Potensi bakteri asam laktat probiotik indigenus

advertisement
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan penyusun ransum
tikus yang terdiri atas tepung maizena, kasein, minyak jagung, CMC, mineral mixture,
vitamin mixture Fitkom, dan air, suspensi EPEC, suspensi L. plantarum 2C12, suspensi L.
fermentum 2B4, organ hati, ginjal, limpa, dan feses tikus percobaan. Bahan-bahan untuk
analisis MDA yaitu TEP (1,1,3,3-tetraetoksipropana), Phosphat Buffer Saline (PBS) pH 7.4
yang mengandung 11.5 g KCl/L (disimpan pada suhu 2-5oC), HCL 0.25 N yang mengandung
15% TCA, 0.38% TBA, dan 0.5% BHT. Bahan-bahan untuk analisis proliferasi limfosit yaitu
PBS, alkohol 70%, RPMI-1640 steril, NH4Cl 0.85% steril, dan pewarna tryphan blue.
2. Alat
Alat utama yang digunakan dalam penelitian adalah oven, autoklaf, alat sentrifus,
tabung sentrifus 15 ml steril, spektrofotometer visible, refrigerator, neraca analitik,
mikroskop cahaya, alat bedah steril, transfer pipet steril, syringe steril untuk menggerus
organ, botol steril untuk wadah menggerus organ, micropipet 10-100 µl, tip micropipet,
microplate 96 well, hemasitometer dan cover glass, kapas, kertas tissue, alumunium foil.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan ransum dan pemeliharaan tikus adalah
mortar, sendok, neraca, kandang tikus, wadah ransum dan air minum, timbangan tikus.
B. METODE PENELITIAN
1. Pembuatan Kultur
a. Pembuatan Kultur BAL L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4
Kultur induk L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 dari penelitian Arief
(2008) disegarkan terlebih dahulu pada media de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB).
Kemudian, dari kultur yang disegarkan tersebut dibuat kultur kerja. setelah itu, kultur
kerja dipupukkan pada media de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) untuk diketahui
populasinya. kultur yang memenuhi syarat untuk dicekokkan pada tikus percobaan
adalah kultur dengan jumlah populasi 108 cfu/ml.
Kultur stok yang telah dibuat perlu diperbaharui setiap minggu agar aktivitasnya
tidak berkurang. Pemeliharaan kultur stok pada penelitian ini akan menggunakan metode
Hariyadi et. al (2001) dengan cara membuat tusukan kultur pada MRSA chalk
semisolid, kemudian menginokulasikannya pada MRSB, lalu kultur tersebut dapat
disimpan di refrigerator.
b. Pembuatan Kultur EPEC
Kultur EPEC dibiakkan pada media Nutrient Agar selama 24 jam pada suhu 37oC
untuk dijadikan kultur kerja. Setelah itu diambil sebanyak satu ose kultur kerja tersebut
15
lalu dibiakkan ke dalam tabung berisi media Nutrient Broth. Setelah 24 jam, kultur
bakteri uji disetarakan kekeruhannya dengan standar McFarland no 0.5, yang memiliki
kesetaraan dengan jumlah populasi bakteri sebesar 8x108 sel bakteri/ml. Suspensi bakteri
EPEC yang terbentuk kemudian diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 8x106 sel
bakteri/ml.
2. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 5.
Pengujian L. plantarum dan L. fermentum sebagai antidiare pada tikus yang diinfeksi EPEC
Penentuan nilai
PER tikus
percobaan
Penentuan kadar
air feses tikus
percobaan
Analisis kadar
MDA organ hati
dan ginjal
Analisis proliferasi
sel limfosit organ
limpa
BAL probiotik indigenus yang mempunyai
sifat antidiare dan imunomodulator terbaik
Gambar 5. Diagram Alir Kerangka Penelitian
3. Pengelolaan Tikus Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (albino rat)
galur Sprague Dawley umur 5-6 minggu berjenis kelamin jantan hasil pengembangbiakan
Badan POM RI. Pemeliharaan tikus percobaan dilakukan di Laboratorium Hewan Percobaan
SEAFAST CENTER, IPB. Kandang yang digunakan berukuran 17.5 x 23.75 x 17.5 cm,
dengan jumlah sesuai dengan jumlah tikus yang digunakan. Kandang terbuat dari plastik.
Kandang tikus harus harus bebas dari suara rebut, dan terjaga dari asap industri atau polutan
lainnya. Lantai harus mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan adalah 2224oC, kelembaban udara 50 - 60%, dengan velintasi cukup namun tidak ada jendela terbuka
(Muchtadi, 1993).
Setiap hari tikus percobaan diberi ransum berdasarkan standar AOAC (Tabel 6).
Pemberian ransum dilakukan secara ad libitum (berlebih). Hari pertama setiap tikus diberi
ransum sebanyak 10 gram. Hari kedua diberi ransum sebanyak 15 gram. Hari ketiga dan
seterusnya diberi ransum sebanyak 20 gram.
16
Tabel 6. Komposisi Ransum Standar Berdasarkan AOAC
Bahan-bahan Campuran
Jumlah (%)
Protein kasein
Minyak jagung
Campuran mineral
Campuran vitamin
CMC (carboximethylcellulosa)
Air
Maizena (pati jagung)
10
8
5
1
1
5
70
Sumber: Muchtadi et. al (1992).
4. Perlakuan pada Tikus Percobaan
Tikus dibagi dalam 6 kelompok perlakuan (Tabel 7). Tikus diare dipersiapkan dengan
cara menginduksi tikus dengan bakteri EPEC. Selama percobaan, semua kelompok tikus
diberi pakan ransum standar. Pemberian BAL dilakukan selama tiga minggu penuh, yaitu
dari hari ke-1 hingga ke-21, secara oral menggunakan sonde.
Tabel 7. Kelompok Perlakuan Tikus Percobaan
Kelompok Tikus
Kontrol negatif
L. plantarum 2C12
L. fermentum 2B4
L. plantarum 2C12 +
EPEC
L. fermentum 2B4 +
EPEC
Kontrol positif
Perlakuan
Tikus normal yang hanya diberi ransum standar dan
akuades
Tikus yang diberi ransum standar, diiringi pemberian L.
plantarum 2C12
Tikus yang diberi ransum standar, diiringi pemberian L.
fermentum 2B4
Tikus yang diberi ransum standar, diiringi pemberian L.
plantarum 2C12, tetapi diselingi dengan pemberian
infeksi EPEC
Tikus yang diberi ransum standar, diiringi pemberian L.
fermentum 2B4, tetapi diselingi dengan pemberian infeksi
EPEC
Tikus yang diberi ransum standar dan infeksi EPEC
BAL yang diberikan yaitu L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 sebanyak 1 ml
dengan populasi 108 cfu/ml. Infeksi EPEC dilakukan dengan populasi 106 cfu/ml sebanyak 1
ml per hari selama 7 hari (hari ke-8 sampai ke-14), secara oral menggunakan sonde.
Pembedahan tikus untuk analisis peubah yang diamati dilakukan pada hari ke-7, 14, dan 21
(Gambar 6). Organ hati dan ginjal diambil untuk analisis kadar malonaldehida (MDA) serta
organ limpa diambil untuk uji proliferasi sel limfosit.
17
Cekok BAL
H(-3)
H(0)
H(7)
H(14)
H(21)
T2
T3
Cekok EPEC
Adaptasi
T0
T1
Keterangan: T0 = terminasi awal; T1 = terminasi hari ke-7; T2 = terminasi hari ke-14; T3 =
terminasi hari ke-21, masing-masing 4 tikus setiap kelompok
Gambar 6. Bagan Perlakuan Terminasi dan Cekok pada Tikus Percobaan
C. METODE ANALISIS
1. Pengukuran Bobot Badan dan Nilai PER (Muchtadi, 1993)
Bobot badan tikus ditimbang setiap dua hari sekali untuk mengetahui perubahan bobot
badan tikus selama perlakuan. Selain itu, pakan yang diberikan serta sisa pakan ditimbang
setiap hari untuk menentukan konsumsi pakan setiap hari. Data tersebut digunakan untuk
menentukan nilai PER (Protein Efficiency Ratio) dengan persamaan:
PER =
kenaikan berat badan
Jumlah protein yang dikonsumsi
2. Kejadian Diare pada Tikus Terinfeksi EPEC (AOAC, 1995)
Kejadian diare tikus percobaan dapat diamati dengan cara mengukur kadar air feses
yang dikoleksi pada hari ke-14 dan ke-21. Penentuan kadar air feses mengikuti prosedur
analisis kadar air menurut AOAC 1995 (analisis kadar air metode oven biasa). Cawan
alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 15 menit, lalu didinginkan
dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang cawan dengan neraca analitik (a gram).
Ditimbang sampel dengan neraca analitik sebanyak 4-5 gram (b gram). Dikeringkan dalam
oven pada suhu 100-105oC selama kurang lebih 6 jam, didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang (c gram). pengeringan diulangi hingga diperoleh berat sampel yang
relative konstan (berat dianggap konstan jika selisih berat sampel kering yang ditimbang
≤0.0003 gram).
Kadar air (%basis basah) = x – y X 100 %
x–a
Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
a = berat cawan kosong (g)
18
3. Analisis Kadar Malonaldehida (MDA) (Conti et al., 1991)
Kadar MDA organ hati dan ginjal tikus percobaan diukur secara kuantitatif dengan
metode Thiobarbituric Acid Reactivity Test. Metode ini didasarkan pada reaksi antara MDA
dan TBA (Thiobarbituric acid) dalam suasana asam. Kompleks MDA-TBA yang terbentuk
memiliki warna merah jambu dan absorbansinya dapat diukur pada panjang gelombang 532
nm (Conti et al., 1991).
Organ hati atau ginjal yang telah ditimbang, ditambahkan larutan PBS dingin
sebanyak 2.5 ml, kemudian digerus, dan divorteks selama 10 detik. Campuran organ dan
larutan PBS kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Apabila
campuran masih terlihat keruh (belum terpisah dengan baik), maka disentrifus ulang. Setelah
disentrifus, campuran akan terpisah menjadi supernatan dan padatan. 1 ml supernatan
ditambahkan 4 ml reagen (larutan TCA 15%, TBA 0.38%, dan BHT 0.5% dalam HCl 0.25
N. Larutan kemudian divorteks selama 10 detik, dan diinkubasi dalam water bath bersuhu
80oC selama 60 menit. Setelah 60 menit inkubasi, larutan didinginkan sampai suhu ruang.
Larutan yang telah dingin disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang dihasilkan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532
nm.
Sebagai standar MDA digunakan 1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP). pada suasana
asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol. Hemiasetal yang terbentuk
kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehida. Penentuan kurva standar
dilakukan sama dengan penentuan sampel. Perhitungan kadar MDA sampel berdasarkan
hasil ploting nilai absorbansi pada kurva standar.
4. Analisis Proliferasi Sel Limfosit (Tejasari, 2000)
Dalam penelitian ini, sel limfosit diekstrak dari organ limpa tikus. Pengujian
proliferasi sel limfosit yang diperoleh dari organ limpa, dilakukan dengan metode pewarnaan
tryphan blue.
Organ limpa yang telah diambil langsung dicuci dalam larutan PBS, kemudian
dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi 5 ml RPMI-1640 steril. Setelah digerus,
ekstrak limpa disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
dihasilkan dibuang, sedangkan pelet ditambahkan 2 ml NH4Cl 0.85% steril, didiamkan
selama tepat 2 menit. Selanjutnya, segera ditambahkan dengan 3 ml RPMI-1640 steril,
kemudian disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Pelet yang dihasilkan
segera ditambahkan dengan 5 ml RPMI-1640 steril, dan disentrifus kembali dengan
kecepatan 1750 rpm selama 10 menit. Pelet yang dihasilkan segera ditambahkan dengan 3 ml
RPMI-1640 steril dan dihomogenkan (divorteks).
50 µl suspensi yang mengandung sel limfosit kemudian dipindahkan ke dalam
microplate, kemudian ditambahkan tryphan blue dengan perbandingan 1:1. Penghitungan
dilakukan pada perbesaran mikroskop 400 x. Sel limfosit hidup akan terlihat transparan atau
bening atau tidak berwarna dan secara visual dinding sel tampak kompak, sedangkan sel
limfosit mati akan terlihat berwarna biru karena membrane sel telah rusak sehingga dinding
sel terlihat keriput.
Jumlah sel limfosit hidup dihitung pada area dua kotak besar yang berseberangan
(maisng-masing kotak besar terdiri atas 16 kotak kecil), lalu dihitung per ml suspensi dengan
persamaan:
19
Jumlah sel/ml = jumlah sel x fp x 104, di mana fp = 2
2
5. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model matematika
sebagai berikut:
Yij
= μ + αi +βj + ε ij
Yij
: pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
: nilai tengah perlakuan
αi
: pengaruh perlakuan ke-i
βj
: pengaruh ulangan ke-j
ε ij
: galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Jika terdapat perbedaan nyata akan diuji
lanjut dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995).
20
Download