1 PENGARUH METODE DONGENG INTERAKTIF UNTUK

advertisement
1
PENGARUH METODE DONGENG INTERAKTIF UNTUK
MENINGKATKAN MORAL JUDGEMENT PADA ANAK USIA 5-6
TAHUN
Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang
Ribut Krisfida ([email protected])
Abstrak
Anak-anak belum memiliki pandangan pertimbangan-pertimbangan tentang perbuatan benar
dan salah sehingga perlu dibimbing dalam mengembangkan konsep tentang pertimbangan
moralnya. Dongeng sebagai media pembelajaran moral sesuai dengan dunia anak karena
dapat menambah pengalaman untuk belajar moral dari cerita yang didongengkan. Sehingga
diperlukan penelitian tentang dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan desain penelitian
nonrandomized pretest-posttest control group design. Instrumen dalam penelitian ini berupa
wawancara semi terstruktur dengan cerita dilema-dilema moral. Subjek penelitian adalah anak
berusia 5-6 tahun yang memiliki moral judgement sangat rendah, rendah, dan tinggi. Subjek
dibagi menjadi 2 kelompok, yakni 10 subjek kelompok kontrol dan 10 subjek pada kelompok
eksperimen. Hasil uji statistik terhadap keseluruhan data pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari metode dongeng
interaktif untuk meningkatkan moral judgement pada anak usia 5-6 tahun.
Kata Kunci: dongeng interaktif, moral judgement, anak usia 5-6 tahun.
Abstract
Children do not have any ability yet to make a judgement about right and wrong. They need
to be guided to increase their concept of moral judgement. Fairy tale as one of learning media
is very appropriatte for children because fairy tale can add their experience to learn about
moral from fairy tale story. Furthermore, need a research about interactive fairy tale to
increase moral judgement. Experimental design is used in this study by using between subject
design approach to collect data or split up its subject become two group. Each group was
given pretest and posttest, while experimental group was treated by fairy tale as treatment and
control group did not. There was 10 subjects in control group and 10 subjects in experimental
group. Subject was 5-6 year old children who have very low moral judgement, low moral
judgement, and high moral judgement.Instrument in this research is form interview of semi
structure with moral dilemmas story. Result of analyses data of control group and
experimental group indicated that there was not any effect of fairy tale to increase the moral
judgement of children.
Keywords: interactive fairy tale, moral judgement, 5-6 years old children
2
Pranoto (2011) menjelaskan pada tahun-tahun terakhir masih banyak kasus pada anak
dengan berbagai perilaku yang menunjukkan kualitas moral yang rendah seperti kebohongan,
licik, egois, dan melakukan kekerasan kepada teman yang lemah atau yang sekarang familiar
dengan istilah bullying. Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai
oleh pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian, kerancuan
antara benar dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Anak-anak sangat memerlukan pengalaman terhadap pengetahuan tentang apa yang
disebut perbuatan benar dan salah. Keputusan untuk membuat penilaian tentang benar dan
salah merupakan salah satu bagian dari moral judgement (pertimbangan moral). Menurut
Sarbaini (2012) moral judgement merupakan manifestasi untuk membuat kesimpulan atau
keputusan tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai dilema/konflik moral antara
hal yang harus menjadi kenyataan, maupun yang berhubungan pula dengan pihak lain, antara
lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri.
Metode dongeng adalah suatu alat yang kuat untuk meningkatkan moral judgement
antara diri dan orang lain. Moral judgement bisa ditingkatkan melalui contoh-contoh
perbuatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Fitro (dalam Ahyani, 2012) bahwa salah
satu cara yang efektif untuk membantu anak-anak kita mengubah moral mereka menjadi
positif adalah mengajar perilaku moral dengan contoh.
Salah satu contoh sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan dongeng. Ironisnya
dimasa sekarang kegiatan mendongeng jarang dapat dilakukan oleh kebanyakan orang tua.
Peran dan fungsinya sudah banyak tergantikan oleh tayangan televisi dan permainan modern
lainnya. Padahal banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari kegiatan mendongeng.
Setiadi (2010) mengatakan “Character Building melalui kegiatan mendongeng atau bercerita
saat ini sudah jarang dilakukan, padahal dengan mendongeng atau bercerita merupakan salah
satu cara efektif untuk membentuk kepribadian anak menjadi generasi yang handal dimasa
depan”.
Berdasarkan hal-hal diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
eksperimental dengan judul : Pengaruh Metode Dongeng Interaktif Untuk Meningkatkan
Moral Judgement Pada Anak Usia 5-6 Tahun. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement pada
anak usia 5-6 tahun.
3
Terkait dengan tugas perkembangan moral awal masa kanak-kanak Hurlock (1991)
menjelaskan:
Pengetahuan tentang benar dan salah masih terbatas pada situasi rumah dan harus
diperluas dengan pengertian benar dan salah dalam hubungannya dengan orang-orang
di luar rumah terutama di lingkungan tetangga, sekolah dan teman bermain. Lebih
penting lagi anak-anak harus meletakkan dasar-dasar untuk hati nurani sebagai
bimbingan untuk perilaku benar dan salah. Hati nurani berfungsi sebagai sumber
motivasi bagi anak-anak untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai hal yang
salah bilamana mereka sudah terlalu besar untuk selalu diawasi orang tua atau
pengganti orang tua.
Menurut Soetjiningsih (2012) anak-anak berada pada perkembangan pemikiran
praoperasional, sehingga perkembangan moralnya masih terbatas. Hurlock (1991) juga
mengatakan hal yang sama bahwa perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih
dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak
belum mencapai titik di mana ia mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang
benar dan salah.
Moral bagi Kohlberg dibatasi oleh satu konstruk lain yang disebut pertimbangan
(judgment). Moral judgement (pertimbangan moral) merupakan manifestasi untuk membuat
kesimpulan atau keputusan tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai
dilema/konflik moral antara hal yang harus menjadi kenyataan, maupun yang berhubungan
pula dengan pihak lain, antara lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri (Sarbaini, 2012).
Kohlberg dalam Santrock (2002) mengatakan sebelum usia 9 tahun, kebanyakan anakanak berpikir tentang dilema moral dengan cara yang prakonvensional. Kohlberg (dalam
Omrod, 2008) menjelaskan tahap perkembangan moral pada tingkat pre-kovensional:
1. Hukuman-pengindaran dan kepatuhan (Punishment-avoidance and obedience)
Tahap hukuman-pengindaran dan kepatuhan merupakan tahap penalaran moral
dimana orang akan membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi mereka, tanpa
mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Perilaku yang salah adalah perilaku
yang akan mendapatkan hukuman.
2. Saling memberi dan menerima (Exchange of favors).
Mereka mungkin mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan
mereka sendiri pun akan terpenuhi melalui perbuatan tersebut (“bila kamu mau memijat
4
punggungku; aku pun akan memijat punggungmu”). Mereka masih mendefenisikan yang
benar dan yang salah berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.
Moral merupakan wilayah yang luas dan beragam. Ada banyak sekali macam-macam
moral pada anak-anak. Dalam penelitian ini akan fokus pada aspek nilai moral tolongmenolong, meminta dan memberikan maaf, jujur dan mengucapkan terimakasih. Adapun
definisi kelima nilai moral diatas menurut kamus besar bahasa indonesia (2012) adalah
sebagai berikut:
1. Tolong-menolong adalah saling membantu untuk meringankan beban (penderitaan,
kesukaran, dsb) atau saling membantu supaya dapat melakukan sesuatu.
2. Meminta maaf adalah ungkapan permintaan ampun atau penyesalan.
3. memberikan maaf adalah memberi ampun atas kesalahan
4. Jujur adalah lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya)
5. Mengucapkan terimakasih adalah mengeluarkan ucapan/perkataan rasa syukur.
Bagi anak prasekolah, perilaku prososial muncul untuk memperoleh timbal balik dari
rekan-rekannya (Hastings, dkk 2007). Perilaku prososial seperti tolong-menolong, meminta
dan memberikan maaf, jujur dan mengucapkan terimakasih dapat memudahkan anak untuk
bekerjasama dalam bermain dengan lingkungan sosialnya. Anak-anak harus belajar untuk
bertindak dengan cara tertentu agar dapat diterima secara sosial untuk bergaul dengan baik
dalam masyarakat. Hurlock (1991) mengungkapkan bentuk perilaku sosial yang paling
penting untuk penyesuaian sosial yang berhasil tampak dan mulai berkembang dalam periode
ini. Periode ini merupakan tahap perkembangan yang kritis karena pada masa inilah dasar
sikap sosial dan pola perilaku sosial dibentuk.
Danandjaja (1986: 83) menjelaskan:
Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesustraan lisan. Selanjunya dongeng
merupakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng
diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan
kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Dalam pikiran
kebanyakan orang, dongeng sering dianggap sebagai cerita mengenai peri. Dalam
kenyataannya banyak dongeng yang tidak mengenai peri melainkan cerita atau plotnya
mengenai sesuatu yang wajar.
5
Kusmiadi dkk, (2008) menyebutkan “pembelajaran dengan menggunakan metode
dongeng di PAUD harus menyenangkan dan menarik, tidak kaku, tidak membosankan dan
memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif”. Larkin (Marina & Sarwono,
2007) mengungkapkan bahwa mendongeng adalah pertunjukkan seni yang interaktif, yaitu
kegiatan dua arah antara pendongeng dan audiens, didasarkan pada interaksi dan kerjasama
untuk membangun sebuah cerita yang utuh.
Untuk itu dalam penelitian ini metode yang dipilih ialah dongeng interaktif. metode
dongeng interaktif adalah menyampaikan karya seni berupa cerita yang tidak benar-benar
terjadi atau cerita prosa rakyat dengan melibatkan keterampilan olah cerita yang baik dan
melibatkan komunikasi yang interaktif, dimana didasarkan pada interaksi timbal balik dan
kerjasama untuk membangun sebuah cerita yang utuh antara anak dan pendongeng.
Pemilihan dongeng harus memperhatikan beberapa aspek penting agar kegiatan
mendongeng menarik bagi anak. Kusmiadi dkk (2008) menjelaskan:
Pemilihan dongeng harus berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yaitu: 1) harus menarik
dan memikat perhatian pendongeng sendiri, apabila dongeng menarik dan memikat
perhatian maka pendongeng akan bersungguh-sungguh dan mengemas dongeng
dengan mengasikkan. 2) dongeng harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya anak,
dan bakat anak supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan mendongeng. 3) dongeng sesuai dengan tingkat usia dan
kemampuan mencerna isi dongeng anak usia dini. 4) dongeng cukup pendek dalam
rentang jangkaun waktu perhatian anak. Anak tidak dituntut untuk mendengarkan
cerita dongeng diluar batas ketahanan untuk mendengarkan.
Pada penelitian jenis dongeng yang dipilih adalah dongeng binatang/fabel. Dananjaja
(dalam Nugraha 2012) menjelaskan dongeng binatang adalah dongeng yang tokoh-tokohnya
adalah binatang peliharaan dan binatang liar yang dapat berbicara dan dapat berperilaku
seperti manusia. Dongeng binatang sering di sebut juga dongeng fabel. Secara spesifik, fabel
adalah dongeng binatang yang mengandung pelajaran moral yakni ajaran baik atau buruknya
suatu perbuatan.
Menurut Widyasari (2012) dalam mendongeng cerita disampaikan dengan berbagai
aspek seperti ekpersi, suara, penokohan, gerak tubuh. Dongeng yang dibawakan dengan
teknik komunikasi tersebut akan lebih menarik perhatian anak. Fakhrudin (2003) menjelaskan
teknik-teknik mendongeng sebagai berikut:
6
1) Akting
Akting merupakan gerak-gerik pendongeng, baik mimik ataupun pantomimik,
dipangung atau kelas untuk mengekspresikan atmosfer dongeng dan watak bermain.
2) Gesture dan Business
Gesture hakikatnya gerak (anggota) tangan yang bekecil-kecil yang dimaksudkan
untuk memperkuat akting dalam rangka mengekspresikan watak atau keadaan emosi tertentu.
Business merupakan gerak pendongeng yang dilakukan untuk memperkuat adegan dan akting.
Misalnya, untuk menggambarkan kegelisihan pendongeng berjalan mondar-mandir.
3) Ekspresi Wajah
Yang sangat penting perananannya untuk ekspresi wajah adalah mata. Untuk
menunjukkan berbagai ekspresi emosi matalah yang sangat dominan. Orang marah, gembira
atau binggung dan sebagainya dapat ditunjukkan melalui pandangan pendongeng.
4) Posisi dan gerak kaki
Kaki mempunyai posisi memperkuat watak dan emosi pendongeng. Dengan posisi
tegak lurus misalnya, mungkin sedang mengekspresikan ketegasan sikap ketika menghadapi
masalah. Gerak kaki bermacam-macam. Namun, yang perlu diingat ialah kesesuaian dengan
watak dan kondisi emosi yang diperankannya. Gerak kaki dalam keadaan normal yang lazim
ialah melangkah maju. Namun dalam keadaan terdesak, takut, atau terkejut kaki dapat
digerakkan mundur.
Dengan memakai teknik di atas, dongeng interaktif ini akan dibawakan secara
monoplay. Kusuma (2009) menjelaskan:
Dalam monoplay, aktor harus bermain drama seorang diri. Kadang ia jadi tokoh
tertentu tapi pada satu saat ia menjadi tokoh yang lain. Dengan bermain seorang diri,
aktor dituntut untuk bermain secara prima. Eksplorasi yang dilakukan tidak hanya
tertuju pada satu karakter atau satu ekspresi tetapi semua karakter dan ekspresi yang
ada dalam cerita harus ditampilkan secara proporsional.
Awal masa kanak merupakan waktu yang tepat untuk anak-anak belajar dan
bersosialisasi dengan dunia luar, selain lingkungan rumah. Pada saat menciptakan hubungan
dengan orang lain, anak-anak bertahap demi tahap belajar mengembangkan perilaku yang
sesuai agar diterima oleh lingkungannya. Ahyani (2012) menjelaskan seorang anak perlu
7
dibimbing dan diberi stimulasi agar mampu memahami berbagai hal tentang kehidupan dunia
dan segala isinya.
Salah satu stimulasi yang diperlukan dan penting untuk anak adalah memiliki
pertimbangan akan nilai-nilai moral. Kak seto (dalam Sukmaya, 2013) berpendapat bahwa
dongeng memiliki banyak manfaat diantaranya adalah mampu melatih daya pikir anak,
bersosialisasi, mengasah kreativitas, memupuk rasa keindahan dan kehalusan budi, kepekaan
sosial, memicu daya kritis, jendela pengalaman bagi anak, melatih kemampuan bahasa anak,
memicu multiple intelegence anak-anak dan mengandung hiburan.
Musfiroh ( dalam suwangsih, 2011) mengemukakan sebagai berikut:
Cerita merupakan salah satu metode pembelajaran moral yang sesuai untuk anak
disamping modeling atau contoh bertindak. Nilai moral dalam cerita dapat dimengerti
anak karena simbolisasi nilai-nilai melibatkan dua hal sekaligus, yakni gambaran
peristiwa dan kesimpulan yang ditarik pada akhir cerita. Melalui konflik cerita anak
belajar menyelaraskan hak dan kewajiban, belajar mengidentifikasi apa yang dialami
tokoh dengan peristiwa di lingkungannya. Moral bagi anak identik dengan
penyelesaian konflik antara kepentingan diri dan lingkungannya (Kohlberg, 1979).
Moral cerita melibatkan pertarungan baik dan buruk dalam kehidupan tokoh, dan
menjadi “pelajaran” yang cukup penting bagi anak. Cerita merangsang anak
mengkonstruksi nilai-nilai apa yang dianut dalam agama dan masyarakatnya, perilaku
yang dipuji, dan perilaku yang dilarang.
Mendongeng mempunyai banyak kegunaan di dalam pendidikan anak. Dia
menyimpulkan bahwa dongeng menyediakan suatu kerangka konseptual untuk berpikir, yang
menyebabkan anak dapat membentuk pengalaman menjadi keseluruhan yang dapat mereka
pahami. Dongeng menyebabkan mereka dapat memetakan secara mental pengalaman dan
melihat gambaran di dalam kepala mereka (Collin, dalam Ahyani 2012). Hal ini sesuai
dengan perkembangan kognitif anak dimana pada masa ini menurut teori Piaget
perkembangan kognitif anak awal masa kanak-kanak masuk dalam tahap praoperasional.
Pemikiran praoperasional merupakan awal kemampuan untuk merekonstruksi pada tingkat
pemikiran dasar mengenai apa yang telah dilakukan di dalam perilaku.
Sanchez dkk. (2009) mengungkapkan kekuatan utama strategi dongeng adalah
menghubungkan rangsangan melalui penggambaran karakter. Dongeng memiliki potensi
untuk memperkuat imajinasi, memanusiakan individu, meningkatkan empati dan pemahaman,
memperkuat nilai dan etika, dan merangsang proses pemikiran kritis/kreatif. Hidayat (2009)
juga menjelaskan bahwa dongeng yang mengandung sisi imajinatif yang tinggi dapat
membantu anak menelaah peristiwa sesuai dengan batasan imajinasinya.
8
Perkembangan rasa ingin tahu anak sesuai dengan metode dongeng interaktif dimana
metode ini dapat menstimulasi anak untuk aktif mengungkapkan pendapatnya tentang
dongeng yang diberikan. Menurut Soetjinigsih (2012) “pada usia 4-7 tahun anak masuk dalam
subtahap pemikiran intuitif, yaitu anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu
jawaban atas semua pertanyaan”. Menurut Elkind (dalam Soetjiningdih, 2012) “karakteristk
lain anak-anak pada tahap praoperasional ialah mereka suka menanyakan serentetan
pertanyaan yang dimulai sejak kira-kira usia tiga tahun dan pada usia lima tahun mereka
mulai membuat orang-orang dewasa disekitarnya menjadi lelah menjawab pertanyaanpertanyaan ‘mengapa’ mereka”.
Soetjinigsih (2012) menjelaskan menurut teori pemrosesan emosi, anak prasekolah
sudah mampu memusatkan perhatian dan pikirannya dalam rentang waktu yang agak panjang
pada suatu kegiatan. Namun perhatian mereka masih terpusat pada hal-hal yang menarik
perhatian Dalam hal ini dongeng yang dikemas dengan baik tentu dapat menarik perhatian
anak-anak sehingga akan memudahkan anak untuk berkonsentrasi.
METODE
Partisipan
Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 20 anak, dengan catatan sebelumnya terdapat
40 anak yang berusia 5-6 tahun, kemudian dilakukan pretest untuk dilihat moral judgement
tiap anak. Bagi anak yang memiliki moral judgement sangat tinggi tidak diikutkan lagi dalam
penelitian selanjutnya. Setelah dilakukan pretest terdapat 20 anak yang masih memiliki moral
judgement dalam kategori sangat rendah, rendah dan tinggi yang diikutkan dalam penelitian
selanjutnya.
Desain Penelitian
Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonrandomized
pretest-posttest control group design. Pretest dan posttest merupakan tes yang sama agar
hasilnya dapat diperbandingkan. Pretest menginformasikan kemampuan awal (initial
position) para subjek sebelum dilakukan penelitian, atau dengan kata lain adalah proactive
history mereka. Sedangkan posttest adalah tes yang dilakukan setelah diberi perlakuan.
Sehinga nantinya skor yang diperoleh adalah peningkatan/penurunan variabel terikat yakni
peningkatan atau penurunan moral judgement anak akibat dilakukannya penelitian.
Terdapat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol adalah
kelompok yang tidak diberikan perlakuan sedangkan kelompok eksperimen adalah kelompok
9
yang diberi perlakuan, yaitu dongeng. Adapun desain penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:
NonR O1
(X)
O2
NonR O3
(-)
O4
Gambar 3.1 Desain nonrandomized pretest-posttest control group design.
Alat Ukur
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan
pedoman eksperimen mendongeng interaktif. Pedoman wawancara berisi pertanyaanpertanyaan seputar cerita-cerita dilema moral seputar tahap perkembangan moral
prakonvensional awal masa kanak-kanak. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian
ini adalah wawancara semi terstruktur.
Karena penelitian menggunakan metode statistik maka data harus berupa angka seperti
yang dikemukakan Arikunto (dalam Sari 2010) bahwa “Bagi peneliti yang menginginkan
mengolah data dengan metode statistik, maka datanya harus berupa data kuantitatif, yaitu
berupa angka-angka”. Oleh karena itu data dalam penelitian ini harus diubah menjadi data
kuantitatif dengan cara pemberian skor (Sari, 2010).
Seperti yang dijelaskan Santrock (2002) bahwa Kohlberg percaya terdapat tiga tingkat
perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh dua tahap. Dari penjelasan Santrock
tersebut, maka dalam penelitian ini skor tertinggi yaitu 2 adalah yang memiliki pertimbangan
moral pre-konvensional saling memberi dan menerima dan skor 1 adalah yang memiliki
pertimbangan moral pre-konvensional hukuman-pengindaran dan kepatuhan sedangkan skor 0
adalah jawaban yang tidak memiliki pertimbangan moral pre-konvensional. Sama halnya
seperti rating scale pemberian skor ini akan menghasilkan hasil akhir berupa skor yang
selanjutnya akan dapat dilakukan analisis statistik.
Adapun pedoman eksperimen mendongeng disusun untuk memudahkan kegiatan
mendongeng agar sesuai dengan karakteristik dan perkembangan anak. Pedoman eksperimen
mendongeng interaktif dalam penelitian ini meliputi nilai moral dongeng ditinjau dari aspek
perkembangan moral Kohlberg, pemilihan bahasa, media yang digunakan dalam
mendongeng, langkah-langkah mendongeng interaktif, isi cerita dongeng dan instrumen
wawancara.
10
Prosedur Penelitian
Pemilihan subjek dilakukan berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah tersedia.
Kelompok kelas dipilih berdasarkan perkiraan peneliti bahwa kedua kelompok adalah
homogen Sehingga pemilihan subjek ditetapkan kelas B2 dan kelas A1 sebagai kelompok
ekperimen sedangkan kelas B1 dan A2 sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini melibatkan 4
kelas, dikarenakan penelitian dilaksanakan pada ajaran semester genap sehingga rentang usia
5-6 tahun tidak lagi berada pada satu kelas.
Setelah membagi kelompok kontrol dan kelompok ekperimen dengan jumlah subjek
pada tiap kelompok adalah 20 anak. Hal selanjutnya adalalah melakukan pretest berupa
wawancara semi terstruktur kepada subjek tiap kelompok. Pelaksanaan pretest dilakukan pada
tanggal 25 Maret 2013.Hasil wawancara digunakan untuk melakukan metode cutoff, dimana
subjek yang memiliki skor moral judgement yang sangat tinggi tidak dimasukkan lagi sebagai
subjek dalam penelitian ini.
Pada kelompok kontrol subjek yang memenuhi kriteria untuk diikutkan dalam
penelitian selanjutnya adalah 12 subjek dan pada kelompok ekperimen menjadi 13 subjek.
Namun pada saat perlakuan kegiatan mendongeng, 2 subjek dalam kelompok eksperimen
menolak untuk berpartisipasi dan 1 subjek tidak masuk sekolah sehingga subjek pada
kelompok ekperimen menjadi 10 subjek dan kelompok kontrol menjadi 10 subjek yang
diikutkan dalam penelitian.
Tahap perlakuan berlangsung selama dua hari pada tanggal 26-27 Maret 2013. Pada
tanggal 26 Maret materi dongeng yang diberikan adalah dongeng Belalang, Jangkrik dan
Semut. Pada pelaksanaan perlakuan selanjutnya yaitu pada tanggal 27 Maret materi dongeng
yang diberikan adalah dongeng Singa dan Tikus. Masing-masing dongeng dibawakan selama
kurang lebih 15 menit.
Setelah diberikan perlakuan, maka pada tanggal 28 Maret 2013 subjek dari kelompok
kontrol dan kelompok ekperimen diberikan postets berupa wawancara semi terstrusktur
dengan instrumen pertanyaan yang sama. Tahap akhir dilakukan dengan membandingkan
hasil pretest-posttest antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
HASIL
Pelaksanaan mendongeng interaktif pada kelompok eksperimen pada tanggal 26 Maret
2013 berjalan lancar, sedangkan pada pelaksanaan kedua yaitu tanggal 27 Maret 2013
11
kegiatan mendongeng mundur dari jadwal yang ditetapkan. Pada pelaksanaan hari kedua,
pada pertengahan kegiatan mendongeng beberapa anak terlihat memperhatikan namun ada
beberapa anak terkandang menjadi tidak fokus memperhatikan pendongeng.
Pada kelompok kontrol didapatkan hasil mean skor pretest sebesar 6,4 dengan standar
deviasi sebesar 1,43 dan mean skor posttest sebesar 7,5 dengan standar deviasi sebesar 1,18.
Pada kelompok eksperimen didapat mean skor pretest sebesar 5,50 dengan standar deviasi
sebesar 1,27 dan mean pada skor posttest sebesar 8,10 dengan standar deviasi sebesar 2,02.
Hasil uji wilcoxon signed rank test pada kelompok kontrol didapatkan nilai dengan
signifikansi .088. Oleh karena itu signifikansi thitung lebih dari 0,05 (sig >0,05), maka dapat
diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest dan
posttest. Hasil uji wilcoxon signed rank test pada kelompok eksperimen didapatkan nilai
dengan signifikansi 0,028. Oleh karena itu signifikansi thitung kurang dari 0,05 (sig <0,05),
maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest
dan posttest.
Setelah melakukan perhitungan uji wilcoxon signed rank test, maka untuk melihat
apakah perbedaan yang ditimbulkan benar-benar dipengaruhi oleh variabel bebas maka
dilakukan uji eta. Hasil uji Eta menunjukkan signifikansi sebesar 0,202. Signifikansi thitung
lebih dari 0,01 sehingga tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap metode dongeng
interaktif untuk meningkatkan moral judgement.
DISKUSI
Hasil analisis statistik pada penelitian ini menunjukkan data kasar dari kelompok
eksperimen dengan peningkatan nilai pretest-posttest. Pada kelompok kontrol tidak terdapat
perbedaan yang signifikan dari mean skor pretest-posttest. Hal itu diperkuat dengan analisis
uji wilcoxon signed rank test yang menunjukkan pada kelompok eksperimen terdapat
perbedaan signifikan dari mean skor pada pretest dan posttest sedangkan pada kelompok
kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikansi dari mean skor pada pretest dan posttest.
Hasil diatas sesuai dengan pendapat Horn (Ahyani 2010) yang menyatakan bahwa
dongeng mempunyai kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang benar untuk
siswa anak usia dini. Selain itu, metode dongeng dapat dijadikan sebagai media membentuk
kepribadian dan moralitas anak usia dini. Hamilton dan Weiss (2005) juga menjelaskan
12
bahwa bercerita merupakan proses membangun cerita dalam pikiran, ialah pada cara yang
paling mendasar untuk membuat makna dan meliputi aspek pembelajaran.
Sebelumnya peneliti telah mengontrol variabel sekunder yang kemungkinan dapat
mempengaruhi penelitian. Beberapa hal yang telah dikontrol peneliti yang pertama adalah
menetapkan skoring 0,1,2 pada jawaban anak untuk memudahkan interviewer
mengkategorikan jawaban responden, menyamaratakan pedoman dalam menskoring pada tiap
interviewer, menetapkan lokasi mendongeng adalah tempat yang tidak membuat kelompok
kontrol mengetahui kegiatan mendongeng, waktu mendongeng adalah waktu yang kondusif
yaitu pada jam-jam pagi maksimal pada jam 9, dongeng juga telah dilakukan oleh
pendongeng yang telah menguasai dan sudah sering melakukan kegiatan mendongeng, serta
menentukan tempak duduk anak kelompok eksperimen. Karena keterbatasan tempat, maka
pada kelas mendongeng anak-anak yang berada pada kelas B2 ikut serta dalam kegiatan
mendongeng, sehingga anak-anak yang masuk dalam subjek eksperimen berada di barisan
depan untuk memudahkan pendongeng melakukan komunikasi dan perhatian terhadap
kelompok eksperimen.
Setelah dianalisa menggunakan wilcoxon, maka untuk memastikan apakah terdapat
hubungan metode dongeng interaktif untuk meningkatkan moral judgement anak usia 5-6
tahun dilakukan perhitungan melalui uji eta. Uji eta menunjukan bahwa metode dongeng
interaktif pada penelitian ini ternyata tidak berpengaruh secara signifikan untuk meningkatkan
moral judgement pada anak usia 5-6 tahun.
Terdapat beberapa hal yang tidak dapat dikontol oleh peneliti dan kemungkinan
berpengaruh dalam penelitian yaitu perbedaan derajat pemberian skor yang dilakukan oleh
masing-masing interviewer, perbedaan respon atau penerimaan subjek terhadap kehadiran
interviewer sebagai orang baru, pretest-postest dilakukan pada waktu yang berbeda,
perbedaan kognitif juga kemungkinan berpengaruh. Dimana perkembangan kognitif anak
dalam merespon sesuatu hal tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain, sehingga
akan mempengaruhi pesan yang ada dalam dongeng dan ketelambatan kegiatan mendongeng
Selain metode dongeng, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengembangkan moral judgement anak atau utuk memperkenalkan nilai moral pada anak.
Menurut Murdiono (2007) metode penanaman nilai moral sangat bervariasi dan memiliki
13
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Beberapa metode yang dapat dipakai adalah
metode bersajak atau syair, metode bermain, bermain peran, dan teladan.
Beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan moral judgement
anak yang dapat disesuaikan dengan karakteristik subjek, keadaan lingkungan perkembangan
anak sehingga tujuan untuk meningkatkan moral judgement anak dapat tercapai.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahyani, Latifah Nur. 2012. Meningkatkan Perkembangan Kecerdasan Moral Anak Usia
Prasekolah dengan Metode Dongeng. Jurnal disajikan dalam seminar Nasional Psikologi
Islami, Surakarta. (Online), (publikasiilmiah.ums.ac.id/.../D1.%20Latifah
UMK%20(fixed).pdf?...1), diakses 19 Oktober 2012.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineke Cipta
Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.
Jakarta:Pustaka Grafitipers.
Fakhrudin, Mohammad. 2003. Cara Mendongeng. Disajikan Pada Pelatihan Teknik
Mendongeng bagi Guru Taman Kanak-Kanak se-Kabupaten Purworejo 16 Desember 2003.
(Online), (www.umpwr.ac.id/download/artikel/Cara%20Mendongeng.pdf ), diakses 10 April
2013.
Hastings, Dkk. 2007. The Socialization Of Prosocial Development. (Online)
(www.cmb.ucdavis.edu/people/pdhphd/pdfs/HoS%20Hastings%20Utendale%20%20Sullivan.pdf), diakses 27 September 2012.
Hamilton, Martha & Weiss, Mitch. 2005. The Power Of Storytelling In The Classroom.
(Online), (www.rcowen.com/.../CTS%20Ch%201%20for%2... ), diakses 23 November 2012.
Hidayat, Arif. 2009. Pengaruh Dongeng Dalam Masa Kanak-Kanak Terhadap
Perkembangan Seseorang. Jurnal Studi Gender & Anak, (Online), Vol.4 No.2 : 335:344,
(http://ejournal.stainpurwokerto.ac.id/index.php/yinyang/article/download/109/108 ), diakses
23 November 2012.
Hurlock, Elizabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga
15
Kusuma, Afandi.2009. Monolog:(Online),
(http://sekolahdi.blogspot.com/2009/08/monolog.html), diakses 25 Januari 2013.
Kusmiadi, Ade dkk. 2008. Stategi Pembelajaran Paud Melalui Metode Dongeng Bagi
Pendidik PAUD. Jurnal Imiah VISI PTK-PNF-. (Online), Vol.3. No.2: 198-200.
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=38765..), diakses 27
September 2012.
Marina, Lia & Sarwono, Sarlito W. 2007. Kecerdasan Emosional Pada Orang Tua Yang
Mendongeng Dan Tidak Mendongeng. Jurnal Psikologi Sosial. (Online), VoL. 13 No. 02
(himcyoo.files.wordpress.com/.../kecerdasan-emosional-pd-org-tua-yg-td..., diakses 19
Januari 2013).
Murdiono, Mukhamad. 2007. Metode Penanaman Nilai Moral Untuk Anak Usia Dini,
(Online), (staff.uny.ac.id/.../B1-JURNAL%20KEPENDIDIKAN-LEMLIT%20UNY....), diakses
27 September 2012.
Nugraha, Chynthia Ratna. 2012. Keefektifan Penerapan Teknik Bercerita Berpasangan dalam
Pembelajaran Apresiasi Dongeng yang diperdengarkan. (Online),
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_ind_0807241_chapter2.pdf )diakses 10 April
2012.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta: Erlangga
Pranoto, Yuli Kurniawati Sugiyo.2011. Kecerdasan moral anak usia prasekolah, (Online),
(http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/edukasi/article/view/962 ), diakses 27 September
2012.
Sanchez , Tony . 2009. Story-Telling As An Effective Strategy In Teaching Character
Education In Middle Grade Social Studies. Journal for the Liberal Arts and Sciences,
(Online), 13(2) :14. (www.oak.edu/.../Sanchez_Zam_Lambert_JLAS_S... ), diakses 23
November 2012.
16
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:
Erlangga
Sarbaini. 2012. Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral Dari Teori Ke Aplikasi.
Yogyakarta:Aswaja Presindo
Sari, Anna Juwita Puspita. 2010. Hubungan Antara Patoh (Kepatuhan) dan Todus (Malu)
Dengan Pengambilan Keputusan Menikahkan Anak Pada Usia Dini. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Ppsi UM
Setiawan, Epta. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring
(dalam jaringan) (Online), (http://kbbi.web.id/), diakses 26 Maret 2013
Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak
Sejak Pertumbuhan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group.
Sukmaya, Yeye. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran dengan Metode Dongeng
Menggunakan Media Wayang Golek untuk Mengembangkan Karakter Persahabatan Anak
Usia Dini.(Online),( http://repository.upi.edu/operator/upload/t_pd_1004639_chapter1.pdf )
diakses 10 April 2013.
Suwangsih , Dede. 2009. Membentuk Moralitas Anak Usia Dini Melalui Penerapan Metode
Storytelling Dengan Media Wayang (Kelompok B TK hati Mekar Kabupaten Sumedang).
(Online). (repository.upi.edu/.../pro_2011_iecs_dede_metode_storytelling_dengan...), diakses
6 Oktober 2012.
Tp. Pkk Kota Tasikmalaya. 2010. Seminar Nasional "Manfaat Dongeng Untuk Membentuk
Kepribadian Anak". (Online), (http://tppkkkotatasikmalaya.blogspot.com/2010/04/seminarnasional-manfaat-dongeng-untuk.html), diakses 16 September 2012.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis,
Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan penelitian. Malang: UM Press.
17
Widyasari, Kartika Nita. 2012. Pelatihan Dongeng Dan Bercerita di Kantor Perpustakaan
Umum Dan Arsip Daerah Kota Malang : Dongeng Ala Kak Nitnit Ekpresif-Imaginatif-Efektif.
Handout Tidak diterbitkan. Malang: Perpustakaan Umum Dan Arsip Daerah Kota Malang
Download