BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Standart

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Standart Pelayanan Medis Rumah Sakit DR Sardjito menetapkan penggunaan
antiseptik sebagai tindakan yang dilakukan sebelum dan saat perawatan bedah mulut
minor walaupun belum secara jelas diutarakan jenis dan aturan penggunaanya
(Komite Medis RS DR Sardjito 2005). Sampai saat ini di Poli Bedah Mulut RS
Sardjito, setelah insisi abses dilakukan irigasi dengan larutan Hidrogen Peroksida
(H2O2) 3% dan Povidon Iodine (PI) 10% selanjutnya pada daerah abses dipasang
drain kassa yang telah dibasahi Povidon iodine 10% dan salep Kemicetin sebagai anti
biotik. Pada kasus tertentu Tetrachlorodecaoxide (TCDO) 0,002% digunakan juga
pada irigasi. Ketiga antiseptik diatas didapatkan dari sediaan yang ada di pasaran
yaitu Hidrogen Peroksida (H2O2)
3% ,
Povidon Iodine (PI) 10%, dan
Tetrachlorodecaoxide (TCDO) 0,002% . Irigasi dan penggantian drain dilakukan
setiap hari.
Ketiga larutan tersebut adalah antiseptik yang bersifat antimikroba dengan cara
kerja melawan flora yang
patologis secara mekanis,
kimiawi atau gabungan
keduanya, dengan tujuan membunuh, menghambat atau menurunkan jumlah
mikroorganisme. Tidak seperti antibiotik yang bekerja secara selektif pada target
tertentu, antiseptik memiliki lebih dari satu target dan spektrum aktivitas yang lebih
luas, termasuk terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa .
2
Menurut Atiyeh et al ( 2009), produk yang paling sering digunakan dalam
praktek klinis saat ini mencakup Povidone Iodine, Chlorhexidine, Alkohol, Asetat,
Hidrogen Peroksida, Asam Borat, Silver Nitrate, Silver Sulfadiazine, dan Sodium
Hypochlorite. Sebagai sebuah Sodium Hypochlorite, Tetrachlorodecaoxide (TCDO)
bersifat oksidator jika bertemu dan bereaksi dengan chelated iron. Hemoglobin yang
terkandung dalam sel darah merah memiliki besi dan mampu mengaktifkan TCDO.
Karena kemampuan oksidasinya, TCDO mampu menghancurkan sebagian besar
mikroorganisme patogen meskipun senyawa ini bukan antibiotik.
Tetrachlorodecaoxide adalah bentuk cair yang stabil dari Chlorine Dioxide
(Gregory & Eng, 2000). Chlorine Dioxide telah diketahui memiliki aktivitas biosida
yang sangat kuat. Chlorine dioxide menunjukkan aktivitas antibakterial, antifungal
dan juga antiviral. Keunggulan lain dari Chlorine Dioxide adalah mampu
membersihkan biofilm karena sangat larut dalam air dan tidak bereaksi dengan
polisakarida ekstraseluler biofilm, sehingga Chlorine Dioxide mampu menembus
biofilm untuk mencapai dan membunuh mikroba yang ada dalam lapisan biofilm
(Noszticzius et al., 2013).
Antiseptik lain yang biasa digunakan adalah Povidon Iodine, bahkan selama
lebih dari satu abad, Iodine dianggap sebagai salah satu antiseptik yang paling manjur
untuk mengurangi komplikasi pada infeksi . Povidone Iodine yang merupakan
polimer 1-vinyl-2-pyrrolidinone dan sebuah agen pelepas halogen adalah sebuah
formulasi Iodine yang menyerang protein kunci, nukleotida, dan asam lemak pada
bakteri yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Iodine yang dilepaskan ketika
3
kompleks menyentuh kulit tidak hanya tersedia untuk membunuh mikroorganisme,
tetapi juga diabsorpsi oleh sel kulit atau material organik lainnya. Iodine dan
iodophor memiliki spektrum antimikroorganisme yang luas dan mencakup bakteri
gram positif dan negatif, fungi, virus, dan protozoa. Bahan ini bersifat iritan dan dapat
menimbulkan alergi serta meninggalkan residu, selain itu efek sampingnya adalah
hipersensitivitas dan iritasi lokal. Menurut Atiyeh et al, (2009), absorpsi Povidone
Iodine telah menimbulkan kecemasan dalam penanganan ibu hamil dan menyusui,
karena kemungkinan bisa menyebabkan induced transient hypothyroidism.
Selain kedua larutan tersebut diatas, Hidrogen Peroksida (H2O2) telah lama
dikenal dan digunakan di bidang medis. Pemakaiannya adalah sebagai obat cuci luka
dan debriding agent.
Hidrogen Peroksida (H2O2)
memiliki efek antibakteri,
sehingga mampu membunuh bakteri dan aktif terhadap berbagai bentuk organisme
termasuk bakteri, virus dan spora.
Larutan
Hidrogen Peroksida 3% bersifat
antibakteri yang bekerja cepat. Secara umum Hidrogen Peroksida memiliki aktifivitas
yang lebih kuat terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif. Kinerja
Hidrogen Peroksida kurang dipengaruhi oleh pH daripada antiseptik lain, seperti
fenol dan asam organik,
namun penggunaan Hidrogen Peroksida (H2O2) tidak
selamanya aman. Beberapa percobaan pada binatang menunjukkan Hidrogen
Peroksida (H2O2)
memiliki efek yang merugikan terhadap fungsi koklea dan
vestibuler telinga (Block, 2001).
Metode yang biasa dipergunakan untuk mengevaluasi aksi antimikrobial suatu
antiseptik adalah dengan menghitung Koefisien Fenol. Koefisien Fenol adalah
4
perbandingan antara daya bunuh sebuah obat terhadap organisme yang diuji dengan
daya bunuh Fenol pada kondisi yang sama. Hasil uji Koefisien Fenol dapat digunakan
untuk 4 tujuan utama, yaitu: 1. Membandingkan aktivitas germisidal desinfektan
dengan Fenol murni; 2. Membandingkan efisiensi relatif antibakteri dari senyawasenyawa yang berbeda untuk menentukan manakah yang paling baik dan paling
ekonomis untuk digunakan; 3. Menunjukkan khasiat antibakteri dengan suatu angka,
sehingga berguna untuk memperinci dan mempermudah pembelian oleh agen-agen
besar; dan 4. Digunakan sebagai alat untuk menghitung pengenceran efektif pada
penggunaan praktis (Salle, 1980; Reddish, 1961 cit Widiastuti, 1994).
Pentingnya penggunaan antiseptik yang tepat pada luka pasca insisi ditunjukkan
oleh rekapitulasi data pasien di RSUP Sardjito yang menyebutkan di bangsal Bedah
Mulut yaitu bangsal Dahlia V, lama rawat inap atau LOS( Length Of Stay) dari pasien
pasca insisi lebih panjang dari rata rata LOS pasien tanpa insisi (RSUP Sardjito,
2014), padahal menurut Wray et al (2003), insisi merupakan salah satu prosedur
penanganan abses pada infeksi oromaksilofasial, sedangkan infeksi oromaksilofasial
sebagian besar disebabkan oleh infeksi odontogenik. Oleh sebab itu
luka atau
jaringan terbuka yang terjadi setelah insisi memerlukan perawatan yang optimal
misalnya adalah dengan penggunaan antiseptik, karena menurut Long (2012), tanpa
pertahanan lapisan tubuh berupa kulit yang normal seperti pada luka tusuk, trauma
kulit atau luka bakar, akan rentan terhadap masuknya bakteri, misalnya
Pseudomonas aeruginosa.
adalah
5
Pseudomonas aeruginosa yang banyak terdapat pada kulit adalah sebuah
bakteri oportunistik tipikal dan bertahan hidup pada kondisi yang dianggap
merugikan bagi banyak bakteri lainnya, dan hanya memerlukan sumber karbon yang
minimal dan lingkungan yang lembab. Pseudomonas aeruginosa menjadi salah satu
penyebab infeksi rongga mulut, khususnya pasien dengan gangguan imun. Dalam
sebagian besar kasus infeksi karena Pseudomonas aeruginosa, penyebabmya adalah
integritas penghalang fisik terhadap infeksi seperti kulit, dan membran mukosa hilang
atau terdapat gangguan imun (Long, 2012).
Kemampuan Pseudomonas aeruginosa untuk membentuk biofilm adalah
penting untuk
bakteri
menetap pada suatu media misalnya alat medis. Ketika
tumbuh sebagai sebuah massa sel kompleks yang melekat pada sebuah permukaan,
sel Pseudomonas aeruginosa menjadi lebih resisten terhadap biosida dibandingkan
ketika mereka dalam keadaan mengambang bebas. (Kerr & Snelling, 2009).
Menurut Long (2012), Pseudomonas aeruginosa telah menjadi patogen yang
ditakuti karena kombinasi efek dari berbagai faktor virulensi intrinsik yang dimiliki,
dan resistensinya terhadap obat antimikrobial, dan akibat kontaminasi Pseudomonas
bisa menyebabkan kematian (Lessnau, 2013). Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dan dipublikasikan di RSUP DR Sardjito Yogyakarta pada tahun 2011 ,
menunjukkan bahwa Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri yang paling sering
ditemukan dari sediaan pus di bangsal THT dan Bedah Mulut (Kismardhani, 2011).
6
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan koefisien fenol antara larutan Tetrachlorodecaoxide,
Povidone Iodine, dan Hidrogen Peroksida (H2O2) terhadap bakteri Pseudomonas
Aeruginosa standart dan isolat?
2. Apakah ada perbedaan paparan waktu kontak yang dapat membunuh bakteri
Pseudomonas Aeruginosa standart dan isolat bila berkontak dengan larutan
Tetrachlorodecaoxide, Povidone Iodine dan Hidrogen Peroksida (H2O2 )?
C.
Tujuan penelitian
1. Untuk mendapatkan perbedaan koefisien fenol antara larutan Tetrachloro
decaoxide, Povidone Iodine, dan Hidrogen Peroksida (H2O2) terhadap bakteri
Pseudomonas Aeruginosa .
2. Untuk mendapatkan perbedaan paparan waktu kontak yang dapat membunuh
bakteri Pseudomonas Aeruginosa dengan larutan Tetrachlorodecaoxide, Povidon
iodine dan Hidrogen Peroksida (H2O2) .
D.
Manfaat penelitian
1. Mengetahui antiseptik yang mempunyai daya bunuh paling baik di antara larutan
yang
biasa
digunakan
di
poli
Bedah
Mulut
RS
Sardjito
yaitu
Tetrachlorodecaoxide, Povidone Iodine, dan Hidrogen Peroksida (H2O2) untuk
7
mencegah pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa secara in vitro dan menjadi
dasar untuk pemilihan antiseptik di bagian Bedah Mulut.
2. Memberikan tambahan informasi
ilmiah mengenai prosedur penggunanan
antiseptik yang efektif, praktis dan ekonomis dalam upaya menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian.
E. Keaslian penelitian
Penelitian tentang Tetrachlorodecaoxide, Povidon Iodine dan Hidrogen
Peroksida (H2O2) secara terpisah pernah dilakukan, seperti misalnya penggunaan
Povidon Iodine sebagai irigasi pada perawatan luka oleh Viljanto(1983), pengaruh
Tetrachlorodecaoxide terhadap pembentukan kolagen pada marmut oleh Setyowati
(1998), dan metabolisme Hidrogen Peroksida dan peranannya pada infeksi telinga
oleh Handoko (2011), akan tetapi penelitian yang membandingkan perbedaan daya
antibakteri antara Tetrachlorodecaoxide, Povidone Iodine, dan Hidrogen Peroksida
(H2O2)
terhadap bakteri Pseudomonas Aeruginosa secara in vitro, sepengetahuan
penulis belum pernah dilakukan .
Download