar
dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali disertai dengan
jasa-jasa tertentu (misalnya : pemberian garansi, pelatihan dan bimbingan
operasional,perawatan dan reparasi) dan sebaliknya pembelian suatu jasa
seringkali juga melibatkan barang-barang yang melengkapinya (misalnya
makanan di restoran, telepon dalam jasa komunikasi). Meskipun demikian jasa
dapat didefinisikan sebagai berikut :
Menurut Kotler dan Armstrong (2007) yang dimaksud dengan jasa :
”Service is any activity or benefit that one party can offer to another that
is essentially intangible and does not result in the ownership of
anything”.
Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner yang dikutip Alma (2007) menyatakan
jasa adalah sebagai berikut:
“Broad definition is one that defines service “include all economics
activities whose output is not a physical product or construction, is
generally consumed at the time it is produced, and provides added value
in form (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, or
health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser”.
Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk
dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah
(seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud.
2.1.3.1 Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain dan berfungsi untuk membedakannya dengan produk
barang. Menurut Kotler dan Armstrong (2007) menerangkan empat karakteristik
jasa sebagai berikut:
1. Tidak berwujud (Intangibility)
Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik,
jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu
dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian tersebut, maka para calon pembeli
23
akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari bukti
kualitas jasa berdasarkan enam hal berikut ini:
a. Tempat (place)
Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga, kenyamanan
untuk kosumen, dan suasana yang mendukung.
b. Orang (people)
Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik. Sudah
terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.
c. Peralatan (equipment)
Peralatan penunjang seperti komputer, meja, mesin fax, dan lain
sebagainya.
d. Komunikasi material (communication material)
Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil jadi
dalam foto.
e. Simbol (symbol)
Nama dan simbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan
kelebihannya dalam melayani konsumen.
f. Harga (price)
Harga yang masuk akal dan dapat pula ipadukan dengan berbagai macam
promosi penjualan, seperti bonus, diskon dan lain-lain.
2. Bervariasai (variability)
Jasa berifat nonstandar dan sangat variabel. Berbeda dengan kualitas produk
fisik yang sudah terstandar, kualitas jasa bergantung pada siapa penyedianya,
kapan, di mana, dan bagaimana jasa itu diberikan. Oleh karena itu jasa sangat
bervariasi dan berbeda satu dengan yang lainnya.
3. Tidak dapat dipisahkan (inseparebility)
Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan
dengan partisipasi konsumen di dalamnya.
4. Tidak dapat disimpan (perishability)
Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya ada
pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si penerimanya.
24
Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud yang dapat
diproduksi terlebih dulu, disimpan dan dipergunakan di lain waktu.
2.1.3.2 Klasifikasi Jasa
Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa
jenis jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama
dari keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyataannya, suatu penawaran dapat
bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang pada satu sisi dan
jasa murni pada sisi lainnya.
Menurut Tjiptono (2006) penawaran jasa dapat dibedakan menjadi lima
kategori, yaitu:
1. Produk fisik murni
Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk fisik. Misalnya sabun
mandi, pasta gigi, atau sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang
menyertai produk tersebut.
2. Produk fisik dengan jasa pendukung
Pada kategori ini penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai
dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik pada
konsumennya. Misalnya produsen mobil harus memberikan penawaran yang
jauh lebih banyak daripada hanya sekedar jual mobil saja, yaitu meliputi jasa
pengantaran, reparasi, pemasangan suku cadang, dan sebagainya.
3. Campuran (Hybrid)
Penawaran terdiri dari barang dan jasa yang sama besar porsinya.
4. Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor
Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan
(pelengkap) dan atau barang-barang pendukung. Contohnya penumpang
pesawat yang membeli jasa transportasi. Selama menempuh perjalanan
menuju tempat tujuannya, ada beberapa unsur produk fisik yang terlibat,
seperti makanan dan minuman, majalah atau surat kabar yang disediakan, dan
lain-lain. Jasa seperti ini memerlukan barang yang bersifat capital intensif
25
(dalam hal ini pesawat) untuk realisasinya, tetapi penawaran utamanya adalah
jasa.
5. Jasa murni
Penawaran hampir seluruhnya berupa jasa. Misalnya fisioterapi, konsultasi,
psikologi, pemijitan dan lain-lain.
Sebagai konsekuensi dari adanya macam variasi bauran antara barang dan
jasa maka sulit untuk mengklasifikasi jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih
lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, di mana masing-masing
ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya
masing-masing.
Klasifikasi jasa juga dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria menurut
Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono (2006) yaitu:
1. Segmen pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa konsumen akhir
(misalnya: taksi, asuransi jiwa, pendidikan) dan jasa kepada konsumen
organisasi (misalnya: jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultasi hukum).
Sebenarnya ada kesamaan di antara kedua segmen pasar tersebut dalam
pembelian jasa. Baik konsumen akhir maupun konsumen organisasional samasama melalui proses pengambilan keputusan, meskipun fakor-faktor yang
mempengaruhi pembeliannya berbeda. Perbedaan utama dari kedua segmen
tersebut adalah alasan dalam memilih jasa, kualitas jasa yang dibutuhkan, dan
kompleksitas pengerjaan jasa tersebut.
2. Tingkat keberwujudan (tangibility)
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Rented Goods Service
Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk
tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Konsumen
hanya
dapat
menggunakan
produk
tersebut,
karena
26
kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahan yang menyewakannya.
Contohnya penyewaan mobil, lasser disc, villa, apartemen, dan lain lain.
b. Owned Goods Service
Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjanya, atau
dipelihara/ dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup
perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contoh jasa
reparasi, pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan
taman, pencucian pakaian, dan lain-lain.
c. Non Goods service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible
(tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan.
Contohnya : sopir, baby sitter, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli
kecantikan, dan lain-lain.
3. Keterampilan penyedia jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas professional
service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum, konsultan pajak,
konsultan system informasi, dokter, perawat, dan arsitek) dan nonprofessional
service (misalnya sopir taksi, dan penjaga malam). Pada jasa yang
memerlukan keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan
cenderung sangat selektif dalam memilih penyediaan jasa. Hal inilah yang
menyebabkan para professional
dapat mengikat para pelanggannya.
Sebaliknya jika tidak memerlukan keterampilan tinggi, sering kali loyalitas
pelanggan rendah karena penawarannya sangat banyak.
4. Tujuan organisasi
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service
atau profit service (misalnya penerbangan, bank, dan jasa parsel) dan
nonprofit service (misalnya: sekolah, yayasan, dana bantuan, panti asuhan,
panti wreda, perpustakaan dan museum).
27
5. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya
pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (seperti
makelar, catering, dan pengecatan rumah).
6. Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja) jasa dapat
dikelompokan menjadi:
a. Equipment based service (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan
telepon jarak jauh, ATM (Automatic Teller Machine), vending machine
dan binatu).
b. People based service (seperti pelatih sepak bola, satpam, jasa akuntansi,
konsultasi manajemen, dan konsultasi hukum).
7. Tingkat kotak penyediaan jasa dan pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high
contact service (seperti universitas, bank, dokter dan pegadaian) dan low
contact service (misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak
pelanggannya tinggi, keterampilan interpersonal harus diperhatikan oleh
perusahaan jasa. Sebaliknya pada jasa yang tingkat kontaknya rendah, justru
keahlian teknis karyawan yang paling penting.
2.1.3.3 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa
Ada beberapa strategi pemasaran perusahaan jasa menurut Alma (2004)
adalah sebagai berikut :
1. Pemasaran Internal
Sangat penting artinya bagi perusahaan jasa. Lebih dikenal dengan ”High
Contact”. High Contact ialah kualitas jasa yang tidak dapat dipisahkan dari
orang yang menghasilkan jasa tersebut. Misalnya high contact terdapat pada
usaha dalam bidang kesehatan, restoran, salon kecantikan dan sebagainya.
2. Pemasaran Eksternal
Pemasaran eksternal ialah mengarahkan kegiatan pemasaran ke publik, dalam
rangka menarik agak terpengaruh, berkunjung, dan melakukan transaksi.
28
3. Pemasaran Interaktif
Terjadi dalam rangka hubungan antara karyawan dan konsumen, terjadi
sentuhan-sentuhan, dialog, layanan yang diharapkan akan memberi kepuasan
kepada konsumen.
2.2
Teori Yang Digunakan
Kepuasan adalah fungsi dari perceived performance dan expectation
S = f (E.P)
S = Satisfaction
E = Expectation
P = Product Perceived Performance
Satu-satunya nilai yang dapat diciptakan perusahaan adalah nilai yang
berasal dari pelanggan, yaitu semua nilai yang dimiliki sekarang dan nilai yang
akan dimiliki perusahaan di masa depan. Suatu bisnis disebut sukses jika berhasil
mendapatkan, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan. Pelanggan
merupakan satu-satunya alasan perusahaan membangun pabrik, mempekerjakan
karyawan, menjadwalkan rapat, membuat jalur optik, atau melibatkan diri dalam
aktivitas bisnis apapun (kotler & kevin lane keller).
Lima dimensi kualitas jasa menurut Parasuraman yang dikutip oleh
Rambat dan Hamdani (2006) yaitu:
1. Berwujud (tangible)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada
pihak ekternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi
fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan
peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
2. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan
yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan
29
harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk
semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi
yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat
(responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang
jelas, tidak membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam
kualitas pelayanan.
4.
Jaminan dan kepastian (assurence)
Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain: komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi
(competence), dan sopan santun (courtesy).
5. Empati (empathy)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi
yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki perhatian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara
spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Menurut Goncolves (1998) Kompetensi, sikap dan penampilan jasa
membantu pembeli mengevaluasi kualitas dan jenis jasa yang diterimanya. Salah
satu cara agar penjualan jasa suatu perusahaan lebih unggul dibandingkan dengan
para pesaingannya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan
bermutu, yang memenuhi tingkat kepuasan konsumen. Tingkat kepentingan
konsumen terhadap jasa yang akan mereka terima dapat dibentuk berdasarkan
pengalaman dan saran yang mereka peroleh. Konsumen memilih pemberi jasa
berdasarkan tingkat kepentingan. Dan setelah menikmati jasa tersebut mereka
cendrung akan membandingkannya dengan yang mereka harapkan.
30
Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh dibawah jasa yang
mereka harapkan, para konsumen akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa
tersebut. Sebalikya, jika jasa yang mereka nikmati memenuhi atau melebihi
tingkat kepentingan, mereka akan cendrung memakai kembali produk jasa
tersebut.
2.3
Kajian Peneliti Terdahulu
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariaflorencio (2009) tentang
pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen, besarnya pengaruh
kualitas pelayanan sebesar 94,67% terhadap kepuasan konsumen, sedangkan
sisanya sebesar 5,33% dipengaruhi oleh variable lain. Dari penelitian uji hipotesis
diperoleh nilai t tabel = 1,672, dengan nilai t hitung 33,14, ini berarti kualitas
pelayanan Coffe Break’s Cafe Bandung berpengaruh positif terhadap kepuasan
konsumen.
Berdasarkan analisis uji hipotesis dengan menggunakan distribusi t ,
diperoleh hasil t hitung > t tabel = 6,09 > 1,6788. Hasil penelitian Elica (2008) ini
mebuktikan pengaruh kepuasan pelanggan terhadap kepuasan konsumen sebesar
44%, ini berarti bahwa kualitas pelayanan PT. Eska Wisnutara Tours & Travel
mempunyai pengaruh sebesaar 44% terhadap kepuasan konsumen, sedang kan
56% lainnya dipengaruhi oleh variable lainnya yang tidak di teliti dalam
penelitian tersebut.
Afriani (2009) mempunyai hipotesis “ semakin baik kualitas pelayanan
yang
diberikan
oleh
restoran
Gurih
&
Bogor
dalam
memenuhi
keinginankonsumen, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang dirasakan “,
hipotesis itupun membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap
kepuasan konsumen berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi rank
spearman diperoleh nilai Rs sebesar 0,870, Rs berada diantara 0,800-1,000.
Sedangkan hasil perhitungan koefisien determinasi sebesar 75,69%. Hal ini
merupakankontribusi/pengaruh variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan
konsumen
31
Mukti (2006) membandingkan antara nilai rata-rata harapan pelanggan
konsumen dengan nilai rata-rata kinerja yang dirasakan konsumen, secara
keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa nilai tingkat kepuasan pelanggan
terhadap pelayanan yang diberikan oleh Restaurant The View adalah sebesar
93,688%, yang berarti bahwa konsumen sudah merasa sangat puas terhdap
kualitas pelayanan yang diberikan oleh Restaurant The View. Walaupun masih
ada kesenjangan sebesar 6,312% tetapi perbedaan kesenjangannya sedikit sekali,
dan dapat dilihat nilai rata-rata harapan konsumen hampir mendekati dengan nilai
rata-rata kinerja yang dirasakan.
Melalui perhitungan koefisien determinasi yang dilakukan oleh Deva
(2008) mengenai pengaruh kepuasan pelayanan terhadap kepuasan konsumen
pada Neo Calista cafe, diperoleh persentase besarnya pengaruh kualitas pelayanan
terhadap kepuasan konsumen sebesar 18,40 % dan sisanya 81,60 % kepuasan
konsumen dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diukur pada penelitian ini,
seperti promosi, word of mouth, harga, dan sebagainya.
2.4 Kerangka Pemikiran
Untuk dapat meningkatkan penjualannya, maka perusahaan harus benarbenar dapat memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen
dan
memperbaiki
kekurangan-kekurangan
dengan
menjalankan
program
pelayanan yang berkualitas terhadap konsumen. Perusahaan selalu tanggap
terhadap keluhan dan kritik dari para konsumennya, dengan adanya kritikan dan
masukan tersebut dijadikan sebagai acuan agar perusahaan dapat lebih baik dan
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.
Konsumen menjadi semakin kritis terhadap berbagai bentuk jasa
pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan. Mereka mengharapkan
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan dapat sesuai dengan yang mereka
harapkan. Pelayanan merupakan faktor yang sangat penting, hal ini disebabkan
karena mereka menyadari bahwa kepuasan merupakan aspek vital untuk bertahan
dalam keberadaannya sebagai suatu organisasi jasa dan memenangkan persaingan.
Meskipun demikian, tidaklah mudah untuk mewujudkan kepuasan konsumen
32
secara menyeluruh. Hal ini disebabkan harapan mereka dipengaruhi oleh
pengalaman pembelian sebelumnya. Karena melalui pemberian pelayanan yang
baik akan membuat pelanggan merasa nyaman sehingga pada akhirnya akan
menciptakan image yang positif terhadap pelayanan jasa BARAYA Travel itu
sendiri.
Baik atau tidaknya pelayanan BARAYA travel tergantung pada tingkat
respon yang diberikan oleh para pengguna jasa BARAYA Travel itu sendiri,
respon yang tinggi menunjukkan kalau kualitas pelayanan menciptakan kepuasan
dan sebaliknya.
Pengertian kepuasan menurut Kotler dan Keler (2007) adalah sebagai
berikut:
“Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang
dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan”.
Adapun pengertian kualitas jasa menurut Wyckof yang dikutip Tjiptono (2006) :
”kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.”
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan
konsumen mempunyai hubungan yang erat dengan kualitas pelayanaan. Kualitas
pelayanan yang tinggi menghasilkan kepuasan konsumen yang tinggi. Konsumen
akan merasa puas apabila nilai hantaran dari kualitas pelayanan yang diberikan
baik, kepuasan konsumen akan turun apabila kualitas pelayanan yang diberikan
kurang atau tidak memuaskan.
Untuk dapat memenangkan persaingan melalui pencapaian kepuasan
konsumen, maka perusahaan perlu mengukur tingkat kepuasan konsumen, tingkat
kepuasan konsumen dapat diukur dengan harapan konsumen, sehingga perusahaan
dapat mengetahui unsur-unsur pelayanan, mana yang harus diprioritaskan untuk
meningkatkan kualitasnya dikaitkan dengan tingkat kepentingan bagi konsumen
dan prestasi perusahaan selama ini.
33
Variabel Kualitas Jasa (X)
1. Reliability
2. Responsiveness
3. Access
4. Tangibles
5. Empaty
Variable Kepuasan (Y)
1. Pelayanan yang
diharapkan konsumen
2. Kinerja yang dirasakan
Gambar 2.5 Paradigma Kerangka Pemikiran
2.5 Pengembangan Hipotesis
Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan kepuasan pelanggan telah menjadi
konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen, pelanggan umumnya
mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima dan
dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan.
Jika jasa atau barang yang dibeli sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
konsumen, maka akan terdapat kepuasan dan sebaliknya akan timbul rasa kecewa.
Bila kenikmatan yang diperoleh konsumen melebihi harapannya, maka konsumen
betul-betul puas, mereka akan mengacungkan jempol, dan mereka akan
mengadakan pembelian ulang serta memberi rekomendasi produk kepada rekanrekannya.
Harapan itu biasanya bertumpu pada sebuah citra dari produk atau jasa
pada sebuah perusahaan, bila suatu perusahaan bisa mempertahankan citranya
serta memberikan harapan yang dibutuhkan pelanggan dalam rangka menjaga
kepuasan pelanggan, maka tidak menutup kemungkinan perusahaan tersebut
mendekati keuntungan yang setinggi-tingginya.
Kajian ini menguji hipotesis “kualitas pelayanan mempunyai pengaruh
positif terhadap kepuasan konsumen”.
Download