MAZHAB HUKUM

advertisement
MAZHAB HUKUM
A.
PENDAHULUAN
Istilah
Disiplin
Hukum
dalam
tulisan
ini
merupakan
istilah pengganti dari istilah “Legal Theory” nya Wolfgang
Friedmann (Disiplin Hukum, hal. vii). Disiplin Hukum dapat
pula
di
istilahkan
dengan
“Philosophy
of
Law”,
“Jurisprudence” (Anglo Saxon), Teori Hukum, Ilmu Hukum.
1. Dasar Disiplin Hukum
Ajaran
dikelompokkan
tentang
ke
dalam
hukum
(Disiplin
mazhab/aliran
Hukum)
hukum
yang
membicarakan antara lain mengenai isi hukum dan bentuk
hukum yang diungkapkan dalam teori-teori hukum.
Ciri-ciri mazhab:
-
Merupakan
pandangan
hukum
sekelompok
orang
(ahli
hukum).
- Terdapat pemimpin (pelopor) atau sekelompok pemimpin.
- Dianut dalam jangka waktu cukup lama (berabad atau
ratusan tahun).
- Membentuk tradisi:
 Tradisi dalam berfikir/mengkaji;
 Tradisi dalam bersikap tindak.
- Di dalam intern mazhab dikenal perbedaan.
Jadi
bicara
hukum,
mazhab:
termasuk
mempelajari
situasi/budaya
pandangan
pada
masa
mengenai
pandangan
hukum tersebut muncul.
Ajaran
tentang
filsafat
yang
mengenai
isi
hukum
tidak
berhubungan
(kualitatif)
terlepas
dari
dengan
metode
dan
mengenai
ajaran
berfikir
bentuk
(kuantitatif).
1
Misal apabila membicarakan manusia terdiri dari: Jiwa
(isi) dan raga (bentuk).
Laki-laki : bertanggung jawab, melindungi (isi) kaya,
kekar (bentuk).
Wanita
:
baik, lemah lembut (isi)
molek, seksi (bentuk).
Ajaran/teori tentang hukum dari berbagai aliran hukum
sesungguhnya mencerminkan asumsi dasar/ideologi hukum
yang disebut nilai.
Nilai
(disini)
sebagai
maupun
hasil
dari
merupakan
abstraksi
kenyataan
konsepsi
dari
hidup
paling
abstrak
konsepsi
di
bawahnya
manusia.
Konsepsi
di
bawah nilai dapat berupa asas, kaedah dan fakta yang
berasal dari kenyataan hidup.
Ideologi
hukum
biasanya
tersirat dan tidak tersurat, misal:
a.
dalam
ajaran/teori
tentang
hukum,
Hukum Kodrat/Natural Law (isi hukum)
Membicarakan
mengenai
keadilan
dalam
hukum,
bersifat idealisme, universal, abstrak.
b.
Positivisme (bentuk hukum)
Membicarakan
hukum
perkembangan
hasil
dari
sebagai
suatu
bangsa,
hubungan
sosial,
hasil
dari
hukum
merupakan
hukum
merupakan
perintah penguasa yang berwenang.
Bersifat empirisme, realitivisme, konkrit.
Disiplin Hukum sebagian berhubungan dengan Filsafat
sebagian
lagi
Disiplin
Hukum
dinamakan
berhubungan
yang
Filsafat
dengan
berhubungan
Hukum,
yang
politik.
dengan
Bagian
filsafat
berfungsi
untuk
menemukan atau menentukan sifat-sifat keadilan dari
hukum.
Sedangkan
bagian
dari
disiplin
hukum
yang
berhubungan dengan politik disebut Politik Hukum yang
2
berfungsi
prinsip
dalam
hukum
memilih
dalam
dan
menerapkan
perundang-undangan
prinsip-
atau
kaedah
konkrit. Bagian lain dari Disiplin Hukum yang tidak
termasuk
Filsafat
Ilmu-ilmu
Hukum,
Hukum
dan
berfungsi
Politik
Hukum
mengungkap
disebut
hukum
dalam
kehidupan masyarakat merumuskan prinsip-prinsip hukum
dan menggarap kaedah hukum.
2.
Macam Disiplin Hukum
a. Natural Law (Hukum Kodrat)
Asumsi dasar/ideologi Hukum Kodrat:
Hukum positif tergantung/berdasarkan tertib yang
lebih
tinggi/supranatural,
yaitu
dipengaruhi
oleh:
1)
Pengaruh ajaran Tuhan;
2)
Alasan yang suci;
3)
Kodrat
manusia
(misalnya
pikiran
manusia
dimanapun, kapanpun adalah sama).
Jadi hukum dimana saja, kapan saja, bagi siapa
saja berlaku sama (universal).
Penguasa
yang
dianggap
tidak
tidak
mensejahterakan
adil
dan
warganya
dianggap
tidak
mencerminkan hukum yang baik.
Hukum
dipengaruhi/tidak
terpisah
dari
moral
(sebagai landasan dari keadilan).
Hukum
Kodrat
dipengaruhi
juga
oleh
ajaran
Filsafat, Etika dan Agama.
Prinsip
Hukum
berdasarkan
Kodrat:
Hukum
(perwujudan
Positif
dari)
berlaku
suatu
sistem/tertib yang lebih tinggi yang ditetapkan
oleh
Tuhan/Dewa,
alasan
yang
suci
dan
sifat-
sifat kondrat manusia.
3
Pandangan tentang hukum yang dianut oleh mazhab
Hukum Kodrat berjalan sangat panjang dan penuh
dengan
Kuno
perubahan-perubahan
sampai
dengan
(sejak
sekarang),
zaman
Yunani
mazhab
hukum
Kodrat mempunyai peranan yang sangat penting dan
menentukan
dalam
hubungannya
agama/ideologi
dengan
pandangan
politik,
bentuk
negara/pemerintahan, budaya dan hukum.
Pelopor
aliran
muridnya
Hukum
Kodrat
Aristoteles
adalah
Plato
(keduanya
dan
merupakan
penasehat raja pada zaman Yunani Kuno).
b. Positivisme
Asumsi
dasar/Ideologi
Hukum
Positivisme:
bahwa
hukum positif tidak tergantung/tidak berdasarkan
tertib yang lebih tinggi/supranatural.
1)
Pengaruh terhadap Positivisme
a)
pengaruh (perkembangan) ilmu-ilmu sosial;
b)
Penelitian empiris.
Hukum
terpisah
anggapan
masa
dari
itu
moral
bahwa
(sesuai
ilmu
dengan
pengetahuan
terpisah dari moral).
Positivisme
berasal
dari
kata
posite
artinya
menentukan,
yaitu
apa
diterima
oleh
indera
manusia
panca
yang
yang
dapat
diyakini
benar adanya, metode menerima/menangkap sesuatu
hal/obyek
dilakukan
dengan
oleh
panca
indera
hanya
dapat
ilmu-ilmu
sosial
dengan
metode
yang
dapat
penelitian empiris.
Positivisme
mengutamakan
diamati
walaupun
dan
absrtaksi
data
hasil
tidak
fakta
menolak
pengamatan,
abtraksidan
tidak
4
mencari atau tidak menerima suatu realitas yang
lebih tinggi diatas dunia indrawi. Oleh karena
itu cenderung sekuler, empiris dan relativis.
Positivisme
mazhab
muncul
yang
menentang
Positivis
klasik
pengertian
yang
hidup
awal
dengan
abad
XIX,
mazhab
bertujuan
merupakan
hukum
kodrat.
mencari
menyeluruh
tentang
menggunakan
metode
suatu
dunia
dan
ilmu-ilmu
sosial.
2). Prinsip Positivisme:
a). Hukum disuatu masa/waktu berbeda dengan
hukum
dimasa
berkembang
yang
lain,
sesuai
hukum
dengan
perkembangan
bangsa yang bersangkutan,
dengan
perkembangan
selalu
yang berbeda
bangsa
lain
(tempolisme).
b).
Hukum
yang
masyarakat
tercipta
berbeda
di
dengan
dalam
satu
hukum
yang
tercipta di masyarakat yang lain, hal
itu
disebabkan
perbedaan
kebudayaan
(lokalisme).
c).
Hukum sebagai suatu produk penguasa yang
sah disuatu negara berbeda dengan hukum
sebagai
produk
penguasa
negara
lain,
hal
yang
itu
sah
di
disebabkan
perbedaan politik.
Ketiga
dasar
prinsip
dari
itu
disebut
aliran
relativisme
positivisme
dan
dengan
menggunakan rasio melalui penelitian empiris,
untuk
menemukan
selanjutnya
fakta-fakta
merumuskan
hukum
dan
prinsip-prinsip
hukumnya.
5
Mazhab
positivisme
sejarah,
dipengaruhi
sosiologi,
oleh:
antropologi,
ilmu
politik,
ekonomi dan lain-lain.
Kesimpulan hukum positif tidak tergantung/ tidak
berdasarkan
tetapi
dari
hukum
tertib
positif
yang
adanya
lebih
karena
tinggi,
ditentukan
oleh para ahli hukum.
Beberapa ahli mazhab positivisme adalah:
F.C.
von
Savigny,
Sir
Henry
Maine,
Auguste
Comte,H. Spencer, dan lain-lain.
3. Titik Tolak Disiplin Hukum1
a.
Titik
tolak
filsafat
(ahli
metafisika
politik
(Disiplin
atau
Neokantian).
b.
Titik
tolak
ideologi
Hukum
Sosialisme dan Fasisme).
c.
Titik
tolak
Ilmu
Pengetahuan,
yaitu
teori
pengetahuan dan ideologi politik dijalin dalam
satu
sistem
yang
bulat
(sistem
Skolastik
dan
Hegel).
4. Tugas Disiplin Hukum (Radbruch)2.
Menjelaskan
nilai-nilai
hukum,
postulat-postulat
(dugaan-dugaan), sampai pada dasar-dasar filsafatnya
yang terakhir.
1
Purnadi Purbacaraka dan M Chidir Ali, Disiplin Hukum, cetakan ke empat, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 1990), Hal. 1.
2
Ibid, hal. 2
6
5. Perkembangan Disiplin Hukum3
a. Sebelum abad XIX (disiplin hukum jaman dahulu)
hasil
sampingan
dari
pada,
ajaran
politik,
oleh
karena
agama,
itu
etika
dan
ahli-ahlinya
sebelumnya adalah sebagai filosof, gerejawan,
politikus.
b. Setelah
abad
pergeseran
filsafat
XIX
dari
dan
(disiplin
filsafat
politikus
hukum
hukum
kepada
modern)
para
ahli
filsafat
hukum
para ahli hukum (Juris).
B.
PLATO4
HUKUM KODRAT
Pendekatannya: metafisis.
1.
Keadilan
Dari Ilham
Yang
merupakan
keadaan
seimbang
di
dalam
bathin
manusia, yang tidak dapat dianalisa oleh akal.
2. “Republic” (Politeia)
a. Negara harus dipimpin oleh raja yang ahli filsafat
dan bijaksana agar terjamin pemerintah yang adil.
b. Tugas penguasa mengawasi supaya manusia melakukan
pekerjaannya.
c. Tidak ada tempat bagi hukum, sebagai suatu sistem
peraturan
yang
disusun
dan
dirumuskan
untuk
mengikat masyarakat.
3. “The Laws” (Nomoi)
a. Membahas
tentang
prinsip-prinsip
dan
isi
hukum
dalam negara (hukum sebagai proses/tata cara).
3
Ibid, hal.3
4
Ibid, hal. 4-11.
7
b. Pengetahuan
ketentuan
tentang
Hukum
keadilan
Negara
yang
adalah
mempedomani
tetap
merupakan
ilham mistik (ghaib).
Konsepsi Keadilan: sebagai pengungkapan tentang kebaikan
yang diterima oleh hanya beberapa orang yang terpilih
lalu meneruskannya kepada masyarakat sebagai hukum.
C. ARISTOTELES5
HUKUM KODRAT
Pendekatan: rasional
1. Pengertian Keadilan:
Suatu hal yang dipertengahkan antara dua ekstrem yang
dideduksikan
menurut
ilmu
pasti
semu
dari
suatu
jalinan dari bentuk-bentuk ekstrem dalam pemerintahan
dan hubungan antar manusia.
2. Sumbangan Aristoteles Bagi Disiplin Hukum
a.
Sumbangan 1
Sifat
ganda
tabiat
manusia
sebagai
bagian
dari
alam (manusia takhluk kepada hukum jasmaniah dan
segenap penciptaan-Nya) dan sebagai penguasa alam
(dengan
akalnya
memberikan
manusia
kehendak
menguasai
bebas
alam,
kepadanya
yang
dan
memungkinkan untuk membedakan apa yang baik dari
yang jahat).
b.
Sumbangan 2: Perbedaan Keadilan 1.
1)
Keadilan yang “Distributif” (memberi bagian)
pembagian
kepada,
barang-barang
tiap
orang
dan
penghargaan
sesuai
dengan
kedudukannya/statusnya dalam masyarakat, serta
menghendaki perlakuan yang sama bagi mereka
yang berstatus sama, menurut hukum positif,
5
Ibid, hal. 11-17
8
berdasarkan prinsip-prinsip etika dan politik
tertentu.
2)
Keadilan
yang
“Korektif”
(perbaikan)
atau
“Remedial” (pengobatan):
Ukuran
dari
menguasai
prinsip-prinsip
administrasi
(pelaksanaan
mengatur
UU).
dari
Oleh
hubungan
teknis
pada
karena
hukum,
itu
perlu
yang
hukum
dalam
ditemukan
ukuran umum untuk menanggulangi akibat-akibat
perbuatan, tanpa memandang siapapun orangnya,
dan
maksudnya
harus
dapat
dinilai
menurut
ukuran obyektif.
Misalnya:
- Hukum harus memperbaiki kejahatan;
- Ganti
rugi
harus
memperbaiki
kesalahan
perdata.
c.
Sumbangan 3: Pembedaan Keadilan 2:
1. Keadilan UU/Hukum Positif;
Mendapat
kekuatannya
dari
penetapan
sebagai
hukum.
2. Keadilan alam/Hukum Alam.
Mendapatkan
kekuatannya
dari
apa
yang
didasarkan pada tabiat manusia dimana saja dan
kapan saja, adalah sama.
d. Sumbangan 4: Pembedaan Keadilan 3.
1. Keadilan Abstrak:
Siapapun
yang
salah
harus
ditindak/dihukum,
oleh karena itu hukum sifatnya adalah umum dan
sering kali ketat.
2. Keadilan Equity (Kesebandingan)
Bila hukum tersebut dilaksanakan terhadap suatu
perkara yang khusus, maka Equity dapat mengubah
9
dan
memperlunak
keketatan
dalam
mempertimbangkan perkara yang khusus tersebut.
e. Sumbangan 5: Definisi Hukum.
Suatu
kumpulan
peraturan
yang
mengikat
baik
pejabat-pejabat maupun rakyat.
3. Peranan Hukum
Membimbing
tingkah
melaksanakan
laku
tugasnya
atau
para
pejabat
untuk
menghukum
dalam
para
pelanggar; oleh karena itu hukum tidak sama dengan
ketentuan-ketentuan
yang
mengatur
dan
mengungkapkan
bentuk konstitusi.
4. Bukunya “Rethoric” (Pedoman
Proses
Berperkara)
Menasehati pihak-pihak untuk memilih hukum universal,
bila hukum tertulis (positif) menentang mereka; tetapi
menuntut keunggulan hukum positif terhadap hukum yang
tidak tertulis (universal/alam), bilamana suatu hukum
positif mendukung suatu pihak.
5. Bukunya “Politics”
Ia menyamakan kedadilan dengan hukum positif, karena
keadilan
diatur
merupakan
menurut
kebijaksanaan
ketentuannya,
dan
politik,
negara
ketentuan
itu
merupakan ukuran tantang apa yang adil (jadi keadilan
yang legal/positif, lebih diutamakan dari pada prinsip
kebaikan abadi manapun).
10
D. F.C. von SAVIGNY6
MAZHAB POSITIVE HISTORIS
1. Inti Ajaran (Ideologi Hukum) Savigny
Kesadaran
sebangsa
karena
mengeksklusifkan
(beda)
tidak
asal-usul
mempunyai
bersama
pertumbuhan
bersama
dengan
kebutuhan
dengan
yang
bangsa
lain,
yang
sama,
hukum
tumbuh
bangsa/rakyat
kekuatan
bathiniah,
dan
bangsa
dan
menjadi
kuat
akhirnya
mati
ketika suatu bangsa kehilangan kebangsaannya.
2. Doktrin-doktrin dari Mazhab Sejarah
a.
Hukum
itu
ditemukan
hukum
merupakan
bukan
proses
dibuat,
yang
tidak
pertumbuhan
disadari
dan
organis; maka dari itu perundang-undangan adalah
tidak
begitu
penting
dibandingkan
dengan
kebiasaan.
b.
Hukum
yang
hukum/sikap
mulai
tindak
tumbuh
yang
sebagai
sudah
hubungan
dipahami
dalam
masyarakat-masyarakat primitif kearah hukum yang
lebih kompleks dalam peradaban modern, menyebabkan
kesadaran hukum rakyat tidak dapat lagi menjelma
secara
langsung,
hukum,
yang
secara
teknis.
tetapi
diwakili
merumuskan
Pembentukan
oleh
sarjana
prinsip-prinsip
hukum
Undang-undang
adalah
tahap akhir.
c.
Hukum tidak mempunyai daya laku universil. Tiap
bangsa
memperkembangkan
sendiri;
(jiwa
Hal
bangsa)
tersebut
kebiasaan
dikarenakan
menjelmakan
dirinya
hukumnya
“Volkgeist”
pada
hukum
rakyat.
6
Ibid, hal. 18-24
11
3. Pandangan Savigny Terhadap Kodifikasi
Ia memandang rendah kekaguman pada kodifikasi hukum,
yang modern di Prusia, Austria dan Perancis (yang
meniru Kodifikasi Romawi). Menurutnya perlu studi
ilmiah tentang system hukum tertentu, dalam
perkembangan yang kontinyu dan tiap-tiap generasi
mengadaptasikan hukum itu sesuai dengan kebutuhannya
(contoh: “corpus juris” di Romawi sebelum terbentuk
disesuaikan dengan kebutuhannya).
4. Keyakinan Savigny
a.
Ilmu Hukum lebih baik dari pembaharuan hukum.
b.
Kesadaran (hukum) rakyat adalah sumber bagi segala
hukum dan dalam peradaban yang termaju. Oleh
karena itu sarjana hukumlah yang merumuskan
kesadaran hukum rakyat menjadi prinsip-prinsip
hukum.
5. Penentang Ajaran Savigny
Besseler, Eichorn dan Gierke (Rationel Positivisem)
menolak konsepsi romantisem Savigny tentang paranan
sejarah
hukum
sebagai
rakyat,
karena
hukum
berbeda
dengan
ilmu
penggarap
yang
hidup
pengetahuan
kesadaran
hukum
dikalangan
rakyat
yang
teknis
dan
artifisil (asli) dari sarjana hukum.
6. Kelemahan Ajaran Savigny
Adalah suatu aspek yang ironis dari ajaran Savigny dan
Puchta, bahwa sementara menekankan “watak kebangsaan
dari segala hukum”, mereka sendiri mengambil inspirasi
dari
hukum
Romawi
dan
dalam
karya-karya
utamanya
menyesuaikan (hukum Romawi) dengan kondisi modern.
7. Kesimpulan
Ajaran aliran ini dalam keseluruhannya, mengunggulkan
naluri
melawan
ratio
dan
evolusi
graduel
melawan
12
tindakan
yang
sengaja,
mazhab
aliran
sejarah
tidak
memajukan energi kreatif dan pembaruan hukum.
NOTE: HISTORICAL JURISPRUDENCE (MAZHAB HUKUM HISTORIS)
¤
Melihat hukum sebagai kekhasan suatu bangsa.
¤
Hukum sebagai suatu proses (sejarah), yaitu perkembangan
hukum sebagai (sesuai dengan) perkembangan (suatu) bangsa
yang berbeda dengan perkembangan hukum bangsa lain.
¤
Menggambarkan
hukum
sebagai
bersifat
mistik,
karena
menerima perkembangan hukum sebagai apa adanya (naluriah)
yang tidak dapat direkayasa oleh pikiran manusia.
¤
Pelopor Historical Jurisprudence adalah F.C. von Savigny,
pandangannya:
-
Asumsi: “bahwa setiap bangsa dalam hal-Hal tertentu
merupakan satu kesatuan”
-
Hukum bersumber pada “volkgeist” (Jiwa Bangsa).
-
Aliran ini bersifat romantis, menekankan pada perasaan
dan kebudayaan yang bersifat mistis.
-
Penganut mazhab ini menganggap hukum bukanlah sebagai
aturan pengikat yang abstrak (norma), tetapi sebagai
bagian yang integral dari masyarakat yang berasal dari
kebiasaan sosial dan ekonomi dan menghubungkan masa
lalu dengan masa kini dari anggotanya.
-
Toleransi
ajaran
ini:
nilai-nilai
budaya
asing
disaring agar sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa
sendiri dan apabila pemerintah Jerman hendak membuat
kodifikasi
hukum
Hukum
kebiasaan
Perdata,
haruslah
masyarakat/bangsa
bersumber
pada
Jerman
(yang
memerlukan bantuan para ahli hukum untuk merumuskan
prinsip-prinsip hukum kebiasaan tersebut).
13
Mazhab Positivis Historis :
Menentang
aliran
hukum
alam/hukum
kodrat
yang
prinsipnya dimana saja, kapan saja, untuk siapa saja
hukum berlaku sama.
Aliran
ini
prinsipnya
hukum
di
suatu
masa
berbeda
dengan hukum di masa yang lain.
Contoh :
a. Misal: Undang – undang PT; sebelum tahun 1995
berbeda dengan Undang – undang PT setelah tahun
1995.
b. Dalam
hukum
perkawinan;
sebelum
tahun
1974,
hukum perkawinan diatur dalam BW, Hukum Islam,
dan Hukum Adat. Dan setelah tahun 1974 diatur
di
dalam
Undang
sehingga
dalam
–
ketentuan
BW,
Hukum
undang
–
No.1
ketentuan
Adat/kebiasaan,
Tahun
yang
1974
diatur
Hukum
Islam
dianggap tidak berlaku sepanjang bertentangan
dengan Undang – undang No.1 Tahun 1974.
Pendapat/ajaran
Savigny
ini
muncul
(awal
abad
19)
karena pada masa itu pemerintah Jerman (sebelum perang
Dunia Kedua), akan membuat kodifikasi hukum Perdata
Jerman yang bersumber dari Code Civil Perancis.
Code
Civil
Perancis
sebenarnya
bersumber
dari
kode
Romawi. Oleh karena itu Savigny mengatakan bahwa hukum
Jerman tentulah tidak sama dengan hukum bangsa lain,
sehingga
haruslah
apabila
hendak
bersumber
membuat
pada
kodifikasi
hukum
hukum
kebiasaan
masyarakat/bangsa Jerman yang melalui bantuan para ahli
hukum untuk merumuskan prinsip – prinsip hukum dari
hukum kebiasaan tersebut.
Contohnya di Indonesia terjadi dalam pembuatan Undang –
undang Pokok Agraria No.5 tahun 1960 dan Undang-undang
14
Perkawinan No.1 Tahun 1974 (yang bersumber dari hukum
kebiasaan).
Namun
di
dalam
Undang
–
undang
Pokok
Agraria dan Undang – Undang Perkawinan tidak seluruhnya
bersumber pada hukum kebiasaan, contohnya :
a. Dalam Undang – undang Pokok Agraria mengenai :
~
Sertifikat Tanah
~
Pendaftaran Tanah
~
PPAT
bersumber pada hukum Barat.
b. Dalam Undang – undang Perkawinan mengenai :
~
Buku Nikah
~
Persamaan Hak
Masih bersumber pada Hukum Barat (Buku Nikah),
persamaan
hak
bersumber
pada
prinsip
hukum
Internasional (Prinsip Hak Asasi Manusia).
E.
POSITIVIS SOSIOLOGIS7
Mencari Pengertian kehidupan manusia dan hidup
bersama
manusia
dengan
menggunakan
metode
ilmiah
(sosiologi).
Pelopornya Auguste Comte (1798 – 1857) dan H.Spencer
(1820–1903).
Auguste Comte :
Menyelidiki
masyarakat
Liberal
(di
Perancis)
untuk
mencari pengertian tentang masyarakat dengan menemukan
Hukum – hukum yang menguasai kehidupan sosial dan yang
bersifat
menentukan
bagi
hubungan
–
hubungan
antara
orang dalam negara.
7
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius : 1995), Cet.
Kedelapan,
15
F. POSITIVIS YURIDIS8
Dalam pandangan Positivis Yuridis, hukum hanya
berlaku
oleh
karena
mendapat
bentuk
positifnya
dari
suatu instansi yang berwenang. Hukum hanya ada hubungan
dengan bentuk formalnya dengan ini bentuk yuridis hukum
dipisahkan dari kaedah–kaedah hukum material.
Kaedah–kaedah hukum material atau disebut juga isi hukum
tergantung dari situasi etis dan politik suatu negara,
maka
harus
dipelajari
dalam
suatu
ilmu
pengetahuan/
ajaran lain, bukan dalam ilmu pengetahuan hukum.
Hukum
positif
dianggap
tetap
berlaku
walaupun
bertentangan dengan hukum kodrat asal saja berguna demi
kepentingan negara.
Positivis Yuridis ide–idenya tentang kedaulatan rakyat
yang
satu–satunya
sumber
hukum
adalah
pembentukannya
oleh negara.
G.
HANS KELSEN9
KELSEN mengemukakan “Pure Theory of Law”
yang
terjemahannya teori murni tentang hukum (yang
murni
bukan hukumnya tetapi teorinya), ajarannya yaitu: dalam
membuat teori hukum haruslah bersih/murni dari pengaruh
unsur-unsur lain.
Murni di sini dimaksudkan tidak dipengaruhi oleh ilmu –
ilmu
lain,
unsur/ajaran–ajaran
lain
misalnya
agama
filsafat, sejarah, sosiologi, antropologi, ekonomi dan
sebagainya.
8
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius : 1995), Cet.
Kedelapan,
9
Purnadi Purbacaraka dan M Chidir Ali, Disiplin Hukum, Opcit. Hal 58 – 71
16
Untuk mendukung teori murni tentang hukumnya, Kelsen
mengemukakan teori Stufenbau yaitu mengenai keberlakuan
kaidah hukum.
Stufenbau teori maksudnya :
Keberadaan
kaidah
yang
lebih
rendah
ditentukan
oleh kaidah lebih tinggi dengan demikian kaidah
konkrit
berlaku
sedangkan
kaidah
berdasarkan
abstrak
kaidah
berlaku
abstrak,
berdasarkan
kaidah dasar atau grund norm.
Kaidah Konkrit (Individual Norm)
Adalah
suatu
kaidah
yang
berlaku/mengatur
bagi
subyek hukum yang ditentukan dengan konkrit.
Contohnya :
~
Surat
keputusan
pengangkatan/pemberhentian
pejabat,
~
Surat putusan pengadilan,
~
Surat penetapan/fatwa waris, surat ijin usaha.
Ketiga macam surat tersebut di dalamnya ditentukan
dengan konkrit siapa nama subyek hukum (subyek –
subyek
hukum),
berapa
umurnya/kapan
berdirinya,
apa pangkat golongannya, apa pekerjaannya, dimana
alamat tempat tinggalnya (semuanya itu merupakan
identitas
harus
subyek
hukum
dilakukannya,
tersebut)
apa
dan
apa
yang
hukumnya/berapa
lama
berlaku/mengatur
bagi
hukumannya.
Kaidah Abstrak (General Norm)
Adalah
suatu
kaidah
yang
subyek hukum yang ditentukan secara umum. (baik
17
berlakubagi suatu masyarakat atau hanya golongan
tertentu).
Contohnya Undang–undang perkawinan; dimana setiap
WNI maupun WNA (Perkawinan Campuran) yang menikah
di Indonesia berlaku Undang–undang tersebut.
Contohnya PP No.10 tahun 1983 (hanya berlaku bagi
golongan Pegawai Negeri Sipil), Peraturan Daerah
mengenai pemilikan KTP berlaku hanya untuk warga
disuatu
tempat
biasanya
propinsi/kabupaten
atau
kotamadya.
Kaidah Dasar (Grund Norm)
Adalah
suatu
kaidah
yang
sangat
abstrak
terdiri hanya satu kaidah saja yang
dan
berlaku serta
mengatur kaidah-kaidah di bawahnya, kaidah dasar
di
Indonesia
karena
bukanlah
Pancasila
Pancasila
merupakan
atau
UUD
1945
dan
UUD
1945
asas,
tidak terdiri dari satu kaidah saja.
Kesalahan/tidak konsisten teori murni Kelsen terletak
pada
kaidah
dasarnya
yang
diterangkan
oleh
Kelsen,
yaitu tidak ada norma dasar/kaidah dasar dapat diakui
tanpa
keefektifan
yang
minimal
yang
menjurus
pada
pentaatan/kepatuhan hingga taraf tertentu.
Untuk mengetahui dan mengukur kepatuhan/pentaatan dari
warga masyarakat tersebut hanya dapat dilakukan dengan
(ilmu) sosiologi.
Jadi
kesalahan/tidak
konsisten
teori
murni
Kelsen
terletak pada kaidah dasar/norma dasar yang tidak murni
lagi karena dipengaruhi oleh sosiologi.
18
BAGAN:
Kesalahan tidak konsisten teori murni Kelsen.
Kaidah dasar : dapat berlaku kalau
ditaati
dipatuhi
Oleh
masyarakat,
untuk mengukurnya harus dianalisis
dengan
ilmu
yang
namanya
sosiologi.(mengukur kepatuhan warga
masyarakat)
Kaidah Abstrak / umum
Kaidah Konkrit / khusus
NOTE:
Menurut
Kelsen,
Pemilihan
mengenai
norma
dasar
tidak
bersifat sewenang – wenang sebaliknya pilihan tersebut harus
dilakukan
oleh
ahli
ilmu
hukum
keberlakuan, yaitu bahwa tertib
pada
prinsip–prinsip
hukum secara keseluruhan
harus bersandar pada asumsi yaitu keberlakuan secara luas,
dalam arti bahwa secara umum warga berprilaku sesuai dengan
asumsi itu.
Norma
dasar
bukanlah
hukum
positif
dan
maka
tidak
berkaitan dengan ilmu hukum, tetapi sepenuhnya formal dalam
memberikan kesatuan terhadap system hukum dan membuat batas–
batas akan norma – norma itu yang dipelajari ilmu hukum.
19
H.
NEO POSITIVISME10
David Hume, menolak semua pengetahuan yang bukan
empiris,
pengetahuan
khayalan,
jadi
semacam
tidak
itu
mungkin
dianggapnya
ide-ide
sebagai
metafisika
sebagai
pembawa kebenaran.
Positivisme
mengunggulkan
pengetahuan
ilmiah
yang
berpangkal pada empirisme.
Filsuf-filsuf
kegunaan
dalam
utilitarisme
hidup
sosial
mengutamakan
manusia;
apa
yang
prinsip
ternyata
berguna bagi perkembangan manusia dianggap baik dan benar
(abad XX). Mereka berusaha menghindari semua “ucapan” yang
tidak
dapat
dipertanggung
jawabkan
secara
ilmiah.
Oleh
karena itu mereka mengambil alih metode empiris dan analisis
sebagai satu-satunya metode yang sah.
Dalam
abad
XX
muncullah
kritik
terhadap
ilmu
pengetahuan, yang meragukan tentang kebenaran ucapan ilmiah.
Dalam situasi dilema ini aliran-aliran filsafat baru muncul,
filsuf-filsuf
bahasa
aliran
secara
ini
mendalam,
menyelidiki
inilah
yang
isi
pengertian
disebut
aliran
dan
“Neo
positivisme”.
Jadi Neopositivisme memberi perhatian lebih besar
kepada logika dan kepada hubungan yang erat antara logika
dan bahasa.
REALISME HUKUM AMERIKA11
Realisme
Hukum
pemikir-pemikirannya
masalah-masalah
Amerika
tidak
teoritis
bersifat
memberi
tentang
Pragmatisme,
perhatian
hukum
lagi
dan
yang
kepada
tidak
mengindahkan lagi aspek normative dari hukum. Bagi mereka
10
11
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah,Opcit., hal. 174 – 175
Ibid, Hal 178 - 179
20
yang
penting
adalah
yang
diperlukan
oleh
hukum
secara
aktual misalnya orang-orang yang menjalankan hukum seperti
para hakim dan pegawai-pegawai pengadilan lainnya, merekalah
yang membuat hukum. Ilmu Pengetahuan hukum harus pertamatama berpedoman kepada kelakuan hakim.
O.W. Holmes (1841-1935)
Menurutnya kelakuan para hakim pertama-tama ditentukan oleh
kaedah-kaedah
hukum.
Berdasarkan
tafsiran
lazim
kaedah-
kaedah hukum itu dapat diduga, bagaimana kelakuan hakim di
kemudian
hari.
Di
samping
kaedah-kaedah
hukum
bersama
sifatnya, moral hidup pribadi dan kepentingan sosial ikut
menentukan putusan para hakim juga.
Jerome Frank (1889-1957)
Menurut Frank seorang modern tidak mau lagi ditipu oleh
ilusi-ilusi dari suatu teori yang bersifat abstrak. Manusia
sekarang
tahu
bahwa
putusan-putusan
hukum
sebenarnya
pengadilan,
dan
hanya
terdiri
dari
putusan-putusan
itu
tergantung dari banyak faktor:
-
Kaedah-kaedah hukum yang berlaku;
-
Prasangka politik;
-
Prasangka ekonomi
-
Dan moral.
Kesemua faktor tersebut ikut menentukan putusan para hakim
bahkan
juga
simpati
dan
antipati
pribadi
berperan
dalam
putusan tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan
Yogyakarta, Penerbit Kanisius : 1995.
Sejarah,
Purbacaraka, Purnadi dan M Chidir Ali, Disiplin Hukum,
cetakan ke empat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990.
22
Download