Dampak Negatif dan Bahaya MSG bagi

advertisement
Dampak Negatif dan Bahaya MSG bagi
Kesehatan Tubuh
Kerusakan Sel Jaringan Otak
Hasil penelitan Olney di St. Louis. Tahun 1969 ia mengadakan penelitian pada
tikus putih muda. Tikus-tikus ini diberikan MSG (Monosodium Glutamat)
sebanyak 0,5 – 4 mg per gram berat tubuhnya. Hasilnya tikus-tikus malang ini
menderita kerusakan jaringan otak. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan
pemberian MSG yang dicampur dalam makanan tidak menunjukkan gejala
kerusakan otak.
Asam glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, gamma-asam
aminobutrat menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan
pada beberapa individu dapat merusak kesetimbangan antara peningkatan dan
penurunan transmisi signal dalam otak (Anonimous 2006).
Kanker
MSG menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut
pandang berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan
dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama. pirolisis ini sangat karsinogenik.
Padahal masakan protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga
membentuk senyawa karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan
dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun protein, seperti
triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari
penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh.
Alergi
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat
umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi
MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen.
Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan
merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya
gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya
GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin
(Winarno 2004).
http://halalamansehat.com/article/111893/dampak-negatif-dan-bahaya-msg-bagikesehatan-tubuh.html
DAMPAK BAHAYA VETSIN, MEMATIKAN SYARAF
Diketahui masyarakat ekonomi menengah banyak mengkomsumsi glutamat eksogen berupa
garam monosodium glutamat (lebih dikenal dengan vetsin) sebagai penyedap makanan.
Sebagian dari mereka sering mengeluh sakit kepala (sefalgia) yang dikenal dengan
“CHINESE RESTAURANT SYNDROME".
Mekanisme depolarisasi membran neuronal (saraf) dibawah pengaruh glutamat sehingga
terjadi permeabilitas terhadap ion Na, ion Ca dan air, sehingga terjadi masuknya ion Ca ke
sel (peningkatan ion Ca intraseluler), merupakan fase awal dan fase lanjut kematian sel.
(The early and late phases of glutamate – like Neurotoxity).
Mekanisme dipolarisasi ini juga meningkatkan aktifasi mekanisme homeostatik “ATP
dependent“ yang menyebabkan energi cadangan neuron berkurang sehingga tidak dapat
mempertahankan keseimbangan ion intraseluler dan ektraseluler, sehingga dapat
menyebabkan awal kematian sel.
Glutamat banyak terdapat pada protein makanan nabati dan dalam bentuk garam
monosodium glutamat digunakan sebagai penyedap makanan (enhancing flavour).
Konsentrasi glutamat pada jaringan otak sebesar 10 mm, sebagian besar di “Synaptic
Vesicles “.
Glutamat endogen ataupun berasal dari eksogen dalam konsentrasi besar merupakan
neurotoxin untuk sistim saraf pusat dan ini telah dibuktikan secara histologi oleh Headley
and Grillner 1990.
Heathfield 1990, melaporkan pada penderita “Sporadic Motor Neuron Diseases“ ditemukan
toleransi abnormal glutamat dan didapatkan peningkatan konsentrasi plasma glutamat
dengan gejala:
* Kelumpuhan kedua lengan dan atau kedua tungkai
* Gangguan berjalan / sempoyongan
* Gangguan miksi / urine
* Kelainan cairan sumsum tulang belakang ( liquor )
* Reflek fisiologis meningkat
* Pemeriksaan neurofisiologik didapatkan kelainan somato sensorik evoked potensial
(SSEP).
* Pemeriksaan computed tomogram ( CT ) scan dan magnetic resonance imaging (MRI)
adalah normal.
Sejak tahun 1971, Olney telah melakukan penelitian pengaruh eksogen monosodium
glutamat terhadap jaringan otak hypothalamus pada bayi tikus, bayi monyet, ditemukan
proses pembengkakan (rapid swelling) dari sel body neuronal dan dendrit diikuti dengan
perubahan degeneratif jaringan organel intraseluler dan khromatin nukleus.
Pada tahun 1978, OLNEY mempublikasikan hal tersebut sebagai excitotoxic Hypothesis/
Neurotoxicity of Exogenous Glutamate.
Schaumburg dkk 1969, mengobservasi pemakaian eksogen monosodium glutamat pada
pemakan “Chinese Food" yang mengeluh sakit kepala disebut sebagai “CHINESE
RESTAURANT SYNDROME", hal ini telah dibukukan dalam “ Wolff Headache“ tahun 2001.
Walaupun demikian, tahun 1970, Morselli dkk melakukan double blind trial dengan
mengunakan 3 gram monosodium glutamat, tidak menemukan gejala klinis yang bermakna
secara uji statistik dibandingkan dengan placebo.
Plaitakis dkk 1982, meneliti pasien-pasien gangguan metabolisme enzim hati (deficiency of
hepatic glutamate dehydrogenase) didapatkan peningkatan konsentrasi glutamat plasma
yang sangat berhubungan dengan (endogenous glutamate metabolism) kematian sel saraf.
Rothman dkk 1987,dan CHOI dkk 1990, mempublikasikan kerusakan jaringan otak kecil
(serebellum ), batang otak (brainstem), sumsum tulang belakang (spinal cord) yang
menyerupai seperti kerusakan pada penderita stroke (iskhemia) dan penderita seizure
(kejang) yang relevan dengan pengaruh eksogen dan endogen glutamat.
Fungsi otak kecil (serebellum) pada manusia adalah sebagai pusat keseimbangan tubuh,
pusat koordinasi gerak dan pusat menjaga tonus otot.
Dr. Andreas Harry Sp.S (K), Consultant Neurologist di Jakarta
Hanya lantaran tergila-gila pada rasa gurih dan lezat, bumbu sintetis selalu digandrungi.
Seruan para ahli kesehatan selama seperempat abad ini seakan tidak pernah dipedulikan.
Padahal, mereka tidak jemu mengingatkan ancaman bahan penyedap itu bagi kesehatan.
Menurut penelitian terakhir dari para ahli farmakologi di Prancis, bumbu penyedap dari
monosodium glutamat (MSG) bahkan dapat merusak kelenjar pankreas. Selanjutnya,
kerusakan organ tubuh itu akan menggiring penderita menjadi pengidap kencing manis atau
diabetes mellitus.
Tim peneliti pada Pusat Farmakologi dan Endokrinologi itu bekerjasama dengan tim dari
Laboratorium Farmakologi dan Farmakodinamik Loubatieres di Montpellier, Prancis.
Mereka menemukan bahwa glutamat melakukan ikatan dengan reseptornya di dalam
pankreas. Akibatnya, pankreas akan memproduksi insulin lebih banyak dari biasanya.
Dengan dipacunya produksi insulin, otomatis perombakan kadar gula dalam darah
mengalami peningkatan. “Itulah yang membuat glutamat bisa sebagai salah satu faktor
penyebab diabetes,” kata Joel Bockaert, ketua tim penelitian gabungan itu.
Dalam penelitian yang menggunakan beberapa tikus (mencit) itu mereka mengisolasi organ
pankreas binatang percobaan tersebut ke dalam tabung pembiak. Pankreas itu kemudian
dibubuhi larutan glutamat yang diberikan secara invitro, atau di luar tubuh. Biakan pankreas
tadi disimpan di tabung inkubator.
Dari hasil penelitian itu, ternyata pankreas yang mendapat perlakuan dengan glutamat
mengeluarkan insulin lebih banyak dibandingkan dengan biakan pankreas yang tanpa
glutamat. Inilah yang membuat kelenjar pankreas makin lama mengalami kerusakan.
Dalam keadaan normal, peningkatan insulin berkaitan erat dengan melonjaknya kadar gula
dalam darah. Gula yang berlebih itu, dengan bantuan insulin, akan dirombak menjadi energi
yang kemudian disimpan dalam jaringan tubuh seperti otot, jaringan lemak, dan hati.
Peneliti tersebut menemukan bahwa efek dari glutamat itu lebih nyata bila dibarengi
tingginya kadar gula. Namun, dalam kadar gula yang rendah pun, pengeluaran insulin masih
terus berlangsung jika kelebihan glutamat. Artinya, insulin yang dihasilkan itu berasal dari
gertakan glutamat tadi. Sandor Erdo, ahli reseptor sel berkebangsaan Hungaria yang kini
bermukim di Swedia, antara lain telah menelaah reseptor glutamat pada pankreas, kelenjar
adrenal, dan hati. Menurut dia, tidak otomatis glutamat menimbulkan masalah kesehatan.
Untuk sampai menimbulkan gejala klinis, di samping dosisnya harus tinggi, juga kondisi
tubuh ikut berperan. Para peneliti yang mengidentifikasi reseptor glutamat itu kini
memperjelas temuan ahli neurologi yang telah mencatat sekurangnya tiga subtipe reseptor
glutamat dalam susunan saraf pusat. Guna mengantarkan transmisi pesan ke dalam otak,
glutamat memang diperlukan. Hanya, dalam jumlah yang berlebihan, bahan kimia itu akan
berubah menjadi racun yang akan membunuh sel saraf.
Akibatnya, penderitanya sering pusing-pusing. Ini akibat adanya kematian sel saraf dan
proses degeneratif.
Dalam kondisi biasa glutamat dibutuhkan karena bagian dari molekulnya, yakni asam
glutamat, adalah asam amino bahan pembentuk protein dalam tubuh. Prof. Arne
Schousboe, ahli peneliti di Sekolah Tinggi Farmasi di Kopenhagen, Denmark, menyambut
baik hasil temuan sejawatnya itu. “Temuan itu menarik, karena pankreas tidak punya sistem
penangkal seperti yang terdapat pada otak. Karena, glutamat yang diduga berbahaya pada
otak selama ini bisa dihadang,” katanya.
Penelitian di Prancis itu, menurut Prof. F.G. Winarno, baru absah bila telah mendapat
persetujuan dari JECFA (Joint Expert Committees on Food Additives), yaitu lembaga yang
dibentuk WHO dan FAO yang khusus menangani masalah keamanan bahan makanan
tambahan kimiawi. Tampaknya, hasil penelitian di Prancis itu belum tiba ke meja JECFA. “Di
dunia ini sudah ratusan penelitian mengenai kontroversi MSG,” kata guru besar ilmu pangan
dan gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kepada Taufik Alwie.
Apa untung-rugi mengonsumsi MSG?
Menurut bekas Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB itu, selama
dalam takaran normal menambahkan vetsin dalam masakan tak akan merugikan kesehatan
tubuh. “Malah akan membangkitkan cita rasa masakan dan menambah selera makan,” ujar
Winarno.
Sementara itu, nikmatnya cita rasa makanan itu agaknya bisa membuat para konsumennya
melupakan takaran MSG yang dituangkan. Apalagi gejala klinis yang ditimbulkan tidak dapat
dideteksi.
Maka, tak mustahil kadar rendah MSG yang dikonsumsi makin lama menumpuk dalam
tubuh. “MSG akan mengancam tubuh jika dituangkan dalam makanan dengan dosis tinggi.
Tindakan itu malah membuat masakan tidak lagi lezat,” kata Schousboe.
Mengenai MSG ini, Prof. Iwan Darmansyah masih belum sepakat kalau MSG dikatakan
aman. “Sebelum ada studi yang tuntas, saya tak setuju kalau dikatakan MSG tidak punya
efek samping,” kata farmakolog dari Universitas Indonesia itu kepada Indrawan. Memang
belum ada data secara klinis korban pemakai bumbu masak itu. Ketika seseorang
mengunyah makanan, ia akan merasakan ada perbedaan antara makanan yang banyak
dituangi vetsin dan yang sedikit mengandung bumbu masak itu. “Dan apakah ia bisa segera
merasakan dampak MSG dalam tubuhnya?” tanya Iwan Darmansyah. Ini yang tak segera
terjawab.
fn/sc/tm/suaramedia.com
keyword: bahaya vetsin, vetsin, bahaya msg bagi tubuh, bahaya mengancam lewat msg,
bahaya bumbu penyedap bagi tubuh, bahaya bumbu penyedap, efek samping vetsin,
bahaya vitsin, dampak vetsin, bahaya msg bagi kesehatan, efek vetsin, bahaya vetsin msg,
bahaya micin, bahaya vetsin bagi kesehatan, vetsin adalah, bahaya vetsin bagi tubuh, akibat
vetsin, bahan vetsin, bahaya bumbu penyedap bagi kesehatan, BAHAYA BUMBU MASAK,
bahaya petsin, micin, bahaya micin bagi kesehatan, akibat kebanyakan micin, bahaya msg,
bahaya vetcin, pengaruh vetsin terhadap kesehatan, akibat makan vetsin, zat yang
terkandung dalam micin, dampak vitsin
DAMPAK BAHAYA VETSIN, MEMATIKAN SYARAF Diketahui masyarakat ekonomi menengah
banyak mengkomsumsi glutamat eksogen berupa garam monosodium glutamat (lebih
dikenal dengan vetsin) sebagai penyedap makanan. Sebagian dari mereka sering mengeluh
sakit kepala (sefalgia) yang dikenal dengan “CHINESE RESTAURANT SYNDROME".
Mekanisme depolarisasi membran neuronal (saraf) dibawah pengaruh glutamat sehingga
terjadi permeabilitas terhadap ion Na, ion Ca dan air, sehingga terjadi masuknya ion Ca ke
sel (peningkatan ion Ca intraseluler), merupakan fase awal dan fase lanjut kematian sel.
(The early and late phases of glutamate – like Neurotoxity). Mekanisme dipolarisasi ini juga
meningkatkan aktifasi mekanisme homeostatik “ATP dependent“ yang menyebabkan energi
cadangan neuron berkurang sehingga tidak dapat mempertahankan keseimbangan ion
intraseluler dan ektraseluler, sehingga dapat menyebabkan awal kematian sel. Glutamat
banyak terdapat pada protein makanan nabati dan dalam bentuk garam monosodium
glutamat digunakan sebagai penyedap makanan (enhancing flavour). Konsentrasi glutamat
pada jaringan otak sebesar 10 mm, sebagian besar di “Synaptic Vesicles “. Glutamat
endogen ataupun berasal dari eksogen dalam konsentrasi besar merupakan neurotoxin
untuk sistim saraf pusat dan ini telah dibuktikan secara histologi oleh Headley and Grillner
1990. Heathfield 1990, melaporkan pada penderita “Sporadic Motor Neuron Diseases“
ditemukan toleransi abnormal glutamat dan didapatkan peningkatan konsentrasi plasma
glutamat dengan gejala: * Kelumpuhan kedua lengan dan atau kedua tungkai * Gangguan
berjalan / sempoyongan * Gangguan miksi / urine * Kelainan cairan sumsum tulang
belakang ( liquor ) * Reflek fisiologis meningkat * Pemeriksaan neurofisiologik didapatkan
kelainan somato sensorik evoked potensial (SSEP). * Pemeriksaan computed tomogram ( CT
) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) adalah normal. Sejak tahun 1971, Olney telah
melakukan penelitian pengaruh eksogen monosodium glutamat terhadap jaringan otak
hypothalamus pada bayi tikus, bayi monyet, ditemukan proses pembengkakan (rapid
swelling) dari sel body neuronal dan dendrit diikuti dengan perubahan degeneratif jaringan
organel intraseluler dan khromatin nukleus. Pada tahun 1978, OLNEY mempublikasikan hal
tersebut sebagai excitotoxic Hypothesis/ Neurotoxicity of Exogenous Glutamate.
Schaumburg dkk 1969, mengobservasi pemakaian eksogen monosodium glutamat pada
pemakan “Chinese Food" yang mengeluh sakit kepala disebut sebagai “CHINESE
RESTAURANT SYNDROME", hal ini telah dibukukan dalam “ Wolff Headache“ tahun 2001.
Walaupun demikian, tahun 1970, Morselli dkk melakukan double blind trial dengan
mengunakan 3 gram monosodium glutamat, tidak menemukan gejala klinis yang bermakna
secara uji statistik dibandingkan dengan placebo. Plaitakis dkk 1982, meneliti pasien-pasien
gangguan metabolisme enzim hati (deficiency of hepatic glutamate dehydrogenase)
didapatkan peningkatan konsentrasi glutamat plasma yang sangat berhubungan dengan
(endogenous glutamate metabolism) kematian sel saraf. Rothman dkk 1987,dan CHOI dkk
1990, mempublikasikan kerusakan jaringan otak kecil (serebellum ), batang otak
(brainstem), sumsum tulang belakang (spinal cord) yang menyerupai seperti kerusakan
pada penderita stroke (iskhemia) dan penderita seizure (kejang) yang relevan dengan
pengaruh eksogen dan endogen glutamat. Fungsi otak kecil (serebellum) pada manusia
adalah sebagai pusat keseimbangan tubuh, pusat koordinasi gerak dan pusat menjaga tonus
otot. Dr. Andreas Harry Sp.S (K), Consultant Neurologist di Jakarta Hanya lantaran tergilagila pada rasa gurih dan lezat, bumbu sintetis selalu digandrungi. Seruan para ahli
kesehatan selama seperempat abad ini seakan tidak pernah dipedulikan. Padahal, mereka
tidak jemu mengingatkan ancaman bahan penyedap itu bagi kesehatan. Menurut penelitian
terakhir dari para ahli farmakologi di Prancis, bumbu penyedap dari monosodium glutamat
(MSG) bahkan dapat merusak kelenjar pankreas. Selanjutnya, kerusakan organ tubuh itu
akan menggiring penderita menjadi pengidap kencing manis atau diabetes mellitus. Tim
peneliti pada Pusat Farmakologi dan Endokrinologi itu bekerjasama dengan tim dari
Laboratorium Farmakologi dan Farmakodinamik Loubatieres di Montpellier, Prancis. Mereka
menemukan bahwa glutamat melakukan ikatan dengan reseptornya di dalam pankreas.
Akibatnya, pankreas akan memproduksi insulin lebih banyak dari biasanya. Dengan
dipacunya produksi insulin, otomatis perombakan kadar gula dalam darah mengalami
peningkatan. “Itulah yang membuat glutamat bisa sebagai salah satu faktor penyebab
diabetes,” kata Joel Bockaert, ketua tim penelitian gabungan itu. Dalam penelitian yang
menggunakan beberapa tikus (mencit) itu mereka mengisolasi organ pankreas binatang
percobaan tersebut ke dalam tabung pembiak. Pankreas itu kemudian dibubuhi larutan
glutamat yang diberikan secara invitro, atau di luar tubuh. Biakan pankreas tadi disimpan di
tabung inkubator. Dari hasil penelitian itu, ternyata pankreas yang mendapat perlakuan
dengan glutamat mengeluarkan insulin lebih banyak dibandingkan dengan biakan pankreas
yang tanpa glutamat. Inilah yang membuat kelenjar pankreas makin lama mengalami
kerusakan. Dalam keadaan normal, peningkatan insulin berkaitan erat dengan melonjaknya
kadar gula dalam darah. Gula yang berlebih itu, dengan bantuan insulin, akan dirombak
menjadi energi yang kemudian disimpan dalam jaringan tubuh seperti otot, jaringan lemak,
dan hati. Peneliti tersebut menemukan bahwa efek dari glutamat itu lebih nyata bila
dibarengi tingginya kadar gula. Namun, dalam kadar gula yang rendah pun, pengeluaran
insulin masih terus berlangsung jika kelebihan glutamat. Artinya, insulin yang dihasilkan itu
berasal dari gertakan glutamat tadi. Sandor Erdo, ahli reseptor sel berkebangsaan Hungaria
yang kini bermukim di Swedia, antara lain telah menelaah reseptor glutamat pada pankreas,
kelenjar adrenal, dan hati. Menurut dia, tidak otomatis glutamat menimbulkan masalah
kesehatan. Untuk sampai menimbulkan gejala klinis, di samping dosisnya harus tinggi, juga
kondisi tubuh ikut berperan. Para peneliti yang mengidentifikasi reseptor glutamat itu kini
memperjelas temuan ahli neurologi yang telah mencatat sekurangnya tiga subtipe reseptor
glutamat dalam susunan saraf pusat. Guna mengantarkan transmisi pesan ke dalam otak,
glutamat memang diperlukan. Hanya, dalam jumlah yang berlebihan, bahan kimia itu akan
berubah menjadi racun yang akan membunuh sel saraf. Akibatnya, penderitanya sering
pusing-pusing. Ini akibat adanya kematian sel saraf dan proses degeneratif. Dalam kondisi
biasa glutamat dibutuhkan karena bagian dari molekulnya, yakni asam glutamat, adalah
asam amino bahan pembentuk protein dalam tubuh. Prof. Arne Schousboe, ahli peneliti di
Sekolah Tinggi Farmasi di Kopenhagen, Denmark, menyambut baik hasil temuan sejawatnya
itu. “Temuan itu menarik, karena pankreas tidak punya sistem penangkal seperti yang
terdapat pada otak. Karena, glutamat yang diduga berbahaya pada otak selama ini bisa
dihadang,” katanya. Penelitian di Prancis itu, menurut Prof. F.G. Winarno, baru absah bila
telah mendapat persetujuan dari JECFA (Joint Expert Committees on Food Additives), yaitu
lembaga yang dibentuk WHO dan FAO yang khusus menangani masalah keamanan bahan
makanan tambahan kimiawi. Tampaknya, hasil penelitian di Prancis itu belum tiba ke meja
JECFA. “Di dunia ini sudah ratusan penelitian mengenai kontroversi MSG,” kata guru besar
ilmu pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kepada Taufik Alwie. Apa untung-rugi
mengonsumsi MSG? Menurut bekas Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Pangan IPB itu, selama dalam takaran normal menambahkan vetsin dalam masakan tak
akan merugikan kesehatan tubuh. “Malah akan membangkitkan cita rasa masakan dan
menambah selera makan,” ujar Winarno. Sementara itu, nikmatnya cita rasa makanan itu
agaknya bisa membuat para konsumennya melupakan takaran MSG yang dituangkan.
Apalagi gejala klinis yang ditimbulkan tidak dapat dideteksi. Maka, tak mustahil kadar
rendah MSG yang dikonsumsi makin lama menumpuk dalam tubuh. “MSG akan mengancam
tubuh jika dituangkan dalam makanan dengan dosis tinggi. Tindakan itu malah membuat
masakan tidak lagi lezat,” kata Schousboe. Mengenai MSG ini, Prof. Iwan Darmansyah masih
belum sepakat kalau MSG dikatakan aman. “Sebelum ada studi yang tuntas, saya tak setuju
kalau dikatakan MSG tidak punya efek samping,” kata farmakolog dari Universitas Indonesia
itu kepada Indrawan. Memang belum ada data secara klinis korban pemakai bumbu masak
itu. Ketika seseorang mengunyah makanan, ia akan merasakan ada perbedaan antara
makanan yang banyak dituangi vetsin dan yang sedikit mengandung bumbu masak itu.
“Dan apakah ia bisa segera merasakan dampak MSG dalam tubuhnya?” tanya Iwan
Darmansyah. Ini yang tak segera terjawab. fn/sc/tm/suaramedia.com keyword: bahaya
vetsin, vetsin, bahaya msg bagi tubuh, bahaya mengancam lewat msg, bahaya bumbu
penyedap bagi tubuh, bahaya bumbu penyedap, efek samping vetsin, bahaya vitsin,
dampak vetsin, bahaya msg bagi kesehatan, efek vetsin, bahaya vetsin msg, bahaya micin,
bahaya vetsin bagi kesehatan, vetsin adalah, bahaya vetsin bagi tubuh, akibat vetsin, bahan
vetsin, bahaya bumbu penyedap bagi kesehatan, BAHAYA BUMBU MASAK, bahaya petsin,
micin, bahaya micin bagi kesehatan, akibat kebanyakan micin, bahaya msg, bahaya vetcin,
pengaruh vetsin terhadap kesehatan, akibat makan vetsin, zat yang terkandung dalam
micin, dampak vitsin.
https://www.facebook.com/permalink.php?id=163281410388874&story_fbid=412169102
166769
Download