wulang-reh-kajian-teks - ilafi

advertisement
SERAT WULANG REH
(Kajian Teks Lanjut)
Disusun Oleh :
Erna Istikomah
C0106020
JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
SERAT WULANG REH
(Kajian Teks Lanjut)
A. Deskripsi Serat Wulang Reh
Serat Wulang Reh merupakan karya Sinuwun Kanjeng Susuhunan Paku
Buwono IV Surakarta Hadiningrat. Kanjeng Susuhunan Paku Buwono dilahirkan
pada hari kamis Wage pukul 22.00, tanggal 18 rabiulakhir, wuku watu gunung,
windu segara, tahun je 1694 atau pada tanggal 2 September 1768. Nama kecilnya
adalah R.M Gusti Subadio, sedang nama dewasanya adalah Kanjeng Gusti
Pangeran Adipatianom Amangkunagara Sudibyarajaputra Narendra Mataram.
Serat Wulang Reh selesai ditulis pada tanggal 19 Besar hari Ahad Kliwon
tahun Dal,1735 mangsa Kawolu, windu Sancaya, wuku Sungsang atau sekitar dua
belas tahun sebelum Paku Buwono IV wafat.
Serat Wulang Reh dalam pembahasan ini adalah Serat Wulang Reh yang
disebarluaskan oleh Alang-Alang Kumitir melalui websitenya. Serat Wulang Reh
terdiri dari pupuh Dhandanggula 8 pada, pupuh Kinanthi 16 pada, pupuh
Gambuh 16 pada, pupuh Maskumambang 34 pada, pupuh Duduk Wuluh 17 pada,
pupuh Durma 12 pada, pupuh Wirangrong 26 pada, pupuh Pucung 22 pada,
pupuh Mijil 25 pada, pupuh Asamarandana 26 pada, pupuh Sinom 33 pada, dan
pupuh Girisa 55 pada.
B. Kajian Teks Serat Wulang Reh
Sastra lahir tidak hanya untuk dinikmati dan dihayati tetapi membentuk
dan mempengaruhi pembacanya ( Teuuw, 1983:7 ), Karya sastra menjadi sarana
untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang apa yang baik dan yang
buruk. Karena karya sastra seharusnya memberi manfaat positif bagi pembaca.
Kandungan nilai yang tersimpan dalam karya sastra harus digali agar sampai
kepada pembaca.
Karya sastra lama tidak terpisahkan dengan ajaran-ajaran yang bersifat
deduktif dan mempunyai manfaat positif. Tradisi sastra cenderung bersifat didatik
dan monalistik serta memberitahukan kepada masyarakat, bagaimana karya sastra
1
itu harus hidup (Mulder, 1984 : 72). Petunjuk bagi masyarakat yang termuat
dalam karya sastra lama mengajarkan tentang nilai-nilai pendidikan, moral, dan
keagamaan bagi masyarakat pembaca.
Nilai-nilai yang berguna dan bermanfaat perlu menjadi perhatian yang
cermat dalam naskah Serat Wulang Reh. Secara luas nilai dan moral diartikan
sebagai sistem yang benar, baik, dan indah (The Liang Gie, 1976 : 38). Baik benar
dan indah sama halnya dengan berguna. Disamping itu, berguna dapat diartikan
sebagai sesuatu yang bermanfaat (Fuad, 2000 : 4). Bermanfaat disini identik
dengan keseriusan, bersifat didaktis atau pengajaran ( Wellek dan Waren, 1983 :
25-27 ).
Pengkajian teks Serat Wulang Reh dilakukan dengan menerapkan
rancangan atau pendekatan didaktis, dalam arti peneliti berusaha menemukan dan
memahami gagasan, tanggapan, evaluasi, maupun sikap pengarang terhadap
lingkungan (Aminuddin, 1987 : 72). Sudjiman menyampaikan didaktis dalam
karya sastra berarti, bahwa melalui karya sastra pengarang ingin menyampaikan
pesan atau pengajaran atau pendidikan yang berupa ajaran mengenai moral,
keagamaan, dan etika yang berguna bagi masyarakat. (1990 : 20).
Taringan (1984 : 195) juga mengklasifikasikan bermacam-macam nilai
yang terkandung dalam karya sastra. Nilai tersebut adalah sebagai berikut :
1. Nilai hedonik ialah nilai yang memberikan hiburan secara langsung.
2. Nilai artistik ialah nilai yang melahirkan seni atau keterampilan seseorang
dalam pekerjaan .
3. Nilai etis moral religius ialah nilai yang memancarkan ajaran dengan etika
moral, dan agama.
4. Nilai praktis ialah nilai yang dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengetahui ajaran didaktik yang ada dalam karya sastra diharapkan
masyarakat dapat menjaga keseimbangan hidup baik secara individu maupun
dalam berhubungan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Berdasarkan
namanya reh, yang pada intinya seseorang itu haruslah memelihara watak reh
bersabar hati dan ririh tidak tergesa-gesa dan berhati-hati. Kelakuan yang
2
menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain harus dihindari, berbohong,
kikir, dan sewenang-wenang haruslah dijauhi. Ajaran lain ialah mengenai budi
pekerti, ajaran agama, ajaran kesempurnaan diri, ajaran tentang pahlawan dan
sebagainya. Adapun nilai-nilai dikdatik yang terkandung dalam teks Serat Wulang
Reh adalah sebagai berikut:
1. Ajaran tentang nilai kehidupan
Untuk mengontrol nafsu-nafsu dapat dilakukan dengan cara melakukan
laku tapa sedikit mengurangi makan dan tidur, menguasai diri dibidang seksual
dan sebagainya. Hal ini seperti yang terdapat daalm ajaran Serat Wulang Reh
berikut ini.
Kinanthi
pada 1
pada 2
* Pada gulangen ing kalbu
Dadiya lakunireku
Ing sasmita amrih lantip,
cegah dahar lawan guling
Aja pijer mangan nendra,
lan aja asukan-sukan
Pesunen sarira-nira,
anganggowa sawatawis
Sudanen dahar lan guling.
ala watege wong suka
nyuda prayitna ing bathin.
Sesuai dengan teks tersebut di atas bagi orang Jawa laku tapa mengurangi
makan.minum dan tidur bukanlah suatu tujuan bagi dirinya sendiri , melainkan
untuk dapat mempertahankan keseimbangan batin dan untuk dapat berkelakuan
sesuai dengan tuntutan keselarasan sosial.
Selain nafsu maka yang berbahaya bagi manusia Jawa adalah egoisme
(pamrih). Bertindak karena pamrih berarti hanya mengushakan kepentingan
sendiri secara individual saja dengan tidak menghiraukan kepentingan
masyarakat. Secara sosial pamrih itu akan mengacaukan karena merupakan
tindakan tanpa perhatian terhadap keselarasan sosial. Sebab siapa yang mengejar
pamrih –nya memutlakkan keakuannya sendiri sehingga kehilangan keselarasan
dalam masyarakat (Suseno,1996:140).
3
Pamrih terutama dapat terlihat dari tiga nafsu yaitu selalu mau menjadi
orang yang pertama (nepsu njaluk menange dewe), menganggap diri selalu betul
(nepsu nggolek benere dewe) dan hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri
(nepsu ngopeni butuhe dewe). Sehingga sikap dasar yang ada dalam pemahaman
Jawa harus menandai watak yang luhur dan berbudi yaitu satu sikap yang bebas
dari pamrih (Suseno,1996:142). Hal ini juga diajarkan dalam Serat Wulang Reh
berikut ini.
Gambuh
* Sekar gambuh ping catur
Suteng nata iya sapa ingkang wni
Kang cinatur polah kang kalantur
Iku ambege wong digung
Tampa tutur katula-tula katali
Ing wusna dadi asor
Kadalu warsa katutuh
Kapatuh pan dadi awon
*Adiguna punika
Ngandelake kapinterane
*Ana pepocapanipun
Samubarang kabisan dipun deweki
Adiguna, adigang,adigung
Sapa pinter kaya ingsun
Pan adigang kidang, adigung pan
Toging prana nora enyoh
esthi
Adiguna ula iku
*ambeg adigang iku
Telu pisan mati sampyoh
Ngandelaken ing kasuranipun
Para tantang candala anyanyampahi
*Sikidang ambegipun
Tinimenan nora pecus
Angendelken kebat lumpatipun
Satemah dadi geguyon
Pan sigajah ngandelaken geng inggil
Ul;a ngandelken iku
*Ing wong urip puniku
Mandine kalamun nyakot
Aja nganggo anbeg kang katelu
Anganggawa rereh ririh ngati-ati
*Iku umpamanipun
Den kawangwang barang laku
Aja ngandelaken sira iku
Den waskita solahing wong.
Dari teks tersebut di atas maka dapat kita petik ajaran yang terkandung dalam
pupuh tersebut. Ajaran tersebut mengingatkan kita sebagai manusia apabila kita
4
memperoleh suatu pekerjaan atau menduduki suatu jabatan baik dalam
pemerintahan maupun dalam masyarakat, hendaknya kita jangan bersikap
adigang,adigung dan adiguna. Sikap adigang,adigung,adiguna itu membuat kita
menyerahkan diri pada kepentingan pribadi dan egoisme yang tinggi yang
membuat kita merasa paling pandai, paling benar dan paling berkuasa. Hal ini
pada akhirnya akan membuat kita tidak lagi selaras dengan lingkungan dan
masyarakat.
Sikap orang Jawa yang diagungkan adalah memiliki suatu budi pekerti
yang luhur. Sikap budi luhur bisa dianggap sebagai rangkuman dari segala hal
yang dianggap watak utama oleh orang Jawa. Budi luhur adalah sikap paling
terpuji terhadap sesama. Budi luhur adalah kebalikan dari semua sikap yang
sangat dibenci oleh orang Jawa., seperti kebiasaan suka mencampuri urusan orang
lain (dahwen), budi yang rendah (drengki), iri (srei).Budi luhur berarti
mempunyai sikap dan perasaan yang tepat bagaimana cara bersikap yang baik
terhadap
orang
lain,
apa
yang
bisa
dan
tidak
bisa
dilakukan
dan
dikatakan.(Suseno,1996:144). Ajaran ini juga terdapat dalam Serat Wulang Reh
berikut ini:
Pangkur
*Ing mangsa mengko pan arang
Nora ngrasa alane katon ngendukur
Kang katemu ing basa kang basuki
Wong kang mengkono wategnya
Ingkang lumrah wong puniku
Ora pantes den pedaki
Drengki,drohi lan dora
*Iku wong durbala murka
Iren meren panasten dahwen kumingsun
Nora nana mareme ing njro ngati
Opene nora prasaja
Sabarabg karepanipun
Jail methakil mbesiwit
Nadyan wisa katekan
*Alaning liyan den andar
Karepane nora marem saja mbanjur
Ing becike liya dipun simpeni
Lumawah lawan amarah
Becike dewe ginunggung
Iku ingkang den tut wuri,
Kinarya pasamuwan
Dari teks diatas maka dapat dipetik ajaran bahwa bersikap dalam masyarakat
harus tau cara bagaimana sesuatu dilakukan atau yang akan dikatakan itulah yang
5
akan menentukan sikap orang lain terhadap kita.”Barangkali engkau betul tetapi
jangan memakai cara itu”(ngono ya ngono ning mbok aja ngono). Tidak ada
gunanya bagi kita untuk mengumbar kejelekkan orang lain karena yang baik akan
nampak baik dan yang jelek akan kelihatan. Siapa yang berbudi luhur akan
kelihatan dan dihormati sedang yang jelek akan dijauhi masyarakat.
2. Ajaran tentang mencari ilmu
Dalam mencari ilmu orang Jawa selalu mengedepankan siapa gurunya
artinya seorang guru dipilih karena mempunyai riwayat hidup yang baik, pandai,
jujur, dan berbudi luhur. Hal ini juga terdapat dalam ajaran Serat Wulang Reh
berikut ini:
Dhandanggula
*Nanging yen sira nggeguru kaki
Ing panggawening sarak
Amiliha manungsa kang nyata
Den arani luput
Ingkang becik martabate
Nanging ta asesenengan
Sarta kang wruh ing kukum
Nora kena den wor kakarepaneki
Kang ngibadah lan kang wirangi
Papancene priyangga
Sokur oleh wong tapa
*Ingkang lumrah ing mangsa puniki
Ingkang wus amungkul
Mapan ki guru kang golek sabat
Tan mikir pawewehing lyan
Tuhu kuwalik karepe
Iku pantes sira guronono kaki
Kang wis lumrah karuhun
Sartane kawruhana
Jaman kuna mapan ki murid
*Angel temen ing jaman samangkin
Kudu anggeguru
Ingkang pantes kena ginuronan
Ing mengko iki ta nora
Akeh wong jaya ngelmu
Kyai guru naruthuk ngupaya murid
Lan arang ingkang manut
Dadiya kanthinira
Yen wong ngelmu ingkang nenepi
Dari teks di atas maka ajaran yang terkandung adalah bahwa apabila akan mencari
seorang guru carilah guru yang mempunyai kriteria sebagai berikut : guru yang
terkenal mempunyai pengetahuan,guru yang merupakan keturunan keluarga yang
baik, guru yang rajin beribadah, guru yang jujur ,guru yang berbudi luhur,dan
6
guru yang tidak memperhitungkan pamrih.Jadi menurut sikap Jawa dalam
mencari ilmu carilah pada guru yang baik tidak hanya secara jasmani tetapi
haruslah secara jasmani dan rohani.
Sikap manusia Jawa lain dalam mencari ilmu haruslah terus berlanjut ,
jangan merasa bosan dan selalu rajin dalam mencari ilmu pengetahuan. Karena
keseimbangan antara pengetahuan dan alam lingkungan akan menciptakan
keselarasan dalam hidup bermasyarakat. Ilmu pengetahuan akan membuahkan
kebijaksanaan dalam berpikir dan bertindak(Suseno,1996:190). Ajaran sikap
untuk terus mencari ilmu pengetahuan juga terkandung dalam Serat Wulang Reh
berikut ini;
Mijil
*Mulane ta wekas ingsun iki
*kacek uga lan kang tanpa ngelmi
Den kerep tetakon
Sabarange kaot
Aja isin ngetokake bodone
Dene ngelmu iku ingkang kangge
Saking bodo witing pinter iki
Sadinane gurokna karijin
Mung nabi kakasih
Pan sarengat ugi
Pinter tan winuruk
Parabot kang perlu
*Sakbadane pan tan ana ugi
*Ngelmu sarengat puniku dadi
Pintere tetakon
Wewadah kang yektos
Mapan lumrahing wong urip kiye
Kawruh tetelu kawengku kabeh
Mulane wong anom den taberi
Pan sarengat kanggo lahir bathin
Angupaya ilmu
Mulane den sami brangtaa ing
Dadiya pikukuh
ngelmi
Makna ajaran teks tersebut di atas adalah banyaklah bertanya pada guru
sehingga akan mendapatkan banyak ilmu karena bertanya bukan karena bodoh
sebab kepandaian dapat diperoleh dari kalau kita menyadari diri kita masih bodoh.
Karena hanya Nabi yang pandai tanpa belajar, semua manusia yang pandai harus
belajar. Untuk mendapatkan kepandaian harus belajar sebab dengan berilmu
manusia
dapat
menjadi
manusia
yang
berbudi
luhur.
Yang
dapat
7
menyeimbangkan antara keselarasan ilmu pengetahuan dan lingkungan alam
sehingga dapat menciptakan harmoni hidup bermasyarakat.
3. Ajaran rukun dan hormat terhadap keluarga, saudara dan tetangga.
Kelakuan sosial Jawa ditentukan oleh prinsip-prinsip kerukunan dan
hormat. Artinya bersikap rukun dan hormat pada keluarga, saudara dan
tetangga.Bagi individu Jawa keluarga merupakan sarang keamanan dan
perlindungan,
keluarga
merupakan
sumber
kebaikan
dam
cinta
kasih
(Suseno,1996:168-169). Ajaran ini terdapat dalam Serat Wulang Reh berikut ini.
Pucung
*Kamulane kaluwak nonomanipun
Pada rukun dinulu prayoga
Pan dadi satunggal
*Abot enteng wong duwe sanak
Pucung arane puniki
sadulur
Yen wis tuwa kaluwake pisah-pisah
Enthenge yen pisah
*Den budiya kapriye ing becikipun
Pikire tan dadi siji
Aja nganti pisah
abotipun lamun biyantu ing karsa.
Kumpul kaya enom neki
*Luwih abot wong duwe sanak
Enom kumpul tuwa kumpul kang
sadulur
prayoga.
jitus tandingira
*Wong sadulur nadyan sanak dipun
yen golong sabarang pikir
rukun
kacek uga lan wong kang tan duwe
Aja nganti pisah
sanak
Ing samubarang karseki
Dari teks tersebut di atas dapat diperoleh ajaran untuk bersikap rukun dan saling
menghormati. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat
dalam keadaan yang harmonis . Keadaan rukun dan saling menghormati terdapat
dimana
semua
pihak
dalam
keadaan
damai
satu
sama
lain,
suka
bekerjasama,saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat.Rukun dan
saling menghormati adalah kedaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan
dalam semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam rukun tetangga, dalam
8
setiap pengelompokan tetap. Sehingga dapat tercipta harmoni hidup dalam
masyrakat karena sikap rukun dan saling menghormati.
4. Ajaran sholat 5 waktu
Allah Swt memerintahkan kepada seluruh manusia untuk menyembahNya, pernyataan tersebut jelas terdapat pada ayat berikut”sesungguhnya aku
adalah Allah, Tidak ada Tuhan Selain Aku, Sembahlah Aku dan dirikan Salat
untuk mengingat Aku “( QS.Thaha:14). Dari hal tersebut maka bagi orang Jawa
yang beragama Islam diharuskan melaksnakan Salat sesuai dengan ajaran Allah
Swt. Ajaran ini terdapat juga dalam Serat Wulang Reh berikut ini.
Asmaradana
*Pada netepana ugi
*Kudu uga den lakoni
Kabeh parentahing sarak
Rukun lelima punika
Terusna lahir batine
Mapan ta sakuwasane
Salat limang wektu uga
Nanging aja tan linakyan
Tan kena tininggala
Sapa tan nglakanana
Sapa tinggal dadi gabuk
Tan wurung nemu bebendu
Yen misih demen neng praja
Pada sira estokena.
*Wiwitana badan iki
*Parentahing hyang Widi
Iya teka ing sarengat
Kang dawuh mring Nabiyullah
Ananging manungsa kiye
Ing dalil kadis enggone
rukun Islam kang lelima
Aja na ingkang sembrana
nora kena tininggal
Rasakna den karasa
iku parabot linuhung
Dalil kadis rasanipun
mungguh wong urip neng ndonya
Dadi padanging tyasira.
Dari teks tersebut di atas dapat diungkap ajaran tentang Salat lima waktu. Barang
siapa yang beragama Islam haruslah melakukan salat lima waktu, karena salat
adalah ajaran Alllah Swt yang harus dilakukan, barang siapa yang meninggalkan
ajaran tersebut merupakan orang-orang kafir yang nantinya akan mendapatkan
siksaan dan dosa yang besar. Salat merupakan sarana manusia untuk mendekatkan
9
diri pada Allah Swt dan wujud syukur atas limpahan segala nikmat yang tak
terbilang jumlahnya.
C. Simpulan
Berdasarkan ajaran yang terkandung dalam teks Serat Wulang Reh
tersebut, maka dapat disimpulkan:
1. Bagi orang Jawa laku tapa mengurangi makan.minum dan tidur bukanlah
suatu tujuan bagi dirinya sendiri, melainkan untuk dapat mempertahankan
keseimbangan batin dan untuk dapat berkelakuan sesuai dengan tuntutan
keselarasan sosial.
2. Apabila kita memperoleh suatu pekerjaan atau menduduki suatu jabatan baik
dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat, hendaknya kita jangan
bersikap adigang,adigung dan adiguna.Sikap adigang,adigung,adiguna itu
membuat kita menyerahkan diri pada kepentingan pribadi dan egoisme yang
tinggi yang membuat kita merasa paling pandai, paling benar dan paling
berkuasa. Hal ini pada akhirnya akan membuat kita tidak lagi selaras dengan
lingkungan dan masyarakat.
3. Hendaknya kita senantiasa berusaha memiliki suatu budi pekerti yang luhur.
Budi luhur berarti mempunyai sikap dan perasaan yang tepat bagaimana cara
bersikap yang baik terhadap orang lain, apa yang bisa dan tidak bisa
dilakukan dan dikatakan.
4. Senantiasa rukun dan hormat kepada keluarga, saudara dan tetangga.
5. Mencari ilmu haruslah terus berlanjut , jangan merasa bosan dan selalu rajin
dalam mencari ilmu pengetahuan. Karena keseimbangan antara pengetahuan
dan alam lingkungan
akan menciptakan
keselarasan dalam hidup
bermasyarakat. Ilmu pengetahuan akan membuahkan kebijaksanaan dalam
berpikir dan bertindak.
6. Berupaya mengerjakan Salat lima waktu. Salat merupakan sarana manusia
untuk mendukatkan diri pada Allah Swt dan wujud syukur atas limpahan
segala nikmat yang tak terbilang jumlahnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin.1987. Pengantar Apresiasi Sastra.Bandung Sinar Baru..
Barried,Baroroh.1985.Teori Filologi. Jakarta. Depdikbud.
Djamaris,Edwar.1977. Filologi dan cara kerja Penelitian Filologi.Jakarta. Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Ikram,Achadiati.1997.Filologia Nusantara.Jakarta.UI.Press.
Poerwadarminta, W.S.J. 1939. Baoesastra Jawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers
Maatschappij.
Robson,SO.1978.Pengajkian Sastra Tradisional Indonesia. Jakarta.Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Suseno,Frans Magnis.1996.Etika Jawa. Jakarta.Gramedia.
Teeuw,A.1984.Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta.Pustaka Jaya.
Wellek,Rene dan Austin Warren.1989.Teori Kesusastraan. Jakarta.Gramedia.
Refleksi Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Serat Wulang Reh diakses melalui
http://staff.undip.ac.id/sastra/ken/2009/10/15/refleksi-nilai-nilai-budaya-jawadalam-serat-wulangreh/ pada Rabu, 06 Januari 2010, pkl 19.33 WIB.
Serat
Wulang
Reh
diakses
melalui
http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/serat-wulangreh/ pada Rabu, 06
Januari 2010, pkl.19.21 WIB.
11
Download