achievement oriented culture : the effective performance

advertisement
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
ACHIEVEMENT ORIENTED CULTURE :
THE EFFECTIVE PERFORMANCE ASSESSMENT SYSTEM
FOR ORGANIZATION
Sukma Rani Moerkardjono
Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
[email protected]
Abstract
Performance assessment plays important roles in company, both its employees and
organization.
Organization implementing
Achivement Oriented Culture will
develop clear performance assessment that one's performance effectivity will be
clearly showed by mean of performance assessment system. The effective
assessment system must be able to measure the level of individual, organizational,
and motivational performances. Based on the fact in national banking organization
implementing performance assesment systems of result based and competency
based combinations. The doubt of performance assesment system implementation is
due to reward inconsistency so it will be affecting to the result of performance
assessment and other factors such as incentive, employee's motivation, and
company's profit. This research is a case study in nasional banking organization.
The method of data collection is done by deep interview and management data
showing reward inconsistency on performane assessment.The study is to find the
causes of ratescute for the result of employee performance assessment. The
recomendation is the improvement of performance assessment system.
Keywords : achivement oriented culture, result-based performance assessment
competency-based performance assessment, performance appraisal system
Pendahuluan
Suatu perusahaan mempunyai karakteristik yang membedakan perusahaan
tersebut dengan perusahaan lain dan disebut sebagai budaya perusahaan. Budaya
perusahaan itu menjadi kepribadian perusahaan itu dalam berinteraksi dengan
stakeholdernya. Robbins dan Coulter (dalam Tsai 2011) memberikan suatu
gambaran tentang budaya organisasi.
197
Budaya organisasi berisikan nilai,
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
kepercayaan (beliefs), norma perilaku atau persepsi yang diyakini oleh karyawan
tersebut. Dengan demikian, budaya organisasi dapat mempengaruhi karyawan
dalam sikap dan perilakunya di perusahaan tersebut, tentu saja hal ini juga akan
memberikan pengaruhnya pada kinerja karyawan.
Budaya perusahaan yang terinternalisasi dalam diri karyawan akan berkaitan
dengan outcome perusahaan yang positif seperti kepuasan kerja, komitmen kerja
dan kinerja (Ritchie, 2000). Hal tersebut terjadi karena budaya perusahaan dapat
mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan harapan perusahaan (Hapsara
dan Atika, 2010). Suatu budaya perusahaan yang kuat akan mendorong
karyawannya untuk memberikan kinerja yang baik (Kandula dalam Mujeeb dan
Ahmad, 2011). Menurut Wibowo (2011), elemen budaya organisasi sangat penting
dalam mempengaruhi kinerja dan menentukan masa depan organisasi. Salah satu
elemen kunci bagi organisasi yang sukses di dalam lingkungan yang kompetitif yaitu
membangun achivement oriented cultrure (budaya berorientasi pada prestasi).
Salah satu elemen penting yang harus dilakukan untuk membangun
achivement oriented culture adalah mengembangkan pengukuran kinerja yang jelas,
dimana efektifitas kinerja seseorang akan terlihat dengan bantuan sistem penilaian
kinerja. Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan fungsi kunci untuk
melaksanakan manajemen sumber daya manusia secara efektif. Namun dalam
banyak kondisi, fungsi penilaian kinerja hanya dipandang sebelah mata oleh para
pengambil kebijakan dalam organisasi. Masalah umum yang timbul pada perspektif
ini adalah kegiatan penilaian kinerja menghabiskan begitu banyak waktu, dan
sebagian besar orang-orang (para karyawan dan eksekutif) dalam organisasi tidak
begitu menyukainya, meskipun para karyawan dan eksekutif berkepentingan secara
langsung terhadap fungsi tersebut, (Wibowo, 2011).
Berangkat dari kasus nyata yang terjadi di salah satu perusahaan perbankan
nasional, dimana perusahaan perbankan nasional tersebut saat ini telah
mengembangkan sistem penilaian yang berorientasi hasil kerja (result-based) dan
orientasi
proses
kerja
(competency-based).
Permasalahan
yang
timbul
di
perusahaan perbankan nasional tersebut berkaitan dengan sistem penilaian kinerja
yang berorientasi hasil kerja (result-based) dan orientasi proses kerja (competencybased) adalah terjadinya ratescute. Hal ini disebabkan karena pedoman penilaian
dari sistem penilaian kinerja yang berorientasi hasil kerja (result-based) dan
berorientasi proses kerja (competency-based) masih belum jelas tersosialisasikan
198
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
kepada para penilai sehingga para penilai mengalami kesulitan untuk melakukan
penilaian dan dampaknya penilai sulit membedakan karyawan yang berada pada
taraf rata-rata dan karyawan yang berada pada taraf diatas rata-rata. Penilai yang
mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian secara akurat akan mempengaruhi
hasil penilaian sehingga berdampak pada penghargaan financial yang akan diterima
oleh masing-masing karyawan.
Puncak dari permasalahan yang berkaitan
dengan penilaian kinerja dan
akhirnya menjadi pertimbangan bagi manajemen dalam menentukan kebijakan.
Ketika performance dari perusahaan perbankan tersebut secara eksplisit dikatakan
underperform, sedangkan pertumbuhan biaya karyawan dari perusahaan perbankan
tersebut naik menjadi 25 %, dan akhirnya mempengaruhi profit dari perusahaan.
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka sistem penilaian kinerja di perusahaan
perbankan nasional tersebut belum memadai dalam mencapai tujuan. Perusahaan
perbankan nasional tersebut mulai ragu dengan keefektifan dari sistem penilaian
kinerja yang telah diterapkan dan perlu mengevaluasi ulang agar dapat
menggambarkan secara tepat kondisi setiap karyawan.
Menurut Cascio (2006), penilaian kinerja adalah deskripsi mengenai kekuatan
dan kelemahan individu. Penilaian kinerja ini memiliki peran penting di perusahaan
untuk mengukur atau menilai tingkat performa karyawan. Penilaian kinerja yang
dilakukan dengan benar akan memberikan keuntungan dan manfaat yang berharga
bagi karyawan dan perusahaan. Dengan melakukan penilaian kinerja, perusahaan
mengetahui kinerja dari masing-masing individu dalam organisasi sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan kinerja keseluruhan perusahaan.
Berdasarkan
uraian
latar
belakang
masalah
diatas,
terlihat
bahwa
perusahaan perbankan nasional tersebut belum efektif untuk mengevaluasi kinerja
karyawan jika dihubungkan dengan target kerja perusahaan. Oleh sebab itu perlu
dilakukan penyempurnaan sistem penilaian kinerja di perusahaan perbankan
nasional tersebut, sehingga dapat selaras dan mencerminkan prestasi kerja
karyawan berdasarkan target atau sasaran kerja yang telah ditetapkan oleh
perusahaan perbankan.
Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan usulan untuk meningkatkan
efektifitas sistem penilaian kinerja di dalam organisasi agar sistem penilaian kinerja
dapat di implementasikan secara efektif sehingga mampu membedakan secara
199
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
tepat karyawan yang perform baik dari segi penilaian yang berorientasi hasil kerja
(result-based) dan orientasi proses kerja (competency-based).
Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada suatu perusahaan perbankan
nasional di Indonesia, dimana perusahaan perbankan nasional tersebut membangun
achivement oriented culture dengan mengembangkan budaya yang beorientasi pada
prestasi. Salah satu cara untuk menghargai prestasi adalah memberikan
penghargaan kepada karyawan yang telah memberikan pencapaian hasil prestasi
secara optimal. Disamping itu, salah satu cara untuk mengukur prestasi adalah
dengan penilaian kinerja yang dilakukan secara profesional (Wibowo, 2011).
Perusahaan perbankan nasional tersebut telah mengembangkan suatu sistem
penilaian kinerja yang mengkombinasikan antara orientasi hasil kerja (result based)
dan orientasi proses kerja (competency based). Namun demikian, secara realita
sistem penilaian kinerja di perusahaan perbankan nasional tersebut, belum
terimplementasikan dengan efektif, sehingga muncul permasalahan ratescute untuk
hasil penilaian kinerja karyawan. Hal ini disebabkan karena para penilai mengalami
kesulitan untuk dapat membedakan karyawan yang berada pada taraf rata-rata dan
karyawan yang berada pada taraf diatas rata-rata, akhirnya penilai menjadi bias
ketika menentukan standard penilaian yang tepat bagi karyawannya.
Menurut Cascio (2006), mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja yang
efektif sebaiknya cukup peka dalam membedakan antara karyawan yang kinerjanya
efektif dan tidak efektif. Hal ini sangat penting sehingga sistem penilaian kinerja
tersebut dapat memiliki kemampuan untuk membedakan karyawan yang berhasil
dengan karyawan yang berhasil.
Menurut Milkovich & Newman (2008), mengemukakan masalah yang berkaitan
dengan sistem penilaian kinerja, dimana kenyataan dilapangan banyak penilai yang
melakukan kesalahan di dalam penilaian sehingga penilaian yang telah ditentukan
tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Penilai sebaiknya melakukan
evaluasi ulang terhadap hasil penilaian yang telah ditetapkan bagi karyawannya
dengan cara mengkomunikasikan dan menyusun penilaian yang lebih efektif. Hasil
penilaian yang tidak tepat akan berpengaruh terhadap merit increase sehingga akan
menurunkan motivasi kerja karyawan.
200
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Menurut Ruki (2006) mengatakan bahwa masih banyak perusahaan yang tetap
memanfaatkan hasil penilaian kinerja sebagai dasar bagi penerapan kenaikan gaji,
mengikuti apa yang disebut sebagai sistem merit. Dalam keperluan penilaian kerja,
perusahaan tersebut biasanya mencoba untuk mempermudah penilaian dengan
mengalokasikan angka dalam bentuk % maupun angka mutlak setiap KRA atau
indikator dan faktor-faktor yang dinilai. Namun kelemahan terbesar dari teknik
pengalokasian angka adalah dimana karyawan yang dinilai dan penilai (atasanya)
menjadi terobsesi dengan angka-angka tersebut. Hal ini akan terjadi terutama bila
kebijakan perusahaan yang sudah diketahui oleh seluruh karyawan hanya
memberikan kenaikan gaji atas dasar prestasi atau memberikan bonus hanya
kepada karyawan yang minimal berprestasi rata-rata.
Dampaknya yang terjadi adalah usaha untuk mencapai skor yang paling
sedikit akan diberi penilaian rata-rata (C), dengan demikian para penilai ingin
membantu bawahannya akan memulai proses penilaian dengan menetapkan
terlebih dahulu target penilaian pada level jauh diatas rata-rata (A), diatas rata-rata
(B) dan rata-rata (C), kemudian baru menyesuaikan angka-angka penilaian untuk
setiap target dan faktor agar secara otomatis mencapai nilai prestasi yang
diinginkan.
Hal ini didukung oleh pendapat Anonymous (dalam Merit Pay Strategies. The
Controller’s Report, Accounting & Tax Periodicals pg.12, Januari 2008) yang
mengatakan bahwa di dalam organisasi di mana sejumlah besar karyawan dinilai
sebagai istimewa atau jauh melampaui standar, harus dilakukan pengkajian atau
evaluasi terhadap standar yang telah ditetapkan oleh setiap unit, sehingga ketika
memutuskan untuk meningkatkan prosentasi kenaikan gaji bagi karyawan benarbenar sesuai dengan hasil kinerja yang telah ditunjukkan oleh karyawan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Organisasi yang
menerapkan achivement oriented culture (budaya berorientasi pada prestasi) akan
fokus untuk mengembangkan pengukuran kinerja yang jelas, dimana
efektifitas
kinerja seseorang akan terlihat dengan bantuan sistem penilaian kinerja
.
Sistem
penilaian
kinerja
karyawan
dapat
efektif
di
dalam
proses
pelaksanaannya, maka perlu di dukung oleh pihak Human Resource (HR) untuk
memberi penjelasan mengenai konsep dasar dari sistem penilaian kinerja karyawan
201
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
dapat tercapai dengan baik. Selain itu perlu adanya dukungan secara penuh dari
pihak pimpinan puncak di dalam suatu organisasi dan seluruh jajaran manajemen,
sehingga para penilai tidak hanya memiliki gambaran bahwa penilaian prestasi
kinerja merupakan suatu syarat untuk memperoleh kenaikan tunjungan atau bonus
prestasi. Dengan demikian dapat melatih para penilai untuk mampu memberikan
hasil penilaian secara tepat sehingga tidak terjadi perbedaan yang significan ketika
akan menentukan prosentasi kenaikan tunjangan dan bonus prestasi.
Sistem penilaian kinerja yang telah dikembangkan di perusahaan perbankan
tersebut masih perlu dievaluasi kembali terutama di dalam pedoman penilaian
kinerja pada karyawan sehingga penilai dapat membedakan secara signifikan
karyawan yang memiliki kinerja yang efektif dan tidak efektif.
Rekomendasi yang diberikan untuk perusahaan perbankan nasional tersebut
berkaitan dengan sistem penilaian kinerja adalah pedoman penilaian yang memiliki
standard yang jelas di dalam melakukan pengukuran. Sistem penilaian kinerja yang
saat ini telah dikembangkan oleh perusahaan perbankan tersebut, yaitu sistem
penilaian kinerja yang berorientasi pada hasil kerja (result based) dan dan orientasi
proses kerja (competency based), sebaiknya tetap di implementasikan, hanya saja
perlu perbaikan yang berkaitan dengan pedoman penilaian sehingga para penilai
tidak mengalami kesulitan ketika melakukan penilaian kinerja.
Pedoman penilaian kinerja yang berorientasi pada hasil kerja (result based),
dapat di implementasikan dengan metode forced distribustion, dimana penilai
diminta
untuk
mengkategorisasikan
karyawan
berdasarkan
distribusi
yang
ditetapkan sebelumnya. Misalnya 10% karyawan yang memiliki penilaian tertinggi
mendapat bonus sebesar 30% dari gaji, selanjutnya 20% karyawan yang
mendapatkan penilaian 10% nilai tertinggi mendapatkan bonus sebesar 20% dari
gaji,
begitu
seterusnya.
Kelebihan
dari
metode
ini
dapat
menghilangkan
pengelompokan sebagian sebesar karyawan dalam distribusi atas (perilaku dinilai
diatas rata-rata sampai dengan sangat memuaskan), distribusi bawah (perilaku
dinilai memuaskan sampai dengan dibawah rata-rata), atau control tendency
(dimana perilaku dinilai rata-rata). Metode ini sangat berguna ketika terdapat banyak
karyawan yang harus diberi peringkat dan terdapat lebih dari satu penilai (Cascio,
2006).
Pedoman penilaian yang berorientasi pada proses kerja (competency based),
sebaiknya menggunakan metode critical incidents, yang dapat dimanfaatkan oleh
202
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
penilai untuk membuat laporan secara tertulis mengenai apa yang telah dilakukan
karyawan yang efektif atau tidak efektif. Indikator dari penilaian kinerja yang
berorientasi pada proses kerja (competency based), adalah key behaviour dari core
competencies yakni kompetensi yang disyaratkan di tiap tingkat jabatan. Bentuk
evaluasi yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan tindakan yang muncul,
dan rating penilaian dikaitkan dengan tingkat atau frekuensi perilaku yang
ditunjukkan.
Pedoman penilaian kinerja yang direkomendasikan bagi perusahaan perbankan
nasional tersebut, sebaiknya tetap di dalam pengawasan yang ketat dari HR (Human
Resources)
berupa
pemeriksaan
ulang
dari
hasil
penilaian
dengan
mempertimbangkan bukti-bukti yang terkait dalam penilaian. Penilai sebaiknya
melakukan penilaian dengan tepat dan sesuai pedoman yang telah ditetapkan. Hasil
penilaian karyawan akan mempengaruhi merit increase yang berupa kenaikan gaji,
tunjangan maupun bonus, dimana penghargaan tersebut merupakan faktor yang
dapat memotivasi karyawan di dalam meningkatkan prestasinya.
Daftar Pustaka
Anonymous. Januari 2008. Merit Pay Strategies. The Controller’s Report. Accounting
& Tax Periodicals pg.12
Cascio, Wayne, F. (2006). Managing Human Resources: Productivity, Quality of
Work Life, Profits. 7th .ed., International ed. Boston: McGraw-Hill.
Ehtesham ul Mujeeb; Muhammad, SA. Department of Management Sciences. 2011.
Impact of Organizational Culture on Performance Management Practices in
Pakistan. International Management Review Vol. 7 No. 2
Milkovich, G.T & Newman, J.M (2008). Compensation. 9th .ed., International ed.
Boston: McGraw-Hill
O. Hapsara; JH Atikah. Mei 2010. Vol. 8 Nomor 2. Kajian Terhadap Penilaian Kinerja
dan Budaya Organisasi
Ritchie, Michael. Southern Business Review; Spring 2000; 25, 2; Organizational
culture: An examination of its effect on the internalization process and member
performance. ABI/INFORM Research.
Ruky, A.S. (2006). Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System):
Panduan Praktis Untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama.
203
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359
Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Wibowo. (2011). Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan
Kinerja Jangka Panjang. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.
Yafang, Tsai. 2011. Relationship between Organizational Culture, Leadership
Behavior and Job Satisfaction. BMC Health Services Research
204
Download