Perubahan Orientasi TPI Sebagai Televisi

advertisement
Perubahan Orientasi TPI Sebagai Televisi Pendidikan Menjadi Televisi
Komerisal (1991-1998)
Anggritha Dwiandani Danesvhara¹ dan Susanto Zuhdi²
1. Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok
16424, Indonesia
2. Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424,
Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Artikel ini membahas mengenai perubahan orientasi Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Pada awal berdirinya TPI
menyatakan diri sebagai televisi yang berorientasi pada pendidikan. Namun pada 1993, TPI mulai mengurangi
program tayangan pendidikan dan mengembangkan program hiburan. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Artikel ini
menunjukan bahwa perubahan orientasi TPI dilakukan agar dapat bersaing dengan televisi swasta lainnya dalam
memperebutkan pemirsa dan iklan. Persaingan TPI dalam perindustrian televisi membuat TPI harus mengambil
kebijakan penyiaran baru sehingga akhirnya justru mengorbankan orientasinya yang telah ada yaitu sebagai televisi
pendidikan. TPI menyatakan diri sebagai televisi yang tidak lagi berorientasi pendidikan. Sejak tahun 1998 TPI telah
menjadi televisi swasta yang berorientasi komersial dengan menayangkan siaran hiburan seutuhnya.
Kata Kunci:Televisi Pendidikan Indonesia, televisi pendidikan, televisi swasta, TPI
The Change of Orientation of TPI As Education Television Becomes Commercial
(1991-1998)
Abstract
This artikel discusses the orientation changes made by Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).At first, TPI declare
themselves as education oriented television. But in 1993, TPI began reducing impressions education programs and
develop entertainment programs. The method used is the historical method consists of four stages, namely,
heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The results of this thesis indicate that TPI orientation changes
made in order to compete with other private television in gaining viewers and advertising. TPI competition with
other private television in the television industry makes TPI must take a new broadcasting policy and eventually even
sacrificing existing orientation is as educational television. TPI declared himself as a television that is no longer
oriented education, but become profit-oriented private television (commercial) with a complete entertainment
broadcast in 1998.
Keywords:Educational Television of Indonesia, private television, TPI.
Pendahuluan
Perubahan di dalam dunia bisnis merupakan hal yang wajar terjadi. Perubahan ini bisa
dilakukan terhadap produk perusahaan maupun “identitas” dari perusahaannya itu sendiri.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
Terkadang perubahan juga merupakan suatu wujud inovasi perusahaan agar menjadi lebih baik
sehingga lebih mendatangkan berbagai profit dan benefit. Namun perubahan tidak selalu disikapi
sebagai suatu perbaikan, kadang kala juga dianggap sebagai sesuatu yang disayangkan karena
dianggap keluar dari jalur kekonsistenan yang telah dibuat. Sebuah perubahan juga bisa
dilakukan ketika perusahaan mengalami sesuatu yang mengancam keberlangsungan bisnisnya,
sehingga keputusan perubahan tersebut dianggap baik dan diharapkan performa perusahaan
meningkat, seperti halnya yang terjadi pada stasiun televisi swasta Televisi Pendidikan Indonesia
(TPI).
Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) merupakan stasiun televisi swasta ketiga yang
mengudara untuk pertama kalinya pada Januari 1991, 1 dan didirikan oleh Siti Hardijanti
Rukmana.2 Berbeda dengan kedua stasiun televisi swasta yang sudah ada sebelumnya, stasiun
televisi ketiga ini diberikan sifat lebih khusus, yaitu berorientasi pada siaran pendidikan
instruksional, dengan sasaran utama pemirsanya peserta didik sekolah SLTP dan SLTA.3 Karena
mengusungkan tema pendidikan nasional yang dinilai sejalan dengan program pemerataan
pendidikan pemerintahan Orde Baru inilah, TPI diperbolehkan mengudara secara nasional sejak
awal penayangannya.
Kehadiran TPI diharapkan mampu mengatasi kendala dalam pendidikan nasional dalam
penyampaian materi pendidikan dan akan memberikan kontribusi besar bagi upaya pemerataan
pendidikan di Indonesia.4 Namun pada pelaksanaannya, TPI tidak berjalan seperti apa yang
direncanakan di awal pembentukannya. Dimulai tahun 1993, TPI mulai mengembangkan
penayangan program hiburan disela-sela program pendidikannya. TPI secara perlahan
mengurangi program pendidikan. Hingga pada akhirnya, TPI secara resmi menyatakan diri
sebagai televisi yang tidak lagi berorientasi pendidikan dengan sasaran utama pemirsanya peserta
didik sekolah, tetapi menjadi seperti televisi swasta pada umumnya yang berorientasi komersial
dengan menayangkan program hiburan pada 1998.
Berdasarkan beberapa penelitian mengenai TPI sebelumnya, menunjukan bahwa program
pendidikan pada masa awal penyelenggaraan TPI cenderung baik. Namun dalam perjalanannya
1
Harun Al-Rasyid. Selamat Datang, Pak TV. Surabaya Post : edisi 16 Januari 1991, h. VII/Kolom 4-7.
Siti Hardijanti Rukmana atau lebih dikenal dengan mbak Tutut, yang tidak lain ialah putri sulung dari Presiden
Soeharto.
3
Company Profile PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia 1991, Koleksi Arsip Pribadi Bambang Winarso MMTC
Yogyakarta No. 4/13
4
Hermin Indah Wahyuni. (2000). Televisi dan Intervensi Negara. Yogyakarta: Media Pressindo.h. 104.
2
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
TPI mengalami berbagai kendala dalam pelaksanaan program pendidikan dan lambat laun tidak
mampu lagi mempertahankan program pendidikan, hingga pada akhirnya TPI mengubah orientasi
pendidikannya tersebut. Inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji lebih dalam
mengenai faktor apa saja yang membuat TPI mengubah orientasi pendidikannya.
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi
perubahan orientasi pendidikan pada stasiun Televisi Pendidikan Indonesia? Berdasarkan hal itu,
maka penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembentukan TPI sebagai televisi pendidikan?
2. Bagaimana pelaksanaan orientasi pendidikan TPI?
3. Apa faktor dari perubahan orientasi pendidikan TPI?
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat langkah
yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dimulai dengan tahap Heuristik yaitu
menemukan dan menghimpun sumber-sumber, baik lisan maupun tulisan, yang berhubungan
dengan TPI. Sumber primer yang telah ditemukan oleh penulis berupa buku dan artikel dalam
surat kabar dan majalah sezaman mengenai awal mula pembentukan hingga perkembangan TPI.
Selain itu penulis juga melakukan studi pustaka ke Departemen yang memiliki hubungan dalam
bidang penyiaran seperti Departemen Komunikasi dan Informasi, mendapatkan data berupa
Laporan Dirjen Radio Televisi dan Film dan buku yang berjudul Televisi Jakarta di Atas
Indonesia, serta mengunjungi TVRI dan mendapatkan berbagai macam artikel mengenai televisi
khususnya mengenai TPI. Untuk sebagian besar sumber primer berupa artikel koran maupun
majalah seperti Kompas, Suara Pembaruan, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Monitor, Editor,
Prospek, dan Tempo, penulis mendapatkannya melalui kunjungan ke Litbang Kompas dan
Perpustakaan Nasional.
Sumber primer berupa arsip dalam penelitian ini adalah Surat Keputusan Menteri
Penerangan mengenai sistem penyiaran televisi tahun 1986, 1987, dan 1990, Perjanjian
Kerjasama TVRI dengan TPI, Perjanjian Kerjasama TPI dengan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, company profile Cipta Televisi Pendidikan Indonesia 1991, serta Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 1997 tentang penyiaran, diperoleh dari arsip pribadi yang dimiliki
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
oleh keluarga penulis. Penulis juga melakukan wawancara dengan narasumber yang pada
periode itu merupakan karyawan TPI yang terkait dengan bidang program penyiaran dan
memahami pelaksanaan program pendidikan TPI. Sedangkan untuk sumber sekunder berupa
buku-buku dan jurnal penunjang didapatkan dari Perpustakaan Universitas Indonesia, koleksi
pribadi keluarga penulis, Perpustakaan Departemen Komunikasi dan Informasi, Perpustakaan
TVRI, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Pusat Universitas Negeri Jakarta, serta
Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta.
Tahap kedua adalah kritik, yaitu menilai apakah sumber-sumber yang telah dikumpulkan
ini adalah sumber yang faktual. Kritik sumber dibedakan menjadi kritik ekstern dan kritik
intern. Kritik ekstern menguji keakuratan sumber, sementara kritik intern menilai kredibilitas
data dalam sumber. Dari berbagai sumber yang didapatkan, penulis sudah melakukan tahap
kritik dengan melihat substansi dan tahun diterbitkannya. Kritik intern dilakukan dengan
membandingkan satu persatu artikel koran dengan lainnya terutama mengenai jadwal mata
acara TPI dari tahun ke tahun, visi, misi, dan logo untuk membuktikan perubahan orientasi yang
dilakukan oleh TPI.
Tahap ketiga adalah interpretasi, penulis menganalisa informasi dari sumber-sumber yang
telah dikritik di tahap sebelumya. Selayaknya, interpretasi dilakukan dengan menilai obyek
penelitian dari berbagai sudut pandang sehingga dapat dipertahankan obyektivitasnya. Setelah
memperoleh data dan melakukan tahap kritik, penulis menyimpulkan bahwa terbukti TPI
melakukan perubahan orientasi dari pendidikan menjadi komersial pada tahun 1998, sehingga
penulis memutuskan untuk membuat karya ilmiah ini dengan judul “Perubahan Orientasi
Pendidikan Pada Stasiun Televisi Pendidikan Indonesia 1991-1998”.
Tahap terakhir adalah tahap Historiografi yaitu proses menuliskan fakta-fakta yang telah
dikumpulkan. Penelitian dan fakta-fakta ini kemudian disusun, diinterpretasikan, dan
direkonstruksi menjadi satu tulisan utuh berbentuk narasi yang dirangkum secara kronologis
dan obyektif.
Berbagai kendala juga penulis temukan dalam penelitian ini, salah satunya dalam
melakukan wawancara. Kedua narasumber yang berhasil penulis temui enggan untuk
memberikan biodata pribadinya secara lengkap. Penulis hanya diberikan biodata pribadi oleh
narasumber secara umum sehingga penulis tidak dapat menyantumkan secara rinci mengenai
biodata maupun jabatan narasumber pada waktu itu. Kedua narasumber telah bekerja di TPI sejak
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
tahun 1991, narasumber pertama berhenti bekerja saat TPI berubah menjadi MNCTV pada tahun
2010, sedangkan narasumber kedua tetap melanjutkan dan sampai saat ini masih bekerja untuk
MNCTV. Oleh karena itu penulis diminta untuk tidak menyantumkan biodata narasumber secara
lengkap. Selain itu ketersediaan sumber, waktu yang terbatas, perizinan birokrasi untuk
memperoleh data dari berbagai lembaga terkait dan dana yang dibutuhkan tidak sedikit menjadi
kendala yang dihadapi dalam penelitian ini.
Pembahasan
Pada awal berdirinya, 23 Januari 1991, TPI menggariskan kebijakan umum operasional
penyelenggaraan siaran sebagai televisi pendidikan nasional. Landasan dan falsafah yang
ditetapkan oleh TPI adalah mengembangkan dan memanfaatkan sumber dan kemajuan teknologi
untuk mengembangkan dan meningkatkan pelayanan pendidikan. Adapun maksud dan tujuan
penayangan siaran pendidikan ini antara lain: untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan
dengan kurikulum sekolah; mengisi kekurangan yang terdapat di sekolah yang umumnya belum
memiliki sarana belajar mengajar yang memadai sehingga dapat diatasi melalui acara Televisi
Pendidikan; dan meningkatkan gairah belajar, di samping diharapkan mampu membantu para
guru meningkatkan kemampuannya sebagai tenaga pengajar.5 TPI mengembangkan program
siarannya dengan sasaran utama pemirsanya antara lain siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir (SLTA).6 TPI bermaksud memberikan fasilitas
tambahan yang mendukung proses belajar mengajar untuk siswa SLTP dan SLTA.
Gambar 1. Logo TPI Tahun 1991-1993
Sumber: Cipta Televisi Pendidikan Indonesia 1991, Koleksi Arsip Pribadi Bambang Winarso MMTC Yogyakarta No.4/13
Menyesuaikan dengan visi misinya tersebut, TPI menampilkan logo berbentuk alat tulis
seperti pensil atau pulpen dengan warna bendera merah putih Indonesia. Logo ini dirasa tepat
5
6
Departemen Penerangan RI. Op.cit.,h.172.
Company Profile PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia 1991, Op.cit.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
untuk menggambarkan orientasi yang dituju oleh TPI, yaitu pendidikan nasional. TPI juga
menambakan motto “memacu kreativitas bangsa” dibawah gambar logonya.7
TPI menetapkan untuk memberikan komposisi atau porsi yang besar untuk program
siaran pendidikan, yaitu sebanyak 33,2% dengan pembagian sama besar untuk pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah sebanyak 16,6%. Program acara yang diperuntukan bagi
siswa-siswi SLTP dan SLTA merupakan hasil dari kerja sama TPI dengan Pustekom di bawah
naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berupa pembahasan materi dari berbagai mata
pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum pendidikan nasional. Sedangkan program
pendidikan luar sekolah berupa program pendidikan umum meliputi keterampilan, pengetahuan
populer, pengetahuan agama, bahasa asing, dan sebagainya. Selain itu TPI juga memberikan
porsi untuk program non pendidikan, yaitu program acara mengenai penerangan dan informasi
sebanyak 12,5%, hiburan sebanyak 31,9%, siaran niaga sebanyak 20%, dan acara penunjang
sebanyak 2,4%. 8 Untuk melihat kesesuaian antara ketetapan komposisi dengan pelaksanaan
program pendidikan, penulis melakukan penghitungan waktu siaran TPI selama satu minggu di
setiap tahunnya berdasarkan susunan jadwal acara yang ditayangkan oleh TPI pada tahun 1991
sampai dengan 1998.
Tabel 1. Pelaksanaan Program Pendidikan TPI 1991-1998
Tahun
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
Lama Siaran TPI
Keseluruhan
Program
(jam/minggu)
Pendidikan
(jam/minggu)
24,0
48,0
84,0
112,0
129,5
129,5
150,5
150,5
9,5
23,0
24,0
21,5
19,0
19,0
15,0
8,0
Persentase
Program
Pendidikan
(%)
39,6
47,9
28,6
19,2
14,7
14,7
10,0
5,3
Sumber: Penghitungan Penulis berdasarkan Jadwal Acara TPI dalam harian Kompas Edisi 4-10 Februari 1991 dan
25-31 Januari 1992, Pikiran Rakyat Edisi 4-10 Oktober 1993, Pikiran Rakyat 12-18 September 1994, Pikiran
Rakyat 12-18 September 1995, Pikiran Rakyat 12-18 September 1996, serta Kompas Edisi 23-29 Januari 1997 dan
13-19 April 1998.
7
8
Ibid.
Ibid
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semakin meningkatnya jumlah lama siaran
TPI, justru membuat semakin menurunnya persentase program pendidikan dari tahun ke tahun.
Pada tahun awal berdirinya (1991-1992) TPI terlihat konsisten dengan memiliki persentase yang
bahkan melebihi ketetapan komposisi program pendidikan, yaitu sebesar 47,9%. Pada
perkembangan selanjutnya, program pendidikan mulai berkurang dari TPI. Dari keseluruhan
program acara TPI program pendidikan hanya dilaksanakan sebesar 28% pada tahun 1993, 19,2%
pada tahun 1994, 14,7% pada tahun 1995-1996, 10% pada tahun 1997, hingga hanya tersisa
sebesar 5,3% pada tahun 1998. Dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun, pelaksanaan
orientasi pendidikan TPI semakin melemah dan dapat dikatakan sudah tidak sesuai lagi dengan
orientasinya sebagai televisi pendidikan. Terlebih lagi dengan hanya menyelenggarakan program
pendidikan sebesar 5,3 % pada tahun 1998, program acara yang ditayangkan oleh TPI tidak lagi
ada bedanya dengan televisi swasta komersial lainnya yang dipenuhi program hiburan semata.
Dalam
perkembangannya,
TPI
menghadapi
berbagai
macam
kendala
dalam
menyelenggarakan program pendidikannya dan ternyata dengan bertambahnya usia tidak
membuat kendala tersebut menjadi sederhana atau pun teratasi. Kendala-kendala yang dihadapi
oleh TPI malah berkembang semakin kompleks.
Kendala TPI dalam Pelaksanaan Program Acara Pendidikan
Permasalahan pertama yang paling sering dikeluhkan kepada TPI adalah masalah jam
tayang siaran program pendidikan yang tidak sesuai dengan sasaran pemirsanya. Sasaran pemirsa
program pendidikan TPI dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok. Pertama adalah pelajar dan
mahasiswa dengan program pendidikan sekolah. Program pendidikan untuk kelompok ini adalah
program pendidikan yang menjadi prioritas utama. Program tersebut berisi materi-materi
pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum nasional. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi
pelajar dan mahasiswa agar lebih memahami materi pelajaran yang sekiranya belum sepenuhnya
dapat dijelaskan di sekolah karena kurangnya fasilitas sarana belajar, khususnya alat peraga.
Kelompok yang kedua adalah guru. Dengan tayangan program pendidikan dengan
kurikulum sekolah yang disiarkan oleh TPI, disamping dapat meningkatkan gairah belajar siswa-
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
siswi, diharapkan guru menyaksikan untuk membantu meningkatkan kemampuannya mengajar
dan mendapatkan contoh cara penyajian yang efektif untuk berbagai materi pelajaran.9
Kelompok yang ketiga adalah masyarakat umum, seperti ibu rumah tangga, pegawai
negeri, petani, pedagang, dan sebagainya. Program pendidikan yang diperuntukan kepada
masyarakat umum merupakan ilmu-ilmu terapan sehari-hari yang sangat beragam. Tujuannya
adalah membantu masyarakat umum untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana program pendidikan tersebut mencapai
sasaran dan tujuan yang maksimal kalau yang menjadi sasarannya sedang tidak dalam kondisi
yang tepat untuk menonton televisi. 10 Berbagai kalangan yang seharusnya menjadi sasaran
pemirsanya justru berpendapat, program pendidikan yang disediakan oleh TPI tidak efektif
karena permasalahan jam siaran.
Pada awal penyelenggaraanya TPI hanya bersiaran dengan pola 4 jam dimulai pukul
08.00 sampai dengan pukul 12.00 waktu Indonesia bagian barat.11 Di Indonesia bagian timur
waktu itu pukul 10.00-14.00, sedangkan di Indonesia bagian tengah pukul 09.00-13.00. Pada
waktu penayangan siaran TPI, baik di Indonesia bagian barat, Indonesia bagian timur, maupun
Indonesia bagian tengah, sasaran pemirsa utama seperti pelajar, mahasiswa, guru, dosen pada
umumnya tengah berada di ruang kelas. Sasaran pemirsa lainnya seperti pegawai negeri,
pedagang, petani, pengusaha lainnya tengah berada di tempat kerjanya masing-masing.
Sedangkan ibu rumah tangga pun pada umumnya tengah berbelanja atau memasak. Walaupun
mereka berada di tempat, tetapi tidak dalam waktu dan kondisi yang tepat untuk berkonsentrasi
secara penuh menyaksikan program pendidikan yang ditayangkan oleh TPI.
Penggambaran kondisi seperti ini diperkuat dengan adanya keluhan yang diungkapkan
oleh berbagai kalangan, seperti guru, pelajar, dan ibu rumah tangga yang dimuat dalam berbagai
surat kabar pada masa itu. Salah satunya seperti yang diterbitkan dalam harian Kompas edisi 23
Januari 1993, sebagai berikut :
“Dengarlah misalnya komentar Ny. Widia, seorang Karyawati yang juga ibu rumah tangga.
Menurutnya, porsi pendidikan di TPI justru sangat sedikit, karena sudah didominasi oleh acara
9
“Meningkatkan Kemampuan Guru Lewat Televisi”. Kompas, 5 Februari 1991.
“Mencapai Sasaran dan Tujuan TPI”. Kompas, 4 Februari 1991.
11
Jadwal Acara TPI dalam harian Kompas Edisi 4-10 Februari 1991
10
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
hiburan dan iklan. “mengapa acara pendidikan hanya disiarkan pada pagi hari saja, saat anak-anak
sedang berada di sekolah. Apa tidak bisa disiarkan pada malam hari?” tanyanya. Sedangkan acaraacara hiburan yang ada di TPI, dinilainya amat jauh kaitannya dengan dunia pendidikan. Kerena
itu, ibu rumah tangga ini hanya kadang-kadang saja memperhatikan acara TPI.
Lain lagi komentar Ibu Sul, guru agama dan seni musik kelas III dan IV SD. “Bagaimana saya
bisa memperhatikan siaran TPI, jika pagi-pagi sudah harus berangkat mengajar. Saya berpikir,
siaran TPI itu sebenarnya untuk siapa? Saat siaran pendidikan anak-anak sedang di sekolah, orang
tua juga bekerja. Lalu untuk siapa?” tanyanya.
“saya tidak dapat mengikuti tayangan pelajaran di TPI, karena sekolah pagi.” Demikian kata Deny
Fauzi, siswa kelas II SMAN 24 Jakarta Pusat. Sedangkan waktu penyangan ulang, juga sering
tidak bisa ditonton, karena masih dalam perjalanan pulang ke rumah. Secara umum dikatakannya,
acara pendidikan TPI porsinya kalah oleh hiburan.
Dameria Sitorus, kepala SMPN 7 Jakarta, mengatakan para guru relatif tidak dapat menonton
acara TPI. “Siaran TPI pagi sampai siang, sementara pada saat bersamaan para guru harus
mengajar.”12
Meskipun sebagian besar keluhan mengenai TPI menyangkut hal yang negatif, namun
masih ada yang melihat TPI dari sisi positifnya. Salah seorang orang tua siswa mengatakan
bahwa anak-anaknya yang bersekolah pada sore hari, tidak lagi bermain keluar rumah karena
mereka mengikuti acara TPI. 13 Ini artinya, TPI hanya sedikit sekali berhasil menjaring
pemirsanya. Hanya 1 dari 5 orang pemirsanya yang dapat menikmati program pendidikan TPI
pada waktu siarannya dan merasakan manfaatnya.
Pada perkembangannya TPI memang secara bertahap melakukan perbaikan dan
penambahan jam siarannya, dari hanya 4 jam sehari menjadi 8 jam sehari pada tahun 1992, dan
kemudian mulai bersiaran penuh pada tahun 1993. Namun hal itu tidak banyak berpengaruh pada
jam tayang program pendidikan. Karena sejak dimulainya siaran malam TPI pada tahun 1993,
TPI membagi jam siarannya menjadi siaran pagi untuk acara pendidikan dan siaran malam
dikhususkan untuk acara hiburan. Hal ini tentu saja sangat disayangkan. Program acara TPI pada
dasarnya bukan tidak diminati oleh sebagian besar pemirsanya. Tetapi TPI sendiri yang kurang
memberikan kesempatan dan kenyamanan bagi pemirsanya untuk menyaksikan program
pendidikannya tersebut.
Kurang tercapainya sasaran pemirsa TPI tentu saja merugikan tiga pihak yang saling
berkaitan satu sama lain. Pihak pertama yang dirugikan adalah masyarakat, sebagai sasaran didik
12
13
“Janji-Janji dan Keluhan Profesionalisme TPI”. Kompas, 23 Januari 1993
“Kendala TPI Terbentur Pada Keterbatasan.” Suara Pembaruan, 17 Februari 1991.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
seharusnya mendapatkan program tayangan pendidikan yang dapat membuat mereka menjadi
sumber daya manusia yang lebih berkualitas lagi, seperti yang dijanjikan oleh TPI saat pertama
kali berdiri. Dengan berkurangnya sasaran didik yang disebabkan berbagai kendala tersebut,
maka berkurang pula terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Berkurangnya pemirsa
pada program TPI merugikan pihak kedua, yaitu pengusaha sebagai pemasang iklan di TPI.
Mereka telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memasang iklan, tetapi ternyata hanya
sedikit yang menyaksikan TPI. Pada akhirnya hal tersebut mengurangi minat pihak pengusaha
untuk memasang iklan di TPI. Dengan berkurangnya iklan di TPI tentu saja merugikan TPI
karena berkurangnya pendapatan yang menunjang kelangsungan hidup TPI.
Persaingan TPI dalam Industri Pertelevisian
Pada awal berdirinya, TPI memiliki orientasi sebagai televisi pendidikan dengan
menayangkan berbagai program pendidikan yang mendukung program pendidikan nasional,
namun TPI juga diberikan izin untuk melakukan siaran niaga atau iklan. TPI memberikan alasan
bahwa TPI bukan merupakan televisi pemerintah atau publik seperti halnya TVRI yang memiliki
anggaran dari pemerintah untuk dikelola, TPI didirikan oleh pihak swasta yang tidak mungkin
meminta bantuan dari anggaran pemeritah, TPI tetap membutuhkan pemasukan dalam kegiatan
penyelenggaraannya.14 Sebagai stasiun televisi swasta seperti halnya bidang usaha lain, orientasi
bisnis dalam mencari keuntungan tetap tidak dapat dipungkiri menjadi fokus dan tujuan
perusahaan. Meski demikian, pihak TPI berjanji siaran niaga atau iklan hanya akan
diselenggarakan sebesar 20% dari total acara keseluruhannya, tidak akan melebihi siaran
pendidikannya. TPI juga akan selektif dalam menayangkan iklan yang sesuai dengan televisi
pendidikannya.
TPI menerapkan beberapa kriteria kepada pengiklan yang ingin mengisi ruang iklan
komersialnya untuk menghindari tayangan iklan yang dapat menimbulkan aksi atau tindakan
konsumtif bagi pemirsanya. Hanya ada beberapa produk saja yang lolos kriteria layak untuk
beriklan pada stasiun televisinya, diantaranya yang masih terdapat relevansinya dengan dunia
pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh Siti Hardiyanti Rukmana pada sebuah seminar di Jakarta
14
Philip Kitley.(2000) Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca. Jakarta : PT. Sembrani Aksara., h.297 dan
wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito. Jakarta, 6 April 2014.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
pada Januari 1991, iklan yang akan ditayangkan oleh TPI memiliki “karakter yang mendidik”.15
Ia menegaskan bahwa TPI tidak akan menyiarkan iklan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
norma, seperti misalnya iklan minuman keras dan rokok. Ia juga memberikan contoh seperti apa
yang dimaksud dengan iklan yang mendidik. Ia mengatakan tentang iklan susu dapat ditayangkan
di TPI karena susu merupakan asupan penting bagi kesehatan dan kecerdasan anak. Contoh
selanjutnya adalah iklan mobil, TPI akan menonjolkan teknologi yang digunakan pada produk
mobil tersebut, bukan hanya merk nya saja. Hal inilah yang pada akhirnya menimbulkan berbagai
pertentangan.
Siaran niaga atau iklan pada televisi swasta mungkin bukanlah hal yang berarti yang perlu
diperdebatkan. Sudah hal yang wajar jika televisi swasta menjadikan iklan sebagai sumber
penghidupannya. Namun, berbeda hal nya pada televisi pendidikan. Sebab dalam education
television(televisi pendidikan), menurut Veven Sp Wardhana, seorang pengamat televisi, tak
dikenal adanya tayangan iklan. 16 Institut Pengembangan dan Perlindungan Konsumen pun
menegaskan:
“TPI menimbulkan kesan bahwa ia sedang menuju dua arah. Di satu sisi TPI adalah
sarana bagi pendidikan masyarakat yang sifatnya tidak berorientasi profit. Di sisi lain TPI
hanya dapat berkembang bila ia mengelola stasiunnya sebagaimana sebuah televisi swasta
yang berorientasi profit.” 17
Akibat dari sikapnya yang saling bertolak belakang ini, TPI menghadapi permasalahan
yang lebih banyak dibandingkan dengan TVRI ataupun televisi swasta lainnya. Prinsip dan
prioritas TPI sebagai televisi pendidikan pada akhirnya bertentangan dengan keharusankeharusan komerisal TPI untuk memperoleh profit.18
Jika diteliti pada masa itu, memang tidak banyak iklan komersial yang dapat tayang di
TPI. Beberapa iklan produk bahkan sudah tereleminasi dengan sendirinya sebelum berniat untuk
memasang iklan produknya di TPI, seperti iklan rokok, minuman keras, dan sejenisnya. Namun
sebenarnya iklan apapun yang ditayangkan oleh TPI akan selalu menimbulkan pertanyaan “apa
relevansinya tayangan iklan produk tersebut dengan pendidikan?”. Kondisi tersebut semakin
15
Ibid. h.300
Erica L.Panjaitan.(2006). Matinya Rating Televisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. h.17
17
Philip Kitley, op.cit., h.300-301
18
Wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito. Jakarta, 6 April 2014
16
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
mempersulit diri TPI sendiri. Pada satu sisi ia sangat membutuhkan pemasukan bagi
keberlangsungan perusahaan namun terbentur dengan keharusan mempertahankan sebagai
televisi pendidikan, dimana sebagai televisi pendidikan program tayangan yang dimiliki TPI juga
tidak akan semenarik dan seberagam televisi swasta lainnya yang memang murni menayangkan
program acara hiburan, sedangkan pengiklan hanya mau beriklan jika tayangan program yang
dimiliki stasiun televisi diminati dengan disaksikan oleh jutaan pemirsa Indonesia.19
Televisi swasta berlomba dalam penayangan program acara yang diminati oleh penonton.
Sangat penting bagi televisi swasta dalam memikirkan berbagai startegi, jenis program,
bagaimana program tersebut ditampilkan, hingga membentuk kriteria sasaran pemirsanya,
mengingat keberlangsungan hidup stasiun televisi swasta bersumber dari pengiklan. Banyak
faktor yang pada umumnya menjadi tolak ukur pengiklan agar beriklan di suatu stasiun televisi
swasta, diantaranya sudah tentu persoalan bagus atau tidaknya suatu tayangan dari sisi kualitas
gambar dan isi program (content program acara), apakah diminati oleh banyak pemirsa televisi
yang dibuktikan dengan memiliki rating tayang tinggi, apakah terdapat kesesuaian target
penonton, jam tayang yang utama, dan lain sebagainya.20
Dari beberapa faktor tersebut, masalah rating21 lah yang sepertinya paling menentukan
banyak tidaknya pengiklan yang berminat untuk beriklan pada suatu stasiun televisi. Namun
persoalan minat tonton bagus, tidak selalu sejalan dengan tayangan yang berkualitas tinggi.22
Pemirsa televisi di Indonesia pada umumnya lebih menyukai berbagai jenis acara ringan yang
menghibur. Acara- acara berunsur pendidikan seperti yang dimiliki TPI dianggap kurang menarik
dan monoton, padahal sarat akan manfaat dari sisi kualitas tayangannya.
Stasiun televisi swasta berlomba-lomba menayangkan program yang dianggap dapat
menarik pemirsa sebanyak-banyaknya, bukan atas dasar memberikan manfaat yang utama atas
tayangan yang disajikan namun demi mendapatkan keuntungan besar dari pengiklan. Pengiklan
akan sangat senang beriklan pada program acara yang memiliki rating tinggi, diharapkan
sejumlah pemirsa yang menyaksikan tayangan program acara tersebut turut menyaksikan iklan
19
Wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito. Jakarta, 6 April 2014. Erica L.Panjaitan. Op.cit.,h.17 dan berdasarkan wawancara dengan Gunawan. Jakarta, 6 April 2014. 21
Rating adalah perhitungan secara statistikal untuk mengukur tingkat popularitas program acara televisi terhadap
penontonnya.(Erica L.Panjaitan. Op.cit.,h.37-38) 22
Wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito. Jakarta, 6 April 2014. 20
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
komersial yang disisipkan serta kemudian memberikan dampak sikap positif atas produk yang
diiklankan tersebut.23
Jika suatu program acara di sebuah stasiun televisi mendapatkan rating yang tinggi dari
lembaga riset dan karenanya banyak perusahaan yang beriklan, maka stasiun televisi akan
berlomba-lomba membuat program yang serupa dengan harapan mendapatkan bagian iklan.24
Jika tidak, stasiun televisi tersebut atau program acaranya, tidak layak untuk diteruskan karena
tidak menghasilkan keuntungan yang besar. Hal itulah yang terjadi pada program acara
pendidikan TPI.
Berdasarkan hasil rating yang dilakukan oleh salah satu lembaga survey di Indonesia,
program acara pendidikan TPI kurang begitu diminati dikalangan masyarakat pemirsa televisi
Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan perolehan rating program acara TPI dari tahun
ke tahun. Pada tahun 1993, program pendidikan sekolah SLTP/SLTA tidak masuk kedalam daftar
30 besar acara yang paling digemari oleh pemirsanya. 25 Padahal program pendidikan
SLTP/SLTA merupakan program prioritas atau utama bagi TPI. Pada tahun-tahun selanjutnya,
perolehan rating program pendidikan TPI tidak mengalami peningkatan. Sebaliknya, program
pendidikan TPI baik program sekolah maupun luar sekolah semakin tersingkir dalam daftar 30
besar program acara yang disukai oleh pemirsanya. Pada tahun 1996, program pendidikan tidak
mendapat posisi sama sekali dalam daftar 30 besar acara yang paling diminati.26 Jika diteliti, dari
tahun ke tahun penyelenggaran TPI, program acara yang selalu menempati posisi teratas yang
paling digemari oleh pemirsa merupakan program-program hiburan, seperti sinetron, musik
dangdut, acara lawak atau komedi, dan film India.
Dampak dari perolehan rating program pendidikan tersebut, dapat kita lihat pada
perolehan iklan TPI. Pada awalnya kehadirannya sebenarnya TPI dinilai cukup potensial untuk
memasang iklan bagi pihak pemasang iklan. Hal itu dikarenakan TPI merupakan satu-satunya
stasiun televisi yang bersiaran secara nasional dan menyelenggarakan iklan. Pada tahun 19911992, RCTI dan SCTV belum melakukan siaran nasional, sehingga TPI berpeluang menguasai
23
Wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito. Jakarta, 6 April 2014. Erica L.Panjaitan.Op.cit.,.h.22-23
25
Subakti, Baty. (1994). Media Scene 1992-1993: the official guide to advertising media in Indonesia. Jakarta:
Persatuan Periklanan (PPPI).h.125
26
Subakti, Baty. (1996). Media Scene 1995-1996: the official guide to advertising media in Indonesia. Jakarta:
Persatuan Periklanan (PPPI).h.133
24
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
pasar iklan lebih luas dibandingkan dengan RCTI dan SCTV yang hanya bersiaran di kota-kota
tertentu saja. Melalui 150 transmiter TVRI yang dioperasikan, TPI mampu dilihat sekitar 69 juta
pasang mata, sehingga munculnya TPI disambut baik karena secara potensial TPI bisa
menjangkau lebih banyak pemirsa dibandingkan dengan RCTI dan SCTV. 27
Tabel 2.Pembagian Pembelanjaan Iklan di Televisi
(Milyar Rupiah)
Stasiun Tv
RCTI
SCTV
TPI
Anteve
Indosiar
Jumlah
1992
156,0
63,2
170,8
390,0
1993
260,0
117,0
234,2
1,2
613,0
1994
522,5
234,9
255,1
48,3
1,1
1061,9
1995
598,3
328,9
237,8
184,4
190,3
1503,0
1996
867,5
508,7
285,4
207,8
304,5
2173,9
Sumber: Baty Subakti. Media Scene 1994-1995: the official guide to advertising media in Indonesia. Jakarta:
Persatuan Periklanan (PPPI), 1995.
Meskipun mengalami berbagai permasalahan mengenai jam tayang dan kualitas acara
pendidikannya, TPI tetap memperoleh iklan terbanyak diantara televisi swasta lainnya. Karena
biar bagaimana pun kekurangannya, TPI tetap unggul sebagai satu-satunya stasiun televisi swasta
yang bersiaran secara nasional. Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 1992, dari total
pembelanjaan iklan di televisi sebesar 390 milyar Rupiah, TPI berhasil mendapatkan bagian
sebesar 170,8 milyar Rupiah. Namun permasalahan baru muncul saat RCTI dan SCTV diizinkan
untuk bersiaran secara nasional dan munculnya stasiun televisi baru pada tahun 1993.28
Setelah RCTI dan SCTV bersiaran secara nasional, para pemasang iklan lebih tertarik
memasang iklan di stasiun televisi tersebut. Acara-acara yang ditayangkan di RCTI dan SCTV
merupakan program hiburan yang pada umumnya disukai oleh pemirsa atau setidaknya jam
tayang program acara RCTI dan SCTV lebih jelas sasaran pemirsanya dibandingkan dengan TPI.
Persaingan memperebutkan iklan bertambah ketat dengan lahirnya stasiun televisi Anteve pada
tahun 1993. Oleh karena itu pada tahun 1993, usaha pertama yang dilakukan oleh TPI untuk
27
Tiada Hari Tanpa Iklan. Prospek, 19 Januari 1991
Januari 1993, Pemerintah cq Deppen telah mengubah SK tentang perizinan TV swasta, yang semula (SK Menpen
No.11/1990, kemudian ada perubahan Mei 1992) hanya mengizinkan siaran lokal bagi TV Swasta Umum – RCTI
dan SCTV. Melalui perubahan SK tertanggal 18 Januari tersebut, TV Swasta Umum diperbolehkan untuk siaran
secara nasional. Pemerintah pun sejak awal 1993 telah memberi izin dua TV swasta lagi yaitu Anteve dan Indosiar,
untuk mendampingi TV swasta yang sudah ada (RCTI,SCTV,dan TPI). 1994 TV Swasta Berebut Iklan. Pikiran
Rakyat,23 Januari 1994.
28
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
menaikan pendapatan iklan adalah dengan menyelenggarakan siaran malam yang dikhususkan
untuk program hiburan demi menghadapi persaingan dengan televisi swasta lainnya.
Pada tahun 1993, dari total pembelanjaan iklan sebesar 613 milyar Rupiah, RCTI
mendapat bagian terbesar sebanyak 260 milyar Rupiah, TPI sebesar 234,2 milyar rupiah, SCTV
sebesar 117 milyar rupiah dan Anteve mendapat 1,2 milyar rupiah. Posisi TPI yang pada awalnya
mendapat posisi pertama turun menjadi posisi kedua. Namun posisi ini belum begitu
mengkhawatirkan bagi TPI. Paling tidak selisih pendapatan iklan TPI dengan RCTI, sebagai
posisi pertama, tidak terlalu jauh. Sedangkan selisih dengan SCTV dan Anteve sebagai posisi
kedua dan ketiga masih cukup jauh.
Pada tahun 1994, dengan mulai mengembangkan tayangan hiburan, TPI berhasil
mempertahankan posisinya. Namun kondisi tersebut sudah mengkhawatirkan bagi TPI. Dari total
pembelajaan iklan, RCTI berhasil mengambil setengah bagian, dan selisih dengan SCTV di
posisi ketiga sudah semakin dekat.
Pada tahun 1995, SCTV berhasil mengalahkan pendapatan iklan TPI. TPI menjadi posisi
ketiga dalam pembagian iklan televisi. Sedangkan pada tahun 1996, posisi TPI menurun lagi
menjadi posisi ke empat. Dari total pembelanjaan iklan di televisi sebesar 2173,9 milyar rupiah,
RCTI mendapatkan bagian sebesar 867,5 milyar rupiah, SCTV sebesar 508,7 milyar rupiah,
Indosiar sebesar 304,5 milyar rupiah, TPI sebesar 285,4 milyar rupiah, dan Anteve sebesar 207,8
milyar rupiah.
Pentingnya mempertahankan posisi pembagian iklan bagi televisi swasta adalah karena
televisi swasta yang berhasil masuk kedalam 3 besar dalam pembagian iklan itu akan
mendapatkan iklan yang proporsional, artinya bukan hanya sekedar jumlah banyaknya iklan yang
diperoleh tetapi jumlah yang dapat menghidupi dan memberikan keuntungan bagi stasiun televisi
tersebut.29 Stasiun televisi yang berada di bawah 3 besar dalam pembagian iklan akan mengalami
kesulitan dalam menghidupi stasiun televisinya. Dengan posisi TPI yang sudah berada pada
posisi keempat, TPI berada dalam keadaan krisis.
29
Wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito. Jakarta, 6 April 2014.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
Dengan pendapatan iklan yang semakin menurun dan tidak dapat menghidupi serta
memberikan keuntungan, kewajiban TPI untuk membayar 20% dari pemasukan iklan dan juga
penggunaan alat kepada TVRI tetap harus dipenuhi. Berdasarkan rincian utang TPI yang
dituliskan oleh Drs. Wawan Kuswandi dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Massa,
menyebutkan bahwa:
“Sejak tahun 1991 TPI belum melunasi kewajibannya, ditahun 1991 kewajiban yang harus
disetorkan oleh TPI kepada TVRI sebesar 71.14 juta rupiah. Tahun 1992, berjumlah 3.34115
milyar rupiah, jadi total keseluruhan utang TPI adalah 3.41229 milyar rupiah. TPI baru melunasi
750 juta rupiah, sisanya sebanyak 2.6629 miliar masih belum dibayarkan oleh pihak TPI. Di tahun
1993 sampai dengan 1994, TPI masih mempunyai tunggakan utang miliaran rupiah kepada rumah
produksi. Di tahun 1991 dan 1992, TVRI tidak menerima uang pembayaran siaran operasional
alat yang dipakai oleh TPI yaitu tahun 1991 sebesar 2.88103 miliar dan tahun 1992 sebesar
5.79116 miliar rupiah, jadi jika ditotal utang TPI sebesar 8.67219 miliar rupiah.”30
Sedangkan pada periode anggaran 1994-1995, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) menyebutkan bahwa 3 televisi swasta telah menunggak utang kepada TVRI sebesar
23.08598 miliar rupiah.31 TPI memiliki tunggakan utang sebesar 3.02116 milyar rupiah kepada
TVRI.
Puncak dari seluruh permasalahan diatas adalah TPI dilaporkan dalam kondisi merugi
hingga terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 70 orang karyawannya
pada tahun 1997. 32 Bahkan untuk melakukan perampingan karyawan tersebut TPI kembali
melakukan pinjaman.TPI memberikan uang jasa yang tidak sedikit kepada masing-masing
karyawannya, yang jika dijumlahkan total seluruh uang jasa yang dikeluarkan sebesar 1,5
milyar.33 Hal tersebut semakin menambah daftar panjang kewajiban yang harus segera dilunasi
oleh TPI.
Dalam kondisi yang sudah semakin mendesak, TPI merasa perlu untuk mengevaluasi
seluruh tayangan yang dimilikinya. Berdasarkan hasil rating pada tahun 1996, program
pendidikan baik pendidikan sekolah maupun luar sekolah, tidak masuk kedalam 30 besar.
Program yang menempati 5 posisi teratas yang banyak disukai pemirsa TPI justru adalah
30
Drs.Wawan Kuswandi.(1996). Komunikasi Massa : Sebuah Analisis Isi Media Televisi. Jakarta: PT Rineka
Cipta..h.48-49. 31
Ibid.,h.48. 32
“TPI Merugi, Lepas 70 Karyawan.” Kompas, 21 Juli 1997 dan wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito.
Jakarta, 6 April 2014. 33
Ibid. Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
program hiburan yaitu Kuis Dangdut, Mega India, Balada Dangdut,
Lawak Ngelaba, dan
Sinetron Kabut Cinta. 34 Berdasarkan inilah, TPI memutuskan untuk mengurangi program
pendidikan dan mengembangkan program acara yang terbukti lebih banyak disukai oleh
pemirsanya pada tahun 1997 dengan harapan akan meningkatkan pendapatan iklannya.
TPI menyadari bahwa hanya dengan menayangkan program acara pendidikan tidak dapat
menghidupi dan memberikan keuntungan pada stasiun televisinya. Oleh karena pada
pelaksanaannya sudah tidak mencerminkan orientasinya sebagai televisi pendidikan, TPI
memutuskan untuk melakukan perubahan menjadi televisi yang berorientasi komersial dengan
menayangkan program acara hiburan.
Setelah mengambil keputusan untuk tidak lagi menayangkan program pendidikan
sekolah, TPI menyatakan diri sebagai televisi keluarga Indonesia mulai mempromosikan
program-program acara hiburan yang sesuai dengan keragaman budaya Indonesia, tepat pada hari
ulang tahunnya yang ketujuh pada 23 Januari 1998.35 Untuk nama stasiun televisinya, tidak lagi
menggunakan kepanjangan nama sebagai Televisi Pendidikan Indonesia tetapi hanya
mencantumkan TPI saja. TPI mulai memfokuskan diri mengembangkan program-program
hiburan yang banyak diminati oleh pemirsanya, seperti acara musik dangdut, komedi dan sinetron
lokal. TPI menyadari bahwa logo yang dimilikinya sejak tahun 1991 sudah tidak sesuai lagi. TPI
kemudian mengubah logo berbentuk alat tulis dan berwarna bendera merah putih tersebut
dengan logo berbentuk lingkaran dan bertuliskan Televisi Keluarga Indonesia. TPI juga
mengubah moto menjadi “TPI makin asyik aja”36.
Gambar 2.Logo TPI Tahun 1998
Sumber: Acara HUT Ke-7 TPI. Pikiran Rakyat, 20 Januari 1998
34
Subakti, Baty.(1996).Op.cit.h.133 Acara HUT Ke-7 TPI Sekaligus Paket Lebaran. Pikiran Rakyat, 20 Januari 1998.
36
Ibid.
35
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
Dengan adanya perubahan logo ini, TPI ingin mempertegas bahwa TPI sudah murni
sebagai televisi swasta yang berorientasi kepada profit atau komersial, yang sudah tidak lagi
mengemban pendidikan dalam program tayangannya.37 Perubahan logo pada perjalanannya itu
merupakan salah satu tanda bahwa TPI melakukan perubahan. Karena logo adalah cerminan atau
lambang yang menggambarkan karakter dari perusahaan, maka dengan pergantian logo tersebut
jelas bahwa karakteristik TPI di dalamnya juga mengalami perubahan, seperti halnya visi dan
misi. Secara intinya, visi misi TPI yang berorientasi pada pendidikan berubah menjadi visi misi
TPI yang berorientasi pada komersial atau bisnis semata.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, terdapat faktor internal dan eksternal yang
menyebabkan terjadinya perubahan orientasi pendidikan pada TPI. Faktor internal yang
menyebabkan perubahan orientasi pendidikan TPI adalah kendala yang dihadapi TPI dalam
pelaksanaan program pendidikannya, seperti permasalahan manajemen mengenai jam tayang
siaran program pendidikan yang tidak sesuai dengan sasaran pemirsanya sertakurangnya modal
dalam memproduksi program pendidikan sehingga program acara pendidikanTPI terlihat kaku
dan membosankan serta tidak dapat bersaing dengan program acara yang ditayangkan oleh
televisi swasta lainnya. Kendala tersebut membuat berkurangnya minat pemirsanya untuk
menyaksikan program acara yang ditayangkan oleh TPI.
Faktor eksternal yang menyebabkan perubahan orientasi pendidikan TPI adalah
persaingan TPI dengan televisi swasta lainnya dalam perindustrian televisi yang harus selalu
memperhatikan tiga hal pokok antara lain content program acara, penempatan waktu tayang, serta
rating dan pembagian iklan. TPI mulai menyadari bahwa untuk menyelenggarakan program
televisi yang murni pendidikan tidak dapat menghidupi stasiun televisinya. Fakta bahwa TPI
merupakan stasiun penyiaran murni swasta yang menggantungkan penghidupannya dari iklan
membuat TPI harus mengambil kebijakan-kebijakan penyiaran yang pada akhirnya justru
mengorbankan orientasinya sebagai televisi pendidikan. TPI mulai mengurangi program
pendidikan dari tahun ke tahun dan mulai mengembangkan program hiburan yang disukai oleh
37
Wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito. Jakarta, 6 April 2014.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
pemirsa televisi Indonesia. Hal itu dilakukan agar dapat bersaing dengan televisi swasta lainnya
dalam memperebutkan pemirsa dan tentu saja iklan.
Dengan dihapuskannya program pendidikan yang berkaitan dengan kurikulum sekolah
dan hanya meyelenggarakan program pendidikan sebesar 5,3 % pada tahun 1998, dapat
disimpulkan bahwa TPI tidak lagi berorientasi pada pendidikan dan lebih berfokus pada
persaingan antar stasiun televisi swasta dalam menampilkan acara hiburan yang menarik minat
pemirsa Indonesia dimana point tersebut dianggap lebih menguntungkannya sebagai stasiun
televisi. Dengan demikian program acara yang ditayangkan oleh TPI pada akhir tahun 1990-an,
terlihat tidak lagi berbeda dengan televisi swasta komersial pada umumnya.
Daftar Referensi
Arsip
Perjanjian Kerjasama Antara Yayasan Televisi R.I dengan P.T. Televisi Pendidikan Indonesia
Mengenai Pelaksanaan Siaran Televisi Pendidikan No. : 145/SP/DIR/TV/199023/TPI/PKS/SHR.23/VIII/90, Koleksi Arsip Pribadi Bambang Winarso MMTC
Yogyakarta No.3/13.
Company profile PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia 1991, Koleksi Arsip Pribadi Bambang
Winarso MMTC Yogyakarta No.4/13.
Buku
Armando, Ade. (2011).Televisi Jakarta Di Atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi
Berjaringan di Indonesia. Yogyakarta : Bentang.
Departemen Penerangan RI. (1995). Radio, Televisi dan Film . Departemen Penerangan RI
Direktorat Jenderal Radio-Televisi-Film : Jakarta.
Kitley, Philip. (2000).Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca. Jakarta : PT Sembrani Aksara.
Kuswandi,Drs. Wawan. (1996). Komunikasi Massa : Sebuah Analisis Isi Media Televisi. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Panjaitan, Erica. (2006).Matinya Rating Televisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Panjaitan, Hinca. (1999).Memasung Televisi : Kontroversi Regulasi Penyiaran di Era Orde Baru.
Institut Studi Arus Informasi.
Sudarwan Darwin. (1995).Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Subakti, Baty. (1992). Media Scene 1991-1992: the official guide to advertising media in
Indonesia. Jakarta: Persatuan Periklanan (PPPI).
Subakti, Baty. (1993). Media Scene 1992-1993: the official guide to advertising media in
Indonesia. Jakarta: Persatuan Periklanan (PPPI).
Subakti, Baty. (1994). Media Scene 1993-1994: the official guide to advertising media in
Indonesia. Jakarta: Persatuan Periklanan (PPPI).
Subakti, Baty. (1996). Media Scene 1995-1996: the official guide to advertising media in
Indonesia. Jakarta: Persatuan Periklanan (PPPI).
Wahyuni, Hermin Indah. (2000)Televisi dan Intervensi Negara. Media Pressindo : Yogyakarta.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
Jurnal
Munawar, Syamsuddin. Peningkatan Siaran Televisi Pendidikan (TPI). Pusara, edisi Mei 1996,
Tahun Ke-65.
Koran/Majalah Sejaman
“Acara Hari Ini”.Pikiran Rakyat, 4-10 Februari 1991.
“Acara Hari Ini”.Pikiran Rakyat, 12-18 September 1994
“Acara Hari Ini”.Pikiran Rakyat, 12-18 September 1995
“Acara Hari Ini”.Pikiran Rakyat, 12-18 September 1996
“Acara Hari Ini”.Pikiran Rakyat, 12-18 September 1997
“Acara HUT Ke-7 TPI Sekaligus Paket Lebaran. ”Pikiran Rakyat, 20 Januari 1998.
“Ihwal Kemandirian TPI”. Kompas, 23 Januari 1995
“Janji-Janji dan Keluhan Profesionalisme”. TPI. Kompas, 23 Januari 1993
“Kendala TPI Terbentur Pada Keterbatasan”. Suara Pembaruan, 17 Februari 1991.
“Label Pendidikan, Program Hiburan: dua tahun TPI Mengudara, porsi program hiburan
menggeser program pendidikan?”. Majalah Editor, edisi 6 Februari 1993. Halaman
6/Kolom 2-3.
“Lima Kendala dan Lima “Warning” Untuk Televisi Pendidikan Indonesia”.Suara Karya, edisi 6
Februari 1993. Halaman V/Kolom 3-9.
“Mencapai Sasaran dan Tujuan TPI”. Kompas, 4 Februari 1991.
“Meningkatkan Kemampuan Guru Lewat Televisi”. Kompas, 5 Februari 1991.
“Mulai Jelas, Gambaran TV-Pendidikan”.Surabaya Post, 30 Desember 1990. Halaman
VI/Kolom 6-9.
“ Pustekom Akan Memperbaiki Materi dan Jam Siaran TPI.” Suara Pembaruan, 7 Februari 1991.
“Sebagian Besar Penduduk Timtim Belum Bisa Menyaksikan TPI.” Suara Pembaruan, 27 April
1991.
“Selamat Datang, Pak TV”. Surabaya Post : edisi 16 Januari 1991. Halaman VII/Kolom 4-7
“Seminggu Pengamatan “Pembaruan” Terhadap TPI: Isi Bagus, Tapi Penggarapan Belum
Maksimal.”Suara Pembaruan, 30Januari 1991.
“Siaran Televisi Pendidikan Indonesia : Dangdut dan Lagu Cengeng Tak Akan Muncul di
TPI.”Pikiran Rakyat, edisi 20 januari 1991. Halaman IV/Kolom 7-8.
“Siaran Malam TPI Penuh Hiburan”.Kompas, Selasa 27 Oktober 1992.
“Tahun 1996, TPI Bertekad Kristalkan Segmen Pasarnya.”Kompas, 27 Desember 1995.
“Televisi Pendidikan Tidak Bisa Disaksikan di Ambon dan Riau.”Kompas, 29 Januari 1991.
“Tiada Hari Tanpa Iklan.”Prospek, 19 Januari 1991
“TPI Merugi, Lepas 70 Karyawan.”Kompas, 21 Juli 1997 .
“TPI Nyatakan Diri Sebagai Televisi Keluarga”. Pikiran Rakyat, 23 Januari 1994
“TPI Sulit Deteksi Hasil Pendidikannya.”Pikiran Rakyat, 14 Februari 1993. Halaman IV/Kolom
7-9.
“TPI: Tayangan Aman Untuk Seluruh Keluarga.”Kompas, 22 Januari 1995
Sumber Lisan/Wawancara
Wawancara dengan Gunawan mengenai “Pelaksanaan Program Pendidikan TPI“ Jakarta, 4 Maret
2014.
Wawancara dengan Syaifudin Kurdi dan Sugito mengenai “Faktor Perubahan Orientasi
Pendidikan TPI”. Jakarta, 6 April 2014.
Perubahan Orientasi..., Anggritha Dwiandani Danesvhara, FIB UI, 2014
Download