ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

advertisement
Jurnal keperawatan dan Kebidanan
ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PELAKSANAAN
INISIASI MENYUSU DINI
Surya Mustika Sari1), Titiek Idayanti2), Vera Virgia3)
Program Studi Kebidanan, STIKES Dian Husada, Email : [email protected]
2)
Program Studi Kebidanan, STIKES Dian Husada, Email : [email protected]
3)
Program Studi Kebidanan, STIKES Dian Husada, Email : [email protected]
1)
ABSTRAK
Kemajuan suatu bangsa dimulai dari sumber daya manusia yang berkualitas, untuk
menciptakan harus dimulai sejak dini. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam hal ini
adalah pemberian ASI pada satu jam pertama kelahiran atau sering disebut dengan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). Pelaksanaan IMD merupakan awal kerhasilan dalam pemberian ASI
eksklusif (Roesli, 2008). Dua puluh empat jam pertama setelah ibu melahirkan adalah saat
yang sangat penting untuk keberhasilan menyusui selanjutnya. Pada jam-jam pertama setelah
melahirkan dikeluarkan hormon oksitosin yang bertanggung jawab terhadap produksi ASI.
Waktu pertama kali mendapatkan ASI segera setelah lahir secara bermakna meningkatkan
kesempatan hidup bayi.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah case control dengan pendekatan
retrospektif. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bayi usia 0-23 bulan yang
memenuhi kriteria penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah faktor yang berpengaruh
terhadap pelaksanaan IMD dan pelaksanaan IMD. Pengolahan data penelitian dilakukan
dengan tahap editing, coding, scoring dan tabulating. Untuk mengetahui faktor yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) digunakan uji regresi
menggunakan aplikasi SPSS for windows.
Dari hasil penelitian, untuk faktor predisposisi (predisposing factor) yang berpengaruh
terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini pada bayi usia 0-23 bulan, diantaranya adalah
umur ibu, pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan pendapatan keluarga. Untuk
faktor pendukung (enabling factor) yang berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu
dini pada bayi usia 0-23 bulan, diantaranya adalah informasi tentang IMD, tempat bersalin,
kondisi bayi dan, kondisi kolostrum (keluar / tidak keluar). Sedangkan untuk faktor pendorong
(reinforcing factor), budaya yang dianut ibu berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi
menyusu dini pada bayi usia 0-23 bulan.
Dibutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mensukseskan program inisiasi
menyusu dini mengingat persaingan pada level produsen susu formula bergitu gencar
dilakukan. Untuk itu dibutuhkan adanya pemahaman dari segi petugas pelayanan kesehatan
untuk sebisa mungkin membantu ibu bersalin dalam melakukan IMD. Penyusunan dan
pembentukan aturan untuk pelaksanaan IMD merupakan salah satu bentuk dukungan yang
dapat dilakukan pemerintah sebagai salah satu pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
derajat kesehatan ibu dan anak
Kata kunci : Inisiasi Menyusu Dini, ibu, bayi
Halaman | 134
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu bangsa dimulai dari
sumber daya manusia yang berkualitas, untuk
menciptakan harus dimulai sejak dini. Salah
satu cara yang dapat dilakukan dalam hal ini
adalah pemberian ASI pada satu jam pertama
kelahiran atau sering disebut dengan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). Pelaksanaan IMD
merupakan awal kerhasilan dalam pemberian
ASI eksklusif (Roesli, 2008). Dua puluh empat
jam pertama setelah ibu melahirkan adalah
saat yang sangat penting untuk keberhasilan
menyusui selanjutnya. Pada jam-jam pertama
setelah melahirkan dikeluarkan hormon
oksitosin yang bertanggung jawab terhadap
produksi
ASI.
Waktu
pertama
kali
mendapatkan ASI segera setelah lahir secara
bermakna meningkatkan kesempatan hidup
bayi. Jika bayi mulai menyusui dalam waktu 1
jam setelah lahir, 22 % bayi yang meninggal
dalam 28 hari pertama (setara dengan sekitar
satu juta bayi baru lahir setiap tahun di dunia)
sebenarnya dapat dicegah. Jika proses
menyusui ini dimulai dalam satu hari pertama,
maka hanya 16 % bayi yang dapat
diselamatkan.
Inisiasi menyusu dini adalah proses bayi
menyusu segera setelah dilahirkan, dimana
bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya
sendiri (tidak disodorkan ke puting susu).
Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang
positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi
bayi kehangatan saat menyusu menurunkan
risiko
kematian
karena
hypothermia
(kedinginan). Selain itu juga, bayi memperoleh
bakteri tak berbahaya dari ibu, menjadikannya
lebih kebal dari bakteri lain di lingkungan.
Dengan kontak pertama, bayi memperoleh
kolostrum, yang penting untuk kelangsungan
hidupnya, dan bayi memperoleh ASI
(makanan awal) yang tidak mengganggu
pertumbuhan, fungsi usus, dan alergi
sehingga bayi akan lebih berhasil menyusu
ASI eksklusif dan mempertahankan menyusui.
Sedangkan manfaat bagi ibu adalah menyusui
dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
karena proses menyusui akan merangsang
kontraksi uterus sehingga mengurangi
perdarahan pasca melahirkan (postpartum).
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan
WHO dan Unicef yang merekomendasikan
inisiasi menyusu dini sebagai tindakan
“penyelamatan kehidupan”, karena inisiasi
menyusu dini dapat menyelamatkan 22% dari
bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan.
Maka diharapkan semua tenaga kesehatan di
semua tingkatan pelayanan kesehatan dapat
mensosialisasikan program tersebut.
Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa
persentase proses mulai mendapat ASI
kurang dari satu jam (inisiasi menyusu dini)
pada anak umur 0-23 bulan di Indonesia pada
tahun 2013 sebesar 34,5%. Persentase
proses mulai mendapat ASI antara 1 – 6 jam
sebesar 35,2%, persentase proses mulai
mendapat ASI antara 7– 23 jam sebesar
3,7%, sedangkan persentase proses mulai
mendapat ASI antara 24 – 47 jam sebesar
13,0% dan persentase proses mulai
mendapat ASI lebih dari 47 jam sebesar
13,7% (Kemenkes, 2014)
Menurut Mahardika (2010 dikutip dalam
Nastiti, 2013), keberhasilan inisiasi menyusu
dini dipengaruhi olah faktor kesehatan ibu dan
anak, motivasi pada ibu, peran orang terdekat
dan sikap bidan dalam pelaksanaan inisiasi
menyusu dini. Dari hasil observasi juga
diketahui bahwa ibu melahirkan tidak dapat
langsung memberikan air susunya pada bayi,
dikarenakan air susu ibu tidak bisa keluar.
Terdapatnya bayi yang mengalami BBLR
sehingga inisiasi menyusu dini tidak dapat
dilakukan karena bayi harus mengalami
penanganan khusus. Ketidaktahuan dan
kurangnya informasi menyusu dini membuat
ibu kurang termotivasi untuk melakukan
inisiasi menyusu dini dan kurangnya peran
orang terdekat dalam hal ini ibu, saudara
perempuan atau teman perempuan dalam
sosialisasi menyusu dini membuat ibu tidak
percaya dan takut untuk melakukan inisiasi
menyusu dini. Dalam proses inisiasi menyusu
dini, bidan tidak menunggu sampai bayi
benar-benar menyusu pada ibu, namun hanya
sebatas prosedur melahirkan saja. Setelah
bayi lahir, bidan meletakkan bayi di atas dada
ibu kemudian saat bayi menangis bayi
langsung di angkat untuk di bersihkan dan
dikeringkan.
Berbagai
program
dan
pelatihan
mengenai inisiasi menyusu dini sudah
dilakukan oleh pemerintah baik kepada bidan
maupun kepada masyarakat / ibu. Namun
pada kenyataannya masih ada ibu-ibu yang
mempunyai bayi pada saat melahirkan tidak
dilakukan IMD. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi
menyusu dini yang rendah karena dipengaruhi
oleh faktor pendidikan ibu yang rendah, tidak
ada dorongan atau motivasi untuk mengetahui
perkembangan
zaman,
kurangnya
ketersediaan informasi maupun fasilitas
kesehatan, kurangnya dukungan dari orang
Halaman | 135
Jurnal keperawatan dan Kebidanan
terdekat, dukungan dari tenaga kesehatan,
kebudayaan, dan belum adanya promosi
Insiasi Menyusui Dini (Rosita, 2008). Selain
itu, gencarnya promosi susu formula yang
ditawarkan melalui media informasi yang ada
menjadikan
ibu
cenderung
beralih
menggunakan susu formula dibandingkan
dengan ASI
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
Pada Bayi usia 0-23 Bulan.
TINJAUAN TEORI
1. Definisi Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi menyusu dini (IMD) dalam
istilah asing sering di sebut early inisiation
adalah memberi kesempatan pada bayi
baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibu
dalam satu jam pertama kelahirannya
(Roesli, 2008). Ketika bayi sehat di
letakkan di atas perut atau dada ibu segera
setelah lahir dan terjadi kontak kulit (skin to
skin contact) merupakan pertunjukan yang
menakjubkan, bayi akan bereaksi oleh
karena rangsangan sentuhan ibu, dia akan
bergerak di atas perut ibu dan menjangkau
payudara. Inisiasi menyusu dini disebut
sebagai tahap ke empat persalinan yaitu
tepat setelah persalinan sampai satu jam
setelah persalinan, meletakkan bayi baru
lahir dengan posisi tengkurap setelah
dikeringkan tubuhnya namun belum
dibersihkan, tidak dibungkus di dada
ibunya segera setelah persalinan dan
memastikan bayi mendapat kontak kulit
dengan ibunya, menemukan puting susu
dan mendapatkan kolostrum atau ASI yang
pertama kali keluar.
Inisiasi menyusu dini adalah proses
menyusu
bukan
menyusui
yang
merupakan gambaran bahwa inisiasi
menyusu dini bukan program ibu menyusui
bayi tetapi bayi yang harus aktif sendiri
menemukan putting susu ibu. Setelah lahir
bayi belum menujukkan kesiapannya untuk
menyusu. Reflek menghisap bayi timbul
setelah 20-30 menit setelah lahir. Roesli
(2008), menyatakan bayi menunjukan
kesiapan untuk menyusu 30-40 menit
setelah lahir. Kesimpulan dari berbagai
pengertian di atas, inisiasi menyusu dini
adalah suatu rangkaian kegiatan dimana
bayi segera setelah lahir yang sudah
terpotong tali pusatnya secara naluri
melakukan aktivitas-aktivitas yang diakhiri
dengan menemukan puting susu ibu
kemudian menyusu pada satu jam pertama
kelahiran.
2. Prinsip Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Prinsip dasar inisiasi menyusui dini
adalah tanpa harus dibersihkan dulu, bayi
diletakkan di dada ibunya dengan posisi
tengkurap dimana telinga dan tangan bayi
berada dalam satu garis, sehingga terjadi
kontak kulit dan secara alami bayi mencari
payudara ibu dan mulai menyusu. Prinsip
dasar IMD adalah tanpa harus dibersihkan
terlebih dahulu, bayi diletakkan di dada
ibunya dan secara naluriah bayi akan
mencari payudara ibu, kemudian mulai
menyusu (Rosita, 2008).
3. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Rosita (2008), menyatakan bahwa IMD
bermanfaat bagi ibu dan bayi baik secara
fisiologis maupun psikologis yaitu sebagai
berikut :
a. Ibu. Sentuhan dan hisapan payudara ibu
mendorong
keluarnya
oksitoksin.
Oksitoksin menyebabkan kontraksi pada
uterus sehingga membantu keluarnya
plasenta dan mencegah perdarahan.
Oksitoksin juga menstimulasi hormonhormon lain yang menyebabkan ibu
merasa aman dan nyaman, sehingga
ASI keluar dengan lancar.
b. Bayi.
Bersentuhan
dengan
ibu
memberikan kehangatan, ketenangan
sehingga napas dan denyut jantung bayi
menjadi teratur. Bayi memperoleh
kolostrum yang mengandung antibodi
dan merupakan imunisasi pertama. Di
samping
itu,
kolostrom
juga
mengandung faktor pertumbuhan yang
membantu usus bayi berfungsi secara
efektif, sehingga mikroorganisme dan
penyebab alergi lain lebih sulit masuk ke
dalam tubuh bayi.
4. Langkah–langkah pelaksanaan inisiasi
menyusu dini (IMD)
Rosita (2008), menyatakan terdapat 10
langkah yang harus dilakukan untuk
terlaksananya IMD yaitu :
a. Ibu perlu ditemani seseorang yang
dapat memberikan rasa nyaman dan
aman saat melahirkan, baik itu suami,
ibu, teman atau saudara yang lain.
b. Membantu proses kelahiran dengan
upaya-upaya di luar obat seperti pijatan,
aromaterapi dan lain-lain kecuali jika
dokter sudah memutuskan untuk
menggunakan obat atau alat pemicu.
c. Memberikan posisi yang nyaman bagi
ibu saat proses persalinan atau
Halaman | 136
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
memberikan posisi melahirkan sesuai
keinginan ibu, karena tidak semua ibu
merasa
nyaman
dengan
posisi
terlentang.
d. Mengeringkan tubuh bayi dengan
handuk halus segera setelah lahir tanpa
dimandikan terlebih dahulu, biarkan
cairan alami yang menyelimuti kulit bayi.
e. Meletakkan bayi di dada ibu dalam
posisi tengkurap.
f. Membiarkan kulit bayi bersentuhan
dengan
kulit
ibu
hingga
bayi
menemukan puting susu ibu kemudian
menyusunya.
g. Membiarkan bayi bergerak secara alami
mencari payudara ibu jangan arahkan
menuju salah satu puting tetapi pastikan
bayi dalam posisi nyaman untuk
mencari puting susu ibu.
h. Ibu yang melahirkan dengan secio
caesar juga harus segera bersentuhan
dengan bayinya setelah melahirkan
yang tentu prosesnya membutuhkan
perjuangan yang lebih.
i. Kegiatan-kegiatan
yang
dapat
mengganggu kenyamanan bayi seperti
menimbang dan mengukur harus
dilakukan setelah bayi bisa melakukan
inisiasi menyusu dini.
j. Jangan
memberikan
cairan
atau
makanan lain pada bayi kecuali ada
indikasi medis.
5. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pelaksanaan IMD.
a. Faktor-faktor pendukung.
Terdiri dari faktor internal dan
eksternal.
Pengetahuan,
sikap,
pengalaman
dan
persepsi
ibu
merupakan faktor internal sedangkan
fasilitas kesehatan, petugas penolong
persalinan, keluarga dan orang terdekat
serta lingkungan merupakan faktor
eksternal
b. Faktor-faktor penghambat.
Roesli (2008), menyatakan faktorfaktor penghambat Inisiasi Menyusu Dini
adalah adanya pendapat atau persepsi
ibu, masyarakat dan petugas kesehatan
yang salah atau tidak benar tentang hal
ini, yaitu sebagai berikut :
1) Bayi akan kedinginan. Bayi berada
dalam suhu yang aman jika
melakukan kontak kulit dengan sang
ibu, suhu payudara ibu akan
meningkat 0,5 derajat dalam dua
menit jika bayi diletakkan di dada ibu.
Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Bergman (2005) ditemukan bahwa
suhu dada ibu yang melahirkan
menjadi 1°C lebih panas dari suhu
dada ibu yang tidak melahirkan. Jika
bayi yang diletakkan di dada ibu ini
kepanasan, suhu dada ibu akan turun
1°C. Jika bayi kedinginan, suhu dada
ibu akan meningkat 2°C untuk
menghangatkan bayi. Jadi dada ibu
merupakan tempat yang terbaik bagi
bayi yang baru lahir dibandingkan
tempat tidur yang canggih dan mahal.
Ibu kelelahan. Memeluk bayinya
segera setelah lahir membuat ibu
merasa senang dan keluarnya
oksitoksin saat kontak kulit ke kulit
serta saat bayi menyusu dini
membantu menenangkan ibu.
Tenaga kesehatan kurang tersedia.
Penolong
persalinan
dapat
melanjutkan tugasnya sementara
bayi
masih
didada
ibu
dan
menemukan sendiri payudara ibu.
Libatkan ayah atau keluarga terdekat
untuk menjaga bayi sambil memberi
dukungan pada ibu.
Kamar bersalin atau kamar operasi
sibuk. Ibu dapat dipindahkan ke
ruang pulih atau kamar perawatan
dengan bayi masih didada ibu,
berikan kesempatan pada bayi untuk
meneruskan usahanya mencapai
payudara dan menyusu dini.
Ibu harus di jahit.
Kegiatan
merangkak mencari payudara terjadi
di area payudara dan lokasi yang
dijahit adalah bagian bawah ibu.
Suntikan vitamin K dan tetes mata
untuk mencegah penyakit gonore
harus segera diberikan setelah lahir.
Menurut
American
college
of
obstetrics and Gynecology dan
Academy Breastfeeding Medicine
(2007), tindakan pencegahan ini
dapat ditunda setidaknya selama
satu jam sampai bayi menyusu
sendiri tanpa membahayakan bayi.
Bayi harus segera dibersihkan,
dimandikan, ditimbang, dan diukur.
Menunda memandikan bayi berarti
menghindarkan hilangnya panas
badan bayi. Selain itu, kesempatan
vernix meresap, melunakkan, dan
melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi
dapat dikeringkan segera setelah
lahir. Penimbangan dan pengukuran
Halaman | 137
Jurnal keperawatan dan Kebidanan
dapat ditunda sampai menyusu awal
selesai.
8) Bayi kurang siaga. Pada 1-2 jam
pertama kelahirannya, bayi sangat
siaga. Setelah itu, bayi tidur dalam
waktu yang lama. Jika bayi
mengantuk akibatnya obat yang
diasup oleh ibu, kontak kulit akan
lebih penting lagi karena bayi
memerlukan bantuan lebih untuk
bonding.
9) Kolostrum tidak keluar atau jumlah
kolostrom tidak memadai sehingga
diperlukan cairan lain. Kolostrum
cukup dijadikan makanan pertama
bayi baru lahir. Bayi dilahirkan
.dengan membawa bekal air dan gula
yang dapat dipakai pada saat itu.
10) Kolostrum tidak baik, bahkan
berbahaya untuk bayi. Kolostrom
sangat diperlukan untuk tumbuhkembang bayi. Selain sebagai
imunisasi pertama dan mengurangi
kuning pada bayi baru
lahir,
kolostrum
melindungi
dan
mematangkan dinding usus yang
masih muda.
Selain faktor-faktor penghambat di
atas menurut Kristiyansari (2009) ada
beberapa mitos yang menjadi penghambat
pelaksanaan IMD yaitu : Kolostrum tidak
baik dan berbahaya bagi bayi, bayi
memerlukan cairan lain sebelum menyusu,
kolostrom dan ASI saja tidak mencukupi
kebutuhan minum bayi, bayi akan
kedinginan saat dilakukan IMD, setelah
melahirkan ibu terlalu lelah untuk menyusui
bayi, IMD merupakan prosedur yang
merepotkan bagi petugas kesehatan
dokter, perawat, bidan
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah rancangan penelitian case control
dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini
dilakukan di Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto selama
bulan Juli – Agustus 2016. Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu bayi usia 0-23
bulan yang memenuhi kriteria penelitian.
Variabel dalam penelitian ini adalah faktor
yang berpengaruh terhadap pelaksanaan
IMD,
dan
pelaksanaan
IMD.
Data
dikumpulkan melalui kegiatan wawancara dan
observasi
secara
langsung.
Untuk
pengumpulan
data
digunakan
lembar
kuesioner. Pengolahan data penelitian
dilakukan dengan tahap editing, coding,
scoring dan tabulating. Untuk mengetahui
faktor
yang
berpengaruh
terhadap
pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
digunakan uji regresi menggunakan aplikasi
SPSS for windows. Data hasil penelitian
selanjutnya ditabulasi dan dideskripsikan
sebagai
hasil
penelitian
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik responden
Tabel 1. Karakteristik responden
No
1
2
3
4
5
6
Variabel
Umur ibu
Remaja akhir (17-25 tahun)
Dewasa awal (26-35 tahun)
Pengetahuan tentang IMD
Kurang
Baik
Pendidikan terakhir
Pendidikan dasar
Pendidikan menengah
Pekerjaan ibu
Tidak bekerja (IRT)
Bekerja
Pendapatan keluarga
Dibawah UMR
Sesuai / Diatas UMR
Tempat bersalin
BPM / RB
Odds Ratio
Estimate Low
Upper
N
%
18
30
37,5
62,5
25,50
2,98
217,81
0,000
20
28
41,7
58,3
34,20
3,96
294,88
0,000
19
29
39,6
60,4
12,04
2,33
62,13
0,001
35
13
72,9
27,1
48,00
5,31
433,95
0,000
27
21
56,3
43,7
3,81
1,13
12,90
0,029
28
58,3
6,81
1,88
24,69
0,003
Sig
Halaman | 138
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
7
8
9
10
11
12
Rmah sakit / Puskesmas
Informasi tentang IMD
Belum pernah
mendapatkan
Pernah mendapatkan
informasi
Kunjungan ANC
Tidak teratur (< 4 kali)
Teratur (4 kali / lebih)
Kondisi bayi
BBL Rendah
BBL Normal
Kondisi kolostrum
Belum keluar
Sudah keluar
Budaya masyarakat
Tidak mendukung IMD
Mendukung IMD
Pelaksanaan IMD
Melakukan IMD
Tidak melakukan IMD
20
41,7
26
22
54,2
45,8
3,26
0,97
10,88
0,049
9
39
18,8
81,2
1,39
0,30
6,39
0,671
19
29
39,6
60,4
12,04
2,33
62,14
0,001
26
22
54,2
45,8
4,82
1,38
16,75
0,011
27
21
56,3
43,8
5,69
1,61
20,14
0,005
19
29
39,6
60,4
Dari tabel diatas, sebagian besar
responden termasuk dalam kategori
dewasa awal (26-35 tahun) yaitu sebanyak
30 responden (62,5%), untuk pengetahuan
tentang IMD, lbih dari separuh responden
memiliki pengetahuan baik tentang IMD
yaitu sebanyak 28 responden, untuk latar
belakang pendidikan yang dimiliki sebagian
besar memiliki latar belakang pendidikan
menengah yaitu sebanyak 29 responden
(60,4%), untuk pekerjaan responden dalam
penelitian ini sebagian besar tidak bekerja
(IRT) sebanyak 35 responden (72,9%)
2. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Untuk umur ibu, dari hasil penelitian
didapatkan nilai odds ratio dengan nilai
estimate sebesar 25.50, nilai common odds
ratio lower bound sebesar 2.98 dan
common odds ratio upper sebesar 217.81,
dan nilai signifikasi dari hasil uji statistik
chi-square sebesar 0.000. Dari hasil odds
ratio lower bound didapatkan bahwa resiko
ibu untuk tidak melakukan IMD sebesar 2,9
kali. Dari hasil uji statistik chi-square
didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000
yang berarti umur ibu memiliki pengaruh
yang kuat dalam penerapan praktik IMD
Dari hasil penelitian pengetahuan ibu
tentang IMD didapatkan nilai odds ratio
dengan nilai estimate sebesar 34.20, nilai
common odds ratio lower bound sebesar
3.96 dan common odds ratio upper
sebesar 294.88, dan nilai signifikasi dari
hasil uji statistik chi-square sebesar 0.001.
Dari hasil odds ratio lower bound
didapatkan bahwa resiko ibu untuk tidak
melakukan IMD sebesar 3,9 kali. Dari hasil
uji statistik chi-square didapatkan nilai
signifikasi sebesar 0,001 yang berarti
pengetahuan ibu tentang IMD memiliki
pengaruh yang kuat dalam penerapan
praktik IMD
Dari
hasil
penelitian
tentang
pendidikan ibu didapatkan nilai odds ratio
dengan nilai estimate sebesar 12.04, nilai
common odds ratio lower bound sebesar
2.33 dan common odds ratio upper
sebesar 62.13, dan nilai signifikasi dari
hasil uji statistik chi-square sebesar 0,001.
Dari hasil tersebut nampak bahwa latar
belakang pendidikan ibu memiliki pengaruh
yang kuat dalam penerapan praktik IMD
Dari hasil penelitian tentang pekerjaan
ibu didapatkan nilai odds ratio dengan nilai
estimate sebesar 48.00, nilai common odds
ratio lower bound sebesar 5.31 dan
common odds ratio upper sebesar 433.95,
dan nilai signifikasi dari hasil uji statistik
chi-square sebesar 0,000. Dari hasil
tersebut nampak bahwa aktivitas pekerjaan
yang dilakukan ibu memiliki pengaruh yang
kuat dalam penerapan praktik IMD
Dari
hasil
penelitian
tentang
pendapatan keluarga didapatkan nilai odds
ratio dengan nilai estimate sebesar 3.81,
nilai common odds ratio lower bound
sebesar 1.13 dan common odds ratio
upper sebesar 12.90, dan nilai signifikasi
dari hasil uji statistik chi-square sebesar
0,029. Dari hasil tersebut nampak bahwa
Halaman | 139
Jurnal keperawatan dan Kebidanan
pendapatan
keluarga
ibu
memiliki
pengaruh dalam penerapan praktik IMD
3. Faktor pendukung (enabling factor)
Dari hasil penelitian tentang informasi
IMD, didapatkan nilai odds ratio dengan
nilai estimate sebesar 3.26, nilai common
odds ratio lower bound sebesar 0.97 dan
common odds ratio upper sebesar 10.88,
dan nilai signifikasi dari hasil uji statistik
chi-square sebesar 0,003. Dari hasil
tersebut nampak bahwa informasi tentang
IMD yang diterima ibu memiliki pengaruh
yang kuat dalam penerapan praktik IMD
Dari hasil penelitian tentang tempat
bersalin didapatkan nilai odds ratio dengan
nilai estimate sebesar 6.81, nilai common
odds ratio lower bound sebesar 1.88 dan
common odds ratio upper sebesar 24.69,
dan nilai signifikasi dari hasil uji statistik
chi-square sebesar 0,049. Dari hasil
tersebut nampak bahwa tempat bersalin
yang dipilih ibu memiliki pengaruh dalam
penerapan praktik IMD
Dari hasil penelitian tentang kunjungan
ANC didapatkan nilai odds ratio dengan
nilai estimate sebesar 1.39, nilai common
odds ratio lower bound sebesar 0.30 dan
common odds ratio upper sebesar 6.39,
dan nilai signifikasi dari hasil uji statistik
chi-square sebesar 0,671. Dari hasil
tersebut nampak bahwa jumlah kunjungan
ANC yang dilakukan ibu tidak memiliki
pengaruh dalam penerapan praktik IMD
Dari hasil penelitian tentang kondisi
bayi didapatkan nilai odds ratio dengan
nilai estimate sebesar 12.04, nilai common
odds ratio lower bound sebesar 2.33 dan
common odds ratio upper sebesar 62.14,
dan nilai signifikasi dari hasil uji statistik
chi-square sebesar 0,001. Dari hasil
tersebut nampak bahwa kondisi bayi yang
dilahirkan memiliki pengaruh yang kuat
dalam penerapan praktik IMD
Dari hasil penelitian tentang kolostrum
didapatkan nilai odds ratio dengan nilai
estimate sebesar 4.82, nilai common odds
ratio lower bound sebesar 1.38 dan
common odds ratio upper sebesar 16.75,
dan nilai signifikasi dari hasil uji statistik
chi-square sebesar 0,011. Dari hasil
tersebut nampak bahwa kondisi kolostrum
(keluar / tidak keluar) memiliki pengaruh
dalam penerapan praktik IMD
4. Faktor pendorong (reinforcing factor)
Dari hasil penelitian mengenai budaya
yang dianut ibu didapatkan nilai odds ratio
dengan nilai estimate sebesar 5.69, nilai
common odds ratio lower bound sebesar
1.61 dan common odds ratio upper
sebesar 20.14, dan nilai signifikasi dari
hasil uji statistik chi-square sebesar 0,005
Dari hasil tersebut nampak bahwa budaya
yang dianut ibu setelah persalinan memiliki
pengaruh dalam penerapan praktik IMD
PEMBAHASAN
Secara umum beberapa faktor yang
mempengaruhi
tindakan
IMD
(inisiasi
menyusui dini) diantaranya adalah :
1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
a. Umur ibu
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
25.50, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 2.98 dan common odds
ratio upper sebesar 217.81, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0.000. Dari hasil odds
ratio lower bound didapatkan bahwa
resiko ibu untuk tidak melakukan IMD
sebesar 2,9 kali. Dari hasil uji statistik
chi-square didapatkan nilai signifikasi
sebesar 0,000 yang berarti umur ibu
memiliki pengaruh yang kuat dalam
penerapan praktik IMD
Umur adalah lamanya waktu hidup
yaitu terhitung sejak lahir sampai
dengan sekarang. Penentuan umur
dilakukan
dengan
menggunakan
hitungan tahun (Chaniago, 2002).
Menurut
Elisabeth
yang
dikutip
Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun.
Semakin tinggi umur yang dimiliki
oleh ibu maka akan semakin matang
pula pola berpikir yang dimiliki ibu
terutama dalam menyikapi praktik
pelaksanaan inisiasi menyusu dini.
Seorang ibu yang telah matang dalam
usia, akan berusaha sebaik mungkin
untuk dapat memberikan yang terbaik
kepada anak yang dimiliki semisal
melaksanakan
IMD
pada
awal
kehidupan bayi. Namun dari hasil
analisa data penelitian didapatkan nilai
common odds ratio lower bound
sebesar 2.98. Dari hal tersebut nampak
bahwa ibu dengan usia 26-35 tahun
sekurang-kurangnya memiliki resiko
sebesar 2,9 kali lipat untuk tidak
melakukan IMD. Hal ini dapat terjadi
karena ibu dengan usia dewasa memiliki
persepsi bahwa IMD yang dilakukan
Halaman | 140
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
belum tentu memberikan jaminan
kesehatan yang dimiliki oleh anaknya.
Seorang
ibu
lebih
mempercayai
penolong persalinan untuk sesegera
mungkin melakukan tindakan yang
dibutuhkan daripada mementingkan
melakukan IMD. Persepsi negatif seperti
ini dimungkinkan dapat menurunkan
kesempatan bagi ibu dan bayi untuk
melakukan IMD.
b. Pengetahuan ibu tentang IMD
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
34.20, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 3.96 dan common odds
ratio upper sebesar 294.88, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0.001. Dari hasil odds
ratio lower bound didapatkan bahwa
resiko ibu untuk tidak melakukan IMD
sebesar 3,9 kali. Dari hasil uji statistik
chi-square didapatkan nilai signifikasi
sebesar 0,001 yang berarti pengetahuan
ibu tentang IMD memiliki pengaruh yang
kuat dalam penerapan praktik IMD.
Pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia.
Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt
behaviour) (Bloom, 1908 dikutip dalam
Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan yang dimiliki seorang
ibu mengenai IMD secara tidak
langsung akan memberikan pengaruh
kepada perilaku ibu untuk melakukan
IMD itu sendiri. Seorang ibu yang
pernah
mendapatkan
informasi
mengenai IMD, secara tidak langsung
dalam diri ibu akan terjadi proses untuk
mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali atau recall terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Selanjutnya ibu akan
mencoba untuk memahami mengenai
IMD itu sendiri dan berusaha untuk
menjelaskan kepada dirinya sendiri
secara benar tentang objek yang
diketahui
dan
berusaha
untuk
menginterprestasikan materi tersebut
secara benar. Berikutnya ibu akan
mencoba
untuk
mengaplikasikan
tindakan yang telah dipelajari dengan
memperhitungkan baik dan buruknya
melakukan IMD. Dari hal ini nampak
bahwa seorang ibu yang pernah
mendapatkan informasi mengenai IMD
cenderung akan berperilaku positif
dalam pelaksanaan IMD
c. Pendidikan ibu
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
12.04, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 2.33 dan common odds
ratio upper sebesar 62.13, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,001. Dari hasil
tersebut nampak bahwa latar belakang
pendidikan ibu memiliki pengaruh yang
kuat dalam penerapan praktik IMD.
Pendidikan adalah usaha dasar
yang
dilakukan
oleh
keluarga,
masyarakat, dan pemerintah, melalui
kegiatan
bimbingan,
pengajaran
dan/atau latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang
hayat, untuk mempersiapkan peserta
didik agar dapat memainkan peranan
dalam berbagai lingkungan hidup secara
tepat di masa yang akan datang
(Mudyaharjo, 2008)
Pendidikan adalah salah satu
metode untuk meningkatkan skill dan
kemampuan yang dimiliki seseorang.
Selain itu, pendidikan adalah upaya
yang dapat dilakukan untuk melakukan
transfer informasi. Semakin tinggi
tingkat pendidikan yang dimiliki seorang
ibu maka akan semakin matang pula
cara berpikir yang dimiliki. Seorang ibu
dengan latar belakang pendidikan yang
memadai akan menimbang dan berpikir
mengenai baik atau buruknya IMD
terutama bagi bayi yang dimiliki. Hal ini
terjadi karena selama menempuh
pendidikan, seseorang akan diajak
untuk berpikir secara logis mengenai hal
yang baik dan buruk.
d. Pekerjaan ibu
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
48.00, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 5.31 dan common odds
ratio upper sebesar 433.95, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,000. Dari hasil
tersebut nampak bahwa aktivitas
pekerjaan yang dilakukan ibu memiliki
Halaman | 141
Jurnal keperawatan dan Kebidanan
pengaruh yang kuat dalam penerapan
praktik IMD.
Pekerjaan merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk mendapatkan
upah atas jasa yang telah dilakukan.
Pekerjaan itu sendiri memiliki pengaruh
pada
pengetahuan
seseorang.
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan
seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung
maupun
secara
tidak
langsung.
Contohnya, seseorang yang mempunyai
pekerjaan
di
bidang
kesehatan
lingkungan
tentunya
akan
lebih
memahami bagaimana cara menjaga
kesehatan di lingkungannya, termasuk
tentang pelaksanaan Inisiasi Menyusui
Dini jika dibandingan dengan orang
yang bekerja diluar bidang kesehatan
Pekerjaan yang dimiliki ibu secara
tidak langsung akan memberikan
pengaruh terhadap pengetahuan yang
dimiliki
oleh
ibu
tersebut,
dan
pengetahuan yang dimiliki ibu akan
memberikan motivasi terhadap ibu untuk
melakukan IMD. Dengan bekerja ibu
akan memiliki kesempatan lebih luas
untuk mendapatkan berbagai informasi
yang bermanfaat bagi kesehatannya.
Namun dilain pihak ibu yang bekerja
akan memiliki sedikit waktu untuk dapat
berkunjung
ke
pusat
pelayanan
kesehatan terdekat untuk sekedar
mendapatkan
informasi
yang
bermanfaat bagi derajat kesehatannya
dan keluarga yang dimiliki. Dari hasil
penelitian didapatkan nilai odds ratio
lower bound sebesar 5.31. Dari hal ini
nampak bahwa ibu yang bekerja
beresiko 5 kali lipat untuk tidak
melakukan IMD. Resiko ini muncul
karena ibu yang bekerja terkadang akan
memikirkan pekerjaan yang dimilikinya
terutama setelah persalinan terjadi.
Tidak semua pekerjaan yang dimiliki ibu
memberikan kesempatan kepada ibu
untuk bisa menyusui secara eksklusif.
Hal ini secara tidak langsung akan
menjadi beban bagi ibu sehingga ibu
melupakan untuk bisa melakukan IMD
setelah persalinan terjadi.
e. Pendapatan keluarga
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
3.81, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 1.13 dan common odds
ratio upper sebesar 12.90, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,029. Dari hasil
tersebut nampak bahwa pendapatan
keluarga ibu memiliki pengaruh dalam
penerapan praktik IMD
Pendapatan keluarga adalah jumlah
penghasilan riil dari seluruh anggota
rumah tangga yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga.
Pendapatan keluarga merupakan balas
karya atau jasa atau imbalan yang
diperoleh karena sumbangan yang
diberikan dalam kegiatan produksi.
Secara konkritnya pendapatan keluarga
berasal dari : 1) Usaha itu sendiri :
misalnya berdagang, bertani, membuka
usaha sebagai wiraswastawan, 2)
Bekerja pada orang lain: misalnya
sebagai pegawai negeri atau karyawan,
3) Hasil dari pemilihan: misalnya tanah
yang
disewakan
dan
lain-lain.
Pendapatan bisa berupa uang maupun
barang misal berupa santunan baik
berupa beras, fasilitas perumahan dan
lain-lain. Pada umumnya pendapatan
manusia terdiri dari pendapatan nominal
berupa uang dan pendapatan riil berupa
barang
(Gilarso,
2008).
Apabila
pendapatan
lebih
ditekankan
pengertiannya pada pendapatan rumah
tangga, maka pendapatan merupakan
jumlah keseluruhan dari pendapatan
formal, informal dan pendapatan
subsistem. Pendapatan formal adalah
segala penghasilan baik berupa uang
atau barang yang diterima biasanya
sebagai
balas
jasa.
Pendapatan
informal berupa penghasilan yang
diperoleh melalui pekerjaan tambahan
diluar pekerjaan pokoknya. Sedangkan
pendapatan
subsistem
adalah
pendapatan yang diperoleh dari sektor
produksi yang dinilai dengan uang dan
terjadi bila produksi dengan konsumsi
terletak disatu tangan atau masyarakat
kecil (Nugraheni, 2007).
Seorang ibu dari keluarga dengan
ekonomi menengah keatas cenderung
tidak akan memikirkan mengenai
pembiayaan baik selama kehamilan,
persalinan maupun pasca persalinan.
Hal ini dikarenakan ibu dari keluarga
dengan
perekonomian
menengah
keatas akan mampu untuk memenuhi
segala kebutuhannya. Namun dari hasil
penelitian didapatkan 27 ibu (56,3%)
Halaman | 142
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
dengan pendapatan dibawah UMR.
Dariu hasil analisa data didapatkan odds
ratio lower sebesar 1,13 yang berarti
setiap ibu dengan pendapatan dibawah
UMR memiliki resiko 1,1 kali lipat untuk
tidak melakukan IMD. Rendahnya angka
resiko ini menunjukkan bahwa ibu
dengan
perekonomian
menengah
kebawah cenderung akan berusaha
untuk
meminimalkan
kebutuhan
pengeluaran yang harus dikeluarkan
dengan cara mengoptimalkan segala
sesuatu hal yang bermanfaat bagi
dirinya dan bayi yang dimiliki. Dengan
mengikuti setiap advice yang diberikan
seperti melakukan IMD, maka resiko
untuk mengeluarkan dana lebih akan
semakin dapat diminimalkan karena
kondisi bayi dan ibu dalam kondisi
optimal.
2. Faktor pendukung (enabling factor)
a. Informasi tentang IMD
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
3.26, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 0.97 dan common odds
ratio upper sebesar 10.88, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,003. Dari hasil
tersebut nampak bahwa informasi
tentang IMD yang diterima ibu memiliki
pengaruh yang kuat dalam penerapan
praktik IMD
Informasi adalah sesuatu yang
menjadi
perantara
dalam
menyampaikan informasi, merangsang
pikiran dan kemampuan, informasi yang
diperoleh
dalam
menyampaikan
informasi yang diperoleh dari berbagai
sumber akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Bila seseorang
memperoleh informasi, maka cenderung
mempunyai pengetahuan yang lebih
luas (Notoadmodjo, 2005).
Informasi
merupakan
pemberitahuan secara kognitif baru bagi
penambah
pengetahuan.
Tujuan
pemberian informasi pada dasarnya
adalah untuk menggugah kesadaran ibu
hamil terhadap suatu motivasi yang
berpengaruh terhadap pengetahuan. Ibu
hamil
yang
diberikan
informasi
mengenai IMD secara tidak langsung
dalam diri ibu akan terjadi transfer
informasi mengenai IMD itu sendiri.
Kemudahan untuk memperoleh suatu
informasi
dapat
membantu
mempercepat
seseorang
untuk
memperoleh pengetahuan yang baru.
Informasi yang tepat dan disampaikan
oleh orang yang tepat akan semakin
mempercepat proses transfer informasi
yang terjadi. Namun dari hasil penelitian
yang dilakuan didapatkan nilai odds
ratio lower 0,97 yang berarti bahwa ada
kemungkinan sebesar 0,9 kali lipat
bahwa ibu yang telah mendapatkan
informasi tidak akan mau untuk
melakukan IMD. Untuk itu perlu
dipahami oleh semua tenaga kesehatan
bahwa penggunaan bahasa yang tepat
dan penyampaian yang benar akan
memiliki pengaruh yang sangat berbeda
kepada tingkat pemahaman yang
dimiliki oleh ibu terutama mengenai
IMD.
b. Tempat bersalin
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
6.81, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 1.88 dan common odds
ratio upper sebesar 24.69, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,049. Dari hasil
tersebut nampak bahwa tempat bersalin
yang dipilih ibu memiliki pengaruh dalam
penerapan praktik IMD
Tempat bersalin merupakan tempat
terbaik untuk ibu melahirkan bayinya
dimana ibu merasa paling aman dan
nyaman. Semakin baik pikiran dan
tubuh sang ibu, maka akan semakin
rileks
dan
baik
pula
respon
persalinannya.
Banyak
sekali
pertimbangan yang harus dipikirkan oleh
pasangan suami istri yang akan
mempunyai anak, seperti pertimbangan
menghadapi kehamilan anak pertama,
pertimbangan kehamilan anak ke empat
atau lebih,
pertimbangan karena
kehamilan sang istri disertai dengan
berbagai penyakit (darah tinggi, kencing
manis, kurang darah, obesitas dan lainlain), posisi bayi yang tidak sesuai
dengan tempatnya atau sungsang
(breech), letak ari-ari yang berada di
depan bayi (placenta previa) dimana hal
tersebut
sangat
berbahaya
bagi
kandungannya dan lain-lain (Anonim,
2013)
Momen bersalin adalah tonggak
awal, setiap ibu memulai perjalanannya.
Untuk itu, seorang ibu bersama dengan
suami atau keluarganya harus tepat
Halaman | 143
Jurnal keperawatan dan Kebidanan
memilih tempat bersalin. Aspek-aspek
yang harus menjadi pertimbangan
adalah lokasi, biaya persalinan dan
perawatan sesuai budget, fasilitas dan
peralatan memadai, keandalan bidan,
dokter dan tenaga medis berpraktik,
reputasi
dan
tentu
saja
kenyamanan. Cara yang benar untuk
melakukan pemilihan tempat bersalin
adalah pilih tempat bersalin yang ramah
terhadap ibu dan bayi, periksa
bagaimana dokter/bidan dan perawat di
tempat bersalin (rumah bersalin/rumah
sakit ibu dan anak/rumah sakit umum),
pastikan apakah tersedia peralatan
lengkap untuk mengatasi masalah
gawat darurat (terutama jika kehamilan
yang dialami merupakan kehamilan
yang beresiko) atau ketersediaan ruang
NICU bila bayi bermasalah, periksa
apakah temat bersalin mendukung
program ASI ekslusif seperti tersedianya
fasilitas rooming-in, program IMD
(Inisiasi Menyususi Dini), staf yang
mengajarkan ibu untuk menyusui
pertama kali. Secara umum tidak ada
tempat bersalin yang sempurna. Pilihan
terbaik adalah yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan ibu dan bayi.
Dari hasil uji statistik chi-square
didapatkan nilai signifikasi sebesar
0,049. Dari nilai signifikasi tersebut
nampak bahwasanya tempat bersalin
hanya memberikan pengaruh yang kecil
terhadap ibu dalam melakukan IMD
karena setiap tempat bersalin dianggap
memiliki fasilitas dan pelayanan yang
sama apalagi dewasa ini persalinan
yang terjadi sudah dibebankan kepada
organisasi pembiayaan BPJS sehingga
tampak bahwa tempat bersalin hanya
memberikan sedikit kontribusi terhadap
pelaksanaan IMD
c. Kunjungan ANC
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
1.39, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 0.30 dan common odds
ratio upper sebesar 6.39, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,671. Dari hasil
tersebut
nampak
bahwa
jumlah
kunjungan ANC yang dilakukan ibu tidak
memiliki pengaruh dalam penerapan
praktik IMD
Kunjungan Antenatal Care adalah
kunjungan ibu hamil ke bidan atau
dokter sedini mungkin semenjak ia
merasa
dirinya
hamil
untuk
mendapatkan
pelayanan/asuhan
antenatal. Pada setiap kunjungan
antenatal
care
(ANC),
petugas
mengumpulkan dan menganalisis data
mengenai kondisi ibu melalui anamnesis
dan
pemeriksaan
fisik
untuk
mendapatkan
diagnosis
kehamilan
intrauterine, serta ada tidaknya masalah
atau komplikasi (Saifuddin, 2002).
Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah
pertemuan antara bidan dengan ibu
hamil dengan kegiatan mempertukarkan
informasi ibu dan bidan serta observasi
selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan
umum dan kontak sosial untuk mengkaji
kesehatan dan kesejahteraan umumnya
(Salmah, 2006). Kunjungan Antenatal
Care (ANC) adalah kontak ibu hamil
dengan pemberi perawatan atau asuhan
dalam hal mengkaji kesehatan dan
kesejahteraan bayi serta kesempatan
untuk memperoleh informasi dan
memberi informasi bagi ibu dan petugas
kesehatan (Henderson, 2006)
Kunjungan ANC pada dasarnya
adalah komunikasi yang dilakukan
antara tenaga kesehatan (bidan,
perawat, dokter) dengan ibu hamil.
Dalam
kunjungan
ANC
tenaga
kesehatan
diharuskan
untuk
memberikan advice kepada ibu hamil
terkait dengan kehamilan yang dialami,
persiapan persalinan, dan persiapan
pasca persalinan. Dengan memberikan
informasi kepada ibu hamil maka antara
tenaga kesehatan dengan ibu hamil
terjadi proses transfer informasi. Salah
satu yang harus disampaikan adalah
mengenai pelaksanaan IMD. Ibu hamil
yang mendapatkan informasi mengenai
manfaat IMD secara tidak langsung
dalam diri ibu akan terjadi proses
awarenes (kesadaran),
dimana
ibu
menyadari manfaat dari melakukan IMD,
selanjutnya ibu hamil akan merasa
interest (tertarik) terhadap pelaksanaan
IMD. Kemudian ibu hamil akan
melakukan
evaluation (menimbangnimbang) terhadap baik atau tidaknya
stimulus tersebut (IMD) bagi dirinya dan
bayi yang dimiliki. Sampai dengan tahap
ini dapat dipastikan ibu hamil akan
berusaha untuk melakukan IMD pada
saat persalinan nantinya. Namun dari
hasil uji statistik chi-square didapatkan
Halaman | 144
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
nilai signifikasi sebesar 0,671 yang
berarti jumlah kunjungan ANC yang
dilakukan ibu tidak memiliki pengaruh
dalam
penerapan
praktik
IMD.
Terkadang
dimungkinkan
kondisi
persalinan yang dialami ibu hamil
menjadikan ibu hamil mengalami nyeri
yang hebat sehingga melupakan
sesuatu hal yang pernah didapatkan
sebelumnya termasuk keinginan ibu
untuk
melakukan
IMD.
Untuk
menghindarkan
hal
ini
penolong
persalinan harus melakukan tindakan
untuk menurunkan / meredakan nyeri
persalinan yang dialami ibu sehingga
ibu bisa melakukan IMD setelah
persalinan terjadi
d. Kondisi bayi
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
12.04, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 2.33 dan common odds
ratio upper sebesar 62.14, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,001. Dari hasil
tersebut nampak bahwa kondisi bayi
yang dilahirkan memiliki pengaruh yang
kuat dalam penerapan praktik IMD
Bayi baru lahir normal adalah bayi
yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir
2500 gram sampai dengan 4000 gram
(Kristiyansari, 2009). Bayi baru lahir
merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengalami
trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian diri dari
kehidupan kehidupan intrauterin ke
kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011).
Dari kedua definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa bayi baru lahir
merupakan bayi lahir yang dapat
melakukan penyesuaian diri dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin
Bayi baru lahir tidak semuanya
dalam
kondisi normal.
Beberapa
kelahiran bayi seringkali mengalami
penyulit seperti terjadinya asfiksia,
penyakit kuning dan lain sebagainya.
Bahkan bayi baru lahir bisa mengalami
BBLR (kurang dari 2500 gram). Bayi
dengan gangguan biasanya akan
segera dilakukan tindakan asuhan yang
bertujuan agar bayi segera mengalami
kenaikan berat badan dan berada pada
kondisi normal. Dari hasil analisa
didapatkan nilai odds ratio lower bound
sebesar 2.33. Hal ini menunjukkan
bahwa ibu yang melahirkan bayi dengan
gangguan akan beresiko 2,3 kali lipat
tidak melakukan IMD pada awal
kehidupan bayi. Selain itu kebiasaan
penolong persalinan untuk secepatnya
melakukan pemotongan tali pusat dan
membersihkan
bayi
kemudian
menyelimuti bayi menjadikan ibu bayi
tidak memiliki kesempatan untuk
melakukan IMD
e. Kondisi kolostrum
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
4.82, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 1.38 dan common odds
ratio upper sebesar 16.75, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,011. Dari hasil
tersebut
nampak
bahwa
kondisi
kolostrum (keluar / tidak keluar) memiliki
pengaruh dalam penerapan praktik IMD
Kolostrum
diproduksi
pada
beberapa hari pertama setelah bayi
dilahirkan. Wujudnya sangat kental dan
jumlahnya sangat sedikit. Pada masa
awal menyusui, kolostrum yang keluar
mungkin hanya satu sendok teh.
Beberapa ciri penting yang menyertai
produksi kolostrum diantaranya adalah :
1) Komposisi kolostrum mengalami
perubahan secara berangsurangsur
setelah bayi lahir, 2) Kolostrum adalah
cairan kental berwarna kekuningan dan
lebih kuning daripada ASI mature, 3)
Kolostrum bertindak sebagai laksatif
yang berfungsi membersihkan dan
melapisi mekonium usus bayi, serta
mempersiapkan saluran pencernaan
bayi
untuk
menerima
makanan
selanjutnya, 4) Kolostrum lebih banyak
mengandung protein (sekitar 10%
protein) dibanding ASI mature, 5) Pada
kolostrum terdapat beberapa protein
yakni Immunoglobulin A (Ig.A), laktoferin
dan
sel-sel
darah
putih
untuk
pertahanan tubuh bayi dari serangan
penyakit, 6) Total energi (lemak dan
laktosa) berjumlah sekitar 58 kalori/100
ml kolostrum, 7) Kolostrum mengandung
banyak mengandung vitamin A, mineral
Natrium (Na) dan seng (Zn), 8) Lemak
dalam
kolostrum
lebih
banyak
mengandung kolesterol dan ASI mature,
9) Pada kolostrum terdapat ASI inhibitor,
sehingga hidrolisis protein dalam usus
Halaman | 145
Jurnal keperawatan dan Kebidanan
bayi menjadi kurang sempurna, yang
menyebabkan
peningkatan
kadar
antibodi pada bayi, 10) Volume
kolostrum sekitar 150-300 ml/24 jam
(Kristiyansari, 2009)
Beberapa masyarakat Indonesia
menganggap ASI yang keluar pertama
kali adalah kotor dan harus dibuang
serta
tidak
diperbolehkan
untuk
diberikan kepada bayi karena dapat
mengganggu kesehatan bayi. Namun
anggapan ini adalah salah. ASI yang
keluar
pertama
kali
merupakan
kolostrum yang memiliki kandungan
nutrisi lebih tinggi daripada ASI biasa.
ASI itu sendiri terbagi menjadi beberapa
tahap yaitu kolostrum (keluar pertama
kali), ASI peralihan (transitional milk)
dan ASI matang (mature milk). Masingmasing tahap produksi ASI memiliki
kandungan tersendiri dan memiliki
manfaat tersendiri bagi bayi. Dari hasil
penelitian didapatkan nilai odds ratio
lower bound sebesar 1.38 yang berarti
bahwa ibu bersalin yang kolostrumnya
belum keluar setelah persalinan memiliki
resiko sebesar 1,3 kali lipat untuk tidak
melakukan IMD. Untuk mengatasi hal ini
perlu dilakukan perawatan payudara
terutama pada masa kehamilan dan
memperhatikan pola makan pada ibu
hamil. Dengan adanya perhatian pada
pola makan serta perawatan payudara
selama kehamilan, maka kesempatan
ibu untuk melakukan IMD akan semakin
besar
3. Faktor pendorong (reinforcing factor)
a. Budaya yang dianut
Dari hasil penelitian didapatkan nilai
odds ratio dengan nilai estimate sebesar
5.69, nilai common odds ratio lower
bound sebesar 1.61 dan common odds
ratio upper sebesar 20.14, dan nilai
signifikasi dari hasil uji statistik chisquare sebesar 0,005 Dari hasil tersebut
nampak bahwa budaya yang dianut ibu
setelah persalinan memiliki pengaruh
dalam penerapan praktik IMD
Kebudayaan dapat memberi corak
pengalaman
individu-individu
masyarakat
asuhannya.
Sebagai
akibatnya, tanpa disadari kebudayaan
telah menanamkan garis pengaruh
sikap manusia terhadap berbagai
masalah (Azwar, 2011)
Beberapa masyarakat di Indonesia
setelah bayi baru lahir biasanya akan
sesegera mungkin untuk membersihkan
bekas tali pusat bayi (ari-ari). Ari-ari
secara medis merupakan sebuah organ
yang berfungsi untuk menyalurkan
berbagai nutrisi dan oksigen dari ibu ke
janin di dalam rahim. Lewat ari-ari
juga zat-zat antibodi, berbagai hormon
dan gizi disalurkan sehingga janin bisa
tumbuh dan berkembang menjadi bayi.
Bagi orang jawa, ari-ari memiliki “jasa”
yang
cukup
besar
sebagai batir
bayi (teman
bayi)
sejak
dalam
kandungan. Oleh karena itu sejak fungsi
utama ari-ari berakhir ketika bayi lahir,
organ ini akan tetap dirawat dan dikubur
sedemikian rupa agar tidak dimakan
binatang ataupun membusuk di tempat
sampah. Upacara mendhem ari-ari ini
biasanya dilakukan oleh sang ayah,
berada di dekat pintu utama rumah,
diberi pagar bambu dan penerangan
berupa lampu minyak selama 35 hari
(selapan). Kebiasaan seperti ini secara
tidak
langsung
akan
menjadikan
keluarga lebih berfokus kepada ari-ari
bayi daripada untuk memberikan
dukungan kepada ibu dalam melakukan
IMD. Dari hasil penelitian didapatkan
nilai odds ratio lower bound sebesar
1.61. Dari analisa ini nampak bahwa
masyarakat yang memegang beberapa
tradisi kuno memiliki resiko 1,6 kali lipat
tidak melakukan IMD. Untuk mengatasi
hal ini dibutuhkan pendekatan kepada
ibu hamil dan anggota keluarganya
bahwa setelah bayi lahir hal terpenting
yang
harus
diperhatikan
adalah
melakukan IMD. Selanjutnya setelah ibu
melakukan IMD maka tradisi budaya
untuk membersihkan ari-ari segera
dapat dilakukan
SIMPULAN
1. Dari hasil penelitian, untuk faktor
predisposisi (predisposing factor) yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi
menyusu dini pada bayi usia 0-23 bulan,
diantaranya adalah umur ibu dengan nilai
signifikasi sebesar 0.000, pengetahuan ibu
tentang IMD dengan nilai signifikasi
sebesar 0.001 pendidikan ibu dengan nilai
signifikasi sebesar 0.001, pekerjaan ibu
dengan nilai signifikasi sebesar 0. dan
pendapatan
keluarga
dengan
nilai
signifikasi sebesar 0.029.
2. Dari hasil penelitian, untuk faktor
pendukung
(enabling
factor)
yang
Halaman | 146
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi
menyusu dini pada bayi usia 0-23 bulan,
diantaranya adalah informasi tentang IMD
dengan nilai signifikasi sebesar 0.003,
tempat bersalin dengan nilai signifikasi
sebesar 0.049, kondisi bayi dengan nilai
signifikasi sebesar 0.001, kondisi kolostrum
(keluar / tidak keluar) dengan nilai
signifikasi sebesar 0.011.
3. Dari hasil penelitian, untuk faktor
pendorong
(reinforcing
factor)
yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan inisiasi
menyusu dini pada bayi usia 0-23 bulan
adalah budaya yang dianut ibu dengan nilai
signifikasi sebesar 0.005
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2013). Pemilihan Tempat Bersalin
Ideal.
Diakses
dari
:
https://indonesiana.tempo.co/read/4865/2
013/11/09/Pemilihan-Tempat-BersalinIdealAprillia, Y., (2010). Analisis Sosialisasi
Program Inisiasi Menyusu Dini dan ASI
Eksklusif kepada Bidan di Kabupaten
Klaten (Doctoral dissertation, Universitas
Diponegoro).
Azwar, Saifuddin. (2007). Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya, edisi 2,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Chaniago, Amran, Y. S. (2002). Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung :
Pustaka Setia
Dewi, Sunarsih. (2011). Asuhan Kehamilan
untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika
Gilarso, T. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi
Mikro, Edisi 5. Yogyakarta : Kanisius
Henderson, C. (2006). Buku Ajar Konsep
Kebidanan (Essential Midwifery). Jakarta :
EGC
Kemenkes RI. (2014). Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2013. Jakarta ; Badan Penelitian
Dan
Pengembangan
Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Kristiyansari, W. (2009). ASI : Menyusui dan
Sadari. Yogyakarta : Nuha Medika
Mudyahardjo, Redja. (2008). Pengantar
Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang
Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya
dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta.
Raja Grafindo Persada
Nastiti, Budi Puji. (2013). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Praktek Inisiasi Menyusu
Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pangkah Kabupaten Tegal Tahun 2012.
Semarang
;
Universitas
Negeri
Semarang.
Diunduh
dari
http://lib.unnes.ac.id/18274/1/
6450407008.pdf
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan
Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta ; Rineka
Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nursalam. (2003). Manajemen Keperawatan
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta : Salemba Medika
Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus
ASI Eksklusif .Jakarta : Pustaka Bunda
Rosita, S. 2008. ASI untuk Kecerdasan Bayi.
Yogyakarta : Ayyana
Saifuddin, A.B. (2002). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Salmah.
(2006).
Asuhan
Kebidanan
Antenatal. Jakarta : EGC
Halaman | 147
Download