PENGUJIAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN SEMAMBU

advertisement
i
PENGUJIAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN
SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) SETELAH
PROSES PENGGORENGAN DI INDUSTRI RUDINA
MOULDING
Oleh:
SAIFUL AFIF
NIM. 090500049
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
ii
PENGUJIAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN
SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) SETELAH
PROSES PENGGORENGAN DI INDUSTRI RUDINA
MOULDING
Oleh:
SAIFUL AFIF
NIM. 090500049
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
iii
PENGUJIAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA ROTAN
SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro) SETELAH
PROSES PENGGORENGAN DI INDUSTRI RUDINA
MOULDING
Oleh:
SAIFUL AFIF
NIM. 090500049
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli
Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: PENGUJIAN SIFAT FIS IKA DAN MEKANIKA
ROTAN SEMAMBU (Calamus scipionum Loureiro)
SETELAH
PROSES
PENGGORENGAN
DI
INDUSTRI RUDINA MOULDING
Nama
: Saiful Afif
Nim
: 090500049
Program studi
: Teknologi Hasil Hutan
Jurusan
: Teknologi Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Penguji II,
Eva Nurmarini, S. Hut, MP.
NIP. 197508081999032002
Heriad Daud Salusu, S. Hut, MP.
NIP. 197008301997031001
Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP.
NIP. 195810171988031001
Menyetujui,
Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Hutan
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Teknologi Pertanian
Ir. Syafii, MP.
NIP. 196806101995121001
Heriad Daud Salusu, S. Hut, MP.
NIP. 197008301997031001
Lulus ujian pada tanggal:
v
ABSTRAK
SAIFUL AFIF. Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Semambu
(Calamus scipionum Loureiro) Setelah Proses Penggorengan di Industri
Rudina Moulding , (dibawah bimbingan Eva Nurmarini, S. Hut, MP).
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh dan
mengetahui nilai dari sifat fisika dan mekanika Rotan Semambu setelah
mengalami proses penggorengan di Industri Rudina Moulding.
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dimulai dari bulan
Maret – Mei 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sifat-sifat
Kayu dan Analisis Produk Program Studi Teknologi Hasil Hutan Jurusan
Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Rotan yang
digunakan adala h rotan hasil penggorengan di Industri rotan Rudina
Moulding dengan diameter 2,90 cm dan panjang 4 m, yang meliputi
beberapa peng ujian diantaranya uji kadar air dan kerapatan dengan
ukuran panjang contoh uji 5 cm, keteguhan tekan sejajar serat dengan
ukuran panjang contoh uji 10 cm, keteguhan patah (Modulus of Rupture)
dan keteguhan lentur statis (Modulus of Elasticity) dengan ukuran panjang
contoh uji 30 cm, dalam setiap pengujian dilakukan 10 kali ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rotan semambu (Calamus
scipionom Loureiro) mempunyai nilai sifat fisika diantaranya kadar air
sebesar 20,10 % dan kerapatan 0,47 gr/cm3. Sifat mekanika rotan
semambu diantaranya nilai keteguhan tekan sejajar serat 163,58 kg/cm2,
nilai keteguhan patah 106,98 kg/cm2 dan nilai keteguhan lentur statis
13.156,05 kg/cm2 .
Dari hasil analisis data rotan semambu (Calamus scipionom
Loureiro) mempunyai sifat-sifat dan karakteristik yang baik untuk dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan rotan serta bahan
baku pembuatan furniture lainnya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
memadai untuk memastikan pemanfaatan rotan semambu sebagai bahan
baku kerajinan dan bahan baku furniture lainnya, sehingga ke depan rotan
semambu dapat dipertimbangkan dan lebih dikembangkan untuk bahan
baku dalam skala industri yang lebih besar.
Kata kunci : Fisika, Mekanika, Rotan Semambu
vi
RIWAYAT HIDUP
Saiful Afif, lahir pada tanggal 09 November 1989 di Dusun
Muhajirun, Desa Negararatu Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan. Merupakan anak ke sembilan dari Ibu
Yuhanah dan Bapak Shodiqin (Alm).
Tahun 1995 memulai pendidikan di TK Raudlatul
Athfal Al-Fatah di Dusun Muhajirun Lampung Selatan dan
memperoleh SKTB (Surat Keterangan Tamat Belajar) pada tahun 1997,
kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah Al-Fatah
Muhajirun Lampung Selatan pada tahun 1997 dan mendapat ijazah pada
tahun 2003, kemudian melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah
Pertama Madrasah Tsanawiyah Al-Fatah Muhajirun Lampung Selatan
pada tahun 2003 dan memperoleh ijazah pada tahun 2006. Pada tahun
2006 pula melanjutkan pendidikan ke SMA Madrasah Aliyah Al-Fatah
Muhajirun Lampung Selatan dan memperoleh ijazah pada tahun 2009.
Pendidikan Tingkat Tinggi dimulai pada tahun 2009 di Perguruan Tinggi
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, dengan mengambil Program Studi
Teknologi Hasil Hutan dan memilih Jurusan Teknologi Pertanian. Tahun
2011 mendapat amanah sebagai Ketua Hima Teksiltan periode 2011/2012
pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan.
Pada bulan April – Mei 2012 mengikuti program PKL (Praktek
Kerja Lapang) di Perusahaan kayu lapis PT. Intracawood Manufacturing,
Jl. Yos Soedarso RT. III No. 36-37 Juata Permai, Tarakan Kalimantan
Utara.
vii
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Penyusunan karya ilmiah ini berdasarkan
hasil penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan
Analisis Produk Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian
Negeri Samarinda selama 3 bulan yaitu dimulai tanggal 1 Maret – 30 Mei
2012, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di
Perguruan Tinggi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat
sebutan Ahli Madya.
Penulis menyadari sepenuhnya dari segi teknis penulisan dan uji
materi penulisan masih jauh dari kesempurnaan dan penulis menyadari
pula bahwa keterbatasan akan kemampuan yang dimiliki. Hal yang wajar
jika dalam penyelesaian penyusunan karya ilmiah masih terdapat
kesalahan, hambatan dan masalah. Namun berkat bimbingan, petunjuk
serta dorongan dari berbagai pihak, karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Maka dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Eva Nurmarini, S. Hut, MP. selaku dosen pembimbing dan sebagai
kepala Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan Analisis Produk, atas
bimbingan serta semua saran yang telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini.
2. Bapak Heriad Daud Salusu, S. Hut, MP. selaku dosen penguji I dan
sebagai Ketua Jurusan Teknologi Pertanian
3. Bapak Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP. selaku dosen penguji II
4. Bapak Ir. Syafii, M.P selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Hutan
5. Bapak Ir. Wartomo, MP . selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda
viii
6. Bapak dan ibu dosen serta segenap staf dan teknisi Program Studi
Teknologi Hasil Hutan.
7. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dalam penyusunan
karya ilmiah ini.
8. Seluruh anggota keluarga atas dukungannya serta semua pihak yang
bersangkutan dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan karya ilmiah ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
berbagai saran dan kritik akan sangat membantu dalam penyempurnaan
laporan karya ilmiah ini, namun penulis berharap laporan karya ilmiah ini
tetap dapat memberikan manfaat bagi pembaca umumnya, khususnya
bagi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan Program Studi Teknologi
Hasil Hutan.
Penulis
Kampus Sei. Keledang, September 2013
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
i
ABSTRAK .......................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
viii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
3
A. Tinjauan Umum Rotan.............................................................
B. Sifat Dasar Rotan .....................................................................
C. Karakteristik Rotan Semambu ...............................................
D. Pemanenan Rotan ..................................................................
E. Pengolahan Rotan ...................................................................
F. Pemanfaatan Rotan .................................................................
G. Standar Nasional Indonesia Untuk Pengujian Rotan ..........
3
5
10
11
12
18
20
BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................
24
A.
B.
C.
D.
E.
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................
Alat dan Bahan Penelitian ......................................................
Prosedur Penelitian .................................................................
Pengujian Sifat Fisika dan Mekanika....................................
Analisis Data..............................................................................
24
24
25
25
29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................
30
A. Hasil............................................................................................
B. Pembahasan .............................................................................
30
31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
36
A. Kesimpulan................................................................................
B. Saran..........................................................................................
36
36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1.
Pengelompokan Organisme Perusak Rotan...........................
10
2.
Jenis, Sifat dan Kegunaan Rotan (SNI 01-7208-2006) .........
20
3.
Sifat Fisika Mekanika Beberapa Jenis Rotan..........................
28
4.
Nilai Rata-rata Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Semambu.
30
Lampiran
5.
Kadar Air Rotan Semambu Setelah Penggorengan ..............
40
6.
Kerapatan Rotan Semambu ......................................................
40
7.
Keteguhan Tekan Sejajar Serat Rotan Semambu .................
41
8.
Keteguhan Patah Rotan Semambu ..........................................
42
9.
Keteguha n Lentur Statis Rotan Semambu ..............................
43
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Lampiran
Halaman
1.
Tumbuhan dan Bagian Rotan Semambu ...............................
44
2.
Buah Rotan Semambu ..............................................................
44
3.
Tumbuhan Rotan Semambu.....................................................
45
4.
Batang dan Daun Rotan Semambu.........................................
45
5.
Sampel Uji Keteguhan Patah....................................................
46
6.
Sampel Uji Keteguhan Tekan Sejajar Serat...........................
46
7.
Sampel Uji Kadar Air dan Kerapatan ......................................
47
8.
Sampel Uji Keteguhan Tekan Sejajar Serat...........................
47
9.
Pengujian Keteguhan Tekan Sejajar Serat ............................
48
10.
Proses Pengovenan...................................................................
48
11.
Proses Penimbangan.................................................................
49
12.
Alat Universal Testing Machine ................................................
49
1
BAB I
PENDAHULUAN
Rotan merupakan salah satu hasil hutan non kayu selain bambu. Di
Indonesia rotan memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat pedesaan sekitar hutan dan juga merupakan sumber devisa bagi
negara dalam pembangunan karena 80 % kebutuhan dunia akan rotan dipasok
dari Indonesia. Dari jumlah tersebut 90 % rotan dihasilkan dari hutan alam yang
terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10 % dihasilkan dari
budidaya rotan (Kalawa dkk., 1998).
Untuk mendapatkan produk rotan dengan kualitas yang baik, maka
peran teknologi pengolahan rotan memegang peran penting.Salah satu usaha
dalam mengetahui kualitas rotan adalah melalui pengujian sifat fisik mekanik.
Dalam penelitian ini akan diuji sifat fisik mekanik rotan Semambu (Calamus
scipionum Loureiro) yang meliputi kadar air, kerapatan, pengujian tekan sejajar
serat, pengujian keteguhan lentur statis (MoE), dan keteguhan patah (MoR).
Di Kalimantan Timur, jenis-jenis rotan terpenting adalah : Manau,
Semambu, Jahab, Kobo, Kotok, Pulut Merah, Pulut Putih, Sega dan Selutup.
Disamping itu banyak terdapat jenis lainnya yang juga penting
tetapi belum
sempat diinventarisir yang tersebar merata di seluruh wilayah Kalimantan Timur
(Haury dan Saragih, 1996).
Di Samarinda terdapat industri pengolahan rotan yang masih
beroperasi yaitu industri rotan Rudina Moulding di jalan Jakarta Kec.Loa Bakung
salah satunya, rotan yang terdapat di industri tersebut diantaranya rotan manau,
semambu, sega, jelayan, dan pulut merah dimana rotan-rotan tersebut didapat
dari daerah Tanah Hulu dan juga daerah Sangatta.
2
Secara tradisional masyarakat telah banyak memanfaatkan rotan untuk
kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk pembuatan perabot rumah tangga yang
sederhana seperti keranjang, tangkai sapu, tikar, keperluan tali-temali dan
kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Menurut Dransfield dan Manokaran (1996), karena kekuatan,
kelenturan dan keragamannya, batang polos rotan dimanfaatkan secara
komersial untuk meubel dan anyaman rotan.Umumnya diameter rotan bervariasi
antara 3 – 60 (70) mm atau lebih, tergantung pada spesiesnya.Sekitar 20 % jenis
digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh atau bundar, terutama untuk
kerangka meubel maupun dalam bentuk belahan, kulit dan terasnya mempunyai
nilai ekonomi yang cukup penting karena telah menjadi komoditas perdagangan
internasional.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika dan
mekanika rotan semambu (Calamus scipionum Loureiro) yang meliputi kadar air,
kerapatan, keteguhan tekan sejajar serat, keteguhan lentur statis (MoE), dan
keteguhan patah (MoR) dari hasil penggorengan industri rotan Rudina Moulding.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan tentang pengujian sifat fisika dan mekanika terhadap rotan
semambu
(Calamus
scipionum
Loureiro),
serta
dapat
memahami
dan
mempelajari proses pengujian rotan dan proses lanjutan setelah diuji serta dapat
memberikan informasi tentang hasil pengujian sifat fisika dan mekanika terhadap
rotan semambu kepada pihak pengelola rotan dan masyarakat pada umumnya
serta dunia pendidikan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Rotan
Rotan termasuk family palmae yang tumbuh secara berumpun (Cluster)
dan tunggal (Soliter). Secara ekologis rotan tumbuh di wilayah hutan tropika,
mulai dari dataran rendah, perbukitan, lembah, rawa, sampai ke pegunungan
antara 0-2900 diatas permukaan laut (Dransfield, 1974). Tempat tumbuh
umumnya lembab dengan curah hujan 2000-4000 mm/tahun, tersedia pohon
perambat serta memiliki intensitas sinar matahari yang cukup tinggi.
Rotan dalam struktur dunia tumbuh-tumbuhan termasuk Divisio
Spermatophyta, Sub Divisio Angiospermae, Class Monocotyledonae, Ordo
Spacadiciflorae dan Famili/suku Palmae, dimana sampai saat ini sudah dikenal
sebanyak 15 suku yaitu : Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia,
Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, Calospatha, Bejaudia, Cornera,
Schizospatha, Eremospatha, Ancitrophylum dan Oncocalamus. Dari jumlah suku
yang telah ditemukan tersebut, telah diketahui sebanyak 9 suku dengan jumlah
jenisnya, yaitu: Calamus (370 spp/jenis), Daemonorops (115 spp/jenis),
Khorthalsia (31 spp/jenis), Plectocomia (14 spp/jenis), Ceratolobus (6 spp/jenis),
Plectocomiopsis (5 spp/jenis), Myrialepis (2 spp/jenis), Calospatha (2 spp/jenis),
dan Bejaudia (1 spp/jenis). Di Indonesia sampai saat ini ditemukan sebanyak 8
jenis, yaitu Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus,
Plectocomiopsis, Myrialepis, dan Calospatha. Dari 8 suku tersebut total jenisnya
di Indonesia mencapai tidak kurang dari 306 jenis penyebarannya di pulau
Kalimantan sebanyak 137 jenis, Sumatera sejumlah 91 jenis, Sulawesi menyebar
sebanyak 36 jenis, Jawa sejumlah 19 jenis, Irian 48 jenis, Maluku 11 jenis, Timor
4
1 jenis dan Sumbawa 1 jenis. Selain itu juga tersebar luas di deluruh Birma,
Vietnam, Thailand dan Semenanjung Malaya. Panjang antar buku kebanyakan >
30 cm, sering sangat panjang tetapi kadang sampai 28 cm atau kurang, buku
menonjol dan membengkak pada satu titik, sepanjang 10 mm atau lebih
sepanjang kelilingnya. Pembengkakan timbul memanjang dari antar buku
dibawahnya, jadi batang rotan tidak silindris. Dalam suatu pengujian, sifat
mekanis berikut diukur : kerapatan = 0,56 g/cm3, MoR = 27 kg/cm2, MoE = 4283
kg/cm2, keteguhan tekan sejajar serat = 63 kg/cm2 (J. Dransfield, 1979).
Rotan berasal dari bahasa Melayu yang berarti nama dari sekumpulan
jenis
tanaman
family
Palmae
yang
tumbuh
memanjat
yang
disebut
“Lepidocaryodidae”. Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang berarti
mencakup ukuran buah. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata
“raut” yang berarti mengupas (menguliti), menghaluskan (Menon,1979 ).
Rotan merupakan tumbuhan menjalar dan berumput. Dahan-dahan
rotan sangat tinggi, di hutan Indonesia panjang batang rotan mencapai 100
meter, besarnya mulai dari 3 cm sampai sebesar lengan dan terbungkus kulit
luar yang berduri. Rotan umumnya tumbuh tanpa ditanam dan tidak memerlukan
pemeliharaan.Tumbuhan rotan banyak terdapat di hutan Kalimantan, Jawa,
Sumatra dan Sulawesi (Sudjana, 1991).
5
B. Sifat Dasar Rotan
1. Sifat anatomi
Struktur anatomi batang rotan berhubungan dengan keawetan dan
kekuatan antara lain besarnya ukuran pori-pori dan tebalnya dinding sel
serabut. Sel serabut merupakan komponen struktural yang memberikan
kekuatan pada rotan, Rachman (1996), sedangkan menurut Hartono (1998)
mengungkapkan bahwa tebal dinding sel serabut merupakan parameter
anatomi yang paling penting dalam menentukan kekuatan rotan, dinding yang
lebih tebal membuat rotan menjadi lebih keras dan lebih berat, sel serabut
yang berdinding tebal menunjang fungsi utama sebagai penunjang mekanis.
2. Sifat kimia
Secara umum komponen kimia pada rotan terdiri dari holoselulosa
(71-76 %), Selulosa (93-56 %), lignin (18-27 %), dan silica (0,54-8 %).
Rachman,(1996). Holoselulosa adalah selulosa yang merupakan molekul
gula liner berantai panjang, selulosa berfungsi memberikan kekuatan tarik
pada batang karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa
dan antara unit gula penyusun selulosa, semakin tinggi selulosa semakin
tinggi pula keteguhan lenturnya. Lignin berfungsi memberikan kekuatan pada
batang, semakin tinggi lignin maka semakin tinggi pula kekuatan rotan, tanin
diketegorikan sebagai true artrigen yang menimbulkan rasa sepat pada rotan.
Tanin berfungsi sebagai penangkal serangga pemangsa rotan, hasil purifikasi
tanin digunakan sebagai bahan anti rayap dan jamur. Pati (karbohidrat) 70%
dari berat bersih, semakin tinggi kadar air pati maka semakin rentan terhadap
serangan bubuk rotan kering.
6
3. Sifat Fisika
Sifat fisika pada rotan adalah sifat-sifat yang dapat diamati secara
kasat mata, sifat rotan yang dapat diamati secara kasat mata diantaranya :
a. Warna
Pada umumnya rotan berwarna kuning langsat atau kuning
keputih-putihan kecuali beberapa jenis rotan seperti rotan semambu
mempunyai warna coklat muda sampai coklat tua dan rotan buyung
mempunyai warna kecoklat-coklatan, selain warna kulit diperhatikan juga
warna hatinya seperti rotan umbulu yang berwarna keabu-abuan, yang
dimaksud dengan warna rotan disini adalah warna setelah dicuci, diasapi
dengan belerang, dan belum mendapatkan perlakuan pemutihan.
b. Kilap
Kilap rotan tergantung pada struktur anatomi, kandungan zat
ekstraktif, sudut datangnya sinar matahari, kandungan air, lemak dan
minyak. Semakin tinggi kadar air, semakin tinggi lemak dan minyak maka
semakin suram. Kilap dan suram dapat memberikan ciri yang khusus dari
suatu jenis rotan serta dapat menambah keindahan dari rotan tersebut.
c. Bau dan rasa
Bau dan rasa dapat menggambarkan kesegaran dari rotan,
pada rotan segar bau dan rasa tidak terlalu mencolok.
d. Berat
Berat rotan tergantung pada berapa besar atau banyaknya
kandungan air, zat ekstraktif dan zat infiltrasi yang terkandung didalam
rotan, oleh sebab itu berat rotan juga dipengaruhi dengan tempat
tumbuhnya.
7
e. Kekerasan
Rotan memiliki sifat kekerasan yang menunjukkan bahwa
batang rotan mampu menahan tekanan/gaya tertentu. Sifat kekerasan
rotan dipengaruhi oleh kadar air, umur saat dipanen, letak posisi batang
(pangkal, tengah, ujung).
f.
Diameter
Diameter rotan digolongkan menjadi dua kelompok yaitu rotan
yang berdiameter kecil dimana diameterenya kurang dari 18 mm, dan
diameter besar yaitu rotan yang berdiameter diatas 18 mm.
Rotan yang berdiameter kecil diantaranya adalah rotan sega, irit
atau jahab, jermasin, pulut putih, pulut merah, lilin, lacak, manau padi,
datuk merah, sega air, ronti, sabut, batu, tapah, paku dan pandan wangi.
Sedangkan rotan yang berdiameter besar diantaranya adalah rotan
manau, batang, mantang, cucor, semambu, wilatung, dahan, tohiti, seel,
balukbuk, bidai, buwai, bambu, kelapa, tiga juru, minong, umbulu, telang
dan rotan lambing.
g. Kesilindrisan
Kesilindrisan rotan dapat diperoleh dengan perbandingan antara
diameter rata-rata pangkal ruas dengan diameter rata-rata ujung ruas,
dimana pangkal dan ujung ruas terdapat buku yang membatasi ruas
tersebut.
h. Buku
Buku pada rotan adalah suatu titik pada batang atau cabang
tempat munculnya daun atau cabang.Buku pada rotan dibagi menjadi tiga
yaitu buku yang menonjol, agak menonjol dan buku yang tidak menonjol.
8
Sedangkan arah buku pada rotan dibagi menjadi dua yaitu buku yang
menceng dan buku yang agak menceng.
Bentuk batang rotan umumnya silindris dan terdiri dari ruas–ruas
yang panjangnya berkisar antara 10 sampai 50 cm. Sedangkan diameter
rotan berkisar antara 6 – 50 mm, bergantung pada jenisnya. Ruas satu
dengan yang lain dibatasi oleh buku tetapi buku ini hanya ada di bagian
luar batang, tidak membentuk sekat seperti pada bambu. Pada beberapa
jenis tampak adanya tonjolan dan lekukan pada sisi yang berlawanan
sepanjang ruas. Tonjolan dan lekukan ini tampak lebih jelas pada buku
yang berasal dari jejak daun, yaitu ikatan pembuluh yang menuju ke
daun. Buku rotan ada yang relatif rendah dan ada pula yang tinggi. Buku
yang rendah ditunjukkan oleh perbedaan diameter antar ruas yang
bersebelahan sangat kecil sehingga diameter sepanjang batang tampak
hampir seragam dan rata. Rotan dengan buku rendah mencirikan mutu
penampakan yang baik. Menurut Uhl dan Dransfield, (1987), buku yang
rendah terdapat pada jenis–jenis dari genera Calamus (manau, tohiti,
sega dan lain–lain). Buku agak tinggi terdapat pada jenis–jenis dari genus
Daemonorops (tarumpuh, seel, tabu–tabu dan lain–lain). Sedangkan
buku yang tinggi terdapat pada anggota dari genera Korthalsia,
Ceratalobus, Plectocomiopsis dan Myrialepsis.
i.
Selaput silika
Selaput silika adalah selaput tipis yang melapisi kulit luar dari
batang rotan yang menampilkan kilap, lapisan selaput silika ini ada yang
spesifik, tebal dan hampir semua jenis rotan mempunyai lapisan silika
yang membalut kulit luar pada rotan.
9
j.
Parut buaya
Parut buaya adalah suatu tanda pada batang rotan yang terlihat
seolah-olah bekas parut yang menggores kulit rotan kearah transversal.
4. Sifat struktur
Sifat struktur pada rotan belum banyak diketahui dikarenakan belum
adanya penelitian khusus terhadap sifat-sifat struktur tersebut, yang dapat
digunakan sebagai petunjuk identifikasi adalah pori. Pori rotan sangat
sederhana dan dibedakan dalam beberapa bagian anatara lain ukuran’
bentuk dan susunan pori.
5. Sifat mekanis
Sifat mekanis rotan adalah sifat yang berkaitan dengan kemampuan
rotan yang dapat menahan gaya atau kekuatan dari luar, sifat mekanis
tersebut antara lain keteguhan tekan sejajar serat, keteguhan patah,
kekakuan, keuletan, keteguhan tarik, keteguhan geser dan keteguhan belah.
6. Keawetan dan keterawetan
Keawetan rotan adalah daya tahan suatu jenis rotan terhadap
berbagai faktor perusak rotan, yang dimaksud adalah daya tahan terhadap
faktor biologis yang disebabkan oleh organisme perusak rotan yaitu jamur
dan serangga. Dalam hal ini perlu diperhatikan terhadap organisme yang
mana keawetan itu dimaksudkan, karena suatu jenis rotan yang tahan
terhadap serangan jamur misalnya belum tentu akan tahan juga terhadap
serangga atau organisme perusak lainnya. Keawetan rotan juga dipengaruhi
oleh faktor lain seperti kandungan selulosa, lignin, pati dan zat kimia lainnya.
10
Keterawetan rotan adalah mudah atau tidaknya suatu jenis rotan
dapat ditembus oleh bahan pengawet apabila diawetkan dengan proses
tertentu sehingga rotan yang sudah diawetkan dengan suatu bahan kimia
(pengawet) akan tahan terhadap serangan organisme perusak. Jenis
organisme tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah.
Tabel 1. Pengelompokan Organisme Perusak Rotan
Organisme
Perusak
Jamur
Serangga
Jenis Perusak
Kondisi Rotan
Jenis organism
Pewarna
Basah
Lapuk rengas
Kering yang
kebasahan
Ascomycetes, Ceratocytis,
Diplodia
Basidiomycetes, (Schizophylum
Commune Fr., Dacryopinax
spathularia Schw.,Pycnoporus
sanguineus (fr) Karts)
Scolitydae, Platypodidae
(Xyloborus, Platypusdan
Diapus)
Kumbang
penggerek
basah (Pinhole,
Ambrosiabeetle)
Kumbang
penggerek
kering (Powder
post beetle)
Basah
Bostrychidae, Lyctidae,
Cerambicidae, Anobiidae
Kering
(Dinodrus minutes
Farb.,Heterobostrychus aequalis
Wat., Lyctus sp., Mintea sp.)
Rayap tanah, Termitidae,
Rayap
Lembab
Rhinotermitidae (Coptotermes
sp., Macrotermes sp.,
Microtermes sp.)
Rayap kayu kering
Kering
(Cryptotermes Cynocephalus
Light.)
Sumber :Jasni dan Martono (1999). Jasni dan Sumarni (1999)
C. Karakteristik Rotan Semambu (Calamus scipionum Loureiro)
Bunga ada dua macam, yaitu bunga subur dan bunga mandul, bunga
subur berbentuk cemeti dan berduri yang berfungsi untuk memanjatkan
batangnya ke pepohonan kayu. Buah berbentuk lonjong, panjang buah 1,5 cm
dan kulit buah bersisik. Nama Daerah : Sumambu (Batak Karo), Simambo (Batak
11
Toba), Simambu (Minangkabau), Semambu (Lampung), Semabu (Kalimantan
Barat), Tantuwo (Dayak Kalimantan Tengah).
1. Penyebaran : Semenanjung Malaya, Sumatera Kalimantan. Pada 1000 mdpl.
2. Batang : Membentuk rumpun, diameter 30 mm, panjang ruas 20 – 30 cm,
warna coklat kemerahan kalau kering, panjang batang sampai dengan 20 m,
kasar dan ulet.
3. Daun : Majemuk menyirip dengan panjang 1 m, anak daun terdapat sulur
panjat, pelepah dan tangkai daun berduri, duduk daun berhadapan, warna
coklat kekuningan.
4. Bunga : ada 2 macam, bunga subur dan bunga mandul, bunga subur
berbentuk cemeti dan berduri malai panjang.
5. Buah : Lonjong ukuran panjang 1,5 cm, warna coklat kemerahan, berbiji
tunggal.
6. Manfaat : Batang untuk tongkat pendaki gunung, tongkat ski, rangka mebel.
Menurut Sutrisno (1986), rotan semambu memiliki karakteristik yaitu
hidup berumpun, tumbuh pada kawasan yang teduh, berdiameter 1,5 – 2,55 cm,
mempunyai buku yang agak menonjol, berwarna kekuning-kuningan, ruas buku
antara 30 – 80 cm, permukaan batang licin dan panjang batang bisa mencapai
100 meter.
D. Pemanenan Rotan
Rotan yang akan dipanen adalah rotan yang masak tebang, dengan ciriciri bagian bawah batang sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau
selundang, sebagian daun sudah mengering, duri dan daun kelopak sudah
rontok.Panen pertama dilakukan pada umur antara 6 – 8 tahun untuk rotan
diameter kecil, sedangkan untuk rotan diameter besar dilakukan setelah
12
mencapai 12 – 15 tahun.Tanaman rotan umumnya tumbuh berumpun dan
mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda.
Oleh karena itu pemungutan rotan dilakukan dengan cara tebang pilih yaitu yang
masak tebang saja yang dipungut.
Pemanenan rotan dilakukan dengan tahap pertama yaitu mencari rotan
yang masak tebang, kemudian menebang pangkal rotan menggunakan parang
dan pengait setinggi 10 sampai 50 cm,kemudian dengan pengait batang ditarik
agar terlepas dari pohon penopangnya. Rotan yang telah dipanen kemudian
dibersihkan daun dan durinya serta dipotong–potong menurut ukuran yang
diinginkan. Setelah itu rotan diangkut menuju tempat pengumpulan rotan
sementara (TPS), kemudian dibawa menuju tempat produksi rotan (TPR) dengan
cara memikul, menggunakan kuda dan perahu/sampan.
Pada proses pemanenan besarnya limbah yang dihasilkan dari
pemanenan secara tradisional adalah 12,6 - 28,5 %, sedangkan pemanenan
menggunakan alat bantu Tirfor dan Lir adalah 4,1 – 11,1 %, dan besarnya limbah
yang dihasilkan selama pengangkutan berkisar antara 5 – 10 % (Sinaga 1989).
E. Pengolahan Rotan
Pengolahan rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan
asalan) menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau
dijual. Pengolahan dalam industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi
bagian-bagian rotan seperti kulit dan hati, masing-masing bagian tersebut diolah
lagi sesuai tujuan dan pemanfaatannya. Pengolahan rotan terdiri pengolahan
rotan berdiameter kecil (< 18 mm) dan rotan berdiamerter besar (> 18 mm).
13
Pengolahan rotan dimulai dari pemanenan rotan yang sudahmencapai
masa panen yaitu dengan ciri-ciri daun sudah menguning, pelepah sudah kering,
setelah dipanen kemudian rotan dibersihkan duri-duri dan pelepahnya dan
kemudian rotan digoreng dengan komposisi bahan penggorengan yaitu solar dan
minyak tanah dengan perbandingan (50:50) dengan lama waktu penggorengan
3-4 jam menggunakan drum yang berbentuk persegi panjang, setelah itu rotan
digosok dan dijemur dengan cara ditegakkan atau diberdirikan dengan waktu 1
minggu.
Menurut Rachman (1984), meneliti rotan manau (Calamus manan Miq.)
masih basah (segar) berdasarkan komposisi minyak penggorengan yang terjadi
atas 4 macam perlakuan dan lama waktu penggorengan 15 menit, 30 menit, 60
menit, dan 120 menit dengan perlakuan solar dan minyak kelapa (4:1), solar dan
minyak tanah (4:1), solar, minyak kelapa, dan minyak tanah (8:1:1), minyak
tanah
dan
minyak
kelapa
(4:1).
Hasil
perbedaan
campuran
minyak
penggorengan berpengaruh nyata terhadap warna kulit dan keteguhan tekan
sejajar
serat
tetapi tidak
mempengaruhi
keteguhan
geser
rotan.Waktu
penggorengan mempengaruhi warna kulit dan keteguhan geser rotan akan tetapi
tidak mempengaruhi keteguhan tekan sejajar serat selama penggorengan.
Rotan yang sudah kering, dilakukan pembelahan (rotan dibelah) dan
juga ada yang diambil kulitnya, digunakan untuk pengikat atau dibuat
lampit.Rotan juga bisa diambil hatinya saja, kalau ukurannya besar disebut cor
rotan dan kalau ukuran lebih kecil disebut fitrit dan rotan ini digunakan untuk
barang kerajinan. Pengolahan rotan dilakukan dengan beberapa proses,
diantaranya :
14
1. Penggorengan
Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat
kering, agar lapisan lilin dan silika pada permukaan rotan lebih mudah
dihilangkan,
dan
untuk
mencegah
terjadinya
serangan
jamur.
Cara
penggorengannya adalah potongan-potongan rotan tersebut diikat menjadi suatu
bundelan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan
campuran solar dengan minyak kelapa (Rachman, 1984).
Rachman (1984), meneliti rotan manau (Calamus manan Miq.) masih
basah (segar). Rotan tersebut digoreng dengan berbagai komposisi minyak
penggoreng yang terdiri atas 4 macam perbandingan volume, yaitu solar dan
minyak kelapa (4:1); solar dan minyak tanah (4:1); solar, minyak tanah dan
minyak kelapa (8:1:1) dan minyak tanah dan minyak kelapa (4:1). Lama waktu
penggorengan 15 menit, 30 menit, 60 menit dan 120 menit. Ternyata hasilnya
perbedaan campuran minyak penggoreng berpengaruh nyata terhadap warna
kulit dan keteguhan tekan sejajar serat tetapi tidak memepengaruhi keteguhan
geser rotan. Waktu penggorengan mempengaruhi warna kulit dan keteguhan
geser rotan akan tetapi tidak mempengaruhi keteguhan tekan sejajar serat selama
penggorengan. Campuran minyak penggoreng yang paling baik adalah terdiri atas
solar dan minyak kelapa. Hubungan antara taraf waktu penggorengan dengan
warna kulit, dan terhadap keteguhan geser masing-masing menunjukkan
hubungan nyata. Baik warna kulit rotan maupun keteguhan geser cenderung
menurun dengan hubungan linear yang negatif. Beberapa penelitian dilakukan
umumnya menggunakan minyak penggoreng dengan komposisi minyak solar
dengan minyak kelapa (9:1), juga akan menghasilkan rotan dengan warna cerah
(Rachman. et. al, 1998).
15
2. Penggosokan dan Pencucian
Setelah rotan digoreng, ditiriskan beberapa menit, kemudian
digosok dengan kain perca (sabut kelapa) atau karung goni yang dicampur
dengan serbuk gergaji, agar sisa kotoran terutama getah yang masih
menempel pada kulit rotan dapat dilepaskan, sehingga kulit rotan menjadi
bersih dan akan dihasilkan warna rotan yang bewarna cerah dan mengkilap.
Setelah digoreng rotan dicuci dengan air bersih sambil digosok dengan sabut
kelapa untuk membersihkan kotoran yang melekat pada batang (Rachman,
1984).
3. Pengeringan
Setelah rotan dicuci lalu dikeringkan dengan cara dijemur pada
panas matahari sampai kering dengan kadar air berkisar 15% - 19%. Hasil
penelitian Basri dan Karnasudirja (1987) pada rotan manau (Calamus
manan
Miq.)
dan
rotan
semambu
(Calamus
scipionum
Loureiro),
menunjukkan bahwa lama pengeringan secara alami dari kedua jenis rotan
tersebut berkisar 22 hari sampai 65,3 hari. Dengan menggunakan alat
dehumidifier (cara masinal) diperoleh lama pengeringan dari kedua jenis
rotan tersebut berkisar antara 5 sampai 8,5 hari. Lebih jauh, kadar air yang
diperoleh dengan menggunakan alat tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan cara alam. Kadar air yang dicapai berkisar antara 10,54% - 11,78%
dengan alat dehumidifier dan antara 18,35 % sampai 19,19 % dengan cara
alam. Warna rotan yang dihasilkan dengan cara alam lebih baik (lebih
mengkilap) dibandingkan dengan alat dehumidifier.
Peggorengan dan cara pengeringan rotan sangat berpengaruh
terhadap laju pengeringan rotan balubuk dan rotan seuti. Laju pengeringan
16
terbesar terdapat pada rotan balukbuk yang dikering udarakan dan terkena
sinar matahari langsung, yaitu rata-rata 6,3 %. Laju pengeringan terkecil
terdapat pada rotan balukbuk dan seuti mentah yang dikeringkan dibawah
atap, berturut-turut 1,2 %/ hari dan 1,5 %/hari. (Rahmi,2005).
4. Pemutihan
Menurut Jasni (1996), bahwa pemutihan rotan bertujuan untuk
menghilangkan silika, mengurangi kromofort (gugus penyebab warna),
oksidasi terhadap struktur aromatik dari lignin dan karbohidrat (dalam kalium
hipoklorit). Pemutihan perlu dilakukan serta harus diperhatikan bahan yang
digunakan untuk pemutihan karena pemakaian bahan dan cara yang salah
mengakibatkan rotan cepat rusak (mudah patah). Bahan pemutih yang biasa
digunakan adalah Perhydrol, Air Cuka, NaOH dan Asap Belerang.
Ada beberapa cara melakukan pemutihan diantaranya mencelupkan
rotan barang jadi kedalam bak yang sudah berisi zat pemutih sambil
dilakukan penggosokan menggunakan sikat yang terbuat dari ijuk, ada juga
dengan cara mencelupkan barang setengah jadi kedalam bak yang sudah
berisi zat pemutih hanya dengan waktu satu detik dan ada pula cara
pemutihan dengan menyiramkan zat pemutih pada rotan.
5. Pengasapan
Pengasapan dilakukan agar warna rotan menjadi kuning merata dan
mengkilap.Pengasapan dilakukan pada rotan yang kering yang masih berkulit
(alami).
Pengasapan
pada
dasarnya
adalah
proses
oksidasi
rotan
menggunakan belerang (gas SO2) agar warna kulit rotan lebih putih.
Pengasapan dilakukan dalam rumah asap yang berbentuk kubah terbuat dari
tembok dan balok kayu.
17
Didalam kubah dapat disusun 4000 batang rotan secara horizontal
berlapis-lapis, setiap lapisan diberi bantalan kayu agar asap bergerak bebas
diantara lapisan rotan. Selanjutnya belerang dibakar didalam wadah dan
dimasukkan kedalam rumah asap, waktu pengasapan sekitar 12 jam dan
menghabiskan sekitar 7,5 kg belerang atau 1,8 gr/batang rotan.
6. Pengupasan dan pemolisan
Pengupasan dan pemolisan umumnya dilakukan pada rotan
berdiameter
besar
pada
keadaan
kering,
gunanya
adalah
untuk
menghilangkan kulit rotan, sehingga diameter dan warna menjadi lebih
seragam dan merata.
7. Pembengkokan
Pembengkokan atau pelengkungan rotan dilakukan pada rotan
berdiameter besar sesuai dengan penggunaannya. Cara pembengkokan
dilakukan dengan cara dilunakkan dengan uap air panas yang disebut
steaming dengan menggunakan tabung berbentuk silinder (steamer) agar
jaringan rotan menjadi lunak sehingga mudah untuk dibengkokkan.
8. Pengawetan
Pengawetan rotan merupakan proses perlakuan ilmiah atau fisis
pada rotan yang bertujuan meningkatkan masa pakai rotan, pengawetan
rotan dilakukan menggunakan zat kimia (pengawet) yang berfungsi
mencegah kerusakan rotan akibat organisme perusak juga menambah
panjang umur masa pakai rotan.Bahan pengawet yang digunakan harus
bersifat racun terhadap organisme perusak baik pada rotan basah maupun
rotan kering, permanen dalam rotan, aman dalam pengangkutan dan
penggunaan, tidak bersifat korosif, tersedia dalam jumlah banyak, murah dan
18
terjangkau.Bahan pengawet yang digunakan untuk mengawetkan rotan
diantaranya adalah campuran garam yang mengandung bahan aktif boron
(boraks, asam borat, timbor dan genapol X-80 (Isotridekanol polyglylether)
sebagai bahan anti jamur biru (blue stain), keberhasilan pengawetan
ditentukan oleh retensi dan penetrasi bahan pengawet (Kuswarini 2009).
F. Pemanfaatan Rotan
Pemanfaatan batang polos rotan secara komersial untuk meubel dan
anyaman rotan dilakukan karena adanya kekuatan, kelenturan dan keseragaman
pada rotan.Umumnya diameter batang rotan bervariasi antara 3 – 70 mm atau
lebih, tergantung pada jenis spesiesnya.
Khususnya di pedesaan, banyak spesies rotan telah digunakan selama
berabad-abad untuk berbagai tujuan dan keperluan seperti tali-temali, kontruksi,
keranjang, atap dan tikar.Rotan digunakan untuk membuat keranjang, tikar,
meubel, tangkai sapu, pemukul permadani, tongkat, perangkap ikan, perangkap
binatang, tirai, kurungan burung, dan hampir semua tujuan lain yang memerlukan
kekuatan dan kelenturan yang digabung dengan keringanan. Rotan juga dipakai
untuk ikatan pada rumah, pagar, jembatan, dan bahkan ikatan pada perahu.Tali
untuk mengikat kerbau, tambang pengikat dan tali jangkar juga dibuat dari rotan.
Lembaran daun yang tua dianyam untuk dijadikan atap rumah, sedangkan
lembaran daun yang muda digunakan sebagai kertas rokok, tunas muda atau
kobis dapat dimakan, buah rotan digunakan beragam sebagai buah dan obat
kemudian getahnya yang diperoleh dari kulit buah beberapa jenis spesies pernah
digunakan sebagai zat pewarna, pernis dan juga dipergunakan untuk membuat
jamu.
19
Rotan adalah tumbuhan yang begitu unik, dikatakan demikian karena
dari batang rotan yang elastis dan kenyal tersebut memang telah sejak lama
menjadi salah satu bahan baku untuk pembuatan kerajinan dan meubel rotan,
ternyata menyimpan rahasia kuliner yang begitu menantang setiap orang untuk
mencobanya.
Bila berkunjung ke Kota Palangka Raya, tentu menjadi tidak lengkap
bila tidak mencoba menyantap sayur batang rotan muda atau sayur umbut rotan.
Di mana umumnya sayur berbahan dasar umbut rotan tersebut saat dimasak
dicampur dengan terong asam, ubi keladi yang telah dipotong-potong, dan
dicampur bumbu-bumbu sayuran. Sayuran tersebut dikenal dan popular dengan
istilah sayur singkah atau sayur asam umbut rotan.
Rotan yang umum dipergunakan dalam industri tidaklah terlalu banyak.
Beberapa yang paling umum diperdagangkan adalah Manau, Batang, Tohiti,
Mandola, Tabu-Tabu, Suti, Sega, Lambang, Blubuk, Jawa, Pahit, Kubu, Lacak,
Slimit, Cacing, Semambu, serta Pulut. Batang rotan juga dapat dibuat sebagai
tongkat penyangga berjalan dan senjata. Berbagai perguruan pencak silat
mengajarkan cara bertarung menggunakan batang rotan. Di beberapa tempat di
Asia Tenggara, rotan dipakai sebagai alat pemukul dalam hukuman cambuk
rotan bagi pelaku tindakan kriminal tertentu.
Beberapa rotan mengeluarkan getah (resin) dari tangkai bunganya.
Getah ini berwarna merah dan dikenal di perdagangan sebagai darah naga
(dragon's blood). Resin ini dipakai untuk mewarnai biola.
20
G. Standar Nasional Indonesia Untuk Pengujian Rotan
Tabel 2. Jenis, Sifat dan Kegunaan Rotan (SNI 01-7208-2006)
Sifat
N
o
1
Jenis rotan
Alomanu
(Calamus
symphysipus
Mart.)
Soliter
2
3
Balubuk
(Calamus
burchianus
Becc.)
Berumpun
Batang
(Calamus
zolingerii
Becc.)
Berumpun
4
Batang merah
(Daemonorops
robusta Warb.)
Berumpun
5
Bobol
(Calamus
symphysipus
Becc.)
Soliter
Kegunaan
Anatomis
Kimia
Ikatan pembuluh
26,0 %
Sklerenkim 35 %
Parenkim 38 %
P sel serabut 1270
µm
T dinding sel
serabut 3,50 µm
Pori 18,93 %
P sel serabut 1186
µm
T dinding sel
serabut 4,41 µm
2
KIP 3,3 buah /mm
D ikatan pembuluh
346,6 µm
D metaxylem 206,3
µm
D protoxylem 33,6
µm
D phloem 39,3 µm
P sel serabut
1413,3 µm
T dinding sel
serabut 4,7 µm
2
KIP 4,7 buah/mm
D ikatan pembuluh
316,3 µm
D metaxylem 198,0
µm
D protoxylem 33
µm
D phloem 34,9 µm
P sel serabut 1180
µm
T dinding sel
serabut 3,1 µm
Ikatan pembuluh
26,0 %
Sklerenkim 35 %
Parenkim 38 %
P sel serabut 1270
µm
T dinding sel
serabut 3,50 µm
Holoselulosa
73,34 %
α- selulosa 42,35
%
lignin 24,03 %
pati 20,85 %
Holoselulosa
73,78 %
α- selulosa 41,09
%
lignin 24,21 %
pati 20,61 %
Fisis-Mekanis
BJ 0,55
MoE 46.000
kg/cm2
MoR 830,81
2
kg/cm
Warnabiru
muda
Mengkilap
D 10-19 mm
KA 13,87 %
BJ 0,50
MoE 14,590
kg/cm2
Warna putih
D 25 – 40 mm
BJ 0,41
MoE 15.000
kg/cm2
MoR 280
2
kg/cm
Warna abuabu
Mengkilap
D 25 – 40 mm
KA %
BJ 0,42
MoE 33,740
2
kg/cm
MoR 647
2
kg/cm
Warna hijau
Kusam
D +23 mm
BJ 0,55
MoE 46.000
2
kg/cm
MoR 830,81
kg/cm2
Warna abuabu
Keputihan
D 10 – 19 mm
Pembutan
perabot
Pembuatan
tangkai
sapu, alat
parut
kelapa
tradisional
Pembuatan
kerangka
mebel
Pembuatan
kerangka
mebel
berkualitas
sedang
21
6
Selulosa 56,62 %
Lignin 21,79 %
Silika 2,25 %
Boga
(Calamuskoord
ersianus Becc.)
BJ 0,45
MoE 40.000
2
kg/cm
MoR 166
kg/cm2
D 12 – 25 mm
BJ 0,39
MoR 369
2
kg/cm
Wana biru
muda
Kusam
D 7 – 18 mm
Pembuatan
kerangka
keranjang
Warna
kecoklatan
D 4 – 8 mm
Pembuatan
perabot
BJ 0,47
MoE 15.420
2
kg/cm
MoR 453,12
kg/cm2
Warna kuning
D + 25 mm
Pembuatan
tangkai
sapu
Selulosa 48,23 %
Lignin 34 %
Silika 8 %
BJ 0,43
MoE 34.000
2
kg/cm
MoR 229
kg/cm2
D + 30 mm
Dijual ke
pasar
Holoselulosa
71,45 %
α- selulosa 39,05
%
Lignin 22,22 %
Pati 18,50 %
KA 13,77 %
BJ 0,55
MoE 19.800
2
kg/cm
MoR 734
kg/cm2
Warna
kekuningan
mengkilap
Pembuatan
kerangka
mebel
Berumpun
7
Bulu rusa
(Daemonorops
beguinii Burr.)
8
Jermasin
(Calamus
leiocaulis
Becc.)
Berumpun
9
Karokok
(Calamus
viminalis Willd.)
Berumpun
10
11
Ikatan pembuluh
23,0 %
Sklerenkim 41 %
Parenkim 35 %
P sel serabut 1180
µm
T dinding sel
serabut 5,36 µm
Ikatan pembuluh
38,0 %
Sklerenkim 40 %
Parenkim 20 %
P sel serabut 1090
µm
T dinding sel
serabut 3,54 µm
Soliter
Selulosa 17,0 %
D metaxylem
396,67 µm
D protoxylem 21,67
µm
D phloem 20,83 µm
P sel serabut 1760
µm
T dinding sel
serabut 3,46 µm
Laurosura
(Calamus
didymocarpus
Warb. Ex.
Becc.)
Soliter
Manau
(Calamus
manan Miquel.)
Selulosa 50,86 %
Lignin 22,39 %
D ikatan pembuluh
404,8 µm
D metaxylem 228,2
µm
D protoxylem 37,5
µm
D phloem 40,2 µm
P sel serabut
1586,7 µm
T dinding sel
serabut 5,4 µm
2
KIP 3,1 buah/mm
Pembuatan
kerangka
mebel
22
12
Manau tikus
(Calamus
tumidusFurtado
.)
Soliter
13
Samole
(Calamus
pedicellatus
Becc.)
Soliter
14
BJ 0,67
Keteguhan
tarik sejajar
serat bagian
luar 538
2
kg/cm
Keteguhan
tarik sejajar
serat bagian
dalam 631
2
kg/cm
Pembuatan
mebel
Selulosa 57,90 %
Lignin 34,27 %
BJ 0,54
MoE 54.000
2
kg/cm
MoR 353
kg/cm2
D + 10 mm
Pembuatan
perabot
atau
barang
kerajinan
α- selulosa 17,45
%
BJ 0,58
Keteguhan
tarik sejajar
serat bagian
luar 612
kg/cm2
Keteguhan
tarik sejajar
serat bagian
dalam 565,5
2
kg/cm
Warna
keemasan
mengkilap
D 7 – 12 mm
KA 13,54 %
BJ 0,44
MoE 20.500
kg/cm2
MoR 611,0
kg/cm2
D 25 – 35 mm
KA 13,76 %
BJ 0,51
MoE 17.090
2
kg/cm
MoR 441,96
kg/cm2
Warna putih
mengkilap
D 12 – 30 mm
Pembuatan
keranjang,
tikar, dan
tali temali
D ikatan pembuluh
316,7 µm
D metaxylem 194,1
µm
D protoxylem 32,2
µm
D phloem 33,5 µm
P sel serabut
1233,3 µm
T dinding sel
serabut 3,50 µm
Ikatan pembuluh
29,0 %
sklerenkim 44 %
parenkim 26 %
P sel serabut 1110
µm
T dinding sel
serabut 2,31 µm
KIP 2,6 buah/mm2
Sega (Calamus
caesius
Blume.)
Berumpun
15
Semambu
(Calamus
scipionum
Loure.)
P sel serabut
1475,8 µm
T dinding sel
serabut 3,75 µm
Holoselulosa
70.07 %
α- selulosa 37,36
%
Lignin 22,19 %
Pati 21,35 %
D ikatan pembuluh
815,28 µm
D metaxylem 362,8
µm
D protoxylem 57,64
µm
D phloem 44,2 µm
P sel serabut 1298
µm
T dinding sel
serabut 3,91 µm
Holoselulosa
72,69 %
α- selulosa 39,14
%
Lignin 13,35 %
Pati 21,82 %
Berumpun
16
Seuti (Calamus
ornatus BL.)
Berumpun
Pembuatan
perabot
berkualitas
sedang,
tongkat,
tangkai
payung, dll
Pembuatan
mebel,
tangkai
payung,
tangkai
kapak,
tangkai
parang,
dan lantai
23
17
Tohiti (Calamus
inops Becc.)
Soliter
18
Tretes
(Calamus
heteroideus
BI.)
Ikatan pembuluh
31,0 %
sklerenkim 34 %
parenkim 34 %
P sel serabut 1210
µm
T dinding sel
serabut 5,7 µm
KIP 5,7 buah/mm2
Holoselulosa
74,42 %
α- selulosa 43,28
%
Lignin 21,34 %
Pati 18,57 %
P sel serabut 1172
µm
T dinding sel
serabut 4,9 µm
2
KIP 3,4 buah/mm
Holoselulosa
72,99 %
selulosa 41,72 %
Lignin 21,99 %
Ikatan pembuluh
33,0 %
sklerenkim 23 %
parenkim 28 %
P sel serabut 1190
µm
T dinding sel
serabut 3,19 µm
selulosa 55,13 %
Lignin 35,39 %
Berumpun
19
Wuluh
(Calamus
adspersus BI.)
Berumpun
KA 12,55 %
BJ 0,56
MoE 54.000
kg/cm2
MoR 456
2
kg/cm
Warna kuning
kebiruan
mengkilap
D 12 – 25 mm
BJ 0,41
MoE 36.270
kg/cm2
MoR 442
2
kg/cm
Warna coklat
mengkilap
D 6 – 10 mm
BJ 0,69
MoE 34.280
2
kg/cm
MoR 764
kg/cm2
D 25 – 30 mm
CATATAN :
1 kg/cm2 = 0,1 Mpa
Soliter = berbatang tunggal, tidak mempunyai tunas akar pada pangkalnya
Pembuatan
kursi dan
meja
Pembuatan
perabot
Bahan
baku mebel
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dimulai tanggal 1 Maret – 30
Mei 2012 di Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan Analisis Produk Program Studi
Teknologi Hasil Hutan Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda, meliputi kegiatan-kegiatan penyiapan alat dan bahan penelitian,
pelaksanaan penelitian, pengujian, pengolahan data. Dan untuk pelaporan hasil
penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 September 2013.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gergaji kayu
h. Gelas ukur 1000 ml
b. Mikro kalipper
i.
Alat tulis menulis
c. Timbangan elektrik
j.
Spatula
d. Kalkulator
k. Hot plat
e. Desikator
l.
f.
m. Cawan perselin
Universal Testing Machine (UTM)
Geget/penjepit
g. Oven
2. Bahan
a. Bahan yang digunakan yaitu rotan semambu (Calamus scipionum
Loureiro) hasil penggorengan dari industri rotan Rudina Moulding dengan
diameter rata-rata 2,90 cm dan panjang 4 m sebanyak 2 batang.
b. Aquades
25
C. Prosedur Penelitian
Persiapan bahan bakudan pengambilan contoh uji rotan dengan jenis
Semambu
(Calamus
scipionum
Loureiro)
yang
didapat
dari
industri
penggorengan rotan Rudina Moulding dengan panjang rotan kurang lebih 4 m
sebanyak 2 batang. Rotan yang akan diuji dipilih yang bebas cacat, lurus dan
diameter diusahakan seragam. Rotan kemudian dipotong dengan panjang
5cmsebanyak 10 sampel untuk pengujian sifat fisika yang meliputi uji kadar air
dan kerapatan, ukuran panjang 10 cm untuk pengujian keteguhan tekan sejajar
serat, dan ukuran panjang 30 cm sebanyak 10 sampel untuk pengujian
keteguhan patah (MoR) dan keteguhan lentur statis (MoE).
D. Pengujian Sifat Fisikadan Mekanika
1. Kadar air
Pengujian kadar air dilakukan dengan menimbang masing-masing
contoh uji ukuran 5 cm menggunakan timbangan elektrik dan dicatat untuk
mendapatkan berat awal rotan pada kondisi sudah mengalami proses
penggorengan, kemudiandimasukkan kedalam oven dengan suhu 103 +2 0C
dengan waktu 2 x 24 jam sehingga sudah mencapai kering tanur, selanjutnya
contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan dalam desikator dengan
tujuan suhu rotan sama dengan suhu dalam ruangan, dan contoh uji
ditimbang kembali untuk mendapatkan berat kering tanur. Kadar air dihitung
dengan rumus:
Ka =
Ba − Bkt
∗ 100
Bkt
26
dimana:
Ka
= Kadar air (%)
Ba
= Berat awal rotan/ kering udara (gr)
Bkt
= Berat kering tanur (gr)
2. Kerapatan
Kerapatan ditentukan dengan cara menimbang rotan yang sudah
dikering udarakan serta mengetahui diameter dan panjang rotan untuk
menentukan volume. Kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus:
BJ =
BJr BJr M
=
=
BJa
1
V
dimana:
M= Beratkering udara (gr)
V = Volume kering udara(cm3)
3. Keteguhan Tekan Sejajar Serat
Pengujian keteguhan tekan sejajar serat dilakukan pada potongan
contoh uji ukuran panjang 10 cm, diletakan secara vertikal diatas meja
pengujian mesin Universal Testing Machine dan diberikan beban hingga
mencapai beban maksimum. Untuk menentukan nilai keteguhan tekan sejajar
serat, beban yang bekerja secara maksimum pada contoh uji dibagi dengan
luas penampang lintang contoh uji. Keteguhan tekan sejajar serat dihitung
dengan menggunakan rumus menurut Scharai – Red et. al, 1985 :
δ=
F
A
27
dimana:
δ = Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm2)
F = Beban maksimum (kg)
A = Luas penampang lintang sampel ( A= 1!4Л d3). (cm2)
4. Keteguhan patah (Modulus of Rupture)
Pengujian dilakukan pada contoh uji dengan panjang 30 cm
diletakkan secara horizontal dan tegak lurus dengan datangnya gaya atau
kekuatan yang bekerjapada mesin Universal Testing Machine. Keteguhan
patah dihitung menggunakan rumus:
β =
dimana:
4× F × L
π × D3
β = Modulus of Rupture (Kg/cm2)
F = Beban maksimum (kg)
L = Jarak sangga (24 cm)
D = Diameter contoh uji (cm)
5. Keteguhan lentur statis (Modulus of Elasticity)
Pengujian menggunakan Universal Testing Machine. Ukuran contoh
uji panjang 30 cm dengan jarak sangga 24 cm. Keteguhan lentur statis (MoE)
dihitung dengan rumus menurut Rachman, 2008:
MoE =
0.424 • Pe • L3
D 4 • Fe
dimana :
MoE= Modulus of Elasticity (Keteguhan lentur statis)
Pe = Beban elastis (kg)
28
L
= Jarak sangga (24 cm)
Fe = Lengkungan (cm)
D = Diameter contoh uji (cm)
Berikut beberapa nilai sifat fisika dan mekanika rotan menurut Osly
Rachman dan Jasni (2008).
Tabel 3. Sifat fisika-mekanika beberapa rotan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Nama Botani
Nama lokal
D
Berat
Jenis
MoE
kg/cm2
MoR
kg/cm
Tekan
// serat
kg/cm2
Calamus
adepersus
Wulu
K
0,65
34.283
764
374
C. aruensis
Taka
B
0,47
25.726
707
264
C. manan
Manau
B
0,59
29.382
579
282
C. pauchiyugus
Wullo
K
0,68
47.002
420
311
C. zolingeri
Batang
B
0,49
29.422
580
184
Calamus sp
Umbulu
B
0,53
21.842
428
212
Calamus sp
Sepet
B
0,46
12.765
297
165
Calamus sp
Datumerah
K
0,65
27.835
924
395
Calamus sp
Kou
B
0,60
23.234
533
418
Calamus sp
Kunop
K
0,52
43.357
783
344
Calamus sp
Taitika
K
0,50
46.909
867
351
Tambelulu
B
0,51
34.030
665
304
Noko
B
0,42
33.774
647
294
D. sarasinorum
Nalun,
Benang
B
0,53
31.993
762
362
Daemonorops sp
Manis
B
0,46
20.555
543
197
Sampang
B
0,53
21.669
585
-
Daemonorops
laemprolepsis
D. robusta
Khortalsia
tysmani
Sumber
: Rachman (1996) dan Hadikusumo (1994)
Keterangan : B= besar; K= kecil
29
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dari setiap
parameter hasil pengujian untuk selanjutnya dilakukan pembandingan dengan
kualitas rotan komersial hasil penelitian terdahulu.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengamatan sifat fisika dan mekanika Rotan Semambu (Calamus
scipionum Loureiro) yang meliputi kadar air, kerapatan, keteguhan tekan sejajar
serat, keteguhan patah (MoR) dan keteguhan lentur statis (MoE) diperoleh nilai
rata-rata seperti pada lampiran Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Nilai Rata-rata Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Semambu
No
Parameter Pengujian
Nilai rata-rata
1
Kadar air setelah penggorengan
20,10 %
2
Kerapatan
3
Keteguhan tekan sejajar serat
163,58 kg/cm2
4
Keteguhan patah (MoR)
106,98 kg/cm2
5
Keteguhan lentur statis (MoE)
0,47 gr/cm3
13.156,05 kg/cm2
Dari hasil pengujian yang dilakukan nilai rata-rata sifat fisika yaitu kadar
air dan kerapatan rotan semambu setelah melalui proses penggorengan lebih
tinggi dari standar SNI No. 01-7208 tahun 2006 dengan nilai kadar air 13,54 %
dan berat jenis 0,44. Sedangkan untuk nilai rata-rata sifat mekanika rotan
semambu setelah melalui proses penggorengan yaitu keteguhan patah (MoR)
dan keteguhan lentur statis (MoE) belum mencapai standar yang ditetapkan SNI
No. 01-7208 tahun 2006 yaitu dengan nilai rata-rata keteguhan patah (MoR)
611,0 kg/cm2 dan nilai rata-rata keteguhan lentur statis (MoE) 20.500
kg/cm2.Kecuali untuk keteguhan tekan sejajar serat rotan semambu belum
terdapat standar yang mengacu, akan tetapi jika dibandingkan dengan rotan
manau hasil penelitian Tokan (2012) pada keadaan rotan yang sudah digoreng,
keteguhan tekan sejajar serat rotan semambu lebih kecil dari pada rotan manau
dengan nilai rata-rata 190,06 kg/cm2.
31
B. Pembahasan
1. Kadar Air
Dari hasil penelitan yang dilaksanakan didapat kadar air rotan
semambu (Calamus scipionum Loureiro) setelah dilakukan penggorengan
dengan nilai rata–ratanya adalah 20,10 %, untuk nilai tertinggi dari kadar air
rotan semambu sebesar 31,94 % dan nilai terendahnya sebesar 19,31 %.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan air
yang terdapat pada rotan semambu setelah melalui proses penggorengan
lebih tinggi dari nilai kadar air yang sudah diteliti sebelumnya oleh Mukmin
(2011) pada rotan semambu (Calamus scipionum Burr) yang masih segar
atau belum melalui proses penggorengan dengan nilai 15,73 %.Apabila
dibandingkan dengan penelitian Mukmin, kadar air rotan semambu hasil
penggorengan yang dihasilkan nilainya lebih tinggi, kemungkinan pada saat
pengambilan sampel kelembaban udara disekitar lingkungannya terlalu
tinggi, kemudian pada saat dilakukan pengovenan kadar air masih terlalu
tinggi. Dan apabila dibandingkan dengan rotan manau (Calamus manan Miq.)
hasil penelitian sebelumnya oleh Tokan (2012) yang menghasilkan nilai
kadar air sebesar 16,95 %, rotan semambu hasil penggorengan kadar airnya
lebih tinggi.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa rotan semambu
setelah melalui proses penggorengan belum mencapai kadar air yang sesuai
dengan standar pada industri rotan dimana kadar air yang diinginkan adalah
10 % (Anonim, 1994). Dan berdasarkan standar SNI No. 01-7208-2006,
kadar air rotan semambu yaitu sebesar 13,54 %, hal ini menunjukkan kadar
air hasil penggorengan ini nilai kadar airnya lebih tinggi dari standar SNI.
32
2. Kerapatan
Dari hasil penelitan yang dilaksanakan didapat kerapatan rotan
semambu (Calamus scipionum Loureiro) dengan nilai rata-ratanya adalah
0,47 gr/cm3, untuk nilai tertinggi dari kerapatan rotan semambu sebesar 0,65
gr/cm3 dan nilai terendahnya sebesar 0,48 gr/cm3. Dari data yang diperoleh
menunjukkan bahwa kerapatan rotan semambu setelah melalui proses
penggorengan lebih tinggi dari nilai kerapatan yang sudah diteliti sebelumnya
oleh Mukmin (2011) pada rotan semambu (Calamus scipionum Burr) yang
masih segar dengan nilai 0,36 gr/cm3, perbedaan nilai kerapatan ini
berhubungan dengan proses penggorengan yang sudah dilakukan, proses
penggorengan menyebabkan struktur didalam rotan lebih solid. Dan apabila
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Tokan (2012) yang
meneliti rotan manau (Calamus manan Miq.) dalam keadaan sudah digoreng
dengan nilai kerapatan sebesar 0,53 gr/cm3, rotan semambu hasil
penggorengan ini lebih rendah nilai kerapatannya. Dari data yang didapat
nilai kerapatan rotan semambu hasil penggorengan industri Rudina Moulding
lebih tinggi dari standar SNI No. 01-7208-2006 dengan nilai berat jenis 0,44.
3. Keteguhan tekan sejajar serat
Dari hasil penelitan yang dilaksanakan didapat keteguhan tekan
sejajar serat rotan semambu (Calamus scipionum Loureiro) dengan nilai rataratanya adalah 163,58 kg/cm2, untuk nilai tertinggi dari keteguhan tekan
sejajar serat rotan semambu sebesar 195,12 kg/cm2 dan nilai terendahnya
sebesar 100,15 kg/cm2. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan
bahwa keteguhan tekan sejajar serat rotan semambu setelah melalui proses
penggorengan lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya oleh Mukmin
33
(2011) pada rotan semambu yang masih segar (Calamus scipionum Burr)
dengan nilai keteguhan tekan sejajar seratnya yaitu 136,16kg/cm2. Apabila
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Osly Rachman
danJasni (2008) pada rotan manau (Calamus manan Miq.) yang
menghasilkan nilai keteguhan tekan sejajar serat sebesar 282 kg/cm2, maka
rotan semambu hasil penggorengan industri ini lebih rendah, dan
berdasarkan SNI No. 01-7208-2006 belum ada standar yang mengacu
berapa besarnya nilai keteguhan tekan sejajar serat untuk rotan semambu.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi
kerapatan pada rotan semakin tinggi pula keteguhan takan sejajar seratnya,
dan pada rotan semambu setelah melalui proses penggorengan nilai
keteguhan tekan sejajar seratnya cukup tinggi sehingga termasuk dalam
kategori sedang sampai dengan tinggi. hal ini sangat penting jika
dihubungkan
dengan
pemanfaatan
rotan
nantinya,
karena
dengan
mengetahui nilai keteguhan tekan sejajar serat rotan akan lebih tepat dalam
memanfaatkan dalam penggunaannya, khususnya jika dihubungkan dengan
bahan baku
untuk perabot rumah tangga seperti meja, kursi dan lain
sebagainya.
4. Keteguhan patah (Modulus of Rupture)
Dari hasil penelitan yang dilaksanakan didapat keteguhan patah
(MoR) rotan semambu (Calamus scipionum Loureiro) dengan nilai rataratanya adalah 106,98
kg/cm2, untuk nilai tertinggi dari keteguhan patah
rotan semambu sebesar 133,57 kg/cm2 dan nilai terendahnya sebesar 80,22
kg/cm2. Jika dilakukan perbandingan dengan penelitian sebelumnya oleh
Yoedodibroto (1986) terhadap rotan semambu (Calamus scipionum Burr)
34
dengan nilai rata-rata sebesar 611 kg/cm2, maka rotan semambu hasil
penggorengan ini keteguhan patahnya lebih rendah dan sangat jauh
berbeda. Apabila dilakukan perbandingan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Osly Rachman dan Jasni (2008) terhadap rotan manau (Calamus
manan Miq.) dengan nilai keteguhan patahnya sebesar 579 kg/cm 2, maka
nilai keteguhan patah rotan semambu hasil penggorengan industri ini lebih
rendah dan belum mencapai standar SNI No. 01-7208-2006 dengan nilai
keteguhan patah sebesar 611,0kg/cm2.
5. Keteguhan lentur statis (Modulus of Elasticity)
Dari hasil penelitan yang dilaksanakan didapat keteguhan lentur
statis (MoE) rotan semambu (Calamus scipionum Loureiro) dengan nilai rataratanya adalah 13.156,05 kg/cm2, untuk nilai tertinggi dari keteguhan lentur
statis rotan semambu sebesar 18.167,45 kg/cm2 dan nilai terendahnya
sebesar 9.817,44 kg/cm2.
Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa keteguhan
lentur statis (MoE) rotan semambu setelah melalui proses penggorengan
mempunyai nilai keteguhan lentur statis yang cukup tinggidibandingkan
dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Subekti (1995) pada rotan manau
tikus (Calamus tumidus Furtado) dengan nilai MoE sebesar 7679 kg/cm2dan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri yang memproduksi
rotan, pernyataan tersebut sangat berkaitan dengan penelitian yang didukung
oleh Tellu (2006), semakin tinggi keteguhan tekan sejajar serat rotan maka
semakin tinggi kekuatan dan kelenturannya. Apabila dilakukan perbandingan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Osly Rachman dan Jasni (2008)
terhadap rotan manau (Calamus manan Miq.) dengan nilai keteguhan lentur
35
statisnya sebesar 29.382 kg/cm2, maka nilai keteguhan lentur statis rotan
semambu hasil penggorengan industri ini lebih rendah dan belum mencapai
standar SNI No. 01-7208 tahun 2006 untuk rotan semambu dengan nilai
keteguhan lentur statis sebesar 20.500 kg/cm2.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Untuk sifat fisika rotan semambu (Calamus scipionum Loureiro) setelah
proses penggorengan, nilai rata-rata kadar air diperoleh sebesar 20,10 %,
dan untuk kerapatan diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,47gr/cm³.
2. Pada pengujian sifat mekanika diperoleh nilai rata-rata keteguhan tekan
sejajar serat sebesar 163,58 kg/cm2 yang berarti menunjukkan kategori
cukup tinggi, nilai rata-rata keteguhan patah sebesar 106,98 kg/cm2 dan
keteguhan lentur statis sebesar 13.156,05 kg/cm2.
B. Saran
1. Dari hasil penelitian didapat kerapatan yang tinggi sehingga disarankan untuk
menggunakan
rotan
semambu
sebagai
bahan
baku
industri
yang
memproduksi produk-produk perabot rumah tangga dan furniture lainnya.
2. Disarankan untuk diadakan penelitian lebih lanjut pada rotan semambu hasil
penggorengan industri yang berdeda dengan metode yang berbeda agar
didapat hasil penelitian tentang rotan semambu yang baik dan kedepan dapat
bermanfaat bagi industri dan masyarakat pada umumnya.
3. Disarankan untuk penelitian selanjutnya lebih memerhatikan dan membahas
masalah buku-buku pada rotan, daya lenting, warna dan lainnya karena
sangat berhubungan dengan sifat fisika dan mekanika rotan.
37
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994.Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Rotan. Pusat
Dokumentasi dan Informasi Manggala Wanabakti. Jakarta.
Dransfield, J. 1974. A Short Guide to Rattan. Biotrop, Bogor.
Dransfield, J. 1979. A Manual of the Rattans. Biotrop Bogor.
Dransfield, J. dan N. Manokaran, 1996.sumber Daya Nabati Asia Tenggara 6;
Rotan. Gadjah Mada University Press bekerjasama dengan Prosea
Indonesia.
Hartono, 1998.Prospek Industri Rotan dan Saran Penanganan yang Diperlukan.
Jakarta.
Haury, D. dan B. Saragih, 1996.Pengolahan dan Pemasaran Rotan. GTZ SFMP
Document No. 6b (1996). Samarinda.
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer, 1982.Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu
Pengantar.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Jasni, 1996.Struktur Anatomi Batang dan Kandungan Kimia Rotan serta
Pencegahan Serangan Bubuk Dinoderusn Minutes Fabr.Pada
Beberapa Jenis Rotan. Tesis S2. Program Studi Bilologi. Program
Pasca Sarjana. Universitas Indonesia.Depok.
Kalawa, N. Daniel, M.D. Wiharta, M. Attang S.S., 1998. Mengenal Berbagai Jenis
Rotan di Indonesia. Departemen Kehutanan Pusat Penyuluhan
Kehutanan. Jakarta.
Kuswarini, 2009.Efek Variasi Konsentrasi Bahan Pengawet Microsida EC 100
dan Cara Pengolahan Terhadap Kualitas Tiga Jenis Rotan.Thesis
Pasca Sarjana. Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Program Pasca
Sarjana Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Menon, K. K. 1979. Rattan. A State of The Art Review a Paper for Presentation
at The Workshop on The Cultivation and Processing of Rattan in Asia
tobe-Held in Singapore, June 1979.
Mukmin, 2011.Studi Sifat Fisik dan Mekanik Rotan Semambu.Laboratorium Sifat
Kayu dan Analisis Produk, Jurusan Teknologi Pertanian. Politenik
Pertanian Negeri Samarinda.
Rachman, Osly., 1984. Pengaruh Kondisi Penggorengan Terhadap Kualitas
Rotan Manau. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 1 No. 4 (1984) pp.
14-19, Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.
38
Rachman, 1996. Peranan Sifat Anatomi, Kimia dan Fisis Terhadap Mutu
Rekayasa Rotan. Disertai Doktor. Program Pasca Sarjana IPB.
Bogor.
Rahmi, 2005. Pengeringan Rotan Diameter Besar Dengan Cara Penggorengan
Menggunakan Larutan CPO (Crude Palm Oil). Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri. Baristand industri Banjarbaru.
Rachman, Osly, dan Jasni, 2008.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Departemen Kehutanan, Bogor.
Scharai-Rad, M., A. Sulistyo Budi, R. Sastrawijaya, E. Sastradimadja, 1985.
Wood Testing. Jurusan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan UNMUL.
Samarinda.
Sinaga, 1989. Econometric Model of the Indonesia Hardwood Products Industry:
A Policy Simulation Analysis, Ph. D. Dissertation. University of the
Philippines, Los Banos.
Subekti, D.E. 1995. Pengaruh Anatomi Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik
Beberapa Jenis Rotan. Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB,
Bogor.
Sudjana, 1991.Disain dan Analisis Eksperimen. Penerbit Tarsito, Bandung.
Sutrisno, 1986.Rotan Dalam Praktek. Lokakarya Nasional Rotan Jakarta. 15 – 16
Desember. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Tellu, 2006. Kladistik Beberapa Jenis Rotan Calamus. Asal Sulawesi Tengah
Berdasarkan Karakter Fisik dan Mekanik Batang. Vol.7 : 225 – 229
Biodiversitas. Universitas Tadulako. Palu.
Tokan, 2012. Sifat Fisika dan Mekanika Rotan Manau. Laboratorium Sifat Kayu
dan Analisis Produk, Jurusan Teknologi Pertanian. Politenik Pertanian
Negeri Samarinda.
Uhl, N. W. dan J. Dransfield. 1987. Genera Palmarum. Allen Press, Laurence,
Kansas.
Yoedodibroto, H., 1982. Sifat-sifat Fisik dan Komposisi Jenis-jenis Rotan di
Beberapa Kelompok Hutan Alam Tropika di Kalimantan Timur.
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
39
LAMPIRAN
40
Tabel 5. Nilai Kadar Air Rotan Semambu (Calamus scipionum Loureiro)
Ba
(gr)
13,9372
14,7113
14,7840
15,0853
15,0082
15,0082
14,9889
14,6396
15,7991
16,1638
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bkt
(gr)
10,9828
12,1344
12,0263
12,3168
12,5173
12,4715
12,0603
12,2697
11,9771
12,2502
Total
Rata-rata kadar air setelah penggorengan
Ka
(%)
26,900
21,236
22,931
22,477
19,900
20,340
24,283
19,315
31,911
31,947
241,240
20,10
Keterangan :
Ka = kadar air (%)
Ba = berat awal (gr)
Bkt = berat kering tanur (gr)
Tabel 6. Nilai Kerapatan Rotan Semambu (Calamus scipionum Loureiro)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
M
(gr)
10,98
12,13
12,03
12,32
12,52
12,47
12,06
12,27
11,98
12,52
Total
Rata-rata kerapatan
Keterangan :
M = Berat kering udara (gr)
V = Volume kering udara (cm3)
V
(cm3)
23
22
20
19
21
21
22
21
22
21
Kerapatan
(gr/cm3)
0,48
0,55
0,60
0,65
0,60
0,59
0,55
0,58
0,54
0,60
5,74
0,47
41
Tabel 7. Nilai Keteguhan tekan sejajar serat rotan semambu (Calamus scipionum
Loureiro)
δ
No
D1
(cm)
D2
(cm)
D̄̄
(cm)
A
(cm2)
F. max
(kg)
1
2,89
2,88
2,885
6,56
1280
195,12
2
2,93
2,93
2,930
6,74
1040
154,30
3
2,90
2,90
2,900
6,60
1170
177,27
4
2,91
2,91
2,910
6,65
1120
168,42
5
2,93
2,93
2,930
6,74
980
145,40
6
7
8
2,92
2,91
2,90
2,91
2,90
2,91
2,915
2,905
2,905
6,69
6,65
6,65
670
1170
1160
100,15
175,94
174,44
9
2,89
2,88
2,885
6,56
1230
187,50
10
2,93
2,92
2,925
6,74
1060
157,27
Total
1.635,81
Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat
163,58
Keterangan :
δ
// serat
(kg/cm2)
// = Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm2)
F
= Beban maksimum (kg)
A
= Luas penampang (cm2)
D
= Diameter rata-rata (cm)
D1
= Diameter ke satu (cm)
D2
= Diameter ke dua (cm)
42
Tabel 8. Nilai Keteguhan patah (Modulus of Rupture) rotan semambu (Calamus
scipionum Loureiro)
No
D1
(cm)
D2
(cm)
D
(cm)
L
(cm)
F. max
(kg)
1
2,92
2,91
2,915
24
66
81,46
2
2,89
2,89
2,890
24
86
108,93
3
2,92
2,92
2,920
24
87
106,83
4
2,91
2,90
2,905
24
100
124,71
5
2,92
2,90
2,910
24
81
100,50
6
2,93
2,93
2,930
24
66
80,22
7
2,91
2,92
2,915
24
84
103,68
8
2,91
2,88
2,895
24
106
133,57
9
2,89
2,90
2,895
24
92
115,93
10
2,88
2,90
2,890
24
90
114,00
β
(kg/cm2)
Total
1.069,83
Rata-rata keteguhan patah (MoR)
106,98
Keterangan:
β = Modulus of Rupture (kg/cm2)
F = Beban maksimum (kg)
L = Jarak sangga (cm)
D = Diameter contoh uji (cm )
D1 = Diameter pertama (cm)
D2 = Diameter ke dua (cm)
43
Table 9. Nilai Keteguhan Lentur Statis (Modulus of Elasticity)
NO
D1
(cm)
D2
(cm)
D
(cm)
L
(cm)
Pe
(kg)
Fe
(kg)
MoE
(kg/cm2)
1
2,92
2,91
2,915
24
70
0,4
14.227,44
2
2,89
2,89
2,890
24
70
0,6
9.817,44
3
2,92
2,92
2,920
24
90
0,4
18.167,45
4
2,91
2,90
2,905
24
80
0,6
10.989,98
5
2,92
2,90
2,910
24
80
0,5
13.097,57
6
2,93
2,93
2,930
24
80
0,4
15.929,51
7
2,91
2,92
2,915
24
90
0,6
12.194,94
8
2,91
2,88
2,895
24
80
0,6
11.142,62
9
2,89
2,90
2,895
24
80
0,5
13.371,14
10
2,88
2,90
2,890
24
90
0,6
12.622,42
Total
131.560,51
Rata-rata MoE
13.156,05
Keterangan :
MoE = Modulus of Elasticity (kg/cm2)
L
= Jarak sangga (24 cm)
D
= Diameter rata-rata (cm)
Pe
= Selisih beban dalam daerah elastis (kg)
Fe
= Defleksi di tengah contoh uji/lengkungan (kg)
D1
= Diameter pertama (cm)
D2
= Diameter ke dua (cm)
44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tumbuhan dan bagian rotan
Gambar 2. Buah rotan semambu
45
Gambar 3. Tumbuhan rotan semambu
Gambar 4. Batang dan daun rotan semambu
46
Gambar 5. Sampel uji keteguhan patah
Gambar 6. Sampel uji keteguhan tekan sejajar serat
47
Gambar 7. Sampel uji kadar air dan kerapatan
Gambar 8. Sampel uji keteguhan tekan sejajar serat
48
Gambar 9. Pengujian keteguhan tekan sejajar serat
Gambar 10. Proses pengovenan
49
Gambar 11. Proses penimbangan
Gambar 12. Alat Universal Testing Machine
Download