Boks 1. Dampak Pemberlakuan Larangan Ekspor Rotan terhadap

advertisement
Boks 1.
Dampak Pemberlakuan Larangan Ekspor Rotan terhadap Pelaku Usaha Rotan di
Provinsi Sulawesi Tengah
Latar Belakang
Seiring
dengan
diberlakukannya
Peraturan
Menteri
Perdagangan
No.35/M-
DAG/PER/11/2011 tanggal 30 November 2011, maka sejak 1 Januari 2012 jenis rotan mentah,
rotan asalan, rotan W/S, dan jenis rotan setengah jadi dilarang untuk diekspor. Sulawesi Tengah
sebagai salah satu daerah penghasil rotan utama di Indonesia juga tidak terlepas dari dampak
pemberlakukan larangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi ini. Dari 11 kabupaten/kota di
Sulawesi Tengah, terdapat lima kabupaten penghasil rotan yaitu Parigi Moutong, Sigi, Poso,
Donggala, dan Banggai. Grafik 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Sigi merupakan penghasil
rotan terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun
terakhir (2010
Juni 2012) rata-rata produksi rotan di Kabupaten Sigi sebesar 688,33 ton,
kemudian disusul oleh Kabupaten Parigi Moutong sebesar 466,67 ton. Tingginya produksi rotan
juga diikuti dengan meningkatnya ekspor rotan, yang terlihat di grafik 2.
800
700
700
600
600
500
500
400
300
200
2010
400
2011
300
Jul-12
200
626,56
440,15
289,76
100
100
-
0
Parigi
Moutong
Sigi
Poso
Donggala Banggai
Grafik 1 . Produksi Rotan Masing-Masing
Kabupaten di Prov. Sulteng (ton)
2009
2010
2011
Grafik 2. Perkembangan Ekspor Rotan (polish) di Provinsi
Sulawesi Tengah (ton)
Menyimak tinjauan teroritis economic advantage dan melihat potensi yang dimiliki
Provinsi Sulawesi Tengah pada komoditas rotan, maka Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Tengah melakukan survei ke beberapa pelaku usaha rotan di Sulawesi Tengah,
baik perusahaan pengolah rotan olahan maupun perusahaan penghasil produk akhir rotan.
Survei ini untuk melihat sejauh mana dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari
Peraturan Menteri Perdagangan tersebut, khususny bagi pengusaha rotan di Sulawesi Tengah.
Hasil Survei Perusahaan Pengolah Rotan Olahan
Dari hasil survei yang dilakukan ke beberapa perusahaan rotan yang mengolah rotan
mentah menjadi rotan olahan atau setengah jadi, diperoleh informasi bahwa terjadi penurunan
produksi bahan baku sebesar 25% dan omset penjualan sebesar 27,5% pada perusahaan
tersebut. Hal tersebut berdampak pada penurunan karyawan baik tetap maupun tidak tetap
dengan rata-rata penurunan sebesar 34,42%. Sebelum larangan ekspor berlaku, produk rotan
olahan yang dipasarkan oleh perusahaan sebesar 80% di pasar luar negeri dan 20% pasar
domestik. Negara tujuan utama ekspor saat itu adalah China. Namun dengan adanya larangan
ekspor maka produk rotan olahan saat ini semuanya dijual pasar domestik. Adanya penurunan
bahan baku dan kapasitas produksi berimplikasi pada penurunan omset dan margin perusahaan.
Hasil Survei Industri Penghasil Produk Akhir Rotan
Kondisi sebaliknya justru terjadi pada industri penghasil produk akhir rotan. Dari survei diperoleh
informasi bahwa pemberlakuan larangan ekspor meningkatkan omzet penjualan produk akhir
rotan sebesar 56%, meningkatkan volume produksi 47%, dan pasokan bahan baku meningkat
sebesar 50%. Kondisi positif ini berimplikasi pada terjadinya peningkatan jumlah karyawan tetap
dan tidak tetap dengan rata-rata sebesar 3,2% dibandingkan periode sebelum diberlakukannya
larangan ekspor.
Kesimpulan dan Saran
Beberapa uraian yang telah dikemukakan baik pada industri rotan olahan maupun
industri produk akhir (meubel rotan) dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan larangan ekspor
rotan berdampak negatif terhadap industri rotan olahan dan berdampak positif terhadap
industri produk akhir rotan (meubel rotan). Namun dampak positif yang diterima oleh industri
produk akhir tidak diikuti dengan peningkatan penjualan produk akhir rotan secara signifikan.
Oleh karena itu perlu ada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin industri
produk akhir rotan agar tetap berkembang, misalnya merekomendasikan kepada semua instansi
pemerintah untuk menggunakan barang-barang mebel yang berbahan baku dari rotan. Selain
itu kendala lain yang dihadapi oleh industri produk akhir rotan adalah kurangnya permodalan.
Direkomendasikan selain penggunaan mebel rotan juga diharapkan adanya bantuan modal dari
perbankan yang bersifat pinjaman dengan bunga rendah atau berjangka panjang.
--- o0o ---
Download