dampak adegan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif

advertisement
ISSN 0852-405X
Jurnal Penelitian UNIB, Vol.VIII, No 3, November 2002, Hlm.140 - 143
140
DAMPAK ADEGAN KEKERASAN DI TELEVISI TERHADAP
PERILAKU AGRESIF REMAJA PERKOTAAN
Wahyu Widiastuti
PS. Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Bengkulu
ABSTRAK
Penelitian ini mencari hubungan antara intensitas menonton adegan kekerasan di televisi, faktor personal, dan
factor situasional, dengan perilaku agresif remaja perkotaan. Sampel (71 responden) dipilih secara acak Temuan
menunjukkan bahwa (1) sebagian besar responden yang memiliki intensitas menonton adegan kekerasan yang
rendah mempunyai sikap negatif terhadap kekerasan, (2) responden yang tinggal di lingkungan yang mendukung
terjadinya kekerasan cenderung berperilaku agresif, (3) intensitas menonton adegan kekerasan di televisi, faktor
personal, dan faktor situasional berpengaruh pada perilaku agresif remaja.
Kata kunci: remaja; kekerasan
ABSTRACT
The research explored the relationship between the intensity of watching violence on television, personal factors,
and situational factors, and adolescent aggressive behavior. Sample (71 subjects) was selected randomly. The
results showed that 1) those who seldom watched violence reacted negatively to violence, 2) those who lived in
violence-prone environment tended to behave aggressively, 3) there were relationships among intensity of watching
violence on TV, personal factors, and situational factors, to aggressiveness.
Key words: adolescent, violence
PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir ini adegan kekerasan
banyak ditayangkan dalam perfilman. Perkelahian, pemukulan, pembunuhan dan sebagainya
yang merusak dan merugikan orang lain selalu
muncul dalam film barat dan film tentang penjahat. Tingkat kekerasan terus meningkat dalam
kualitas dan kuantitas. Analisis isi yang
dilakukan menunjukkan adanya kecenderungan jangka panjang sejak awal 1930-an dari peningkatan
adegan kekerasan dalam film-film yang diputar di
teater-teater ( Comstock, 1987 In Sears, 1991).
Meningkatnya proporsi adegan kekerasan dalam film-film televisi melahirkan kecaman akan timbulnya pengaruh negatif bagi
penonton. Kecemasan ini didasarkan pada sifat
penyiaran televisi ke rumah-rumah yang begitu
bebas dan tidak terkendali, bahkan tidak dapat
dikendalikan (Sears, 1991). Keprihatinan terhadap tayangan kekerasan televisi berkaitan dengan
pengaruh psikologis televisi pada khalayak.
Menutut Prof. R. Mar’at (Effendy, 1993) acara
televisi pada umumnya dapat mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan pada
audiens serta menghipnotis sehingga audiens tersebut dihanyutkan dalam pertunjukkan televisi.
DeFleur dan Dennis menambahkan bahwa dari
televisi orang dapat belajar banyak tentang informasi dan memahami tentang dunia dan bagaimana berperilaku dalam masya-rakat, antara
lain mempelajari hubungan sosial, nilai-nilai
perilaku sosial dan anti sosial, serta masih banyak
lagi. Lebih lanjut Dennis dalam Basic Issues in
Mass Communication (Dennis and Merril, 1984)
menjelaskan bahwa:
“…Mass media institution shape our
thinking, influence our attitudes and opinion, and
contribute toward particular behavior…”
Salah satu dampak negatif televisi pada
khalayak adalah perilaku agresi. Agresi adalah
setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk
merusak atau melukai orang lain yang menghindari perilaku seperti itu (Baron dan Byrne,
1979 In Rakhmat, 1989:127). Selain perilaku,
agresi juga mencakup maksud tindakan seseorang
untuk merusak atau melukai orang lain (Sears,
1991). Namun hanya dengan menonton adegan
kekerasan di televisi saja orang tidak langsung
akan menjadi agresif. Menurut Raymond Bavor
Widiastuti, W.
Little John (1991) media massa tidak langsung
menimbulkan dampak bagi audiens. Nyatanya
banyak variabel terlibat dalam proses terjadinya
efek. Hal ini didukung oleh Klapper yang menyatakan bahwa media massa hanya sebagai
‘contributing cause’.
Gaver (Rakhmat, 1989) menyatakan
bahwa komunikasi massa terjadi lewat serangkaian perantara. Komunikasi antara lain melalui
pengaruh media massa.
Untuk sampai kepada
perilaku tertentu, maka pengaruh ini diseleksi,
disaring, atau bahkan mungkin ditolak sesuai
dengan faktor-faktor personal yang mempengaruhi reaksi khalayak, faktor situasional di
mana individu berada, dan situasi lingkungan,
baik primer (keluarga) atau sekunder (lingkungan
masyarakat).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian eksplanatory dengan tujuan menjelaskan
dan menelusuri pengaruh antara intensitas menonton adegan kekerasan di televisi, faktor personal dan
situasional dengan perilaku agresif.
Populasi sasaran
ini adalah remaja usia 13-15
tahun. Pembatasan populasi pada remaja usia ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa pada usia
tersebut (yang lebih dikenal dengan nama masa
remaja awal) seseorang cenderung pada kondisi
tidak stabil pada perasaan dan emosi, kemampuan
berpikirnya lebih dikuasai emosi (Mappiare,
1982). Sample diambil secara acak sederhana sebanyak 71 orang. Data yang diperoleh dianalisis
dan didiskripsikan, antara lain dengan me-
141
manfaatkan uji korelasi moment tangkar antara
predictor x dan kriterium y dari Pearson.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perilaku agresif adalah setiap bentuk
perilaku yang diarahkan untuk merusak atau
melukai orang lain yang menghindari perilaku
seperti itu . Selain perilaku, agresi juga mencakup maksud tindakan seseorang untuk merusak
atau melukai orang lain. Hal-hal yang mendorong munculnya perilaku agresif antar lain :
Intensitas menonton adegan kekerasan di
televisi
Intensitas menonton adegan kekerasan di televisi
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah durasi
menonton televisi setiap hari dan frekuensi
menonton adegan kekerasan di televisi setiap hari.
Penelitian
menghasilkan
gam-baran
sebanyak
71,83% responden menonton adegan kekerasan di
televisi dengan intensitas yang cenderung rendah.
Diperoleh kejelasan pula bahwa responden yang
intensitas menonton adegan kekerasan dalam
televisi adalah tinggi maka ia cenderung
berperilaku agresif (meliputi 65%), se-dangkan
pada
responden
dengan
tingkat
intensitas
menonton rendah perilaku agresifnya juga lebih
rendah. Meskipun demikian, hasil uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan saling pengaruh yang signifikan antara kedua variabel,
kalaupun ada efek maka hanya dalam skala kecil.
Data hubungan variabel tersebut disajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1. Kecenderungan Perilaku Responden menurut Intensitas Konsumsi Adegan Kekerasan
di Televisi
Perilaku
No
Intensitas menonton
Agresif
Tidak agresif
Jumlah
25 49,01%
51 100%
1
Rendah
26 50,98%
2
Tinggi
13 65%
Jumlah
Sumber : Data yang sudah diolah
39 54,92%
7
35%
32 45,07%
20 100%
71 100%
Dampak adegan kekerasan di televisi
Faktor personal
Faktor personal adalah faktor-faktor yang berasal
dari dalam diri yang mempengaruhi perilaku
seseorang. Faktor ini terdiri atas sikap dan emosi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa 60,56%
responden sangat tidak setuju terhadap penggunaan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.
Namun meskipun sebagian besar responden
sangat tidak setuju terhadap penggunaan kekerasan, sebanyak 26,72% responden menganggap
adegan
kekerasan
sangat
diperlukan
untuk
ditayangkan di televisi terutama pada film dan sinetron karena tanpa adegan semacam itu ceritanya
akan hambar dan tidak seru. Sebanyak 33,80%
responden menyatakan senang ketika menonton
adegan kekerasan. Dari hasil temuan tentang
faktor personal dapat disimpulkan bahwa ternyata
sebagian besar (53,52%) responden mempunyai
sikap negatif terhadap kekerasan.
142
Salah satu hal yang mendorong terjadinya perilaku agresif adalah serangan dari
pihak luar. Berdasarkan temuan diketahui bahwa
74,65% responden pernah mendapat se-rangan
dari orang lain. Serangan ini selain berupa serangan fisik juga bisa berupa serangan non-fisik
berupa makian, umpatan, dan ben-takan. Dari 53
responden yang pernah men-dapat serangan,
sebanyak 73,58% responden memiliki keinginan
untuk membalas serangan tersebut. Dari 39
responden
yang
memiliki
keinginan untuk
membalas serangan sebanyak 71,79% menyatakan bahwa adegan kekerasan di televisi mengilhami responden dalam membalas serangan.
Jenis kekerasan yang dicontoh adalah kekerasan
non-fisik. Dari temuan-temuan mengenai perilaku
agresif dapat disimpulkan bahwa sebanyak
54,92% responden cenderung berperilaku agresif.
Sedang uji regresi membuktikan bahwa faktor
personal dan situasional memang
mempengaruhi perilaku agresif remaja.
Faktor situasional
KESIMPULAN
Faktor situasional adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar diri yang mempengaruhi perilaku
seseorang. Faktor dari luar pertama yang mempengaruhi perilaku adalah lingkungan masyarakat. Sebanyak 53,52% responden tinggal di
lingkungan yang aman, sedangkan sisanya tinggal
di lingkungan yang sering terjadi keributan. Dari
71 responden sebanyak 18,30% tinggal di lingkungan dimana kekerasan biasa digunakan untuk
memecahkan masalah saat terjadi permasalahan.
Jenis kekerasan yang sering digunakan adalah
kekerasan non-fisik.
Faktor kedua yang mempengaruhi perilaku individu adalah lingkungan keluarga. Meskipun semua responden menyatakan akrab dengan
orang tuanya, namun hanya 95,77% yang akrab
dengan saudara mereka. Dalam keluarga responden ada kalanya terjadi permasalahan. Permasalahan yang sering muncul adalah masalah ekonomi, dan hubungan antar–saudara. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut sebanyak
48,43% menyatakan pernah menyelesaikannya
dengan kekerasan. Jenis kekerasan yang digunakan adalah kekerasan non-fisik (83,87%), kekerasan fisik (32,25%) atau keduanya (12,9%). Dari
temuan-temuan penelitian mengenai faktor situasional maka dapat disimpulkan bahwa sebagain
besar responden (61,97%) tinggal di lingkungan
yang mendukung terjadinya tindak kekerasan.
Intensitas menonton adegan kekerasan di televisi
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresif. Ketidak-signifikanan variabel kemungkinan terjadi karena kriteria sampel
tidak sesuai dengan konsep, konsep tidak tergambar jelas dalam kuesioner, jawaban responden
tidak seperti yang diharapkan atau mungkn karena
kesalahan dalam perhitungan statistik yaitu kesalahan dalam memasukkan dan menafsirkan
nilai.
Variabel faktor personal memberikan
pengaruh terhadap perkembangan perilaku agresif. Jadi dapat dikatakan semakin positif pandangan atau pendapat seseorang terhadap kekerasan dan adegan kekerasan di televisi maka semakin tinggi perilaku agresifnya.
Faktor situasional yang mendukung terjadinya tindak kekerasan berpengaruh terhadap
perilaku agresif. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar iklim permisif
dalam lingkungan
dan semakin sering tindak kekerasan terjadi di
lingkungan maka semakin tinggi kemungkinan
terciptanya perilaku agresif.
DAFTAR PUSTAKA
Dennis, E. Everette, Merril, C. John. 1984. Basic
issues in Mass Communication. New York,
MacMillan Publishing Company.
Widiastuti, W.
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu Komunikasi
teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Littlejohn, W.Stephen. 1991. Theories of Human
Communication
Fifth
Edition,
Belmont
California: Wadsworth Publishing Company.
Mappiiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja.. Usaha
Nnasional, Surabaya.
143
Rakhmat, Jalaludin. 1989. Psikologi Komunikasi.
: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sears, O. David. 1991. Psikologi Sosial. Erlangga,
Jakarta.
Download