E:\Pelita\PLT 26(1) CETAK\2. PL

advertisement
Pelita Perkebunan 2010, 26(1), 12—24
Agustin et al.
Pemanfaatan Kompos Sabut Kelapa dan Zeolit sebagai Campuran
Tanah untuk Media Pertumbuhan Bibit Kakao
pada Beberapa Tingkat Ketersediaan Air
Use of Cocopeat and Zeolite as a Seedling Media for Cocoa
and Its Response to Some Levels of Available Water
Leizy Free Agustin F.1*), Soetanto Abdoellah2) dan Cahyoadi Bowo3)
Ringkasan
Pembibitan kakao membutuhkan tanah atasan (top soil) yang banyak sehingga
persediaan tanah subur akan mengalami penipisan sehingga diperlukan alternatif
media lain untuk mengurangi pemakaian tanah atasan di pembibitan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji respons tanaman kakao terhadap berbagai komposisi
media kompos sabut kelapa, tanah atasan dan zeolit dengan beberapa tingkat
ketersediaan air. Penerapan perlakuan mengikuti rancangan acak kelompok lengkap
dengan 3 ulangan, terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah perlakuan campuran
media yang terdiri dari kompos sabut kelapa, tanah atasan, dan zeolit dengan
perbandingan dalam persentase massa kering angin yakni M1 (80:0:20), M2
(60:25:15), M3 (40:50:10), M4 (20:75:5) dan M5 tanah atasan saja sebagai kontrol).
Faktor kedua adalah air tersedia: 100% (A1), 75% (A2), 50% (A3) dan 25%
(A4). Pemupukan dilakukan 2 minggu sekali. Pemberian air dilakukan 2 hari
sekali. Hasil pengamatan hingga hari ke-80 menunjukkan bahwa kompos sabut
kelapa mengandung kadar garam yang tinggi sehingga bibit pada media M1 dan
M2 mengalami kematian. Pada saat bibit kakao berumur 80 hari, pertumbuhan
bibit pada M4 sekitar 84% dibanding media M5. Pada hari ke-81 dilakukan perubahan
perlakuan pemberian air, yakni pemberian air tersedia A1 (100%), A2 (125%),
A3 (150%) dan A4 (175%) untuk menurunkan kegaraman (salinitas) media
pertumbuhan bibit. Pemupukan NPK dilakukan 2 minggu sekali sedang pemupukan
hara mikro dilakukan seminggu sekali lewat daun. Pada saat umur tanaman kakao
hari ke-160 pertumbuhan pada media M4 dengan 125% air tersedia (A2)
menghasilkan jumlah daun, diameter batang, berat basah bibit dan berat kering
bibit yang paling baik. Persentase vigor bibit kakao pada media M4 berkisar
94% dibanding media M5. Dengan demikian kompos sabut kelapa dapat digunakan
sebagai campuran media tanah dengan syarat kadar garam (salinitas) dalam kompos
sabut kelapa diturunkan.
Summary
Intensive use of top soil as medium of cocoa seedlings annually will reduce the area of fertile soil, therefore other material is needed to be an alternative for cocoa seedling medium instead of top soil. A glass house experiment
Naskah diterima (received) 1 Desember 2009, disetujui (accepted) 16 Februari 2010.
1) Sekolah Menengah Atas Negeri 5, Jl. Semangka 4, Jember, Indonesia.
2) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia.
3) Fakultas Pertanian, Universitas Jember, Jember, Indonesia.
*) Alamat penulis (Corresponding Author): [email protected]
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
12
Kompos sabut kelapa dan zeolit sebagai campuran media bibit kakao dengan tingkat ketersediaan air berbeda
to evaluate response of cocoa seedlings to cocopeat-zeolite-topsoil media combination at some available water levels had been conducted. The experiment was
conducted by factorially 5x4 randomized complete block design with three replication. The first factor was the composition of media, consisted of cocopeat,
topsoil and zeolite, with ratios of percentage as follows: M1(80 : 0 : 20), M2
(60 :25 : 15), M3 (40 : 50 : 10), M4 ( 20 : 75 : 5) and M5 (only top soil as
control (air dried weight) based. The second factor was percentage of available
water, i.e 100% (A1), 75% (A2), 50% (A3) and 25 % (A4). Water was applied
every two days. The other standard seedling maintaining activities were applying of macronutrients every two weeks. The results showed that cocopeat had a
high content of salt, which injured cocoa seedlings especially. The results at
80th days the cocoa seedling growth of M4 media was 84% compared to M5. At
81st day after transplanting, the treatment of watering was modified in order to
leach out salt from media, i.e A1 (100% available water), A2 (125% available
water), A3 (150% available water) and A4 (175% available water). Application
of macronutriens was carried out every two weeks and spraying of micronutrients every week. The results at 160th day showed that among the cocopeat mixed
media, M4 combined with 125% available water (A2) showed the best in stem
diameter, leaf number, fresh weight and dry weight of seedlings. The percentage of cocoa seedling growth of M4 media was 94% compared to M5. It could
be concluded that cocopeat can be used as substitution for topsoil used in media
mixture for cocoa seedlings, after salt leaching pretreatment.
Key words : Cocoa, available water, electrical conductivity, salt leaching cocopeat.
PENDAHULUAN
Kakao merupakan salah satu komoditas
utama dalam program revitalisasi perkebunan. Target pengembangan perkebunan
rakyat pada tahun 2010 seluas 200.000 ha.
Dari target ini, dalam waktu 4 tahun ke
depan diperlukan lebih dari 200 juta satuan
bahan tanam (rata-rata 50 juta satuan bahan
tanam/tahun). Apabila dijumlahkan dengan
kebutuhan regular di luar program
revitalisasi kakao sebesar 25 juta satuan
bahan tanam/tahun, maka total kebutuhan
menjadi 75 juta satuan bahan tanam/tahun.
Kebutuhan tanah atasan pada setiap bibit di
polibeg sekitar 2 kg (Prawoto, 2004),
sehingga untuk 75 juta bibit kakao tiap
tahunnya dibutuhkan media tanam sekitar
150 juta kg/tahun. Untuk memenuhi
kebutuhan tanah atasan sebanyak 150 juta
kg setiap tahunnya dibutuhkan tanah seluas
62,5 ha (kedalaman tanah atasan 20 cm
dengan berat volume tanah 1,2 g/cm3) .
Kebutuhan tanah atasan yang banyak
menyebabkan persediaan tanah yang subur
setiap tahunnya akan mengalami penipisan.
Pengambilan tanah produktif dan subur di
tempat lain atau hutan juga mengganggu
kelestarian alam. Dengan demikian diperlukan alternatif untuk mengurangi
pemakaian tanah atasan di pembibitan tetapi
tidak mengurangi produksi tanaman kakao.
Alternatif media yang digunakan harus
memiliki sifat-sifat yang dikehendaki
tanaman kakao. Tanaman kakao menghendaki tanah yang memiliki struktur yang
remah dan agregat yang mantap sehingga
dapat menciptakan aerasi yang baik. Media yang diharapkan adalah media yang
ringan serta memiliki ketahanan terhadap
tekanan sehingga tanaman tidak mudah
rebah/rusak. Media yang demikian akan tetap
mempertahankan bibit tetap tegak sewaktu
dikirim ke daerah lain. Media tanam yang
ringan akan meringankan biaya dalam
pengiriman.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
13
Agustin et al.
Kebutuhan air pada pertumbuhan bibit
kakao juga perlu diperhatikan. Pada media
yang memiliki kapasitas penyimpanan air
rendah, maka efisiensi penggunaan air oleh
tanaman biasanya rendah akibat banyaknya
kehilangan air melalui proses perkolasi.
Tanaman kakao menghendaki media yang
memiliki drainase baik serta dapat
menyimpan air (Prawoto, 2004).
Alternatif media yang digunakan untuk
meminimalkan penggunaan tanah adalah
kompos sabut kelapa. Kompos sabut kelapa
merupakan media tanam yang bersifat
organik dan melimpah bagi negara kepulauan
termasuk Indonesia. Kompos sabut kelapa
memiliki karakter fisik dan kimia yang
sangat potensial untuk media tanam.
Kompos sabut kelapa merupakan natural soil
conditioner, memiliki kadar pH antara 5–
8 dan mudah dalam pertukaran ion (Awang,
2009). Kompos sabut kelapa bersifat gembur
sehingga oksigen dan sinar matahari dengan
mudahnya menjangkau sampai kedalaman.
Media yang gembur membuat akar baru
tumbuh cepat dan lebat sehingga bibit tidak
rentan lagi saat dipindah ke alam terbuka
(Jafferjee, 2003). Di samping sifat kompos
sabut kelapa yang ringan dengan memiliki
daya serap air yang tinggi maka frekuensi
penyiraman dapat dikurangi (Cresswell,
1992). Pemakaian kompos sabut kelapa
sebagai media tanam pada bunga lili
menghasilkan kualitas bunga yang lebih
segar, perakaran yang lebih kuat (Treder,
2008). Kompos sabut kelapa menghasilkan
jumlah tunas tertinggi pada guntingan
pengakaran anyelir (Barathy, 2001). Media
kompos sabut kelapa sangat cocok buat
perkecambahan ramin (Utami, 2006). Sabut
kompos kelapa direkomendasikan sebagai
alternatif media yang cocok untuk budidaya
krisan (Manjul, 2002). Bahkan kompos sabut
kelapa sedang dipertimbangkan sebagai
media hortikultura substrat untuk me-
ngurangi pasokan gambut terbarukan
(Albaho, 2009).
Agar media tetap tegak apalagi
sewaktu dalam pengiriman, maka diperlukan
bahan perekat pada media kompos sabut
kelapa. Pemberian zeolit dapat menjaga
keseimbangan bibit untuk tetap tegak. Di
samping itu, zeolit memiliki KPK (kapasitas
pertukaran kation) yang tinggi (Dariah,
2007). Hal ini mengakibatkan media mampu
mengikat air dan unsur hara dan melepaskan
saat diperlukan tanaman.
Adapun informasi mengenai kombinasi
kompos sabut kelapa, tanah dan zeolit pada
berbagai tingkat ketersediaan air bagi
pembibitan kakao masih sangat terbatas,
sehingga perlu dilakukan penelitian.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Percobaan meliputi dua tahap.
Penelitian tahap pertama yang berumur 80
hari disusun secara faktorial dengan
menggunakan rancangan acak kelompok
lengkap dengan 3 ulangan. Faktor pertama
adalah komposisi media (kompos sabut
kelapa, tanah atasan, zeolit) dalam persentase
bobot massa yang terdiri dari M1 (80:0:20),
M2 (60:25:15), M3 (40:50:10), M4
(60:25:15) dan M5 (100% tanah atasan).
Adapun data sifat kimia media yang
digunakan dalam penelitian disajikan pada
Tabel 1. Faktor kedua berupa air tersedia
meliputi : A1 (100%), A2(75%), A3 (50%)
dan A4 (25%). Bibit yang ditanam di media dengan 80% kompos sabut kelapa dengan
air tersedia 25% mengalami kematian pada
umur 52 hari sedang pada media yang sama
dengan air tersedia 100% mengalami
kematian pada umur 80 hari. Demikian juga
bibit yang berada pada media dengan 40%
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
14
Kompos sabut kelapa dan zeolit sebagai campuran media bibit kakao dengan tingkat ketersediaan air berbeda
kompos sabut kelapa dengan air tersedia 75%
mengalami kematian pada umur 80 hari.
Dengan matinya bibit pada media M1 dan
M2, maka dilakukan perubahan perlakuan
pada pengamatan yang kedua.
Pengamatan kedua dilaksanakan mulai
hari ke-81 hingga 160. Mulai hari ke-81
dilakukan pencucian garam pada media.
Bagian alas diberi lubang sebanyak 8 buah.
Perlakuan faktor air tersedia diubah menjadi
A1(100%), A2 (125%), A3 (150%) dan A4
(175 % air tersedia). Baik pada tahap
pengamatan pertama maupun kedua data
yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam
(varian) yang dilanjutkan dengan uji regresi/
polinomial orthogonal dan Tukey 5%.
Pada tahap awal, tanah dan kompos
sabut kelapa dikering-anginkan secara
terpisah kemudian diayak dan dimasukkan
pada pipa PVC (ukuran 10 dim dengan
tinggi 25 cm) sesuai perlakuan. Bagian
alasnya tertutup dan tidak diberi lubang serta
bagian alas pipa PVC ditutup dengan plastik
hitam untuk mengurangi evaporasi. Contoh
media yang sama diuji di Laboratorium
Tanah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia untuk mengukur kadar lengas
media saat kapasitas lapang, kering angin
dan titik layu permanen. Ketahanan media
terhadap tekanan, berat jenis partikel dan
panjang akar diukur di Laboratorium Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
Analisa kimia media dilakukan di
Laboratorium Tanah, Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia dan Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian UGM.
Penyiraman dilakukan dua hari sekali dengan
menambahkan kekurangan air yang hilang
dalam media. Pengamatan pada tahap
pertama adalah pertumbuhan bibit (tinggi
bibit, jumlah daun dan diameter batang);
sedangkan pada tahap kedua pengamatan
meliputi tinggi bibit, jumlah daun dan diameter batang, bobot bibit dan panjang akar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik dan Kimia Media
Tabel 2 menunjukkan bahwa berat jenis
volume (BV) media sangat berkorelasi
dengan porositas total dan ketahanan media terhadap tekanan. Semakin besar BV
tanah, makin padat tanah tersebut, makin
kecil ukuran strukturnya dan makin kecil
ruang porinya. Nilai BV yang makin besar
menunjukkan media tersebut semakin padat,
semakin sulit meneruskan air dan sulit
ditembus akar (Wuryaningsih, 2004). BV
yang tinggi jelas mempengaruhi daya tembus
dari akar-akar tanaman dalam tanah, dan laju
difusi O2 di dalam pori-pori tanah sehingga
respirasi akar akan terganggu. Semakin kecil
nilai BV, media tersebut semakin ringan
(semakin gembur) dan semakin rendah pula
ketahanan media terhadap tekanan.
Media pembibitan dalam pot mempunyai nilai BV lebih kecil dari 1,0 yaitu
0,3–0,6 g/cm3 (Handreck & Black, 1994).
Media dengan berat volume kurang dari 0,3
g/cm3 merupakan media yang sangat ringan
serta memiliki ketahanan terhadap tekanan
juga kecil. Hal ini menyebabkan tanaman
mudah roboh. Berat volume tanah-tanah
pertanian biasanya tidak melebihi 1,35 g/
cm3. Tanah dengan media melebihi nilai
tersebut diduga terlalu padat sehingga
sirkulasi udara dan kondisi air tanahnya tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Kekuatan tanah maksimum 2 MPa,
merupakan tekanan tumbuh maksimum bagi
kebanyakan akar tanaman (Islami,1995).
Media yang digunakan dalam percobaan
memiliki ketahanan media 0,62–1,76 kg/
cm2 (0,062–0,176 MPa).
Pertumbuhan tanaman kakao dipengaruhi oleh unsur hara yang terdapat
dalam media yang digunakan. Tanaman
kakao menghendaki kadar minimum N
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
15
Agustin et al.
Tabel 1. Sifat kimia media yang digunakan dalam penelitian ini
Table 1. Chemical properties of each media used
Komposisi kimia
Chemical composition
Tanah atasan
Top soil
Zeolit
Kompos sabut
kelapa
Compost of
cocopeat *)
Kompos sabut
kelapa
Compost of
cocopeat**)
Karbon (Carbon ), %
1.67
0.54
45.09
Nitrogen (Nitrogen), %
0.15
0.04
0.42
Nisbah C/N (C/N ratio)
11
13.5
107.4
80
Fosfor (Phosphorus), %
13
6
0.08
0.050
Kalium (Potassium), %
0.53
1.3
2.91
0.90
Kapasitas Tukar Kation (KTK), m.e/100g
Cation exchange capacity (CEC), m.e/100g
32.94
22.5
49.16
64 – 130
pH (pH)
6.1
8.5
5.7
5.5 – 6.5
Daya Hantar Listrik (DHL), mmhos/cm
Electric conductivity (EC), mmhos/cm
0.1
- 6.78
< 0.50
Natrium (Na), %
-
- 0.26
0.01**)
Klorida (Cl), %
*)
**)
0.4
45 – 50
0.3
0.02**)
Sumber (Source) Star Fibre Australasia (2008).
Sumber (Source) Sydney Environmental and Soil Laboratory (2008).
0,28%, P 32 ppm (0.0032%), K tertukar
0,50 me/100 g, KTK lebih dari 15 me/100
g, kebutuhan pH sebesar 4,0–8,5 dengan pH
optimum 6,0–7,0 (Prawoto, 2006). DHL
(daya hantar listrik) media pembibitan yang
dibutuhkan tanaman kakao kurang dari
3 mmhos/cm (Abdoellah, 1996).
Tabel 1 menunjukkan kompos sabut
kelapa memiliki syarat yang dikehendaki oleh
tanaman kakao, baik pada NPK, C/N, KTK
dan pH. Hanya saja unsur hara yang tersedia
dalam kompos sabut kelapa sedikit. Hal ini
disebabkan proses melapuknya lambat. Oleh
karena itu untuk memenuhi unsur hara pada
media, pemberian pupuk anorganik perlu
dilakukan (Wuryaningsih, 2004). Di samping
itu, kompos sabut kelapa yang digunakan
dalam penelitian memiliki kadar garam 6,78
mmhos/cm. Semakin banyak kompos sabut
kelapa yang terdapat dalam media, kadar
garam pada media semakin besar. Kadar
garam yang berlebih akan menghambat
pertumbuhan tanaman kakao (Pujiyanto,
1992).
Penggunaan zeolit pada kompos sabut
kelapa mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Kompos sabut kelapa bersifat
remah sehingga pemberian zeolit sebagai
perekat media akan membuat pertumbuhan
tanaman kokoh dan tidak mudah rebah.
Tabel 2. Sifat fisik komposisi media
Table 2. Physical properties of media composition
Persentase kompos sabut kelapa
Percentage of cocopeat
Berat jenis
Particle density, g/cm3
Berat volume
Bulk density, g/cm3
Porositas
Porosity,
%
Ketahanan media
Media resilience,
kg/cm2
100%(M1)
1.65
0.13
91.9
0.62
75% (M2)
2.29
0.19
91.7
0.74
50% (M3)
2.42
0.30
87.7
1.13
25% (M4)
2.53
0.48
81.1
1.43
0%
2.62
1.03
54.3
1.76
(M5)
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
16
Kompos sabut kelapa dan zeolit sebagai campuran media bibit kakao dengan tingkat ketersediaan air berbeda
Zeolit dapat meningkatkan kemampuan
media untuk menahan hara (Baon, 2003)
serta dapat meningkatkan kapasitas
penyimpanan air (Abdoellah, 2004). Zeolit
merupakan salah satu bahan penukar kation
yang mempunyai KTK yang tinggi (Dariah,
2007).
Dalam penelitian ini, zeolit yang
digunakan memiliki nilai KTK yang kecil
(22,5 m.e./100 g), karena zeolit ini belum
mengalami proses aktivasi (Prasetyo, 2003).
Aktivasi bertujuan untuk meningkatkan
sifat-sifat khusus zeolit dengan cara
menghilangkan unsur-unsur pengotor dan
menguapkan air yang terperangkap dalam
pori kristal zeolit (Rosita, 2004).
Pertumbuhan pada Hari Ke-80
Tabel 4 menunjukkan tinggi bibit,
diameter batang dan jumlah daun yang
paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan
media yang tidak mengandung kompos sabut
kelapa (M5). Tinggi bibit pada media M4
83% terhadap M5. Diameter batang pada
medium M4 87% terhadap M5. Jumlah
daun pada medium M4 80% terhadap M5.
Tabel 3. Fhitung variabel pertumbuhan bibit pada umur 80 hari
Table 3. Calculated F of growth variables of 80 days old seedling
Ragam
Variance
Tinggi bibit
Seedling height
Diameter batang
Stem diameter
Jumlah daun
Leaf number
Komposisi media (M)
Media composition (M)
32.407 **
16.950 **
161.468 **
Air tersedia (A)
Available water (A)
4.516 **
6.847 **
6.303 **
Interaksi M x A
Interaction M x A
1.501 ns
1.25 ns
1.956 ns
Keterangan (notes): ns = tidak berbeda nyata (not significantly different)
* = berbeda nyata (significantly different)
** = berbeda sangat nyata (highly different)
Tabel 4. Pengaruh faktor tunggal terhadap tinggi bibit, diameter batang dan jumlah daun bibit kakao umur 80 hari
Table 4. Effects of single factor on seedling heigh, stem diameter and leaf number of cocoa seedling at 80 day old
Ragam
Variance
Tinggi bibit, cm
Seedling height, cm
Diameter batang, mm
Stem diameter, mm
Jumlah daun
Leaf number
Media (M)
M5 (0%) kompos sabut kelapa (cocopeat)
22.6 a
4.6 a
12.0 a
M4 (20%) kompos sabut kelapa (cocopeat)
18.6 b
4.0 b
9.7 b
M3 (40%) kompos sabut kelapa (cocopeat)
17.3 b
3.8 b
8.7 b
A4 (25% air tersedia)
25% available water
17.9 b
3.7 b
8.4 b
A3 (50% air tersedia)
50% available water
19.7 ab
4.2 a
9.4 b
A2 (75% air tersedia)
75% available water
19.6 ab
4.3 a
11.0 ab
A1 (100% air tersedia)
100% available water
20.7 a
4.3 a
11.4 a
Air tersedia (A)
Keterangan (Note) : Angka-angka pada kolom parameter yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak
nyata pada uji Tukey 5% (Data in the same column followed by the same letter are not significantly different
according to Tukey 5% level test).
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
17
Agustin et al.
Tingkat ketersediaan air mempengaruhi
pertumbuhan bibit. Semakin besar air
tersedia, pertumbuhan bibit semakin baik.
Pada media yang mengandung konsentrasi
garam yang tinggi, maka pertumbuhan bibit
terhambat. Semakin banyak air yang
ditambahkan dalam media, semakin besar
penurunan konsentrasi garam dalam media.
Penurunan konsentrasi garam pada media
mengakibatkan tanaman tumbuh dengan
baik.
Kadar garam yang terlalu tinggi menyebabkan tekanan osmosis pada media
lebih tinggi dibanding dengan tekanan osmosis dalam sel tanaman. Sebagai akibatnya
tanaman tidak mampu menyerap air dan
unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman
terhambat. Tanaman mampu menyerap
larutan hara mineral dari dalam tanah jika
potensial air akar rambutnya lebih rendah
dari potensial air dari larutan tanah (Larcher,
1980).
Tanaman yang tumbuh pada media
dengan kadar garam yang tinggi akan
menyebabkan warna daun menjadi kuning
(klorosis) dan tepi daun mati mengering
(FAO, 2005).
Pada saat bibit kakao berumur 80 hari,
bibit yang tumbuh pada media dengan 40%
kompos sabut kelapa mengalami kerusakan
pada daun dengan persentase jumlah daun
yang rusak bibit banyak pada ketersediaan
ini lebih sedikit. Demikian pula pada media dengan 20% kompos sabut kelapa,
walaupun pada media ini daun yang rusak
lebih sedikit.
Tingkat ketersediaan air antara 50%
hingga 100% memberikan hasil yang tidak
berbeda nyata pada tinggi bibit dan diameter bibit, hal ini disebabkan pada saat
bibit masih berumur 80 hari pertumbuhan
akar tanaman belum berkembang dengan
sempurna dan akibatnya serapan air dan
unsur hara juga masih terbatas (Baon, 1994).
Tingkat air tersedia antara 75% hingga 100%
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata
pada jumlah daun.
Pertumbuhan pada Hari Ke-160
Hasil analisis ragam pada Tabel 5
menunjukkan tidak ada pengaruh interaksi
antara perlakuan komposisi media dengan
tingkat ketersediaan air terhadap tinggi bibit,
bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot
basah akar, bobot kering akar dan nisbah
perbandingan bobot kering akar dengan
bobot kering tajuk saat bibit berumur 160
hari. Interaksi terjadi pada diameter batang,
jumlah daun, bobot basah bibit dan bobot
kering bibit (Tabel 7).
Pada hari ke-160, nampak bahwa tinggi
bibit pada media M5 lebih baik dibanding
media M4 dan M3. Kenaikan tinggi bibit
hari ke-160 dibanding dengan hari ke-80
pada media M5 346%, media M4 324% dan
pada media M3 adalah 212%. Kenaikan
tinggi bibit pada media M4 adalah 94%
dibanding media M5.
Bobot kering batang maupun daun
merupakan variabel yang paling mencerminkan pertumbuhan tanaman. Bobot kering
batang dan daun merupakan resultan dari
variabel-variabel pertumbuhan lainnya
(Pujiyanto, 1992). Pada hari ke-160 tampak
bahwa bobot kering tajuk, berkorelasi erat
dengan bobot basah tajuk baik dengan variasi
komposisi media maupun pada variasi
ketersediaan air. Bobot basah tajuk pada
M5 lebih baik dibanding dengan M3 dan
M4.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
18
Kompos sabut kelapa dan zeolit sebagai campuran media bibit kakao dengan tingkat ketersediaan air berbeda
Tabel 5.
Fhitung variabel pertumbuhan bibit pada umur 160 hari
Table 5.
Calculated F growth variables on 160 days old seedling
Ragam
Variance
Komposisi media (M)
Media composition (M)
TB
BBT
BKT
BBA
BKA
BKA/BKT
113.372 **
103.636 **
88.655 **
17.950 **
16.084 **
1.521 ns
Air tersedia (A)
Available water (A)
5.162 **
3.713 *
3.257 *
1.362 ns
0.271 ns
0.709 ns
Interaksi M x A
Interaction M x A
0.582 ns
2.368 ns
2.924 ns
1.266 ns
2.738 ns
0.621 ns
Keterangan (Notes): ns = tidak berbeda nyata (not significantly different)
* = berbeda nyata (significantly different)
** = berbeda sangat nyata (highly different)
TB (Tinggi bibit/seedling height)
BBT (Bobot segar tajuk/shoot fresh weight)
BKT (Bobot kering tajuk/shoot dry weight)
BBA (Bobot segar akar/root fresh weight)
BKA (Bobot kering akar/root dry weight)
Tinggi bibit terbaik didapat pada
pelindian 127% air tersedia yang menurunkan kadar garam dalam media dan
masih dapat memenuhi kebutuhan tanaman
akan unsur hara, sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik. Pelindian media dari
100% hingga 150% air tersedia memberikan
perbedaan yang tidak nyata pada tinggi bibit.
Pelindian hingga 175% menyebabkan
penurunan tinggi bibit. Berat basah tajuk
kakao masih toleran hingga tingkat
ketersediaan air 150%. Pemberian air dari
100% hingga 150% air tersedia memberikan
perbedaan yang tidak nyata terhadap berat
basah tajuk. Berat basah tajuk optimum
didapat pada pelindian 135% air tersedia.
Pemberian air di atas 150% menyebabkan
tanaman mengalami penurunan pertumbuhan.
Hal ini disebabkan di samping kadar garam
terikut dalam pelindian, air yang lebih tinggi
dari kapasitas lapang terlalu mudah untuk
terdrainase dan unsur hara yang penting
dapat ikut terbawa atau tercuci, sehingga
tanaman kekurangan unsur hara.
Pertumbuhan bibit yang tidak optimum
menyebabkan berkurangnya berat kering
tajuk. Bobot kering tajuk kakao masih
toleran hingga tingkat ketersediaan air 150%.
Pemberian air dari 100% hingga 150% air
tersedia memberikan perbedaan yang tidak
nyata. Bobot kering tajuk optimum didapat
pada pelindian 134% air tersedia. Pemberian
air hingga 175% air tersedia menyebabkan
menurunnya berat kering tajuk.
Hasil sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan tidak ada pengaruh interaksi
antara perlakuan komposisi media dengan
beberapa tingkat ketersediaan air terhadap
bobot akar pada umur 160 hari.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa berat akar
pada media M5 dan M4 tidak berbeda nyata
tetapi bobot tajuk menghasilkan nilai yang
berbeda dengan bobot akar. Hal ini
disebabkan akar lebih cepat mengambil
unsur hara dibanding pucuk tanaman. Oleh
karena itu, kekurangan air dan unsur hara
umumnya kurang mempengaruhi pertumbuhan akar dibanding pucuk (Islami,
1995).
Perakaran pada M5 berukuran lebih
besar dan jarang, sedang pada media M4
halus dan lebat. Media M4 memiliki akar
yang lebih banyak dan lebih panjang
dibanding media M5. Sebagaimana yang
dikatakan Meggelen-Laagland (1995),
kompos sabut kelapa dapat mempercepat pemunculan akar dan memperluas penyebaran
akar. Penggunaan kompos sabut kelapa
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
19
Agustin et al.
membuat akar tanaman lebih banyak dan
halus. Hal ini senada dengan yang dikatakan
Tjia (2001), bahwa kompos sabut kelapa
menyumbangkan total ruang pori lebih
banyak dan kapasitas memegang air yang
lebih tinggi pada zona perakaran dan
menghasilkan perakaran yang lebih kuat.
Akar-akar yang halus ini merupakan
bagian akar yang paling aktif melaksanakan
absorbsi hara dan air. Semakin banyak akar
halus yang terbentuk, jumlah unsur hara dan
air yang diabsorbsi oleh tanaman semakin
besar. Jumlah air dan hara yang diabsorbsi
oleh tanaman ditentukan oleh volume tanah
yang bersentuhan (kontak) dengan akar.
Volume tanah yang ber-sentuhan dengan akar
tergantung jumlah akar cabang dan jarak
sampai sejauh mana akar berkembang baik
ke arah vertikal maupun ke arah horizontal.
Banyaknya air yang diserap akar sebanding
dengan makin banyak dan panjangnya akar
rambut, sehingga semakin besar pula peluang
tanaman untuk menyerap air lebih banyak
(Soedarsono, 1997). Air yang diabsorbsi oleh
tumbuhan dari tanah tidak mengalir secara
bebas, melainkan berdifusi lambat ke dalam
akar tumbuhan melalui proses osmose,
sehingga diperlukan area kontak yang luas
antara akar tumbuhan dengan partikel tanah
(Prawoto, 2005).
Kadar garam dalam media mempengaruhi pertumbuhan akar. Bobot akar
akan terhambat perkembangannya dengan
semakin meningkatnya kadar garam dalam
media. Demikian pula kadar klorofil daun
cenderung semakin menurun dengan
meningkatnya konsentrasi garam dalam
media (Baon, 1994). Peningkatan kadar Na
dalam tanah akan menurunkan permeabilitas tanah, akibatnya aerasi dan drainase
tanah akan makin jelek. Dengan demikian
perkembangan akar akan terhambat
(Manurung, 1987).
Hasil analisis F hitung pada Tabel 5 menunjukkan tidak ada pengaruh interaksi
antara perlakuan komposisi media maupun
tingkat ketersediaan air terhadap nisbah akar/
tajuk kering. Rata-rata nisbah bobot kering
akar dengan tajuk pada M3, M4 dan pada
M5 tidak berbeda nyata (Tabel 6). Media
Tabel 6. Pengaruh faktor tunggal media dan air tersedia terhadap pertumbuhan bibit pada umur 160 hari
Table 6. Effects of single factor on growth of cocoa seedling at 160 days old
Ragam
Variance
TB
(cm)
BBT
(g)
BKT
(g)
BBA
(g)
BKA
(g)
BKA/BKT
M5 (0% Kompos sabut kelapa (Cocopeat)
77.75 a
88.02 a
24.61 a
12.27 a
M4 (20% Kompos sabut kelapa (Cocopeat)
60.36 b
73.38 b
19.12 b
9.83 a
2.75 a
0.15 a
M3 (40% Kompos sabut kelapa (Cocopeat)
36.68 c
34.08 c
9.66 c
5.00 b
1.63 b
0.17 b
59.30 ab
62.02 ab
17.42 ab
9.96 a
2.69 a
0.16 a
61.17 a
67.29 ab
18.57 ab
8.87 a
2.43 a
0.14 a
61.78 a
72.61 a
19.54 a
9.88 a
2.72 a
0.15 a
50.81 b
58.71 b
15.65 b
7.43 a
2.55 a
0.17 a
Media (M)
3.41 a
0.14 a
Air tersedia (A)
A4 (175% air tersedia)
175% Available water
A3 (150% air tersedia)
150% Available water
A2 (125% air tersedia)
125% Available water
A1 (100% air tersedia)
100% Available water
Keterangan (Note) : Angka-angka pada kolom parameter yang sama jika diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji Tukey 5% (Data in the same column followed by the same letter is not significantly
different according to Tukey 5% level test).
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
20
Kompos sabut kelapa dan zeolit sebagai campuran media bibit kakao dengan tingkat ketersediaan air berbeda
Tabel 7.
Fhitung variabel pertumbuhan bibit pada umur 160 hari
Table 7.
Calculated F of growth variables of 160 days old seedling
Ragam
Variance
Diameter
batang
Stem diameter
Jumlah
daun
Leaf number
Bobot segar
Bobot kering
bibit
bibit
Seedling fresh Seedling dry
weight
weight
Komposisi media (M) Media composition
204.638**
181.861**
133.343**
126.099**
Air tersedia (A) Available water
9.532**
13.512**
4.758*
3.858*
Interaksi M x A Interaction MxA
6.888**
3.844**
3.515*
5.125*
Keterangan (Notes): ns = tidak berbeda nyata (not significantly different)
* = berbeda nyata (significantly different)
** = berbeda sangat nyata (highly different)
M3 memiliki kadar N terendah yang mampu
diserap oleh tanaman. Perbandingan tajuk
dan akar sangat ditentukan oleh konsentrasi
N di dalam tanah. Semakin rendah
konsentrasinya, akan menyebabkan turunnya
nisbah akar/tajuk. Hal ini erat kaitannya
dengan jumlah N yang diserap oleh akar
karena akan segera dipergunakan untuk
pembentukan asam amino di dalam akar
bersama–sama dengan karbohidrat yang
turun dari daun membentuk protein melalui
proses pembelahan dan pembesaran sel yang
pada akhirnya akan dipergunakan untuk
proses pembentukan akar. Karena itu, bila
kadar N dalam tanah rendah, akar akan
tumbuh relatif lebih cepat, lebih besar serta
lebih pesat ketimbang pertumbuhan tajuknya
(Tjiongers, 2008).
Analisis ragam antara komposisi media dengan ketersediaan air pada diameter
batang, jumlah daun, berat basah bibit dan
berat kering bibit disajikan pada Tabel 7 dan
Gambar 2. Pada Gambar 2 menunjukkan
hubungan komposisi media dengan
ketersediaan air pada pertumbuhan tanaman
kakao hari ke-160. Bibit pada media yang
mengandung 40% kompos sabut kelapa
(M3) dan 20% kompos sabut kelapa (M4)
mengalami pertumbuhan optimal pada
ketersediaan air 125% air tersedia.
Ketersediaan air lebih dari 125% menyebabkan pertumbuhan tanaman mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan pencucian
media dengan ketersediaan air lebih dari
125% disamping mengurangi kadar garam
dalam media, unsur hara yang terdapat
dalam media juga ikut tercuci. Sebagai
akibatnya ketersediaan unsur hara bagi
pertumbuhan tanaman menjadi berkurang.
Bibit yang terdapat pada media M5
menunjukkan banyaknya air yang diberikan
tidak mempengaruhi pertumbuhan bibit. Hal
ini disebabkan air pencucian tidak melewati
semua pori media, tetapi hanya melewati
pori-pori tertentu, sehingga tidak melarutkan
semua unsur hara yang terdapat dalam
media. Akibatnya ketersediaan unsur hara
pada media masih mencukupi pertumbuhan
tanaman.
Pencucian media yang optimal
menyebabkan kenaikan pertumbuhan
tanaman. Kenaikan diameter batang pada
media M5 umur 160 hari dibanding
diameter batang hari ke-80 adalah 220%,
media M4 212% dan pada media M3 adalah
165%. Persentase kenaikan diameter batang
pada media M4 96% dibanding media M5.
Kenaikan jumlah daun umur 160 hari
dibanding hari ke-80 pada media M5 adalah
260%, media M4 245% dan pada media M3
adalah 141%. Persentase kenaikan jumlah
daun pada media M4 94% dibanding media
M5.
Dari uji Tukey 5% diketahui media
M4 dengan pencucian 125% air tersedia
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
21
Agustin et al.
Diameter batang, mm .
Stem diameter, mm
40
y = 0.000x2 - 0.175x + 40.4
R˛ = 0.620
32
24
16
y = -0.002x2 + 0.682x - 16.48
R˛ = 0.939
8
y = -0.002x2 + 0.697x - 23.69
R˛ = 0.790
0
y = -0.004x2 + 1.02x + 32
R˛ = 0.692
125
Jumlah daun
Leaf number
100
75
50
y = -0.017x2 + 4.326x - 185.9
R˛ = 0.991
25
y = -0.006x2 + 1.566x - 60.45
R˛ = 0.844
0
Bobot segar bibit, g
Seedling fresh weight, g
400
y = -5.6x2 + 80.04x + 201.8
R˛ = 0.561
320
240
160
y = -496.7x2 + 1.292x - 549.0
R˛ = 0.998
80
0
y = -236.6x2 + 619.7x - 269.0
R˛ = 0.722
Bobot kering bibit, g
Seedling dry weight, g
100
80
60
y = 35.6x2 - 79.07x + 122.7
R˛ = 0.858
40
y = -53.68x2 + 139.2x 51.95R˛ = 0.834
20
0
75%
100%
0% Co
125%
150%
175%
Air tersedia (available water)
20% Co
200%
40% Co
Gambar 2. Hubungan antara pertumbuhan bibit pada beberapa komposisi media dengan berbagai tingkat
ketersediaan air (umur 160 hari).
Figure 2.
Relationship between growth of cocoa seedling at different media composition and levels of
available water (160 days old).
menunjukkan hasil yang paling baik di antara
semua perlakuan media yang mengandung
kompos sabut kelapa. Media dengan 20%
kompos sabut kelapa dengan pelindian
sebesar 125% air tersedia menghasilkan diameter batang, jumlah daun, berat basah
bibit dan berat kering bibit yang tidak
berbeda nyata dengan pertumbuhan bibit
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
22
Kompos sabut kelapa dan zeolit sebagai campuran media bibit kakao dengan tingkat ketersediaan air berbeda
pada media M5. Media M4 dengan pelindian
sebesar 125% air tersedia masih mampu
menyediakan unsur hara bagi tanaman.
Pemberian air hingga 125% pada media M4
(dengan volume pencucian 9288 ml)
menurunkan kadar garam dari salinitas 1,32
mmhos/cm menjadi 1,12 mmhos/cm. Media yang mengandung 20% kompos sabut
kelapa memenuhi syarat kesesuaian lahan
bagi pembibitan kakao.
KESIMPULAN
1. Semakin banyak kompos sabut kelapa yang
digunakan dalam media, pertumbuhan
bibit semakin rendah.
2. Pemberian air antara 50% hingga 100%
air tersedia menunjukkan pertumbuhan
bibit yang tidak berbeda nyata pada umur
80 hari. Pencucian media untuk menurunkan kandungan garam antara 100%
hingga 150% air tersedia menyebabkan
pertumbuhan bibit yang tidak berbeda
nyata pada umur 160 hari.
3. Media yang mengandung 20% kompos
sabut kelapa (DHL awal 1.32 mmhos/
cm) dengan pencucian 125% air tersedia
menghasilkan pertumbuhan bibit yang
paling baik diantara semua perlakuan
yang mengandung kompos sabut kelapa.
4. Kompos sabut kelapa dapat digunakan
sebagai media pembibitan kakao asalkan
sebelum digunakan diuji terlebih dahulu
kadar garam pada kompos sabut kelapa
tersebut. Jika kadar garam pada kompos
sabut kelapa tinggi, maka perlu dilakukan pencucian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, S. (1996). Penilaian Lahan untuk
Budidaya Kakao, Materi Pelatihan
Teknis Budidaya Kakao, Ditjenbun dan
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao,
Jember.
Abdoellah, S. & A. Trikoriatoro (2004).
Penggunaan zeolit untuk meningkatkan
efisiensi pemupukan amonium sulfat
pada bibit kakao di media pasiran.
Pelita Perkebunan, 20, 123—131
Albaho, M. (2009), Effect of three different
substrates on growth and yield of two
cultivar of capsicum annuum. European
of Scientific Research, 28, 227—233
Awang, Y. (2009). Chemical and physical
characteristics of cocopeat-based
media mixtures and their effects on the
growth and development of Celosia
cristata. American Journal of Agricultural and Biological Sciences, 4,
63—71.
Baon, J.B. (1994). Penggunaan garam laut
sebagai pengganti pupuk kalium pada
tanaman kakao. Pelita Perkebunan, 10,
7–13.
Baon, J.B. (2003). Efisiensi pemupukan nitrogen, sifat kimiawi tanah dan pertumbuhan kakao akibat dosis dan ukuran
zeolit. Pelita Perkebunan, 19, 126–139.
Bharathy (2001). Effect of different planting
media on rooting of cuttings in carnations (Dianthus caryophyllus L.).
Journal of Maharashtra Agricultural
Universities, College of Agricultural,
India.
Brothers, J. & Zylyon (2003). Composite
Application Using Coir Fibres in
Srilanka, Project Number CFC/
FIGHFI/18FT.
Cresswell, G.C. (1992). Coir dust a viable
alternative to peat. Proceedings of the
Australian Potting Mix Manufactures
Conference, Sydney, 1—5.
Dariah, A. (2007), Bahan Pembenah Tanah,
Prospek dan Kendala Pemanfaatannya,
Balai Penelitian Tanah, Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Departemen Pertanian.
Dutt Manjul (2002). Effect of various substrates
on growth and flowering of chrysanthemum, Indian Journal of Horticulture,
59, 2.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
23
Agustin et al.
FAO (2005). Panduan Lapang FAO. 20 Hal untuk
diketahui tentang dampak air laut pada
lahan pertanian di ropinsi NAD.
Handreck, K.A. & N.D. Black (1994). Growing Media for Ornamental Plants and
turf, University of South Wales Press,
448p.
Islami (1995). Hubungan Tanah, Air dan
Tanaman, IKIP Semarang Press.
Larcher, W. (1980). Plant Water Relationships,
Academic Press, London.
Manurung, A. (1987). Pengaruh air laut
terhadap tanaman perkebunan,
Prosiding Pertemuan Karet, 27
Oktober 1987, BPP Sungai Putih, 45–
53.
Meggelen-Laagland, I.V. (1995). Golden future
for coco substrate, waste products from
coco fiber industry could be newest peat
substitutes. Floriculture International,
5, 16—18.
Prasetyo (2003). Pemanfaatan Zeolit Sebagai
Filter Cepat untuk mendapatkan Air
minum Bersih dan Sehat, Airlangga
University Library. Surabaya .
Pujiyanto (1992). Toleransi bibit kakao terhadap
salinitas tanah, Pelita Perkebunan, 8,
61–67.
Rosita, N. (2004). Pengaruh perbedaan metode
aktivasi terhadap efektivitas zeolit
sebagai adsorben, Majalah Farmasi
Airlangga, 4.
Soedarsono (1997). Respon fisiologi tanaman
kakao terhadap cekaman air, Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 13,
96–109.
Tjia, B. (2001). Serbuk kelapa. Bulletin Forum Florikultura Indonesia, 4, 10–11.
Tjiongers, M. (2008). Pentingnya Menjaga
Keseimbangan Unsur Hara Makro dan
Mikro Untuk Tanaman, Makasar.
Prawoto, A. (2004). Panduan Lengkap
Budidaya Kakao, Pusat Penelitian Kopi
Kakao Indonesia, Agromedia Pustaka,
Jakarta, 328 p.
Treder, J. (2008). The effects of cocopeat and
fertilization on the growth and flowering of oriental Lily ‘Star Gazer’,
Journal of Fruit and Ornamental Plant
Research, 16, 361–370.
Prawoto, A. (2005). Respon semaian beberapa
klon kakao di pembibitan terhadap kadar
lengas tanah tinggi, Pelita Perkebunan,
21, 9–105.
Utami, N.W. (2006). Seed germination and
seedling growth of ramin (Gonystylus
bancanus Miq.) on various growing
media, 7, 3, 264–28.
Prawoto, A. (2006). Pedoman Teknis Budi daya
Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.),
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Indonesia, 103 p.
Wuryaningsih, S. (2004). Media dan kerapatan
lindak untuk bibit tanaman mawar.
Prosiding Seminar Florikultura, Bogor,
4–5 Agustus 2004 : 324 – 333. ISBN :
979-8842-18–9.
********
PELITA PERKEBUNAN, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
24
Download