KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL CITRA POLISI

advertisement
KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL CITRA POLISI
PADA REALITY SHOW NET 86 DI NET. TV
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Muhammad Imam Baihaqi
NIM: 109051100032
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
KOSTRUKSI REALITAS SOSIAL CITRA POLISI
PADA REALITY SHOW NET 86 DI NET. TV
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Muhammad Imam Baihaqi
NIM 109051100032
Pembimbing
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
ii
iii
ABSTRAK
MUHAMMAD IMAM BAIHAQI
Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi pada Reality Show Net 86 di NET. TV
Polisi yang bertugas sebagai aparat penegak hukum yang telah dipersenjatai
dengan kewenangan sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Kepolisian No 2
tahun 2002. Namun, dalam peran yang penting dan kewenangan yang besar,
masih banyak oknum polisi yang bukannya melindungi, mengayomi dan melayani
sebagaimana slogan Polri, malah mengecewakan masyarakat.
Net 86 merupakan reality show yang menampilkan polisi saat bertugas.
Namun, dalam menyajikan tayangan Net 86 acapkali berseberangan dengan
realitas sosial yang mencuat ke masyarakat dengan menampilkan polisi dalam
citra positif ketimbang negatif.
Di balik kontradiksi dalam realitas yang ditampilkan, Net 86 sebagai media
massa sengaja mengonstruksi polisi dengan citra positif. Hal tersebut bertujuan
untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk lebih sadar hukum. Hal itu
dilaksanakan dengan polisi yang senantiasa memberi wejangan maupun
peringatan dalam tayangan. Di samping itu Net 86 juga bertujuan menyindir para
oknum polisi yang masih berperilaku layaknya musuh masyarakat untuk
mengubah sikap dan perilaku agar menjadi lebih baik lagi dalam menegakkan
hukum.
Sesuai dengan teori konstruksi sosial milik Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann, Net 86 sebagai media massa dalam menyajikan tayangan dilengkapi
dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Untuk mengontruksi tayangan yang
sesuai dengan tujuan Net 86, tim melewati tiga fase konstruksi yakni
eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Net 86 dalam memengaruhi perspektif masyarakat tentang citra polisi pun
memegang pola pembentukan citra “current image”. Current image bertujuan
menyatukan perspektif masyarakat tentang citra suatu organisasi tentu
sebagaimana yang Net 86 inginkan.
Kata kunci: Konstruksi realitas, citra, polisi, Net 86.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Al-Izzah yang senantiasa menunjukan
jalan bagi setiap hamba yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya.
Shalawat seiring salam juga penulis sanjungkan kepada Rasullah SAW, keluarga
dan para sahabat beliau, yang telah menjadi pelita terdepan di jalan agama Allah
SWT. Serampung menyajikan karya tulis ini yang jauh dari sempurna karena
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Penulis bermaksud menghaturkan
ucapan terima kasih yang begitu besar ini ingin penulis berikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya.
2. Dr. Arief Subhan, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
beserta jajarannya.
3. Kholis Ridho, M.Si, Ketua Jurusan Konsentrasi Jurnalistik dan Dra. Hj.
Musfirah Laily, M.A., Sekretaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik yang banyak
membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga berkat
dan rahmat Allah senantiasa tercurah kepada keduanya. Aamiin.
4. Ibunda tercinta yang dengan tanggung jawab dan kasih sayang meski harus
bersimbah darah tak kunjung lelah menegur dan membimbing penulis agar
menjadi insan yang lebih baik. Skripsi ini penulis tujukan khusus untuk beliau.
Semoga beliau senantiasa diberikan kasih dan sayang Allah SWT baik di dunia
maupun di akhirat kelak. Aamiin.
v
5. Ayahanda yang dalam sempitnya waktu untuk membimbing, mengisi kisah
hidup khusus untuk penulis. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada beliau. Aamiin.
6. Drs. Helmi Hidayat, MA., sebagai dosen pembimbing yang tidak lelah
memberi arahan dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian
penelitian ini. Semoga ilmu yang beliau berikan bermanfaat bagi penulis dan
orang banyak, juga menjadi amal baik yang senantiasa mengalir hingga hari
akhir kelak. Aamiin.
7. NET. Mediatama, Miranda Rizka Zulkarnaen sebagai HRD, Mbarrep Desto
Kuncoro sebagai Produser Net 86 dan Rangga Muliawan sebagai Kreatif yang
telah menjadi narasumber dan memberikan data penelitian terkait program Net
86. Semoga NET. menjadi media yang selalu menampilkan tayangan yang
kreatif dan berkualitas. Aamiin.
8. Keluarga besar Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK) Fm. Tempat bermain
dan belajar yang memberi banyak pengalaman dan pengetahuan kepada
penulis.
9. Keluarga besar Komunitas Musik Mahasiswa Ruang Inspirasi Atas
Kegelisahan (KMM RIAK). Rumah dan keluarga kedua. Ruang tumpu
imajiner dalam keseharian penulis yang penuh kepenatan.
10. Freedom Of Xpression (F.O.X) band. Tempat mengulik resonansi mimpi.
11. Khalil Je, Hafidz Naziatullah, Phoebe Elian Hiroshi. My partrners in crime.
12. Seluruh relasi yang pernah datang, mewarnai dan membentuk kisah dalam
cerita hidup penulis.
vi
Peneliti pada akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi setiap
pembacanya. Sekian, semoga Allah senantiasa menambahkan nikmat bagi hambaNya yang bersyukur. Aamiin.
Jakarta, 23 Juli 2016
Muhammad Imam Baihaqi
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................ 5
1. Pembatasan Masalah ................................................................................. 5
2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
2. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
a. Manfaat Teoritis .................................................................................... 6
b. Manfaat Praktis ..................................................................................... 6
D. Metodologi Penelitian .................................................................................... 6
1. Pendekatan Penelitian ............................................................................... 6
2. Teknik Analisa Data ................................................................................. 8
3. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data .................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka.......................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konstruksi Realitas Sosial .......................................................................... 12
1.
Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger & Thomas Luckmann. ........... 12
viii
2.
Konstruksi Media Terhadap Realitas ..................................................... 17
B. Teori Citra Frank Jefkins. ............................................................................ 19
1.
Proses Pembentukan Citra ...................................................................... 22
C. Televisi ........................................................................................................ 23
1.
Pengertian Televisi ................................................................................. 23
2.
Fungsi Televisi ....................................................................................... 25
a.
Fungsi Penerangan .............................................................................. 25
b.
Fungsi Pendidikan............................................................................... 25
c.
Fungsi Hiburan ................................................................................... 26
d.
Fungsi Promosi ................................................................................... 26
e.
Fungsi Persuasi ................................................................................... 26
BAB III
PROFIL DAN GAMBARAN UMUM
A. NET Mediatama........................................................................................... 27
1.
Sejarah NET. .......................................................................................... 27
2.
Visi Misi NET. ....................................................................................... 28
3.
Kategori Program ................................................................................... 29
B. Net 86........................................................................................................... 29
C. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) ............................................ 33
1.
Sejarah Polri ........................................................................................... 33
2.
Visi Misi ................................................................................................. 34
3.
Jenis Polisi Menurut Tugas .................................................................... 35
4. Permasalahan Pada Tubuh Polri ................................................................ 36
ix
BAB IV
ANALISIS DAN TEMUAN
A. Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016 ...................................................... 41
B. Konstruksi Realitas dalam Reality Show Net 86. ........................................ 44
1.
Tahap Eksternalisasi ............................................................................... 46
2.
Tahap Objektivasi ................................................................................... 48
3.
Tahap Internalisasi ................................................................................. 48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 50
B. Saran ............................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah polisi berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota
atau pemerintahan kota.1 Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada sekelompok
warga tinggal di satu kota yang berperan menjaga stabilitas warga. Di
Indonesia, polisi adalah suatu kelompok orang yang menjadi perangkat negara
guna mengatur tata tertib dan hukum di tengah masyarakat. Sebagaimana
tertuang dalam Pasal 2 Undang-undang nomor 2 tahun 2002, fungsi kepolisian
adalah sebagai pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas
sebagai penyidik. Dalam tugasnya polisi mencari barang bukti, keteranganketerangan dari berbagai sumber, baik keterangan saksi-saksi maupun
keterangan saksi ahli dalam persidangan.
Besarnya peran polisi dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia
berpotensi bagi terjadinya kekerasan maupun penyalahgunaan kewenangan
pada instansi ini. Poin satu pada misi kepolisian dalam situs resmi Polri
menyatakan, polisi melaksanakan deteksi dini melalui kegiatan penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan.2 Pada kondisi tersebut, polisi sangat berpotensi
melakukan
kesalahan
dalam
mendeteksi
pelanggaran.
Potensi-potensi
kesalahan polisi dalam menindak hukum inilah yang kemudian memunculkan
1
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Polisi. Diakses pada, 24 Februari 2016
https://www.polri.go.id/tentang-visimisi.php. Diakses pada, 24 Februari 2016
1
asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), butir ke-3 huruf c.
Potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian juga
dapat dilihat dalam poin tujuh misi kepolisian, yakni “polisi mengelola secara
profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna
mendukung operasional tugas Polri”. Poin ini memungkinkan polisi dalam
aktivitas mereka menggunakan seluruh sumber daya Polri baik berupa sumber
daya manusia, fasilitas, maupun finansial. Di sini potensi penyalahgunaan
kekuasaan tidak kalah besar. Profesionalisme dan transparansi kerja polisi
mestilah diutamakan.
Namun demikian realitas yang hadir di mata masyarakat, masih ada
tindakan oknum-oknum polisi yang menyalahi aturan atau bertindak sewenangwenang sehingga memunculkan keluhan publik. Munculnya berbagai keluhan
publik tersebut pada gilirannya membentuk persepsi negatif tentang polisi.
Sejumlah contoh membuktikan hal itu. Di Jakarta, Senin (26/03/2015),
tindakan polisi lalu lintas dalam menindak pengguna kendaraan bermotor
Huandra Limanau, penindakan tidak berjalan wajar. Diawali oleh brigadir
Hardiyanto yang mencaci Huandra “dasar cina!”, selanjutnya surat tilang tidak
dijelaskan, SIM ditahan, form biru dikosongkan, nama petugas tidak diisi, SIM
harus diambil dimana tidak diinfokan. Huandra pun dipaksa tanda tangan.3
Contoh kasus lain, di Pangkalan Kerinci, Riau, Senin (16/3/2015), oknum
polisi berinisial RS menuduh SY (15) dan RZ (9) telah mencuri di rumah
3
/www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/03/27/nlujpm-polisi-sewenangwenangdan-rasis-ramai-dibicarakan-di-dunia-maya. Diakses pada, 26 Februari 2016
2
tetangganya. RS yang sebelumnya kehilangan laptop dan beberapa barang
berharga lainnya menangkap SY dan RZ lantas memaksa untuk mengaku telah
mencuri dengan menodongkan senjata dan berkata akan mencongkel mata SY
jika tidak mengaku.4
Kasus berikutnya, Aksi pemukulan oleh Briptu Riski anggota Yanma
Mabes Polri kepada satpam di selasar Gedung Teratai Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta Selatan, Yudi Setiabudi dan Abdullah, Kamis (12/2/2015). Kejadian
berawal saat Briptu Riski hendak meminjam kursi roda untuk salah satu
anggota keluarganya. Kemudian, Yudi Setiabudi meminta Riski untuk
meninggalkan kartu identitas (KTP). Bukan malah menyerahkan KTP, Briptu
Riski melayangkan pukulan ke wajah Yudi.5 Dalam kejadian itu, kedua korban
mengalami cedera hingga mesti dilakukan perawatan.6
Namun demikian, di balik realita yang hadir di muka publik, NET. TV
sebagai media televisi swasta yang terbilang muda, NET. menghadirkan
inovasi tayangan karya jurnalistik bekerja sama dengan Polri dalam program
Net 86. Dalam penyajiannya, Net 86 cenderung menampilkan hal positif dari
sisi polisi. Sesuai dengan hypodermic needle theory yang mengasumsikan
bahwa audiens yang secara berkesinambungan disuguhkan realitas bentukan
media massa, lambat laun akan tergiring ke dalam opini media massa tersebut.
Hal ini bisa berbahaya karena tayangan itu mampu membentuk opini publik
4
http://www.wartapriangan.com/oknum-polisi-ini-seenaknya-todong-anak-remaja-denganpistol/2742. Diakses pada, 26 Februari 2016
5
http://news.okezone.com/read/2015/02/14/337/1105698/bertindak-sewenang-wenanganggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari 2016
6
http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawati-pilihjalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016
3
bahwa apa yang Net 86 tampilkan adalah sebuah realitas murni.
Tak terbantahkan dan tak terbendungkan lagi bahwa perkembangan
industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya, hingga tak
seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali dengan
mematikan pesawat televisi dan berhenti menonton. Televisi merupakan media
komunikasi modern, yang dalam perkembangannya kini menjadi barang pokok
sebab dalam kenyataannya setiap individu mempunyai televisi. Berbeda
dengan era tahun kemerdekaan hingga era tahun 1990-an televisi menjadi
barang yang sangat mewah, dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya
hanya ada satu pesawat televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala
Desa.7
Ini semua mempunyai dampak positif juga negatif. Dampak positifnya
masyarakat bisa mendapat informasi maupun hiburan dengan mudah dan
membuka pintu baru bagi para broadcaster muda yang ingin berkarir di
industri pertelevisian. Dampak negatifnya adalah siaran televisi menjadi sangat
tidak terkendali karena hampir semua stasiun televisi menginginkan
keuntungan (profit) dari program acara yang disiarkan. Sehingga bukan lagi
kualitas program acara yang dikejar tetapi hanyalah keuntungan uang semata.
Hadirnya beberapa fakta publik tentang kekerasan dan penyalahgunaan
wewenang kepolisian, seolah menggambarkan sisi negatif polisi. Sedangkan
NET. secara berkesinambungan menampilkan polisi dalam citra positif ketika
bertugas. Dari latar belakang adanya dissinkronisasi antara realitas sosial dan
7
Anton Mabruri KN, Manajemen Produksi Program Acara TV Format Acara Non-Drama,
News,&Sport, PT.Grasindo.2013.hlm.4
4
realitas media tersebut, penulis tertarik meneliti masalah terkait dengan judul
penelitian “Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi pada Reality Show Net
86 di NET. TV”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Didasari keterbatasan penulis dan agar tidak terlalu luas dalam
pengelolaan data, penelitian ini dibatasi pada konsep program Net 86 dalam
membentuk citra polisi di stasiun televisi NET. pada 30 Mei hingga 3 Juni
2016.
2. Rumusan Masalah
a. Mengapa Net 86 membentuk citra polisi positif pada stasiun televisi
NET.?
b. Bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media terhadap realitas polisi
di masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari sekian pertanyaan yang diajukan di atas, peneliti memiliki tujuan
penelitian sebagai berikut:
a. Ingin mengetahui dasar pemikiran tim redaksi Net 86 sampai
menampilkan polisi dalam citra positif.
b. Ingin mengetahui bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media
terhadap realitas polisi di masyarakat.
5
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bagian
Ilmu Jurnalistik dalam konteks konstruksi realitas dalam sebuah media
televisi swasta di Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi
komunikasi, terlebih Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta Jurusan Konsentrasi Jurnalistik agar lebih
mengetahui bagaimana konsep penyajian program Net 86 dalam
sebuah media televisi.
2) Mengetahui latar belakang Net 86 sampai menampilkan citra positif
polisi.
3) Untuk melengkapi penelusuran koleksi skripsi tentang konstruksi
realitas pada perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan sejumlah data, baik yang tertulis maupun lisan dari orangorang serta tingkah laku yang diamati. Dalam hal ini individu atau
6
organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya
tidak boleh diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis.
Penelitian kualitatif dikemukakan dari sisi lainnya bahwa hal itu
merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk
menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu
atau sekelompok orang. Definisi ini hanya mempersoalkan satu metode
yaitu wawancara terbuka, sedangkan yang terpenting dari definisi ini
mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan
perasaan dan perilaku individu maupun sekelompok orang.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur
analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara
kuantifikasi lainnya.8 Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori
kontruksi sosial dengan pendekatan kualitatif deskriptif, pendekatan ini
bertujuan untuk memberikan suatu gambaran latar belakang, dan tujuan.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh
teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di
lapangan. Oleh karena itu analisis data yang dilakukan bersifat induktif
berdasarkan
fakta-fakta
yang
ditemukan
dan
kemudian
dapat
dikonstruksikan menjadi hipotesis dan teori. Jadi dalam penelitian kualitatif
melakukan analisis data untuk membangun hipotesis.9
Pada umumnya jangka waktu penelitian kualitatif cukup lama, karena
tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan sekedar
8
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan keduapuluh dua,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset,2006,hlm.6
9
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010.hlm.3
7
pembuktian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif. Namun demikian
kemungkinan jangka penelitian berlangsung dalam waktu yang pendek, bila
telah ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh. Ibarat mencari
provokator, atau mengurai masalah, atau memahami makna, kalau semua itu
dapat ditemukan dalam satu minggu, dan telah teruji kredibilitasnya, maka
penelitian kualitatif dinyatakan selesai, sehingga tidak memerlukan waktu
yang lama.10
2. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisis melalui tiga alur kegiatan yang
akan dilakukan secara bersamaan, yakni melalui reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasi. Reduksi data merupakan
sebuah proses penelitian, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan
tertulis
dilapangan.
Data
kualitatif
disederhanakan
atau
ditransformasikan dalam aneka ragam cara, seperti seleksi dan penyortiran
ketat ringkasan atau uraian singkat penggolongan dengan mencari pola yang
lebih luas.
Penyajian data merupakan susunan sekumpulan informasi yang
memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Analisa
data kualitatif mulai dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,
pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebabakibat, dan proposisi. Peneliti akan menarik kesimpulan-kesimpulan secara
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif DAN R&D, Cetakan Kesebelas,
Bandung: Alfabeta,2010.hlm.25
8
longgar, tetap terbuka dan skeptis namun kemudian meningkat menjadi
lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.
Kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses penelitian melalui
peninjauan atau pemikiran kembali pada catatan lapangan secara terperinci
dan seksama, bertukar pikiran dengan informan peneliti. Makna-makna
yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan
kecocokannya sehingga membentuk validitasnya.
3. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Adapun teknik dan pengumpulan data, peneliti menggunakan caracara seperti:
a. Observasi: observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan
pengamatan pada program Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016, 1
segmen pada setiap edisi.
b. Wawancara: mewawancarai key informan yang relevan dengan subtansi
masalah penelitian. Adapun wawancara dilakukan dengan Mbarrep Desto
Kuncoro sebagai produser program dan Rangga Muliawan sebagai
kreatif Net 86.
c. Dokumentasi: Dokumentasi yang dilakukan peneliti adalah, deskripsi
tayangan program, bukti pengiriman dokumen resmi berupa Company
Profile NET. oleh HRD, bukti pemberian izin mewawancara produser
program Net 86, bukti pengiriman list tayang Net 86 oleh kreatif Net 86,
foto kegiatan.
9
E. Tinjauan Pustaka
Peneliti melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah dari penyusunan
skripsi yang diteliti sebagai referensi penelitian yang mendukung penulisan
skripsi ini. Beberapa skripsi diantaranya dengan judul: “Kebijakan Redaksional
Indosiar pada Program Patroli: peneliti Ayu Amelia”, kemudian skripsi dengan
judul “Konstruksi Realitas Simbolik Pemberitaan Aborsi di Republika Online:
peneliti Iradatul Aini”. Tentu saja ini berbeda dengan penelitian yang peneliti
lakukan. Karena peneliti melakukan penelitian tentang konstruksi citra positif
polisi pada program “Net 86 di NET. TV.
Dengan demikian, keyakinan peneliti dalam menyusun tugas akhir ini
menjadi sangat berharga untuk menambah khazanah tentang konstruksi realitas
media. Selain itu dengan melakukan penelitian ini bisa menambah referensi
untuk perpustakaan fakultas dan perpustakaan umum yang berada di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah serta teraturnya skripsi ini dan memberikan
gambaran yang jelas serta lebih terarah mengenai pokok permasalahan yang
dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka peneliti mengelompokkan dalam lima
bab pembahasan, yaitu sebagai berikut:
BAB I
Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan
Pustaka, serta Sistematika Penulisan.
10
BAB II
Bab ini menjelaskan tentang pegertian konstruksi realiatas sosial,
konstruksi media, teori jarum hipodemik dan teori kultivasi dalam
komunikasi massa. Selain itu dalam bab ini juga menjelaskan
pengertian televisi dan fungsinya.
BAB III
Bab ini berisi gambaran umum stasiun televisi NET., program Net
86 dan Polri. Peneliti akan membahas tentang sejarah berdirinya
NET. dan membahas konsep program Net 86.
BAB IV
Merupakan bab yang membahas hasil dari temuan dan analisis data
terkait konsep program dan latar belakang konstruksi citra positif
polisi pada Net 86 sebagai objek penelitian.
BAB V
Bab ini merupakan penutup dari penelitian yang berisikan
kesimpulan dan saran.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konstruksi Realitas Sosial
1. Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger & Thomas Luckmann.
Peter L. Berger, seorang sosiolog dari New School for Social
Reserach, New York, Amerika Serikat dan Thomas Luckmann, sosiolog
dari University of Frankfurt, Jerman, punya kaitan sangat erat dengan teori
konstruksi sosial. Mereka memperkenalkan konstruksi realitas sosial
sebagaimana tertulis dalam buku mereka yang berjudul “The Social
Construction of Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge” di
tahun 1966. Berger dan Luckman menjelaskan dalam buku mereka, bahwa
realitas sosial adalah suatu teori yang memisahkan pemahaman “kenyataan”
dan “pengetahuan”. Kenyataan diartikan sebagai kejadian yang memiliki
keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak manusia sendiri.
Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kejadian dengan karakteristik
yang dibentuk secara spesifik.11 Pendek kata realitas tidak terbentuk dengan
sendirinya tanpa adanya individu-individu yang membentuknya.
Contoh kasus yang memperkuat statement di atas misalnya;
masyarakat Indonesia dengan sadar mengetahui masih banyak rakyat
Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sumber daya alam
Indonesia belum dikelola dengan maksimal dan permasalahan sosial lain
seperti maraknya tindak kriminal dikarenakan sempitnya lapangan kerja.
11
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 191
12
Namun di balik kesadaran tersebut ada sekelompok masyarakat Indonesia
mengklaim bahwa Indonesia adalah negara yang kaya. Sumber daya alam
juga sumber daya manusia di Indonesia melimpah ruah. Wilayah kekuasaan
Indonesia sangatlah luas. Pendapat sekelompok masyarakat ini terus
digemakan kepada masyarakat lain secara rutin dan berkesinambungan yang
berefek pada kepercayaan masyarakat lain bahwa Indonesia adalah negara
yang kaya raya. Padahal disamping kepercayaan itu, masyarakat sadar betul
keadaan nyata yang sebenarnya belum serupa dengan pernyataan
sekelompok masyarakat lain tersebut. Maksud dari contoh kasus di atas
ialah, realitas tidaklah muncul dengan sendirinya namun dibentuk oleh
subjektivitas individu-individu yang kemudian berlanjut membentuk
objektivitas baru.
Masyarakat senantiasa menganggap realitas adalah suatu objektivitas
dan fakta riil yang muncul dan terjadi dengan sendirinya. Pandangan
masyarakat ini kemudian disebut paradigma positivis. Di balik pandanganpandangan tersebut realitas sosial adalah ibarat gedung kokoh yang
dibangun dengan berbagai unsur yang didapat dari kehidupan sosial itu
sendiri. Proses konstruksi realitas sosial dibentuk oleh masyarakat sendiri
melalui interaksi sosial satu sama lain secara berkesinambungan.
Masyarakat melakukan dialog, tatap muka, bahkan di era internet
masyarakat pun telah berinteraksi tanpa perlu jumpa antarindividu. Tanpa
disadari masyarakat telah mengonstruksi realitas sosial yang menjadi
kerutinan maupun kebiasaan. Kebiasaan tersebutlah yang kemudian menjadi
13
konstruksi realitas sosial.
Menurut Berger, masyarakat merupakan produk dari manusia dan
manusia merupakan produk masyarakat. Namun seseorang dapat menjadi
diri sendiri yang beridentitas ketika ia tetap tinggal dalam masyarakatnya.
Burhan Bungin menyatakan Proses dialektika tersebut terjadi dalam tiga
tahap.
12
Tahap pertama eksternalisasi, yakni proses ketika seseorang
menerima realitas nyata yang didapati dari lingkungan dimana ia menetap.
Realitas tersebut merupakan buah pikir individu-individu lain yang
diselaraskan dengan kondisi sosial di lingkungan tersebut. Kedua
objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif
yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Proses ini
adalah tahapan ketika seseorang menerima realitas dan disaring sesuai
dengan pola pikir dan persetujuan diri yang dilandasi pengetahuan juga
pengalaman. Pada tahap ini, seseorang memilih apakah akan menerima
realita tersebut atau menolaknya. Ketiga adalah internalisasi, yakni proses
individu mengidentivikasi dirinya sendiri terhadap lembaga sosial dimana
dia tinggal. Dengan kata lain internalisasi merupakan proses seseorang
menyerap kembali realitas objektif ke dalam kesadaran, kemudian dibentuk
sesuai subjektivitasnya. Bagi Berger realitas tidak dibentuk secara ilmiah
dan tidak juga diturunkan oleh Tuhan, akan tetapi realitas merupakan hasil
bentukan dan dikosntruksi oleh manusia itu sendiri. Dengan kata lain
manusia mengonstruksi realitas yang ada dalam masyarakat tersebut.
12
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta:Prenada Media Group), h.15
14
Atas dasar pemahaman itu realitas bersifat dinamis dan berwajah
ganda atau plural. Setiap orang akan memiliki konstruksi yang berbeda-beda
atas suatu realitas. Hal tersebut didasari oleh pengalaman, preferensi,
pendidikan, lingkungan dan pergaulan antara satu individu dengan individu
yang lain, dari sini lah setiap orang akan menafsirkan realitas sosial itu
dengan konstruksinya masing-masing.13
Dalam
tiga
proses
tahapan
eksternalisasi,
objektivasi,
dan
internalisasi tersebut, masyarakat mengonstruksi sendiri realitas sosial yang
ada dalam masyarakat. Realitas-realitas tersebut ada yang bersifat objektif
dan juga ada yang bersifat subjektif. Realitas objektif terjadi akibat proses
eksternalisasi individu terhadap lingkunganya. Sedangkan realitas subjektif
terjadi akibat proses internalisasi. Individu menyerap realitas yang
terobjektivasi tersebut ke dalam pikirannya sehingga mengakibatkan
subjektivitas individu.
Berger menegaskan bahwa realitas sehari-hari memiliki dimensi
subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan
realitas sosial yang objektif melaui proses eksternalisasi. Hal tersebut
memengaruhi dalam proses internalisasi yang mencerminkan realitas sosial
secara subjektif. Berger juga melihat masyarakat adalah produk dari
manusia dan manusia adalah produk dari masyarakat.14
Realitas
sosial
dalam
masyarakat
merupakan
bentukan
atau
dikonstruksi oleh manusia yang ada dalam masyarakat tersebut. Manusialah
13
14
Eriyanto, Analisis Framing, (Yogyakarta: Lkis Group, 2002) h. 16-17
Margaret M. Polama, Sosiologi Kontenporer, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003),
h. 320
15
yang membentuk sebuah kelompok yang mengakibatkan timbulnya sebuah
kelompok sosial. Selain itu manusia dapat berkembang tidak hanya dengan
lingkungan tertentu, tetapi dengan tatanan budaya dan sosial tertentu.15
Dengan kata lain, manusia dapat berkembang tidak hanya berinteraksi
dengan lingkunaganya, namun juga dengan sosial budaya yang ada di
lingkungan tersebut.
Di dalam realitas sosial bentukan individu tersebut akan timbul sebuah
kebudayaan, karena kebudayaan adalah produk dari seluruh rangkaian
proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala
aktifitas.16 Kebudayaan ini merupakan hasil dari proses objektivitas. Hasil
dari kebudayaan tersebut merupakan realitas objektif bagi masyarakat.
Sementara itu manusia memiliki kodrat sendiri atau lebih jelasnya
manusialah yang mengostruksi kodratnya sendiri atau dapat dibilang
manusia menghasilkan diri sendiri.17
Penjelasan Ritzer yang dikutip dalam buku”Konstruksi Sosial Media
Massa” menjelaskan bahwa manusialah yang menjadi aktor kreatif dari
realitas sosial berdasarkan ide dasar teori dalam paradigma definisi sosial
yang sebenarnya.18 Manusia secara kreatif memiliki kebebasan berekspresi
untuk membentuk sebuah realitas sosial yang ada dalam lingkungannya.
Kreativitas yang ada dalam masyarakat tersebut menghasilkan
lingkungan dengan tingkat sosial yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan
15
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007) h.66
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007) h.52
17
Peter L. Berger & Thomas Luckman, “The Social Construction of Reality, a Trease in the
Sociologic of Knowledge” (New York: Penguin Books, 1966), h.67
18
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta:Prenada Media Group), h.11
16
16
mereka bercampur dengan individu-individu lainnya. Ini karena memang
setiap individu tidaklah dapat membentuk sebuah realitas sosial tanpa ada
individu yang lainya. Realitas sosial merupakan keadaan yang sebenarnya
dalam kehidupan masyarakat, namun realitas yang ada tersebut merupakan
hasil kreatif masyarakat dengan menggunakan kekuatan kosntruksi sosial
masyarakat.
Selain itu juga dalam pandangan ontologi konstruktivis, realitas
merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu.19 Individuindividu bebas melakukan sesuatu sesuai keinginannya agar terbentuk
sebuah hubungan antara individu dengan individu lain, karena pada
dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa ada orang lain
disekitarnya.
Walaupun individu bebas melakukan sesuatu sesuai kreatifitas
masing-masing, namun pastilah mereka memiliki sebuah tujuan yang
berguna bagi dirinya atupun masyarakat di sekitarnya. Seperti yang di
jelaskan oleh Max Webber, realitas sosial merupakan perilaku sosial yang
memiliki makna subjektif, karena perilaku memiliki tujuan dan motivasi.
2. Konstruksi Media Terhadap Realitas
Media massa dapat berperan dalam mengonstruksi suatu peristiwa
untuk membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi sosial telah menjadi
gagasan penting dan populer dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gergen,
konstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada proses di mana individu
19
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta:Prenada Media Group), h.11
17
menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.20
Pandangan konstruktivisme memahami tugas dan fungsi media massa
berbanding terbalik dengan pandangan positivisme. Positivisme memandang
media massa sebagai alat penyampai pesan dari komunikator (wartawan,
jurnalis) ke khalayak. Media massa benar-benar merupakan alat netral,
mempunyai tugas utama penyampai pesan, tanpa maksud lain. Jika media
menyampaikan suatu peristiwa atau kejadian, memang itulah yang terjadi.
Itulah realitas sebenarnya. Tidak ditambah tidak dikurang.
Dalam pandangan konstruktivisme, media massa bukan hanya
menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai subjek yang mengkonstruksi
realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Di sini, media
massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan
realitas.21
Dalam pembentukan opini publik, media massa secara umum
melakukan tiga kegiatan. Pertama, menggunakan simbol-simbol untuk
memunculkan pengenalan. Kedua, melakukan strategi pengemasan pesan
(framing), hal ini bertujuan agar pesan yang sampai pada masyarakat sesuai
dengan apa yang media harapkan. Ketiga, melakukan fungsi agenda media
untuk menentukan prioritas pesan mana yang disampaikan kepada audiens
media massa tersebut.
Pelaksanaan tiga kegiatan tersebut bisa saja terpengaruhi oleh faktor
internal berupa kebijakan redaksional yang didasari keterpihakan pengelola
20
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta, Univeritas Terbuka, 2005), h. 83
Tonny Bennet, dan James Wollacott, Culture, Society and the Media, (London, Methuen,
1982), h. 287
21
18
media dalam menaik-turunkan tokoh, atau bahkan kelompok, dan berbagai
faktor eksternal seperti tekanan pasar audiens, sistem hukum negara,
maupun kekuatan-kekuatan publik lainnya. Dengan demikian, bisa jadi satu
peristiwa mampu menimbulkan opini publik yang berbeda tergantung cara
masing-masing media melaksanakan tiga kegiatan tersebut.22
Khalayak penikmat media maka selayaknya menyadari, bahwa media
harus dipandang sebagai hasil konstruksi dari realita-realitas yang dikemas
hingga sedemikian rupa. Pengemasan program atau acara didasari atas
konsepsi yang berbeda-beda, sesuai pola pandang dan interaksi pegiat media
dengan realita, kemudian disajikan bagi publik.
Dalam dunia politik modern media massa sering menjadi media
pembentuk citra terutama oleh para penguasa, juga menjadi pintu bagi setiap
kelompok sosial sebagai jalur propaganda guna mempengaruhi opini
publik.23 Pembentukan ini dilakukan dengan upaya membangun opini dan
karakteristik yang gencar ditampilkan terus-menerus.
B. Teori Citra Frank Jefkins.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online.com, citra berarti
rupa, gambar, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi,
perusahaan,organisasi, atau produk. Menurut bahasa dan sastra, citra
merupakan kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah
22
Hamad, Ibnu, Dr, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta, Granit,
2004), h. 2-3
23
Hamad, Ibnu, Dr, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta, Granit,
2004), h. 8
19
kata, frasa,atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya
prosa dan puisi.24
Citra adalah suatu pemikiran mengenai sebuah realitas dan tidak harus
selalu sama dengan realitas yang ada. Citra dibentuk bedasarkan apa yang
diterima oleh khalayak.25 Sedangkan Reynolds dikutip dalam The Journal Of
Tourism Studies, mendefinisikan citra sebagai the development of a mental
construct based upon a few impression choosen from a flood information.
Dengan kata lain, Reynolds berpendapat bahwa citra itu ialah pengembangan
gagasan mental yang dipengaruhi oleh informasi yang ada.26
Sedangkan menurut Bill Canton dalam Soemirat dan Ardianto, citra ialah
the impression, the feeling, the conception which the public has of company, a
concioussly created impression of an object, person or organization.27 Artinya,
citra dapat diartikan sebagai gambaran apa yang ada di pikiran seseorang
mengenai suatu hal, hal yang dimaksud di sini bias berupa personal, kelompok
atau bahkan sebuah perusahaan.
Menurut Frank Jefkins dalam buku Public Relations , definisi citra dalam
konteks humas citra diartikan sebagai "kesan, gambaran, atau impresi yang
tepat (sesuai dengan kenyataan) atas sosok keberadaan berbagai kebijakan
personil personil atau jasa-jasa dari suatu organisasi atau perusahaan.” Jefkins
24
Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/citra.
Jalaludin Rakhmat, Psikologi komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) Cet.
Ke-28, h.222.
26
Charlotte M. Echtner and J.R. Brent Ritchie, The Meaning and Measurement of
Destination Image, ( THE JOURNAL OF TOURISM STUDIES Vol. 14, No.1, 2003) h,38.
27
Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relation, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. Ke-8, h.111.
25
20
(2003) menyebutkan beberapa jenis citra (image). Berikut ini lima jenis citra
yang dikemukakan, yakni:
1. Mirror Image (Citra Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau
anggota-anggota organisasi, biasanya adalah pemimpinnya, mengenai
anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra
bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan
luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya
sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan
ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu
mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang
biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita.
2. Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu citra
atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu
organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya
informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
3. Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang bermacammacam dari publik terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh
mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbedabeda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita.
4. Corporate Image (Citra Perusahaan). Apa yang dimaksud dengan citra
perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan
sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
21
5. Wish Image (Citra Yang Diharapkan). Citra harapan adalah suatu citra yang
diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang
diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif
baru,
ketika
khalayak
belum
memiliki
informasi
yang memadai
mengenainya.
1. Proses Pembentukan Citra
Selain citra dikenal juga sebagai gambaran mengenai suatu hal.
Penggambaran tersebut juga memiliki proses dalam pembentukannya.
Proses tersebut mengalami 4 tahap28, yakni:
a. Persepsi: Persepsi disini ialah mengenai memaknakan atau
mengartikan suatu rangsangan berdasarkan pengalamannnya terhadap
rangsangan itu sendiri.
b. Kognisi: Setelah suatu individu sudah dapat mengartikan suatu
rangsangan berdasarkan pengalamannya. Maka selanjutnya terjadi kognisi,
dimana individu akan merasa yakin terhadap stimulus.
c. Motif: Motif disini bias diartikan sebagai doronggan seorang
individu untuk melakukan suatu hal tertentu untuk memenuhi tujuannya.
d. Sikap: sikap yang dimaksud disini berarti sebuah kecondongan
dalam diri untuk berpikir, bertindak dalam menghadapi suatu masalah,
mengeluarkan suatu ide atau nilai-nilai yang ada di masyarakat.
28
Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relation, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), Cet. Ke-8, h.116.
22
Proses-proses tersebut menunjukan bagaimana stimulus yang berasal
dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus atau
rangsangan yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika
rangsangan ditolak, maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Hal ini
menunjukan bahwa rangsangan tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi
individu karena tidak adanya perhatian dari individu tersebut. Sebaliknya,
jika rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan
perhatian dari organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat
berjalan.
C. Televisi
1. Pengertian Televisi
Televisi (TV) adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar.
Televisi termasuk media komunikasi massa yang menyediakan berbagai
macam informasi, antara lain politik, ekonomi, budaya, fashion, hiburan,
dan lain sebagainya. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah orang besar orang. Media komunikasi
yang termasuk media massa, yaitu radio siaran dan televisi dikenal sebagai
media elektronik; serta surat kabar dan majalah yang keduanya termasuk
media cetak.29
Kata televisi berasal dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti
masing-masing, jauh”tele“ dan tampak ”vision“. Dalam bahasa Yunani kata
29
Elvinaro ardianto et.al, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Simbosa
Rekatama Media, 2007), h.3
23
“tele” berarti jarak dan kata “visi” yang berarti citra atau gambar dalam
bahasa latin. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut
suara dari suatu tempat yang berjarak jauh.30
Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi
massa, karena sifatnya yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena
sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Media
ini memiliki kelebihan dari media massa lainnya yaitu bersifat audio visual
(didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan langsung
menyajikan peristiwa yang sedang terjadi ke setiap rumah para pemirsa di
manapun mereka berada.31
Tak terbantahkan dan tak terbendungkan lagi bahwa perkembangan
industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya, hingga tak
seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali dengan
mematikan pesawat televisi dan berhenti menonton. Televisi merupakan
media komunikasi modern, yang dalam perkembangannya kini menjadi
barang pokok sebab dalam kenyataannya hampir setiap individu mempunyai
televisi di rumah masing-masing. Berbeda dengan era tahun kemerdekaan
hingga era tahun 1990-an televisi menjadi barang yang sangat mewah,
dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya hanya ada satu pesawat
televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala Desa.32
22 Sutisno. P.C.S, Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio, (Jakarta: PT
Grasindo, 1993), h.1
31
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h.4
32
Anton Mabruri KN, Manajemen Produksi Program Acara TV Format Acara Non-Drama,
News,&Sport, PT.Grasindo.2013.hlm.4
24
2. Fungsi Televisi
Pada umumnya televisi mempunyai fungsi yaitu fungsi penerangan,
fungsi pendidikan, fungsi hiburan,33 fungsi promosi dan fungsi persuasi .
Menurut fungsi ini segala sesuatu yang disiarkannya kepada masyarakat
tergantung pada sistem negara dan pemerintah negara yang bersangkutan.
a. Fungsi Penerangan
Televisi merupakan media yang mampu menyiarkan berbagai
informasi, hal ini disebabkan oleh dua faktor yang terdapat didalamnya,
yaitu “Immediacy and Realism”. Immediacy mencakup pengertian
langsung dan dekat. Peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat
dilihat dan didengar oleh pemirsa dan saat peristiwa berlangsung seolaholah mereka berada di
tempat peristiwa itu terjadi. Realism yaitu
mengandung makna kenyataan, ini berarti stasiun televisi menyiarkan
informasi secara audio visual sesuai dengan kenyataan.
b. Fungsi Pendidikan
Sebagai media massa, televisi merupakan sarana paling ampuh
untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya
banyak secara simultan. Sesuai dengan pendidikan yakni meningkatkan
pengetahuan dan penalaran masyarakat, televisi menyiarkan acara-acara
tertentu secara implisit mengandung pendidikan seperti film, kuis, berita
dan sebagainya yang disebut educational televition (ETV).
33
Onong Uchjana Effendy, Televisi siaran dan praktek, (Bandung: Remaja Karya, 1984),
h.39
25
c. Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan yang melekat pada televisi sangat dominan.
Sebagian besar dari alokasi waktu masa siaran diisi acara hiburan. Hal ini
dapat dimengerti karena pada layar televisi dapat ditampilkan gambar
hidup serta suara bagaikan kenyataan, dan dapat dinikmati sekalipun
khalayak yang tidak mengerti bahasa asing.
d. Fungsi Promosi
Fungsi televisi sebagai media promosi melekat erat bagi para
audiens. Bagaimana tidak? Hampir seluruh tayangan televisi selalu
diselingi oleh tayangan promosi baik itu berupa produk, tokoh, juga
program. Bentuk promosi dalam televisi juga telah beragam bentuk
berupa tayangan, addlibs, ataupun pemunculan produk langsung dalam
tayangan program televisi.
e. Fungsi Persuasi
Kepemilikan televisi yang hampir dimiliki seluruh rakyat Indonesia
akan dengan mudahnya mempengaruhi audiens guna mengonsumsi,
memilih atau menyetujui apa yang televisi tayangkan. Contoh saja pada
setiap waktu mendekati pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum,
elektabilitas tokoh publik tertentu dapat dibangun dengan menampilkan
visi-misi atau citra tertentu tokoh tersebut.
26
BAB III
PROFIL DAN GAMBARAN UMUM
A. NET Mediatama
1. Sejarah NET.
Terbentuknya NET. diawali oleh founder NET. Agus Lasmono dan
Co-Founder Wishnutama Kusubandio yang bersepakat untuk membangun
sebuah stasiun televisi baru di Indonesia, dengan konsep dan format yang
berbeda dengan televisi yang ada saat itu di tanah air. NET., Televisi Masa
Kini resmi mengudara pada 26 Mei 2013, setelah sebelumnya menjalani
siaran
percobaan
sejak
18
Mei
2013.
Grand
launching
NET.
diselenggarakan di Jakarta Convention Center, lewat sebuah pagelaran
megah yang menghadirkan sederet nama pengisi acara terkenal dari tanah
air dan mancanegara, termasuk Carly Rae Jepsen dan Taio Cruz.34
NET. Televisi Masa Kini merupakan salah satu alternatif tontonan
hiburan layar kaca. NET. hadir dengan format dan konten program yang
berbeda dengan stasiun TV lain. Sesuai perkembangan teknologi informasi,
NET. didirikan dengan semangat bahwa konten hiburan dan informasi di
masa mendatang akan semakin terhubung, lebih memasyarakat, lebih
mendalam, lebih pribadi, dan lebih mudah diakses. Karena itulah, sejak
awal, NET. Muncul dengan konsep multiplatform, sehingga pemirsanya
bisa mengakses tayangan NET. Secara tidak terbatas, kapan pun, dan di
mana pun.
34
http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016.
27
Mengutip dari website langsung, konten tayangan NET. memiliki
perbedaan dari tayangan televisi lain yang sudah ada. Sesuai semangatnya,
tayangan berita NET. wajib menghibur, sebaliknya, tayangan hiburan NET.
harus mengandung fakta, bukan rumor atau gosip. Dalam hal tampilan,
NET. Muncul dengan gambar yang lebih tajam dan warna yang lebih cerah.
NET. telah menggunakan sistem full high definition (Full-HD) dari hulu
hingga hilir.
NET. adalah bagian dari kelompok usaha Indika Group. Meskipun
bergerak di bidang usaha Energi & Sumberdaya di bawah bendera Indika
Energy Tbk, berdirinya Indika dimulai dari sebuah visi untuk membangun
usaha di bidang media hiburan dan teknologi informasi. Nama Indika
sendiri merupakan singkatan dari Industri Multimedia dan Informatika. Saat
ini, melalui PT. Indika Multimedia, Indika Group bergerak di bidang usaha
Promotor, Broadcast Equipment, Production House dan Radio.
2. Visi Misi NET.
NET. memiliki visi untuk menyajikan konten program yang kreatif,
inspiratif, informatif, sekaligus menghibur.35 Sedangkan misinya antara lain
adalah menghasilkan industri yang kreatif, menghibur dan menyuguhkan
konten berkualitas melalui bermacam platform. NET. juga bermisi
Menyediakan media bagi pemangku kepentingan untuk menarik perhatian
audiens. Misi NET. yang terakhir juga menarik, mengembangkan dan
mempertahankan bakat terbaik dalam industri hiburan.
35
http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016.
28
3. Kategori Program
Berkembang dengan slogan televisi masa kini, NET. menghadirkan
beberapa kategori dalam program yang senantiasa mengisi keseharian
masyarakat Indonesia, antara lain: Kids, tayangan ini berupa program yang
disegmenkan untuk anak-anak. Information, tayangan yang menampilkan
informasi baik ringan maupun mendalam. Magazine, tayangan yang
menekankan pada aspek menarik suatu informasi ketimbang aspek
pentingnya. Sport, tayangan yang menampilkan segala kegiatan terkait
olahraga. Documentary, tayangan informasi
yang bertujuan untuk
pembelajaran dan pendidikan terkait keilmuan, kejadian masa lampau atau
realitas yang sedikit diketahui khalayak. Entertaintment, bentuk tayangan
yang mengedepankan hiburan untuk
audiens. Music, tayangan yang
menyajikan musik berupa lagu maupun video clip.36
B. Net 86
NET. TV sebagai media televisi swasta yang terbilang muda
menghadirkan inovasi tayangan karya jurnalistik dari pegiat-pegiat jurnalisme
bekerja sama dengan Polri dalam program Net 86. Sejak tayang perdananya
Net 86 menampilkan aksi para aparat penegak hukum dalam melaksanakan
tugas. Di samping menampilkan aksi polisi menegakan tugas, Net 86 pula
menampilkan sisi lain polisi secara humanis, di mana polisi sebagai bagian
masyarakat.
...........................................................................
36
http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016.
29
Hadirnya Net 86 diawali oleh NET. yang ingin menghadirkan
program tentang organ kenegaraan yang memiliki nilai jual, rating tinggi,
namun tetap dekat dengan masyarakat dan edukatif. Diangkatlah polisi sebagai
subjek program Net 86 karena NET. beranggapan polisi adalah aparatur
terdekat dan banyak bersentuhan langsung dengan masyarakat. NET. berharap
awareness dan rating share dari masyarakat terkait program ini akan tinggi.
Net 86 mengusung konsep reality show yang menampilkan polisi saat
bertugas.
Untuk itu Net
86 menyertakan
keterlibatan Polri
dalam
mengembangkan gagasan program tersebut. Tujuan dari keterlibatan langsung
kepolisian tidak lain untuk menjalin satu tujuan untuk saling menguntungkan.
“Polisi ingin citranya baik dan Net 86 ingin program yang diterima dan
ditonton oleh masyarakat” begitu tukas Mbarrep Desto Kuncoro sebagai
produser.37
Pada awal tayang, 2 Agustus 2014 Net 86 ditayangkan setiap hari, dari
Senin hingga Minggu. Namun terdapat perubahan jadwal, Net 86 hanya
ditayangkan dari Senin hingga Jumat pukul 21.30 WIB. Hingga 30 Juni 2016,
Net 86 telah menayangkan 601 episode yang terdiri atas pelbagai kasus di
seluruh Indonesia. Beragam kasus yang ditampilkan antara lain tentang lalu
lintas, bentrok antarwarga, demonstrasi unjuk rasa, operasi cipta kondisi,
penyalahgunaan narkotika, pencurian kendaraan bermotor, hingga pengeboman
di sekitar Plaza Sarinah, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016 silam dan pelbagai
tindak kriminal lainnya.
37
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli
2016
30
Proses produksi Net 86 dipimpin oleh seorang produser yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh terkait kebijakan redaksional, juga tinggirendahnya awareness dan rating Net 86. Produser hanya menaungi dua divisi
di bawahnya, Production Assistant (PA) dan Creative Team. PA bertugas
mengurus masalah teknis program. Sedangkan Creative bertanggungjawab
memilih tema atau isu hangat terbaru sesuai tanggal tayang; menyunting dan
mengedit tayangan yang masuk di televisi.38
Didasari pada standar tayangan NET. untuk menyajikan sisi positif
ketimbang sisi negatif dari tokoh yang ditampilkan, Net 86 mayoritas
menampilkan sisi positif polisi sebagai subjek program ini. “Kalau berbicara
tentang sisi negatif polisi, pasti banyak banget.” Ungkap sang produser Net 86.
Namun, sebagai pemimpin produksi, sang produser beranggapan, jika
menampilkan tayangan dengan sisi negatif tentu akan sangat tidak mendidik
masyarakat. Net 86 lalu menampilkan citra polisi dalam konstruksi positif. Net
86 tidak hanya bertujuan pada mengubah pola pikir masyarakat tentang polri,
tapi juga lebih memberikan edukasi bagi masyarakat luas. Edukasi tersebut
berbentuk nasihat, diberikan kepada para pelanggar dalam tayangan Net 86
yang secara tidak langsung juga diberikan kepada khalayak penonton Net 86.
Selain mengonstruksi citra polisi secara positif, Net 86 pun menyertakan
sisi human interest dari polisi sebagai manusia biasa. Hal tersebut didasari
konsep Net 86 yang juga mengusung police as a human.39 Penggambaran
38
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli
39
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli
2016
2016
31
polisi sebagaimana manusia biasa yang memiliki hati nurani, contohnya adalah
ketika bertugas polisi tidak semata didasari oleh perundang-undangan dalam
menindak pelaku, tapi juga rasa khawatir dan simpati antar manusia.
Produser Net 86 sendiri menyadari adanya dissinkronisasi antara realitas
sosial yang berada di masyarakat dan realitas media yang Net 86 tampilkan.
Hal tersebut sebagaimana ia sampaikan ketika berbincang dengan penulis.
Realitas sosial yang terbentuk di benak masyarakat Indonesia terkait polisi
tentu beragam, ada yang menilai positif, dan banyak yang menilai negatif.40
Pola pikir masyarakat ini berujung pada rasa sungkan, ketidakpecayaan bahkan
antipati masyarakat terhadap polisi. Hal ini membuat masyarakat berkecil hati
atas aparat kepolisian dan negara Indonesia.
Demikian adanya, Net 86 mencoba membangun citra polisi dengan
positif tidak lain adalah bertujuan untuk mengedukasi dan mengingatkan
masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat
merugikan diri sendiri, keluarga, kerabat, maupun orang lain;41 membangun
pola pikir masyarakat agar lebih bangga terhadap aparatur negara;42 menyindir
para oknum polisi yang masih nakal bahkan berperilaku layaknya musuh
masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. “Polisi sudah
dibuatkan program yang seperti ini, biar sadar” begitu produser berharap
kepada polisi yang bersikap buruk agar malu bila bersikap buruk, sadar,
instropeksi diri, berubah lebih baik dan senantiasa menjadi aparat keamanan
40
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli
41
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli
2016
42
2016
32
negara yang melindungi, mengayomi juga melayani masyarakat dengan baik.
Net 86 menyadari betul posisi sebagai media massa di mana tayangan ini
mampu membentuk opini masyarakat sesuai dengan yang disajikan. Maka dari
itu, Net 86 menekankan sisi edukatif kepada penonton yang mana selalu
ditampilkan himbauan, larangan dan nasihat dalam setiap tayangan Net 86.43
Hingga Juni 2016 ini, Net 86 telah menampilkan kurang lebih 600 episode
yang berisikan bermacam kegiatan tugas polisi dari penindakan lalu lintas,
pengamanan demonstrasi, penindakan penyalahguna narkoba, dan pelbagai
kasus kriminal.
C. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
1. Sejarah Polri
Kepolisian Nasional Indonesia diresmikan pada 1 Juli 1946
(Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D)44, meski demikian
keberlangsungan kegiatan dan kinerja polisi sendiri telah lahir sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta.45
Pada masa awal, kepolisian dinamai Djawatan Kepolisian Negara
yang berada dalam pengaturan Kementerian Dalam Negeri perihal
administrasi. Sedangkan secara operasional kepolisian diatur oleh Kejaksaan
Agung.46 Siring berjalannya perkembangan kepolisian, saat ini kedudukan
43
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016
https://www.polri.go.id/tentang-sejarah.php Diakses pada, 14 Juli 2016
45
Dr. G. Ambar Wulan, Polisi dan Politik, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. hlm.vi
46
Dr. G. Ambar Wulan, Polisi dan Politik, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. hlm.85
44
33
polisi berfungsi sebagai organ pemerintah yang bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan keamanan, ketenangan dan ketertiban.47
2. Visi Misi
Sebagai aparat penegak hukum di Indonesia, Polri memiliki visi untuk
mewujudkan pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat yang prima,
menegakkan hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap serta
menjalin sinergi polisional yang proaktif. Untuk menujang visi itulah, polri
memiliki serangkaian misi yaitu melaksanakan deteksi dini dan peringatan
dini melalui kegiatan/operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan;
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,
responsif dan tidak diskriminatif; menjaga keamanan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus
orang dan barang; menjamin keberhasilan penanggulangan gangguan
keamanan dalam negeri; mengembangkan perpolisian masyarakat yang
berbasis pada masyarakat patuh hukum; menegakkan hukum secara
profesional, objektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan; mengelola secara profesional,
transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna
mendukung operasional tugas Polri; membangun sistem sinergi polisional
interdepartemen dan lembaga internasional maupun komponen masyarakat
dalam rangka membangun kemitraan dan jejaring kerja
(partnership
building/ networking).
47
Dr. G. Ambar Wulan, Polisi dan Politik, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009.
hlm.320
34
3. Jenis Polisi Menurut Tugas
Dalam struktur organisasi kepolisian, polri memiliki bermacam unit
dan satuan kerja. Berikut beberapa jenis Polisi: Sabhara: Samapta
Bhayangkara
(Sabhara)
bertugas
melakukan
pelayanan
masyarakat
merupakan fungsi dasar kepolisian seperti pembuatan laporan polisi,
pengaturan jalan dan pengamanan kegiatan masyarakat; 48 Brimob: Brigade
Mobil (Brimob) adalah kesatuan yang dikenal sebagai Korps Baret Biru
dalam tubuh Kepolisian Negara Republik indonesia. Brimob merupakan
pasukan khusus dalam jajaran institusi Polri, karena memiliki lingkup tugas
khusus yaitu menanggulangi situasi darurat, membantu tugas kepolisian
kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi, yang
menggunakan senjata api dan bahan peledak, melaksanakan operasi yang
membutuhkan aksi yang cepat, situasi pertolongan pada Bencana Alam
(SAR), Pertempuran Jarak Dekat (dalam kota), dan sebagainya; Propam
(dulu lebih dikenal dengan nama provos) adalah divisi yang bertanggungjawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan di lingkungan
internal
organisasi
polri;
Satlantas:
polisi
lalu
lintas
bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas yang meliputi
pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat dan
rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi/ kendaraan
bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakkan hukum
dibidang lalu lintas guna memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban
48
http://www.bennyrhamdani.com/2016/02/yuk-mengenal-jenis-seragam-polisi.html
Diakses pada 19 Juli 2016.
35
dan kelancaran lalu lintas;49 Reskrim: Reserse Kriminal (Reskrim) bertugas
mengumpulkan barang bukti untuk mengungkap kasus. Setelah bukti
terkumpul, reskrim menangkap tersangka, kemudian bersama-sama alat
bukti yang telah terkumpul, diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum;
Binamitra, pada divisi ini mendekati fungsi humas, yaitu berkonsentrasi
kepada sosialisasi informasi kepolisian secara aktif yang menghubungkan
antara polisi dan masyarakat;50 Divisi Teknologi Informasi: divisi teknologi
informasi (TI) bertugas di bidang informatika yang meliputi teknologi
informasi, dan komunikasi elektronika yang berada di bawah kapolri
bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pengembangan sistem
teknologi informasi dan komunikasi elektronika serta informasi manajerial
termasuk jaringan telekomunikasi di lingkungan polri yang meliputi
sentralisasi pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan evaluasi serta
penyajian informasi termasuk pelayanan multimedia.51
4. Permasalahan Pada Tubuh Polri
Dalam pandangan hukum tentang polisi secara tradisional, seorang
polisi hanyalah seorang warga biasa yang dipekerjakan dan dibayar untuk
menegakan hukum sebagai tugasnya.52 Berbeda dari pandangan tersebut,
saat ini polisi memiliki kewenangan tertulis dalam undang-undang yang
49
http://www.bennyrhamdani.com/2016/02/yuk-mengenal-jenis-seragam-polisi.html
Diakses pada 19 Juli 2016.
50
http://pelayanmasyarakat.blogspot.co.id/2008/01/5-fungsi-umum-kepolisian.html
Diakses pada 19 Juli 2016.
51
http://ycgroup.blogspot.co.id/2013/04/divisi-teknologi-informasipada.html#axzz4Es6BDFsB Diakses pada 19 Juli 2016.
52
Kunarto, Robert Baldwin & Richard Kinsey (Eds.), Police Powers Politic (Kewenangan
Polisi dan Politik), PT. Cipta Manunggal, Jakarta 2002. Hlm 172
36
tidak dimiliki masyarakat biasa, sebagaimana tercantum dalam butir e dan f,
Pasal 15, BAB III, Undang-Undang Kepolisian No 2 tahun 2002, polisi
berhak mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif juga berhak melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian
dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan, baik berupa kriminal
atau kegiatan yang dapat mengganggu keamanan.
Profesionalisme dan transparansi kerja polisi mestilah diutamakan.
Dengan Profesionalisme dan transparansi inilah polisi dan masyarakat dapat
bekerja sama membangun lingkungan yang aman sebagaimana dikenal
dengan community policing. Community policing hadir sebagai strategi
untuk menutupi minimnya jumlah aparat kepolisian yang lebih sedikit
dibanding masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam
bermasyarakat.
Untuk menjaga kebersinambungan community policing tersebut, pada
dasarnya polisi mestilah menjaga citra agar tetap baik. Polisi yang santun,
berintegritas, dan berpegang teguh pada visi misi kepolisian akan langsung
meningkatkan kerjasama antara polisi dan masyarakat. Namun, etos kerja
polisi yang buruk dapat menghancurkan kerjasama antara polisi dan
masyarakat tersebut. Drs. Kunarso sebagai mantan kapolri turut geram atas
sikap buruk para oknum polisi yang angker, bersikap dan bertindak sebagai
penguasa, korup, bengis dan melukai hati masyarakat dalam bertugas. Hal
itu
cenderung
menghancurkan
37
kerjasama
polisi
dan
masyarakat
sebagaimana tertulis pada kata pengantar dalam buku Police Powers Politic
karangan Robert Baldwin dan Richard Kinsey.53
Besarnya peran polisi dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia
berpotensi bagi terjadinya kekerasan maupun penyalahgunaan kewenangan
pada instansi ini. Poin satu pada misi kepolisian dalam situs resmi Polri
menyatakan,
polisi
melaksanakan
deteksi
dini
melalui
kegiatan
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.54 Pada kondisi tersebut, polisi
sangat berpotensi melakukan kesalahan dalam mendeteksi pelanggaran.
Potensi-potensi kesalahan polisi dalam menindak hukum inilah yang
kemudian memunculkan asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), butir ke-3 huruf c.
Potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian juga
dapat dilihat dalam poin tujuh misi kepolisian, yakni “polisi mengelola
secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya
Polri guna mendukung operasional tugas Polri”. Poin ini memungkinkan
polisi dalam aktivitas mereka menggunakan seluruh sumber daya Polri baik
berupa sumber daya manusia, fasilitas, maupun finansial. Di sini potensi
penyalahgunaan kekuasaan tidak kalah besar.
Namun demikian realita yang hadir di mata masyarakat, masih ada
tindakan oknum-oknum polisi yang menyalahi aturan atau bertindak
sewenang-wenang sehingga memunculkan keluhan publik. Munculnya
berbagai keluhan publik tersebut pada gilirannya membentuk persepsi
53
Disunting oleh Drs. Kunarto, Robert Baldwin & Richard Kinsey, Police Powers Politic
(Kewenangan Polisi dan Politik), PT. Cipta Manunggal, Jakarta 2002. Hlm xvi
54
https://www.polri.go.id/tentang-visimisi.php. Diakses pada, 24 Februari 2016
38
negatif tentang polisi. Sejumlah contoh membuktikan hal itu. Di Jakarta,
Senin (26/03/2015), tindakan polisi lalu lintas dalam menindak pengguna
kendaraan bermotor Huandra Limanau, penindakan tidak berjalan wajar.
Diawali oleh brigadir Hardiyanto yang mencaci Huandra “dasar cina!”,
selanjutnya surat tilang tidak dijelaskan, SIM ditahan, form biru
dikosongkan, nama petugas tidak diisi, SIM harus diambil dimana tidak
diinfokan. Huandra pun dipaksa tanda tangan.55
Kasus berikutnya, Aksi pemukulan oleh Briptu Riski anggota Yanma
Mabes Polri kepada satpam di selasar Gedung Teratai Rumah Sakit
Fatmawati, Jakarta Selatan, Yudi Setiabudi dan Abdullah, Kamis
(12/2/2015). Kejadian berawal saat Briptu Riski hendak meminjam kursi
roda untuk salah satu anggota keluarganya. Kemudian, Yudi Setiabudi
meminta Riski meninggalkan kartu identitas (KTP). Bukan menyerahkan
KTP, Briptu Riski malah melayangkan bogem ke wajah Yudi.56 Hal tersebut
mengakibatkan korban cedera dan mesti dirawat.57
Selanjutnya adalah kasus korupsi yang melibatkan mantan kepala
Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Susno Duadji terkait dana
pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Keterangan yang dihimpun kantor
berita Antara menyebutkan, Polda Jawa Barat yang kala itu dijabat Susno
Duadji selaku Kapolda menerima dana 27 miliar untuk pengamanan
55
/www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/03/27/nlujpm-polisi-sewenangwenangdan-rasis-ramai-dibicarakan-di-dunia-maya. Diakses pada, 26 Februari 2016
56
http://news.okezone.com/read/2015/02/14/337/1105698/bertindak-sewenang-wenanganggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari 2016
57
http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawati-pilihjalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016
39
Pemilukada Jawa Barat 2008 namun sebagian dana tidak dipakai untuk
pengamanan Pemilukada tapi dipakai untuk kepentingan yang lain.58
Contoh kasus lain ialah terkait rekening gendut aparat kepolisian
Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka pasca menjalani
uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon tunggal Kapolri di gedung DPR
RI. Penetapan tersebut terkait dengan rekening gendut miliknya yang
mencapai hingga Rp 1,2 triliun. Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka
oleh KPK pada 13 Januari 2015.59 Selain Budi Gunawan, yang tersandung
kasus rekening gendut, sedikitnya ada 17 nama pejabat tinggi Polri baik
purnawirawan maupun yang masih aktif .60
58
http://www.antaranews.com/print/188320/susno-tersangka-dana-pengamanan-pilkadajawa-barat Diakses pada 20 Juli 2016
59
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_kpk
Diakses pada 20 Juli 2016
60
http://www.merdeka.com/peristiwa/beredar-nama-nama-jenderal-polisi-yangtersangkut-rekening-gendut.html Diakses pada 20 Juli 2016
40
BAB IV
ANALISIS DAN TEMUAN
A. Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016
Pada 30 Mei 2016, Net 86 mengangkat tema “Sopir Angkot” di mana
polisi mengatur lalu lintas di seputaran Jl. Mangga Dua Raya, Jakarta Utara.
Dalam tayangan, ditampilkan aparat polisi Andre F. Damanik melakukan
sterilisasi jalur busway yang seringkali dilalui oleh kendaran pribadi maupun
angkutan umum. Ditengah penindakan polisi, tampilan program menjadi hitam
dengan bertuliskan “Mohon maaf adegan ini tidak dapat kami tayangkan. Supir
angkutan umum tersebut mencoba melarikan diri, sehingga petugas terpaksa
mengamankannya”. Dalam tayangan dengan sabar, polisi melakukan
penindakan terhadap sopir angkutan yang melawan bahkan mencoba kabur dari
penindakan polisi.
Tayangan Net 86 edisi 31 Mei 2016 mengusung tema “Balap Liar
Sidoarjo” ditampilkan aksi IPDA Bima Sakti dengan rekan-rekan melakukan
operasi cipta kondisi di Jl. Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam tayangan
ditampilkan polisi mengamankan aksi ugal-ugalan dan balap liar yang sering
dilakukan sekumpulan remaja. Ketika polisi datang ke lokasi balap liar untuk
melakukan peneguran dan penindakan, para pengendara motor yang berada di
tempat tersebut kabur berhamburan ke segala arah. Namun, nahas, banyak
kendaraan yang terjatuh dan saling bertabrakan ketika kabur dari kejaran polisi.
Dari beberapa pengendara yang terjatuh ketika mencoba kabur, polisi
membantu membopong mereka ke pinggir jalan dan menayakan tujuan
41
keberadaan pengendara di tempat tersebut. Di akhir tayangan, Net 86
menunjukan seorang polisi yang terluka karena terseret saat mengejar
pengendara motor yang mencoba kabur. Dengan senyum ramah ia tetap
senantiasa menasihati mereka bahwa aksi ugal-ugalan dari balap liar itu
sangatlah berbahaya, tidak hanya untuk pengendara tapi juga bagi orang lain
yang melintas di jalan tersebut.
Pada 1 Juni 2016 Net 86 menampilkan aksi polisi menjaga keamanan
pertandingan sepak bola antara Persija Jakarta dan Persela Lamongan dengan
tema “Pengamanan GBK”. Penjagaan pertandingan yang berlangsung 14 Mei
2016 di stadion Gelora Bung Karno tersebut dipimpin oleh Kapolsek Senen,
Kompol Kasmono. Dalam tayangan ditampilkan polisi mengamankan
supporter Persija dengan merapihkan supporter yang hendak menukarkan tiket
untuk masuk, sambil memeriksa barang bawaan yang mungkin dapat
membahayakan seperti senjata tajam, petasan, minuman keras atau narkotika.
Polisi juga melarang mereka membawa botol maupun kaleng minuman yang
disinyalir dapat digunakan untuk lempar-lemparan. Dalam tayangan, Kasmono
mengungkapkan bahwa sejak pukul 13.00 ia beserta jajaran telah berjaga di
stadion untuk pengamanan yang bertujuan untuk menjaga keberlangsungan
pertandingan tanpa ada kerusuhan. Dalam tayangan, sambil memeriksa
supporter polisi juga menasihati mereka agar menjaga sportifitas dan
keamanan. Di tengah tayangan ada sekelompok supporter yang mengajak
Kasmono berfoto, walau ia menyadari hal itu hanya keisengan kecil dari
80.000 supporter yang datang. “Kita sebagai polisi harus dekat dengan
42
masyarakat, sapa dan salam harus dikedepankan. Kalau tidak mengganggu,
mau berfoto ya foto saja” begitu ungkap Kasmono. Pada episode ini Net 86
menunjukan bahwa polisi adalah perangkat yang sigap menjaga keamanan
namun juga tetap harus dekat dengan masyarakat.
Bila pada sebelumnya Net 86 menampilkan polisi yang senantiasa ramah
kepada supporter dalam penjagaan GBK, pada 2 Juni 2016 Net 86 menyajikan
polisi ketika melakukan operasi cipta kondisi terkait maraknya premanisme di
Sanur, Denpasar, Bali. Pengamanan premanisme dipimpin oleh Kompol Pande
selaku Kanit Jatanras Polda Bali. Operasi yang dilaksanakan pada 18 Mei 2016
tersebut dilaksanakan di tempat-tempat yang sering terjadi aksi premanisme
seperti warung remang, tempat preman berkumpul, juga tempat lokalisasi.
Operasi ini berfokus pada pemeriksaan identitas, dan kepemilikan senjata tajam
karena disinyalir sering terjadi perkelahian menggunakan senjata tajam hingga
menghasilkan korban. “Tujuan operasi ini untuk melakukan pembinaan dan
memberi efek jera bagi sekelompok orang yang mungkin sering membuat
masalah, rusuh maupun ugal-ugalan,” tukas Pande. Dalam tayangan ditemukan
sekelompok pengunjung yang tidak membawa kartu identitas apapun baik
Kartu Tanda Penduduk ataupun Surat Izin Mengemudi. Para pengunjung yang
tidak membawa kartu identitas kemudian dikumpulkan untuk diimbau dan
dinasehati untuk selalu membawa kartu identitas. Dengan bijak dan bersahabat
polisi menyebutkan kepada para tertindak bahwa pembawaan kartu identitas
berguna bila saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan atau
menjadi
korban
tindak
kejahatan,
43
kartu
identitas
berguna
untuk
mengidentifikasi diri korban. Tidak terlihat polisi berucap kasar apalagi
melakukan kekerasan dalam tayangan tersebut.
Berbeda dari tayangan sebelumnya, Net 86 pada edisi 3 Juni 2016
dengan tema “Razia Narkoba Diskotik Kemang” mengangkat razia narkoba
yang digawangi oleh Kompol Vivick Tjangkung selaku Kasat Narkoba Metro
Jakarta Selatan. Razia narkoba tersebut berlangsung di sebuah cafe hiburan di
bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Diawali oleh Vivick yang maju ke
panggung utama cafe dan meminta izin pengunjung, bahwa ia dan tim
kepolisian akan melakukan razia kepemilikan dan penyalahgunaan narkoba.
Dengan kordinatif, Vivick mengajak pengunjung untuk bekerja sama
mewujudkan Indonesia bebas narkoba. Dalam razia tersebut polisi melakukan
pemeriksaan kepemilikan narkoba dalam barang bawaan juga melakukan tes
urin pada para pengunjung. Dari hasil tes urin, ditemukan beberapa pengunjung
yang terbukti positif menggunakan narkoba, namun tidak ditampilkan adanya
sikap kasar polisi ketika menggelandang pengunjung yang terbukti positif
menggunakan narkoba menuju kantor polisi untuk ditindak lebih lanjut. Secara
keseluruhan Polisi tampil dengan bijak dan kordinatif.
B. Konstruksi Realitas dalam Reality Show Net 86.
Dalam bab ini peneliti mengurai mengenai konstruksi atas realitas polisi
dalam reality show Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016. Sebagaimana telah
dijelaskan pada bab II mengenai teori konstruksi realitas sosial yang
merupakan proses sosial melalui tindakan dan interaksi individu kemudian
44
menciptakan sebuah realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara
subjektif serta dilakukan terus-menerus.
Net 86 mengusung konsep reality show yang menampilkan polisi saat
bertugas.
Untuk itu Net
86 menyertakan
keterlibatan Polri
dalam
mengembangkan gagasan program tersebut. Tujuan dari keterlibatan langsung
kepolisian tidak lain untuk menjalin satu tujuan untuk saling menguntungkan.
Polisi ingin citranya baik dan Net 86 ingin program yang diterima dan ditonton
oleh masyarakat.61
Didasari pada standar tayangan NET. untuk menyajikan sisi positif
ketimbang sisi negatif dari tokoh yang ditampilkan, Net 86 mayoritas
menampilkan sisi positif polisi sebagai subjek program ini. “Kalau berbicara
tentang sisi negatif polisi, pasti banyak banget.” Ungkap sang produser Net 86.
Namun, sebagai pemimpin produksi, sang produser beranggapan, jika
menampilkan tayangan dengan sisi negatif tentu akan sangat tidak mendidik
masyarakat. Net 86 lalu menampilkan citra polisi dalam konstruksi positif. Net
86 tidak hanya bertujuan pada mengubah pola pikir masyarakat tentang polri,
tapi juga lebih memberikan edukasi bagi masyarakat luas.
Selain mengonstruksi citra polisi secara positif, Net 86 pun menyertakan
sisi human interest dari polisi sebagai manusia biasa. Hal tersebut didasari
konsep Net 86 yang juga mengusung police as a human.62 Penggambaran
polisi sebagaimana manusia biasa yang memiliki hati nurani, contohnya adalah
ketika bertugas polisi tidak semata didasari oleh perundang-undangan dalam
61
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016
62
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli
2016
45
menindak pelaku, tapi juga rasa khawatir dan simpati terhadap sesama
manusia.
Net 86 mencoba membangun citra polisi dengan positif tidak lain adalah
bertujuan untuk mengedukasi dan mengingatkan masyarakat untuk tidak
melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan diri sendiri,
keluarga, kerabat, maupun orang lain;63 membangun pola pikir masyarakat
agar lebih bangga terhadap aparatur negara;64 menyindir para oknum polisi
yang masih nakal bahkan berperilaku layaknya musuh masyarakat untuk
mengubah sikap dan perilaku mereka. “Polisi sudah dibuatkan program yang
seperti ini, biar sadar” begitu produser berharap kepada polisi yang bersikap
buruk agar malu bila bersikap buruk, sadar, instropeksi diri, berubah lebih baik
dan senantiasa menjadi aparat keamanan negara yang melindungi, mengayomi
juga melayani masyarakat dengan baik. Net 86 menyadari betul posisi sebagai
media massa di mana tayangan ini mampu membentuk opini masyarakat sesuai
dengan yang disajikan. Maka dari itu, Net 86 menekankan sisi edukatif kepada
penonton yang mana selalu ditampilkan himbauan, larangan dan nasihat dalam
setiap tayangan Net 86.65
1. Tahap Eksternalisasi
Eksternalisasi
merupakan
proses
penyesuaian
diri
terhadap
lingkungan. Penyesuaian tersebut berupa pencurahan dan pengekspresian
diri ke dalam dunia, baik berupa kegiatan mental maupun fisik.
63
64
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli
2016
65
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016
46
Polri sebagai aparat penegak hukum di Indonesia berupaya melakukan
tugas sebaik-baiknya sebagaimana tertuang dalam visi dan misi kepolisian
untuk senantiasa melindungi, mengayomi dan melindungi. Di bawah satuan
Polri, polisi terus mencoba menempati perannya yang penting dalam
struktur kenegaraan agar tercipta Republik Indonesia yang tertib dan taat
hukum. Untuk menjalani tugas yang amat besar, polisi difasilitasi pelbagai
kewenangan hukum dalam menghimbau, mendeteksi, mengungkap dan
menindak segala hal terkait pelanggaran hukum. Namun demikian, masih
banyak oknum polisi di lapangan yang bertindak buruk, jahat dan layaknya
musuh masyarakat sebagaimana beberapa contoh pada bab-bab sebelumnya
penulis uraikan.
Tahap eksternalisasi berlangsung ketika NET. hendak membuat
sebuah program reality show tentang perangkat kenegaraan dalam bertugas
yang kemudian dipilihlah polisi. Terpilihnya polisi sebagai subjek tayangan
ini karena dianggap polisi adalah perangkat negara yang paling dekat
dengan masyarakat dan dalam aktivitasnya bersentuhan langsung dengan
masyarakat. namun tim NET. yang kurang memahami secara fasih
prosedural yang sesuai ketika polisi bertugas mengimbau, mendeteksi juga
menindak segala bentuk pelanggaran hukum kemudian berkordinasi dengan
Polri langsung dalam pengembangan gagasan juga ide program.
Tim produksi menyesuaikan dan menyatukan perspektif antara Polri
dan NET. demi menghasilkan program yang saling menguntungkan. Polisi
47
ingin citranya baik, Net 86 ingin tayangan yang ditonton masyarakat.66
Produser beserta jajaran produksi maupun Polri memiliki kewenangan untuk
saling menentukan tayangan yang sesuai untuk ditampilkan pada setiap
episode. Contohnya isu hangat apa yang sedang ramai dibicarakan
masyarakat, atau kejadian penting apa di Indonesia yang melibatkan
kepolisian.
2. Tahap Objektivasi
Objektivasi yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia
intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi.
Proses tersebut merupakan hasil dari proses eksternalisasi manusia itu
sendiri.pada tahap ini sebuah produk sosial berada dalam proses
institusionalisasi sedangkan individu memanifestasikan diri dalam produkproduk kegiatan manusia.
Tahap Objektivasi pada reality show Net 86 adalah ketika hasil
kerjasama NET. dan Polri bersatu dalam pengumpulan gagasan kemudian
ditampilkan dalam program Net 86 yang mengusung konsep tayangan polisi
saat bertugas. Net 86 tayang setelah disesuaikan dengan prosedural
kepolisian juga standarisasi tayangan sesuai kode etik jurnalistik.67
3. Tahap Internalisasi
Internalisasi merupakan proses individu mengidentifikasi diri terhadap
lembaga sosial dimana ia tinggal. Dengan kata lain internalisasi merupakan
penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran manusia sehingga
66
67
Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016
48
subjektif individu terpengaruh terhadap struktur dunia sosial. Berbagai
unsur dari produk dunia yang terobjektifkan akan tertangkap oleh individu
menjadi gejala realitas diluar kesadaran, serta menjadi gejala internal untuk
kesadarannya sendiri.
Dalam tahapan internalisasi ini, tim Net 86 yang dipimpin seorang
produser kemudian menayangkan sisi lain dari polisi. Polisi yang banyak
dinilai menyimpang dalam betugas menegakkan hukum tidak menjadi fokus
utama Net 86 melainkan lebih mengedepankan pesan moral yang kemudian
ditujukan kepada pemirsanya. Net 86 merekonstruksi realitas sifat dan sikap
pada etos kerja polisi di lapangan. Polisi yang biasa diketahui masyarakat
sebagai aparat yang keras, arogan bahkan korup tidak ditampilkan dalam
Net 86.
Tujuan rekonstruksi citra polisi bertujuan menginspirasi masyarakat
luas agar lebih sadar dan taat hukum dalam setiap aktivitas. Selain itu
tayangan ini juga bermaksud menyadarkan banyaknya oknum dari
kepolisian sendiri yang masih bersikap buruk, tidak bertanggung jawab,
bahkan seolah musuh masyarakat agar bersikap lebih baik lagi dalam
mengemban tugas sebagai aparat penegak hukum. Sedangkan tujuan yang
lebih umum adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih bangga
terhadap hukum, aparat dan bangsa mereka.68
68
Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Hasil penelitian mengenai Konstruksi Citra Positif Polisi pada
Program Net 86 di NET. TV, diketahui bahwa Net 86 merupakan reality show
yang menampilkan polisi saat bertugas. Dalam menyajikan tayangan, tim
produksi Net 86 mengakui adanya pembentukan realitas untuk menampilkan
polisi dalam citra positif ketimbang negatif. Realitas yang disuguhkan Net 86
acapkali berseberangan dengan realitas sosial yang mencuat ke masyarakat,
namun kontradiksi tersebut guna mencapai tujuan Net 86 untuk menampilkan
sebuah tayangan yang edukatif namun menghibur.
Hal ini membuktikan NET. sebagai media massa adalah agen yang
mengkonstruksi realitas, di mana hal tersebut juga sejalan dengan teori
konstruksi milik Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dimana media dalam
menyajikan tayangan lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakan.
Edukasi yang Net 86 beri disisipkan berupa nasehat, dan pesan moral ketika
polisi menindak pelanggar hukum. Nasehat yang polisi berikan informasiinformasi hukum, teguran, larangan hingga penindakan terkait pelanggaran
hukum tidak hanya ditujukan kepada tersangka yang ditindak saat proses
produksi tapi juga untuk seluruh masyarakat Indonesia yang menyaksikan Net
86. Selain bertujuan mengedukasi penontonnya, tayangan Net 86 juga
bertujuan menyadarkan oknum polisi yang masih berperilaku buruk dan
50
mengecewakan masyarakat untuk memperbaiki sikap demi mencapai slogan
Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Bila memandang konsep program Net 86 yang cenderung menampilkan
citra polisi secara positif dengan nasehat dan pesan moralnya, bila ditarik
persetaraan melalui teori citra milik Frank Jefkins tayangan Net 86 menganut
pola current image di mana Net 86 berupaya memengaruhi kesadaran
masyarakat melalui tayangan Net 86 seolah realitas yang disajikan adalah suatu
realitas nyata yang berlaku di masyarakat.
Dalam tayangnya Net 86 memiliki dua sisi efek yang berbeda, efek yang
dihasilkan oleh Net 86 akan menghasilkan efek positif juga negatif. Efek
positifnya adalah kesadaran masyarakat terhadap hukum akan meningkat,
polisi sungkan untuk bersikap buruk juga mengecewakan masyarakat
kemudian akan terjalin kerjasama yang baik antara polisi dan masyarakat
untuk mewujudkan Indonesia yang patuh hukum. Efek negatifnya adalah rasa
skeptis dan kritis masyarakat terhadap polisi akan hilang, karena masyarakat
menganggap polisi selalu positif sebagaimana realitas yang Net 86 gambarkan
tentang polisi.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian pada program Net 86 di NET. TV, peneliti
menyampaikan saran dan masukan demi kemajuan bersama, sebagai berikut:
1. Untuk pihak Net 86 diharapkan untuk mencoba menampilkan polisi tidak
hanya dalam citra positif, namun juga harus mencoba menampilkan realitas
nyata tentang polisi. Hal itu bertujuan untuk mengedukasi pemirsa Net 86
51
bahwa polisi sebagai manusia biasa juga dapat melakukan kesalahan. Dari
situ masyarakat perlu turut serta melakukan fungsi kontrol bagi aparat
penegak hukum, agar tercipta Indonesia yang melek hukum.
2. Untuk pihak kepolisian diharapkan sebagai aparat penegak hukum yang
dibekali kewenangan yang amat besar senantiasa menjunjung tinggi kode
etik profesi Polri, juga slogan Polri sebagai pengayom, pelindung dan
pelayan masyarakat, agar tercipta kerjasama yang baik antara Polri dan
masyarakat.
3. Untuk masyarakat diharapkan meningkatkan kesadaran diri untuk patuh
terhadap hukum, agar tercipta keberlangsungan berbangsa dan bernegara
yang lebih baik.
4. Untuk penonton televisi diharapkan menyadari betul peran media massa
yang tidak hanya berperan sebagai penyampai pesan, tapi juga sebagai
pembentuk realitas yang lengkap dengan dengan pandangan, bias dan
pemihakan.
52
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbosa
Rekatama Media, 2007.
Baldwin, Robert & Kinsey, Richard. Police Powers Politic ,Kewenangan Polisi
dan Politik, Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 2002.
Bennet, Tonny dan Wollacott, James. Culture, Society and the Media, London,
Methuen, 1982.
Berger, Peter L. & Luckman, Thomas. The Social Construction of Reality, a
Trease in the Sociologic of Knowledge, New York: Penguin Books, 1966.
Burhan, Bungin. Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Burhan, Bungin. Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta:Prenada Media Group,
2008.
Echtner, Charlotte M. and Ritchie, J.R. Brent. The Meaning and Measurement of
Destination Image, The Journal of Tourism Studies Vol. 14 No.1, 2003
Effendy, Onong Uchjana. Televisi siaran dan praktek, Bandung: Remaja Karya,
1984.
Eriyanto. Analisis Framing, Yogyakarta: Lkis Group, 2002.
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Jakarta: Granit,
2004.
M.A, Morissan. Psikologi Komunikasi, Bogor: Ghalia, 2010.
Mabruri, Anton. Manajemen Produksi Program Acara TV Format Acara NonDrama, News,&Sport, Jakarta: PT.Grasindo, 2013.
53
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan ke-dua puluh
dua, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006.
Polama Margaret M. Sosiologi Kontenporer, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2003.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. Teori Komunikasi, Jakarta, Univeritas Terbuka, 2005.
Severin, Werner J. & W. James. Tankard, Jr, Teori Komunikasi, Jakarta, Kencana,
2011.
Soemirat, Soleh dan Ardianto, Elvinaro. Dasar-Dasar Public Relation, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. Ke-8, h.111.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010.
Sutisno. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio, Jakarta: PT
Grasindo, 1993.
Wulan, G. Ambar. Polisi dan Politik, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2009.
Internet:
http://www.antaranews.com/print/188320/susno-tersangka-dana-pengamananpilkada-jawa-barat Diakses pada 20 Juli 2016
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_k
pk Diakses pada 20 Juli 2016
http://www.bennyrhamdani.com/2016/02/yuk-mengenal-jenis-seragampolisi.html Diakses pada 19 Juli 2016.
http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi. Diakses pada, 24 Februari 2016
54
http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawatipilih-jalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016
http://www.merdeka.com/peristiwa/beredar-nama-nama-jenderal-polisi-yangtersangkut-rekening-gendut.html Diakses pada 20 Juli 2016
http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawatipilih-jalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016
http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016.
http://www.news.okezone.com/read/2015/02/14/337/1105698/bertindaksewenang-wenang-anggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari
2016
http://www.pelayanmasyarakat.blogspot.co.id/2008/01/5-fungsi-umumkepolisian.html Diakses pada 19 Juli 2016.
http://www.polri.go.id Diakses pada, 14 Juli 2016
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/03/27/nlujpm-polisisewenangwenang-dan-rasis-ramai-dibicarakan-di-dunia-maya. Diakses
pada, 26 Februari 2016
http://www.wartapriangan.com/oknum-polisi-ini-seenaknya-todong-anak-remajadengan-pistol/2742. Diakses pada, 26 Februari 2016
http://www.ycgroup.blogspot.co.id/2013/04/divisi-teknologi-informasipada.html#axzz4Es6BDFsB Diakses pada 19 Juli 2016
55
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Bukti Pengiriman Company Profile NET. Mediatama oleh Miranda Rizka
Zulkarnaen, HRD NET..
56
Bukti Perizinan mewawancara produser Net 86, Mbarrep Desto Kuncoro
pada 13 Juli 2016.
57
Bukti pengiriman daftar tayang Net 86 oleh Rangga Muliawan, kreatif Net 86.
58
Foto setelah wawancara dengan produser Net 86, Mbarrep Desto Kuncoro.
Foto setelah wawancara dengan kreatif Net 86, Rangga Muliawan.
59
Tema Tayang Net 86 30 Mei – 3 Juni 2016.
Jaguar
-
Siomay
Ngepil
(
1,2
)
577 578 Senin, 30/6/2016
Andre - Supir Angkot ( 3 )
Kemal - Keluarga Sabu Makassar (1,2)
578 579 Selasa, 31/5/2016
Bima - Balap Liar Sidoarjo (rerun) (3)
Subang
579 580 Rabu, 01/6/2016
Longsor
(1)
Kasmono - Pengamanan GBK (2)
Ricca - Semanggi Bus mogok (3)
Jaguar
580 581 Kamis, 02/6/16
Pande
-
Cowok
-
Nangis
Bali
(1)
(2)
Audi - Bonceng 3 (3)
Mujianto - Pengamanan HUT 3.0 (1)
Gotham - Kontra Radikal Lelang Ikan (2)
581 582 Jumat, 03/6/16
Vivick - Razia Narkoba Diskotik
Kemang (rerun) (3)
60
Narasumber: Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86.
Waktu : Rabu, 13 Juli 2016. 12.00 - 13.30 WIB.
Lokasi : Kantor NET. TV, The East Tower, Lingkar Mega Kuningan, Jakarta.
Bagaimana latar belakang tayangnya Net 86 ?
Sebenarnya semua televisi tujuan utamanya adalah mencari rating dan
share, iya kan? Nah kita mencari program yang ngejual juga. Kebetulan dulu kita
lagi nyari juga, apa sih reality show yang booming? jadi kita kepikiran lah untuk
mengangkat polisi. Kenapa polisi? Karena yang dekat dengan masyarakat,
masyarakat itu sendiri juga polisi, yang selalu berhubungan langsung dengan
masyarakat. jadi kalo kita tayangkan tentang polisi ya kemungkinan untuk
mendapat awareness, rating dan share yang bagus dan ditonton masyarakat lebih
ngena gitu. Oo itu polisi, itu kan yang nilang gua. Ya kan? Polisi kan lebih dekat
dengan masyarakat dibanding instansi yang lain, tentara misalnya.
Siapakah penggagas dan pengembang ide Net 86?
Sebenarnya ide awal untuk mengangkat polisi datang dari tim produksi
NET.. Selanjutnya dalam pengembangan ide kita bekerjasama dengan polisi.
Kira-kira kita mau bukin program seperti apa yah? Yang bisa masyarakat nonton,
dan nggak terkesan pencitraan. Kan kalau dari polisi, ingin citranya baik, nah
kalau dari Net 86 ingin program ini ditonton.
Sejak kapan Net 86 tayang dan telah berapa episode?
Net 86 mulai tayang sejak Sabtu, 2 Agustus 2014. Hingga 30 Juni 2016
telah mencapai 601 episode.
Bagaimana struktur produksi Net 86?
61
Net 86 dipimpin oleh seorang produser yang membawahi dua divisi,
production assistant yang mengurusi teknis dan kreatif yang menaungi ide-ide
dalam tayangan.
Bagaimana bentuk program Net 86?
Net 86 adalah reality show, karena menayangkan kejadian riil di lokasi.
Cakupan wilayah yang masuk dalam program Net 86 area mana saja?
Net 86 kan bekerjasama dengan Polri, yaitu Kepolisian Republik
Indonesia maka seluruh wilayah tugas polisi dijadikan bahan program.
Bagaimana Net 86 membentuk citra polisi?
Net 86 berpatokan dengan tujuan awal yang ingin menampilkan suatu
program yang edukatif. Jika melihat stasiun TV lain yang menayangkan sisi
negatif dari polisi, nah itu booming sekali buat masyarakat. NET. justru mencoba
mengedepankan tayangan dari sisi positifnya dan berharap masyarakat juga
interest. Awalnya tim Net 86 khawatir, apakah laku dan masyarakat mau
menonton program yang menye-menye, sok menasehati, sok menggurui dengan
standarisasi memberi hal positif, tapi ternyata masyarakat menerima dan mau
menonton.
Jadi memang disengajakah polisi dibentuk dalam citra positif?
Iya.
Dalam realitas sosial, banyak pemberitaan negatif tentang polisi, bahkan
banyak yang menilai polisi itu buruk. Mengapa Net 86 menampilkan polisi
kebalikannya? Apa tujuan polisi ditampilkan positif?
62
Hal itu ibarat sebuah perusahaan yang ingin merekrut orang, tentu
merekrut yang berkriteria baik. Net 86 pun sama, kita ingin menampilkan yang
baik-baik untuk masyarakat. Sebenarnya kalau Net 86 ingin menampilkan yang
negatif juga bisa, tapi tidak sesuai konsep kita. Karena visi misi dari Net 86
sendiri ialah membuat masyarakat Indonesia bangga dengan negara mereka. Net
86 yang mengangkat polisi, ingin masyarakat bangga dengan Kepolisian Republik
Indonesia.
Mungkin masyarakat juga di luar mungkin bertanya-tanya, polisi tidak
seperti yang Net 86 tampilkan. Tapi kembali lagi pada konsep dasar, Net 86
memang ingin menampilkan sesuatu yang positif ketimbang negatif. Tim produksi
Net 86 berpikir untuk menampilkan sebuah tayangan yang baik, edukatif dan
bermanfaat, karena secara tidak langsung tayangan ini adalah ilmu. Ilmu itu
berupa apa? Berupa nasehat-nasehat, wejangan, nilai keperdulian yang bisa
dipelajari masyarakat.
Polisi yang menjadi oknum mungkin masih ada, tapi mungkin hanya
sebagian kecil. Masyarakat yang bertemu dengan oknum tersebut mungkin sedang
apes saja. Daripada hal tersebut, dengan adanya tayangan Net 86 juga polisi agar
sadar.
Jadi tujuan dari Net 86 menampilkan polisi dengan citra positif selain
bertujuan membangun pola pikir masyarakat juga guna menyadarkan oknum
polisi?
Iya. Polisi sudah dibuat program seperti ini, agar sadar.
Mengapa Net 86 sering menampilkan human interest polisi?
Ini salah satu konsep dari Net 86, yakni mengusung police as a human.
Net 86 menampilkan polisi yang menindak bukan berbicara peraturan tapi lebih
dengan perasaannya. Misal ada anak kecil tidak memakai helm, polisi menindak
lebih pada rasa khawatir kepada si anak ketimbang membicarakan Undang63
undang. Net 86 bukan seperti berita yang general menampilkan informasi, tapi
diharuskan ada satu icon yang menjelaskan semuanya. Di bagian itulah posisi
police as a human tersebut.
Apakah ketika polisi menindak di lapangan ada kejadian yang tidak sesuai
konsep Net 86 untuk menampilkan polisi dengan positif? Apakah ada filtrasi?
Pasti ada. Berbicara seorang manusia pasti ada keburukan. Kalau bicara polisi
pasti banyak banget. Namun kembali pada visi misi NET. untuk membuat
tayangan yang mendidik. Ketika ditayangkan kejadian yang tidak di filter, itu
pasti tidak mendidik banget. Misalkan ada polisi dalam menindak terlalu keras,
kadang polisi juga emosi ketika menghadapi pelanggar yang heboh. Ketika di
lapangan siapa yang tahu, terkadang polisi lepas kendali seperti membentak.
64
Narasumber: Rangga Muliawan, kreatif Net 86.
Waktu : Rabu, 20 Juli 2016. 19.30 - 20.00 WIB.
Lokasi : Kantor NET. TV, The East Tower, Lingkar Mega Kuningan, Jakarta.
Dalam realitas sosial, banyak pemberitaan negatif tentang polisi, bahkan
banyak yang menilai polisi itu buruk. Mengapa Net 86 menampilkan polisi
kebalikannya? Apa tujuan polisi ditampilkan positif?
kita bukan tidak mau menampilkan negatif, cuma tidak ada salahnya
menampilkan yang lebih baik. Orang terkadang paling gampang menyalahkan,
menunjuk, sebenarnya yang salah kita sendiri. Toh mereka cuma bertugas, kalau
kita tidak bersalah ya tidak akan dipermasalahkan juga. Pada dasarnya kita ingin
merubah masyarakat untuk lebih sadar hukum.
Dalam kode etik jurnalistik pasal 1 insan media dituntut untuk menampilkan
karya yang berimbang, sedangkan Net 86 cenderung menampilkan polisi
positifnya saja. Dimanakah sisi berimbangnya Net 86?
Sebenarnya ada higher purpose dalam tayangan Net 86, dan itu bukan cita
polisi, tapi bagaimana orang yang menonton Net 86 lebih sadar hukum. Misalkan
orang mau keluar ke warung walau dekat, ya sudah pake helm lah. Pengguna
narkoba, ya sudah tidak usah pegang yang begitu lah. Itu sebenarnya tujuan utama
kita. Kalau bicara berimbang, kode-kode etik jurnalis selalu kita jaga, karena kita
juga kan melibatkan orang lain (tertindak) langsung. Ada blur, kita juga tidak
akan lihat orang saling pukul dalam tayangan misalnya.
Apakah tim produksi menyadari efek yang bisa terjadi bila masyarakat menerus
disuguhkan Net 86?
Betul, maka dari itu persepsi yang kita suntikan adalah sisi edukatif. Orang
terkadang harus diingatkan untuk sadar sesuatu. Misalkan kita lihat dalam
65
tayangan Net 86, polisi mengatakan “kita cuma mengingatkan, bukan
menyalahkan”. Imbas tidak langsung dari polisi yang sering memberi nasehatnasehat, akhirnya polisi terlihat positif. Kita juga menampilkan persepsi humanis.
Polisi yang selama ini orang-orang liat kan, ada kasus tangkap, ada masalah
tangkap. Net 86 menceritakan hal dibalik itu. Misalnya polisi yang tugas
menangkap itu sudah tidak pulang lima hari loh, keluarganya dirumah nungguin
loh, misalnya. Itu kita coba tampilkan dengan harapan masyarakat juga tau polisi
itu sama seperti kita manusia biasa. Jadi bila masyarakat bertemu polisi langsung,
sudah punya rasa pengertian lebih, bukan cuma menyalahkan. Kalau pemberitaan
lain pada umumnya, lebih ditampilkan hasil, tapi di Net 86 kita memperlihatkan
proses ketika polisi bertugas. Di mana polisi dalam tugas juga punya kehidupan
yang harus dijalani.
66
Download