1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalian hayati

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalian hayati penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme
telah dimulai pada tahun 1920 sampai 1930. Percobaan yang pertama kali
dilakukan adalah dengan menggunakan mikroorganisme tanah penghasil
antibiotik, namun percobaan ini belum berhasil sehingga penelitian mengenai
pengendalian hayati terhenti selama kurang lebih 20 tahun. Perhatian pakar
penyakit tumbuhan terhadap metoda pengendalian hayati bangkit kembali di
Barkley pada tahun 1963 melalui simposium internasional pengendalian hayati
dengan tema "Ecology of Soilborne Plant Pathogen-Prelude to Biological
Control" (Prihantoko, 2006). Saat pestisida sudah dianggap kurang efektif sebagai
pembunuh organisme pengganggu tanaman maka pengendalian secara hayati
merupakan suatu solusi yang menjanjikan. Pengendalian secara hayati memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem pengendalian yang lain
(Lesmana, 2006).
Salah satu teknik pengendalian hayati yang potensial untuk dikembangkan
adalah pemanfaatan bakteri antagonis (Purba, 2010). Bakteri kitinolitik atau enzim
kitinase yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan sebagai biokontrol hama dan
penyakit. Sampai saat ini, aplikasi kitinase sebagai biokontrol sudah banyak
diaplikasikan pada pengendalian jamur patogen (Nurdebyandaru, 2008). Kitin
merupakan komponen utama penyusun dinding sel jamur dan dapat dihidrolisis
oleh kitinase. Isolat bakteri yang menghasilkan kitinase dengan indeks kitinolitik
paling tinggi merupakan isolat yang paling berpotensi sebagai agen pengendali
hayati terhadap jamur patogen (Lesmana, 2006).
Bakteri penghasil enzim kitinase berperan penting untuk mengontrol jamur
patogen tanaman secara mikoparasitisme dan memiliki kemampuan mendegradasi
dinding sel jamur yang sebagian besar tersusun atas kitin dan mampu
mengkolonisasi lingkungan sekitarnya dengan cepat. Dengan sifat tersebut,
2
bakteri penghasil kitinase berpotensi sebagai agen pengendali hayati penyakit,
misalnya pada saat pembenihan (Suryanto et al., 2010).
Bakteri-bakteri kitinolitik diperoleh melalui eksplorasi dari berbagai
sumber seperti tanah (Prihantoko, 2006) dan limbah organik (Giyanto et al., 2009)
selain itu dapat juga diperoleh dari berbagai jenis tanaman seperti tanaman pisang
(Purba, 2010), tanaman cabai (Nurdebyandaru, 2008) dan kedelai (Artati, 2008).
Salah satu sumber lain yang menarik untuk diteliti adalah tanaman kantung semar
(Nepenthes spp.). Mikroba yang ada di dalam kantung semar diduga berpotensi
dalam mengahasilkan enzim hidrolitik seperti enzim protease, kitinase, amilase
dan fitase (Yogiara, 2004). Enzim kitinase yang dihasilkan oleh Nepenthes
kemungkinan
disintesis
oleh tanaman itu
sendiri
atau oleh beberapa
mikroorganisme yang bersimbiosis dengannya, dapat dilihat tanaman ini dapat
mencerna secara hampir keseluruhan tubuh serangga (Amagase et al., 1972).
Bohre et al. (2013) telah mengisolasi bakteri endofit dari 9 tanaman
kantung semar (Nepenthes spp.), dan diperoleh 44 isolat, diantarana:
Acinetobacter soli, Bacillus cibi, B. horneckiae, B. indicus, B. koreensis, B.
stratosphericus dan Serratia liquefaciens. Yogiara (2004) melaporkan di dalam
kantung semar terbentuk suatu rantai makanan mikro yang melibatkan mikrob.
Beberapa bakteri yang diisolasi dari Nepenthes memiliki kemampuan untuk
menghidrolisis substrat uji yang digunakan untuk penapisan enzim hidrolitik yaitu
koloidal kitin (enzim kitinase), susu skim (enzim protease), dan asam fitat (enzim
fitase). Secara keseluruhan diperoleh 27 isolat bakteri yang menghasilkan enzim
protease, 34 isolat menghasilkan enzim fitase, dan 10 isolat menghasilkan enzim
kitinase.
Nepenthes spp. mengeluarkan cairan yang mengandung enzim protease
yang dapat menguraikan tubuh binatang kecil, misalnya serangga yang terjebak
dan mati di dalam kantong sehingga menjadi molekul yang lebih kecil dan dapat
diserap oleh tanaman (Mardhiana et al., 2012). Yogiara et al. (2006) melaporkan
terdapat bakteri dengan jumlah 1,49 x 108 sampai dengan 1,83 x 1014 CFU/ml
dari cairan kantung semar dengan jumlah ragam jenis antara 10-39 jenis bakteri,
dan diperoleh 10,42% isolat yang memiliki aktivitas enzim kitinase.
3
1.2 Permasalahan
Pada saat ini pestisida sudah dianggap kurang efektif sebagai pembunuh
organisme yang bersifat patogen pada tanaman, terkait dengan banyaknya efek
negatif yang ditimbulkan pestisida. Untuk itu perlu ditemukan alternatif lain yaitu
dengan pengendalian hayati, yaitu pengendalian secara biologis (biocontrol).
Salah
satu
jenis
pengendalian
hayati
adalah
dengan
menggunakan
mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat berupa jamur ataupun bakteri
yang telah diisolasi dari hasil eksplorasi terhadap berbagai macam substrat.
Bakteri kitinolitik adalah salah satu mikroorganime yang sering digunakan
sebagai agen pengendali biologis, terkhusus untuk jamur patogen pada tanaman.
Bakteri kitinolitik dapat menghasilkan enzim kitinase yang digunakan untuk
mendegradasi senyawa kitin yang merupakan salah satu senyawa penyusun dinding
sel dari jamur-jamur patogen tersebut. Proses degradasi tersebut dilakukan bakteri
kitinolitik untuk memperoleh karbon, nitrogen, dan energi. Oleh karena itu, bakteri
kitinolitik dianggap sebagai agen pengendali jamur yang cukup potensial. Sampai
saat ini penelitian tentang bakteri kitinolitik masih banyak dilakukan terkait dengan
sumber isolat dan keefektifan dalam menghambat jamur. Sumber isolat yang sering
digunakan adalah tanah, tumbuhan, dan serangga.
Tumbuhan kantung semar (Nepenthes spp.) merupakan tanaman karnivora
yang memiliki kemampuan dalam mencerna serangga yang terjebak dalam
kantong ujung sulur daunnya. Di dalam kantong tersebut terdapat cairan yang
digunakan untuk memerangkap serangga tersebut. Kerangka luar atau
eksoskeleton dari serangga tersusun atas kitin, sama dengan penyusun dinding sel
jamur, sehingga diasumsikan bahwa terdapat mikroorganisme penghasil kitinase
dalam cairan tersebut. Dalam rangkaian penelitian yang telah dilakukan oleh
Gultom (2015) telah diperoleh sebanyak 18 isolat bakteri kitinolitik dari tanaman
Nepenthes tobaica dan Nepenthes gracilis. Untuk itu perlu dipelajari sejauh mana
kemampuan isolat bakteri kitinolitik dari tanaman Nepenthes tobaica dan
Nepenthes gracilis dalam menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen
tanaman.
4
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik dari tanaman Nepenthes
tobaica dan Nepenthes gracilis dalam menghambat pertumbuhan beberapa
jamur patogen tanaman secara in vitro.
2. Mengetahui kemampuan ekstrak kasar enzim kitinase isolat bakteri kitinolitik
dari tanaman Nepenthes tobaica dan Nepenthes gracilis dalam menghambat
pertumbuhan beberapa jamur patogen tanaman secara in vitro.
1.4 Hipotesis
1. Isolat bakteri kitinolitik pada tanaman Nepenthes tobaica dan Nepenthes
gracilis mampu menghambat pertumbuhan beberapa jamur yang bersifat
patogen tanaman secara in vitro.
2. Ekstrak kasar enzim kitinase bakteri kitinolitik dari tanaman Nepenthes tobaica
dan Nepenthes gracilis mampu menghambat pertumbuhan beberapa jamur
yang bersifat patogen pada tanaman secara in vitro.
1.5 Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
potensi bakteri kitinolitik dari tanaman Nepenthes tobaica dan Nepenthes gracilis
dalam pengendalian hayati yaitu terutama penghambat pertumbuhan beberapa
jamur patogen tanaman.
Download