penyunting jurnal dilema.pmd

advertisement
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
PASAR MODAL TRADISIONAL
(Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Rentenir)
Drajat Tri Kartono
Dosen Mata Kuliah Sosiologi Perkotaan, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126
Abstract
The purpose of this research is to investigate the possibility of investigating
to rentenir that has been rising at society with economical sociology
approachment with some depth. It was motivated by a will to extend a deepest
investigation on social institutions that called ethno economy. Rentenir
have living in society for a long time. They have supporting on defense and
development of small range family at society for some years ago. So, we
need to take scientific attention for rentenir as a part of the economy of
society.
Key words: Ethno-Economy, Rentenir
Lembaga permodalan tradisional dalam
pasar modal ini adalah rentenir. Ia biasa
ditemui dalam bentuk suatu kegiatan, dimana
ada seseorang atau sekelompok orang yang
meminjamkan uangnya untuk modal usaha
atau kebutuhan konsumtif kepada keluargakeluarga atau perusahaan kecil (atau sangat
kecil). Kegiatan yang sehari-hari diamati dari
operasi lembaga modal ini adalah sistem
penagihan yang dilakukan setiap hari oleh
petugas (atau pemilik modal).Dengan cara
mendatangi rumah- rumah atau tempat usaha
secara langsung. Ada dua ciri lembaga ini
yaitu: (1) manajemennya hanya mengandalkan pencatatan sederhana, (2) besaran
modal yang dipinjamkan tergolong kecil dan
bahkan sangat kecil Rp. 5000,sampai Rp. 10.000,-
Pendekatan sosiologi ekonomi berusaha
untuk melihat dinamika pasar permodalan
tradisional tersebut diatas (rentenir) sebagai
suatu lembaga ekonomi yang tertambat
(embedded) dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini berarti bahwa pasar tradisional tidak
saja dilihat sebagai kegiatan ekonomi dimana
di dalamnya terdapat proses transaksi untuk
menghasilkan nilai keuntungan bagi masingmasing pihak yang terlibat, tetapi ia lebih
dilihat sebagai kompleks kontruksi tata aturan
kegiatan sosial ekonomi untuk mendukung
kelangsungan kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, pasar modal tradisional bukan saja
pasar ekonomi tetapi di dalamnya
kepentingan-kepentingan lembaga sosial
sehingga kait mengkait dengan kepentingan
ekonomi.
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
1
Jurnal Sosiologi D I L E M A
Ada 2 alasan penting mengapa pengkajian
tentang pasar modal tradisional perlu
dilakukan, yaitu : (1) Karena signifikansi
policy yang terkait dengan prosentasi
keterlibatan anggota masyarakat dan (2)
Signifikansi akademis terkait dengan
kepentingan pengembangan teori dan
metodologi Sosiologi Ekonomi terutama pada
kajian tentang pasar.
Geertz telah menunjukkan pasar sebagai
sistem sosial dengan menonjol-kan
pentingnya peran informasi, klientalisasi, dan
spasial serta ethnik lokalisasi. Kajian Geertz
ini menjadikan pasar yang dalam kajian
ekonomi sela-ma ini dianggap sebagai faktor
ekonomi yang mempunyai otonomi pada
dirinya sendiri, telah diubah menjadi variabel
yang di dalamnya terdapat kompleks variabel
lain yang menentukan dinami-kanya.
Berdasarkan pada pengkajian ini maka sifatsifat khusus berbagai pasar dapat diteliti, bila
ingin melihat pengaruhnya pada
perkembangan ekonomi masyarakat
sekitarnya.
Pasar tidak saja dilihat sebagai suatu
variabel ekonomi yang dinami-kanya
mempengaruhi tingkat kinerja ekonomi tetapi
ia juga dilihat sebagai suatu kompleks
kehidupan sosial yang didalamnya terdapat
berbagai peran, interaksi, dan konflik yang
keseluruhan dinamikanya menentukan bentuk
dan struktur dari suatu pasar. Dalam
pandangan ini maka pasar bukanlah variabel
yang homogen dan konstan diberbagai tempat
atau konteks.
Dalam rangka memehami secara
mendalam keadaan pasar tersebut maka
penelitian ini merumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: 1). Bagaima-nakah
ruang lingkup kehidupan sosial pasar dalam
tinjauan teoritis ? 2). Bagaimanakah ruang
lingkup kehidupan sosial pasar dalam
tinjauan realitas ? 3). Bagaimanakah ruang
lingkup kehidupan sosial pasar modal
tradisional ?
2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan berupa hasil kajian
teoritis dan penelitian untuk studi tentang
pasar khususnya pasar modal tradisional.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi pemahaman
salah satu konsep inti sosiologi ekonomi yaitu
pasar. Secara praktis hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerhati dan pembuat kebijakan yang
kerkait dengan pengelolan pasar modal
mengenai dinamika Pasar Modal Tradisional
ditinjau dari sudut pandang non ekonomi.
Demikian juga untuk pemerintah yang tengah
mendorong pengembangan ekonomi
kerakyatan, hasil penelitian ini akan dapat
memberikan gambaran tentang salah satu
skema dukungan usaha kecil melalui lembaga
permodalan tradisional (renternir) yang
selama ini telah berkembang dimasyarakat.
Perhatian yang benar terhadap dinamika
lembaga ini dalam pasar modal tradisional
akan dapat dimanfaatkan pemerintah untuk
menciptakan sekema baru mendukung
perekonomian rakyat.
Landasan Teori
Karl Polanyi yang mengiden-tifikasikan
ekonomi sebagai proses yang terlembaga
(Economi then is an Instituted Process) atau
yang dinyatakan bahwa :
“The human economiy, then, is embedded and
enmeshed in institutions,m economic and
noneconomic. The inclusion of nineconomic is
vital. For religion or government may be as
important for the structure and functioning of
the economy as monetary institutions or the
availability of tools and machine them selves that
lighten the toil of labor”
Bagian penting dari penjelasan Polanyi
adalah pembedaanya antara ekonomi formal
dan ekonomi substantif. Ekonomi kedua ini
yang
merupakan
e k o n o m i
kelembagaan
.Konsepsi
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
mengenai embeddedness ini tidak dapat
dipahami tanpa memasuk-kan pembahasan
tentang kebudayaan (culture). Kebudayaan
(menggunakan istilah Suparlan) merupakan
blueprint seluruh tata kehidupan suatu
masyarakat (baik dengan alam, maupun
mahkluk hidup). Blueprint tersebut ada,
muncul, hidup dan berkembang didalam
kehidupan sosial. Didalam kerangkaan acuan
(Blueprint) tersebut ditata 2 komponen utama
kehidupan sosial : subsistem struktur sosial
dan subsistem fungsi sosial. Struktur sosial
adalah as-pek statis yang memberikan
kedudukan dan peran pada anggota
kehidupan sosial sehingga aksi, interaksi, dan
interkoneksi dapat terjadi, dimengerti dan
terantisipasi.Struktur sosial me-mungkinkan
kehidupan sosial terjadi. Bagaikan manusia,
maka ia sudah berbentuk tubuh yang utuh
dapat bergerak dan hidup. Akan tetapi hidup
saja tidak cukup, masyarakat punya tujuan
dan harapan yang akan dicapai. Bagian ini
merupakan komponen kedua dari
kebudayaan, yaitu subsistem fungsi sosial
yang berguna untuk memenuhi kebutuhan–
kebutuhan sosial. Salah satu kebutuhan
tersebut adalah kebutuhan ekonomi.
Kebutuhan ekonomi ini menjadi kebutuhan
subsistem struktural. Bagaikan tubuh yang
hidup ia punya fungsi yang terlihat dari niat,
cita-cita, rencana di pikiran untuk diwujudkan
dalam kehidupanya. Cita–cita dan ren-cana
selalu berada ditubuh yang hidup, melepaskan
cita-cita dari tubuhnya sama dengan
mengkhayalkan cita–cita demikian juga
subsistem fungsi selalu menyatu dengan
subsistem struktural karena meraka berasal
dari satu sumber: kebudayaan. Bentuk
kongkret dari subsistem struktural misalnya
adalah lembaga kekerabatan atau lembaga
keluarga, persekutuan dan pertemuan.
Didalam kehidupan kekerabatan dan
keluarga, terdapat lembaga ekonomi,
seperti hak pilihan, pembagian
peker-jaan, pertukaran, kontrak d a n
pasar. Tindakan–tindakan ekonomi individu
oleh karenanya tidak sepenuhnya independen
dan ekspresif, akan tetapi berada atau
tertambat (embedded) dalam konteks aturan
yang berlaku dalam subsistim struktural,
fungsional, dan kebudayaan yang
termanifestasi dalam hubungan sosial seharihari. Seperti menyatunya cita-cita dan badan
yang hidup.
Sumbangan penting dari Granovetter
dalam analisa konsep embeddedness adalah
cara dan temuannya masyarakat. Melalui
pene-rapan analisa jaringan ia menemukan
bahwa tindakkan ekonomi mempunyai
tingkat embeddedness yang kuat di
masyarakat pre-industri dan menjadi kurang
di masyarakat kapitalis. Berkurangnya tingkat
embeddedness tidak berarti bahwa tindakan
ekonomi menjadi tertutup tetapi justru
menun-jukan pola-pola embeddedness yang
berbeda-beda. Inilah yang harus ditemukan
oleh para sosiolog. Granao-vetter telah
membuktikan bahwa analisa jaringan ini
terbuktin lebih baik hasilnya dalam
menganalisa kegiatan ekonomi. Hal ini dia
tunjukkan dalam kajiannya tentang analisa
pasar tenaga kerja sebagai dokter atas
pendekatan atom mistik yang dikembangkan
dari teori ekonomi neo-klasik. Kegagalan
utama pendekatan atomistik adalah
ketidakmampuannya menjelaskan tin-dakan
akumulatif tenaga kerja dalam suatu kegiatan
ekonomi (misalnya kepatuhan bersama
terhadap aturan-aturan dalam proses produksi
atau menejemen suatu perusahaan) dan
terlibatnya motif-motif non ekonomi dalam
pemilihan pekerjaan, prestasi kerja, dan
mobilitas internal.
Para sosiolog (juga ekonom)
kelembagaan menolak. Analisa-analisa
atomistik yang dikembangkan oleh ahli
ekonomi imperialis dan sosiologi perilaku
rasional. Teori pilihan seperti yang
dikembangkan para ahli ekonomi seperti
Gary Becker dalam karyanya The Economic
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
3
Jurnal Sosiologi D I L E M A
Approach to Human Behavior dan juga
sosiolog James Colemon (1990),
mengasumsikan bahwa tindakan manusia
mempunyai maksud dan tujuan yang
dibimbing oleh hirarki yang tertata rapi dari
preferensi. Dalam hal ini rasional berarti:
a. Aktor melakukan perhitungan dari
pemanfaatan atau preferensi dalam
pemilihan suatu bentuk tindakkan.
b. Aktor juga menghitung biaya bagi setiap
jalur prilaku.
c. Aktor berusaha memaksimalkan
pemanfaatan untuk mencapai pilihan
tertentu.
Kelompok Sosiologi Ekonomi Baru yang
dimotori Granovetter,percaya bahwa cara
pandang pendekatan pilihan rasional tersebut
sangat memaksakan individualisme
metodologis yang sem-pit menjadi fondasi
bagi suatu pema-haman suprastruktur yang
luas. Pende-katan ini kurang memperhatikan
secara serius pentingnya struktur jaringan
sosial dan bagaimana struktur itu
mempengaruhi hasil secara kese-luruhan.
Oleh karena itu, analisa sosio-logi ekonomi
harus memasukkan institusi-institusi sosial ke
dalam cakup-an bahasan dan bukan hanya
mele-takkan sebagai bagian (variabel) yang
dianggap berpengaruh.Dua kepercayaan
penting dalam analisa pendekatan ini adalah,
bahwa:
a. Arus utama ekonomi harus berhu-bungan
dengan instruksi-instruksi
b. Analisa institusi-institusi yang selama ini
terabaikan dapat dilakukan secara
langsung atas dasar prinsip-prinsip
ekonomi neo-klasik.
Berdasarkan pandangan tersebut maka
diakui bahwa proses ekonomi bukanlah
tindakan individual akan tetapi tindakan
kolektif yang dihasilkan oleh proses kontruksi
secara sosial atau yang disebut Cooley dengan
social process melalui jaringan komunikasi.
4
Dalam proses ekonomi, individu mengikuti
aturan ekplisit atau non ekplisit yang terkait
dengan sistem upah, promosi, atau,
rekruitmen. Akan tetapi dalam proses itu pula
secara sosial (melalui jaringan komunikasi
dan interaksi) dikontruksi aturan-aturan yang
paling efisien dan efektif mencapai tujuan
ekonomi individu. Resultan proses sosial ini
yang akhirnya membentuk arah kegiatan
ekonomi, sebagaimana yang tampil
dipermukaan. Dalam proses kontruksi sosial
tersebut terjadi keterbukaan ekonomi dengan
nilai-nilai dan motif non-ekonomi. Prinsip
kontruksi sosial semacam ini ini diambil oleh
Granovetter dari pemikiran Peter Berger dan
Thomas Luckman mengenai Social
Construction of Reality. Dengan prinsip
tersebut maka lembaga ekonomi bukan
penjumlahan tindakan ekonomi individu
sebagai mana Weber mengartikan organisasi
ekonomi (Wirtscharftsbetrieb) sebagai sistem
tindakan ekonomi (economic action) individu
yang rasional yang terorganisir. Akan tetapi
lebih tepat dianggap sebagai suatu sistim tata
aturan dan pengorganisasi masyarakat
terhadap tindakkan anggota-anggota
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan
harapan ekonominya. Sistem tata aturan dan
pengorganisaian ini bersumber dari sistem
kebudayaan dan dikembangkan dalam
kehidupan sosial melalui pengenalan,
pemahaman, perubahan, dan pertahanan
didalam interaksi sosial perekonomian dan
non-perekonomian.
Konskuensi dari cara pandang tersebut
diterapkan kepada pasar adalah bahwa ia
tampil sebagai lembaga sosial yang proses
didalamnya tidak saja tersusun dari
tindakkan-tindakkan rasional individu.
Substansi penting dari lembaga itu bukanlah
rindakannya atau rasionalitas dibaliknya
tetapi pengor-ganisasian tindakan-tindakan
yang rerelatif stabil s e h i n g g a
m e n a n d a i
karakteristik tertentu d a r i
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
organisasi tersebut sehingga dapat dikenali
sebagai pasar atau pasar modal. Pola-pola
pengorganisasian beserta latar belakang sosial
budaya yang membentuknya menjadi bagian
penting dalam penjelasan sosiologi ekonomi
sebelum dihubungkan dengan pengaruh polapola pengorganisasian tersebut dengan bentuk
prilaku yang muncul dan hasil ekonomi yang
diakibatkan darinya. Inilah yang menandai
sudut pandang sosiologi ekonomi dalam
melihat pasar sebagai gejala sosiologi.
Penelitian ini adalah penelitian
pendahuluan yang berusaha melakukan
eksplorasi terhadap ruang lingkup pengkajian tentang pasar secara umum dan pasar
modal tradisional secara khusus. Lokasi
penelitian dipilih di pasar Masaran Kabupaten
Sragen Jawa Tengah.
Sumber data untuk penelitian sumber
datanya adalah pedagang di pasar, pemilik
modal, dan pembeli di pasar. Sumber data ini
di pilih secara purposive yaitu mereka yang
telah cukup lama berdagang atau menjadi
pembeli di pasar masaran, data dikumpulkan
dengan teknik wawancara mendalam dan
pengamatan. Teknik analisa secara diskriptif
dengan menggunakan data hasil wawancara
dan pengamatan
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Struktur Sosial dan Norma-norma Sosial
Pasar Masaran.
a) Diskripsi Struktur Sosial Pasar
Pasar Masaran teletak disisi ruas jalan
utama Solo-Sragen dan terletak ditengahtengah perumahan penduduk. Aktifitas pasar
dalam keseharianya dimulai sekitar pukul
03.00 yang dia-wali kedatangan pedagang
sayuran segar dari daerah sekitar pasar
(kadang berbeda kabupaten mau-pun
kecamatan) hingga pukul 12.00, yang ditandai
dengan pulangnya para pedagang y a n g
berada di dalam lokasi pasar.
Mengenai batasan struktur pasar tersebut
dapat dijelaskan dengan perincian sebagai
berikut :
1.Pedagang
a. Pedagang tidak tetap
b. Pedagang tetap
2.Pembeli
a. Pembeli bakul
b. Pembeli konsumen
b) Deskripsi interaksi sosial dipasar
Pola interaksi yang tampak di Pasar
Masaran melahirkan pola-pola asimilatif yang
berbentuk keakraban (bukan kompetisi dan
persaingan) terutama di antara pedagang
tetap. Hal ini kemungkinan karena interaksi
di antara mereka yang bersifat langsung dan
primer,sebagai contoh ibu Warnio tampak
sekali terjalin hubungan dengan semua
pedagang walaupun berlainan jenis.Ketika
peneliti mencoba mena-nyakan jawabnya
sebagai berikut:
“Alah… lah wong tiap hari ketemu, masa ngak
akrab. Terus njur dengan siapa lagi mau ngobrol
kalau tidak sama ibu-ibu itu …”
Materi obrolan berkisar tenteng kondisi
dagangan, keluarga, maupun obrolan-obrolan
kecil seperti rasan-rasan (bergunjingan),
gojeg (cengkrama) atau pace-pace (olokanolokan). Namun subyektivitas di antara
mereka tetap tidak dapat dihindari, artinya
akan mekanisme “memilih” dengan siapa ia
lebih akrab dan dengan siapa ia bersikap
biasa. Semua itu dapat terkondisi karena
mereka tetap menjaga rasionalitas
tindakannya, artinya mereka tetap menjaga
intensitas perjumpaan mereka dan
memanfaatkan waktu-waktu luang seperti
pada saat tidak ada pembelian ataupun pada
saat siang dimana para pembeli semakin
berkurang.
Faktor demografis atau lokasi mereka
berjualan akan menentukan maupun
memberikan pengaruh pada keakraban
interaksi diantara mereka. Dengan kedekatan
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
5
Jurnal Sosiologi D I L E M A
lokasi, memungkin-kan semakin besar
intensitas perjum-paan dan hal ini
berpengaruh sangat besar terhadap sebuah
pola interaksi yang akrap dan bermakna bagi
masing-masing pelaku.Indikasi dari
hubungan asimilasi adalah adanya pola
interaksi yang menghasikan sebuah pola
kerjasama diantara mereka sendiri (masingmasing mempunyai kepenting-an ekonomi)
di mana usaha untuk memenuhinya dilakukan
dengan kerja-sama yang berkembang secara
spontan.
Bentuk solidaritas di antara pedagang
pasar tersebut mempunyai beberapa
perbedaan dan tingkatan, di mana solidaritas
pedagang tetap lebih besar dibandingkan
dengan solidaritas pedagang yang tidak tetap.
Hal ini karena faktor-faktor tertentu yang
mempengaruhinya, antara lain minim-nya
intensitas perjumpaan pada peda-gang yang
tidak tetap dan waktu luang yang lebih banyak
tersedia bagi pedagang tetap. Solidaritas ini
akan semakin kuat karena adanya kesadaran
di antara mereka terhadap kelasnya masingmasing. Hal ini direalisasikan oleh mereka
sendiri dengan mengiden-tifikasikan dirinya
dengan kepentingan-kepentingan di antara
mereka sendiri.
Pasar Masaran juga mempunyai media
untuk mengarahkan pola-pola interaksi yang
ada pada kecenderungan yang bersifat positif
(walaupun mereka tidak menyadari hal
tersebut). Hal ini berupa pertemuanpertamuan rutin di luar aktifitas pasar seperti
arisan ibu-ibu pedagang maupun pembeli. Di
samping itu ada juga media lain yang sifatnya
temporer yaitu piknik ibu-ibu dan bapakbapak yang berjualan di pasar. Saat–saat itu
merupakan
media
dimung-kinkan
bertemunya komponen-kom-ponen pasar
tersebut secara akrab dan santai. Poin-poin
tersebut didasarkan pada satu hal yaitu
budaya, di mana budaya Jawa yang
melatarbelakangi keadaan tersebut. Budaya
Jawa yang dalam refleksinya berbeda-beda
6
namun tetap mengacu pada satu hal yaitu
perilaku-perilaku mereka berupaya menjaga
keutuhan komunitas mereka (Frans Magnis,
1994).
c) Deskripsi Norma Sosial di Pasar
Norma-norma yang ada di pasar dapat di
bedakan menjadi: Norma tertulis dan norma
tidak tertulis. Norma-norma tertulis dapat
berbentuk seperti ketentuan besarnya
pembayaran retri-busi pasar oleh pemda
Sragen yang mengacu pada Keputusan Dinas
Penda-patan Daerah No 970/013/1996 dan
PERDA tahun 1994 jo no 8 tahun 1993.
Mengenai besar kecilnya retribusi bagi para
pedagang, umumnya hanya berlaku untuk
pedagang tetap sedangkan pedagang tidak
tetap tidak mentaatinya.
Norma-norma tak tertulis di pasar dapat
berbentuk kesepakatan-kesepakatan individu
mengenai hal-hal tertentu yang kemudian
menyosialisasi-kannya agar dijadikan sebuah
acuan da-lam perilaku. Namun ada pula
sebagian norma lain yang proses
pembentukanya tidak mereka ketahui namun
disepakati untuk dilaksanakan dan
diwariskan. Hal ini diungkapkan oleh Max
Weber sebagai golongan tindakan yang
berorientasi pada nilai-nilai tradisional.
Wujud dari semua itu adalah adanya
sebuah mekanisme penyelesaian konflik di
antara komponen-komponen itu, dimana
institusi pemerintah hanya sebagai alternatif
terakhir apabila tidak mampu diselesaikan
oleh mereka sendiri. Kondisi ini dianggap
oleh peneliti sesuai dengan yang dikonfirmasikan oleh Bu Yatmi, seorang pedagang
ikan :
“ya..kalau ada yang berteng-kar, ya tetanggatetangganya yang mendamaikan, terus kalau
ndak mau ya ngomomg sama pak Lurah (sebagai
perwakilan dari institusi pemerintah ).”
Sering
kali
norma mem-punyai
n o r m a –
sangsi
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
yang berbeda–beda besar kecilnya pada
anggota yang menyim-pang. Sangsi bagi
norma tertulis mungkin lebih jelas
dibandingkan, sebagai realisasi dari
komponen–komponen di dalam struktur pasar
Masaran untuk melahirkan sebuah
keteraturan dan ketertiban.
2. Lembaga Renternir sebagai Pasar
Modal tradisional
a) Konsepsi Renternir
Konsepsi mengenai Renternir secara
umum digambarkan sebagai orang atau
keluarga yang mempunyai pekerjaan
meminjamkan uang (atau juga dalam bentuk
barang) kepada orang lain yang
memerlukannya dengan imbalan bunga
tertentu yang telah ditetapkan oleh si
renternir.Hubungan antara renternir dengan
peminjam, biasanya cukup dekat, karena
proses pembayaran cicilan pinjaman dipungut
sendiri oleh renternir (atau orang suruhannya
) dan dilakukan setiap hari.
Konsepsi renternir ini menga-lami
berbagai variasi di wilayah penelitian. Di sini
ada beberapa bentuk lembaga peminjaman
modal (lembaga renternir), di antaranya :
1). Bank Thitil
2). Bank BKK
3). Kopersi Pasar
4). Qirot yang melakukan dengan bagi hasil
dan pinjaman atas dasar agama
5). Paguyuban Keluarga sejahtera (yang
dikelola pedagang pasar)
Walaupun lembaga pemodalan tersebut
mempunyai mekanisme kerja yang berbedabeda, namun secara umum mereka adalah
sama, yaitu lembaga yang kehidupannya
dijamin melalui pemanfaatan keuntungan
yang diperoleh dari bunga atas modal yang
dipinjamkan.
b). Srtuktur Lembaga Renternir di Pasar
Masaran
Setiap lembaga modal mempu-nyai
mekanisme dan cara yang berbeda-beda
dalam melayani nasabahnya. Bank Thitil
misalnya dengan memberi modal dan
menarik kembali setiap harinya dan
dikembalikan dalam 3 kali, bila tidak maka
pokok akan kembali. Sedangkan Qirot
meminjamkan modal untuk usaha dengan
sistem bagi hasil (Mudorobah) 1/3 untuk
modal usaha dengan sistem bagi hasil, 1/3
untuk modal, 1/3 untuk Qirot, dan 1/3 untuk
administrasi.
Walaupun setiap rentenir mem-punyai
sistem kerja yang berbeda-beda namun
mereka mempunyai kesamaan, yaitu bahwa
mereka tidak menuntut adanya agunan
kepada konsumennya. Hal ini karena modal
yang dipinjam biasanya sangat kecil, antara
Rp10.000 –Rp 50.000. Pinjaman lebih dari
Rp.50.000 biasanya hanya terjadi dalam halhal yang khusus di luar kebutuhan kegiatan
perdagangan di pasar, seperti misalnya untuk
perkawinan dan memperbaiki rumah.
Tingkat formalitas antar lemba-ga ini juga
berbeda-beda. Qirot dan Bank Tithil adalah
yang bentuknya paling tidak formal.
Pencatatan dan rekruitment peminjaman
dilakukan secara sangat sederhana.
Pencatatan hanya dilakukan dalam buku
pinjaman yang sering kali karena banyaknya
pe-minjam catatannya bisa hilang (namun
selalu diingat oleh pengelolanya).
Dalam suatu lingkungan tertentu (dalam
penelitian ini adalah pasar Masaran dengan
kurang lebih 150 pedagang), terdapat lebih
dari satu pelaku usaha untuk satu sistem
rentenir. Bank tithil misalnya ada lebih dari
5 pelaku sedangkan Qirot dan yang lain hanya
ada satu. Walaupun di antara pelaku sistem
rentenir ini terjalin hubungan sosial yang baik,
namun mereka biasanya bersaing secara
tertutup dengan yang lain.
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
7
Jurnal Sosiologi D I L E M A
c). Jaringan Sosial dan Trust
Jaringan sosial dan trust (kepercayaan)
menjadi mekanisme yang sangat penting
dalam lembaga rentenir. Hal ini berguna
untuk sitem rekruitment dan seleksi tehadap
peminjam dan terutama kontrol kepatuhan
terhadap komitmen untuk membayar kembali
pinjaman. Hal ini terutama diperlukan karena
dalam lembaga permodalan tradisional ini
(terutama Qirot, Bank tithil dan Paguyuban)
tidak dikenal adanya agunan atau akad
pinjaman sebagai penguat komitmen.
Dalam rekruitment peminjam, informan
dalam penelitian ini menyam-paikan sebagai
berikut.
“Kalau saya mau meminjami pedagang, petama
saya tanya dulu gunanya untuk apa, kalau untuk
modal usaha atau keperluan keluarga ya boleh,
tapi kalau untuk foya-foya ya tidak boleh. Terus
saya janji tentang bunganya yang dia mampu
dan waktu yang umum berjalan di pasar ini.
Setelah itu ya sudah … saya tinggal pecaya sama
dia. Kalu dia tidak mengembalikan ya paling
saya sindir-sindir saja… kalau tetap tidak
mengembalikan ya sudah jadi tengeran (tanda..)
lain kali tidak dipinjami lagi“
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa
mekanisme hubungan sosial dan kepercayaan
menjadi dasar yang penting dalam
pengelolaan lembaga rentenir ini. Pemberian
tanda terhadap orang-orang yang melanggar
komitmen hanya dapat dilakukan melalui
keter-libatan yang mendalam dipasar dan
sekaligus disebarkan dipasar sebagai
mekanisme sangsi sosial. Sindiran di pasar
sebagaimana dikemukakan di atas adalah
salah satu bentuk kontrol sosial yang dipakai
dalam lembaga ini.
Jaringan sosial merupakan sarana penting
untuk penyebaran sistem rentenir. Di pasar
Masaran tidak dikenal adanya promosi untuk
menjual modal. Umumnya mekanisme yang
ditempuh adalah melalui jaringan sosial.
Seorang yang membutuhkan pinjaman
mencari informasi melalui teman-teman
mereka. Informasi ini terutam berkaitan
8
dengan selera (sifat orang dan cara meminta
bantuan) pemilik modal. Seperti diuraikan
dalam pernyataan informan di atas, bahwa ia
suka pada orang yang menyatakan
pinjamannya digunakan untuk usaha
(walaupun tidak), biasanya bila pernyataan
ini yang dikemukakan pinjaman akan
diberikan.
Jaringan sosial yang paling efektif
digunakan dalam lembaga rentenir ini adalah
keanggotaan dalam Paguyuban Keluarga
Sejahtera. Keter-libatan dalam Paguyuban ini
telah memberikan kepastian tidak saja
sebagai anggota pasar Masaran tetapi juga
peminjaman modal pada paguyuban atau
pada Qirot di mana pemilik modalnya adalah
juga ketua paguyuban jaringan ini juga
merupakan wadah yang efektif untuk
mengontrol keterlibatn dalam pasar modal
sebab sanksi untuk dikeluarkan atau
diasingkan oleh anggota Paguyuban (bila
dianggap bersalah) merupakan hukuman yang
berat. Beberapa peda-gang di pasar yang tidak
dapt menye-suaikan dengan pola-pola
jaringan sosial dipasar akan pergi dan pindah
ke pasar yang lain.
Penutup
Pasar modal dan juga pasar secara umum
telah berkembang menjadi kajian baik
Sosiologi maupun Ilmu Ekonomi dengan
pendekatan yang lebih menuju pada
konstruksi pasar (dan pasar modal) bukan
sebagai mekanisme penentuan harga tetapi
lebih kepada pasar sebagai struktur
sosial.Dalam pengkajian seperti ini maka
pendekatan yang lebih mengarah kepada
analisa jaringan sosial dan faktor-faktor
kelembagaan yang dikemukakan oleh para
ahli ekonomi new institutional (seperti
informasi, kepercayaan, k e t e r b a t a s a n
rasional dan biaya
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
ISSN : 0215 - 9635, Vol. 17 No. 1 Th 2004
kelembagaan) menjadi perhatian yang
penting.
Renternir sebagai salah satu ben-tuk pasar
modal tradisional juga muncul sebagai
fenomena sosial. Elemen struk-tur dan
hubungan-hubungan sosial telah banyak
memberi ciri kehidupan dan dinamikanya.
Kepercayaan dan jaringan interaksi seharihari telah menjadi bagi-an dari mekanisme
beroperasinya pasar modal tradisional,baik
untuk rekruitmen pelanggan,penekan
kompetisi,dan kon-trol terhadap kepatuhan.
Pasar konsumsi (pasar Masaran) di mana
pasar modal ini diamati juga menunjukkan
gejala-gejala sosial yang serupa. Nampaknya
struktur pasar dan dinamika pasar konsumsi
saling berhubungan dengan struktur pasar
modal tradisional yang berkembang disana.
Berdasarkan temuan seperti tersebut,
maka penelitian lanjutan yang akan dilakukan
terhadap pasar modal tradisional atau juga
pasar secara umum, disarankan untuk lebih
memu-satkan pada kajian tentang pasar
modal sebagai struktur sosial. Dalam kajian
ini maka pendekatan analisa jaringan sosial
yang dikaitkan dengan variabel kompe-tisi
antar rentenir, rekruitmen, variasi bunga yang
diterima, kontrol kepatuhan terhadap
komitmen, perlu dijadikan sasaran
pengkajian. Di samping itu, kajian terhadap
kaitan antara pasar modal dengan struktur
sosial pada lokus di mana pasar modal itu
beroperasi (seperti di pasar atau di
perkampungan) perlu diteliti untuk melihat
tingkat embededdness dari pasar modal
tersebut. Hal lain yang juga perlu dikaji adalah
pengaruh embededdness tersebut terhadap
kelangsungan terhadap pasar modal
tradisional dan juga perannya terhadap
perkembangan ekonomi di sekitarnya (seperti
berkembangnya pedagang-pedagang kecil).
Akhirnya, perlu secara metodo-logis
dipikirkan dalam penelitian selan-jutnya
untuk menganalisa pasar modal
dengan unit analisa satuan transaksi. Dengan
unit analisa semacam, maka ka-jian yang
multidisipliner (antara sosio-logi dan
ekonomi) dapat dikembangkan sehingga lebih
berman-faat dalam pengembangan kajian
Ethno-Ekonomic.
DAFTAR PUSTAKA
Damsar, Sosiologi Ekonomi, Rajawali Press,
1997.
Granovetter & Swedberg R, The Sociology
of Economic Life, Westview Press, San
Francisco, 1992.
Richard Swedberg, Economic and Sociology:
Redefining Their Boundaries;
Convercations with Economists and
Sociologist, Pricenton University Press,
New Jersey, 1990.
Smelser and Swedberg, The Hand Book of
Economic Sociology, Pricenton
University Press, New York, 1994.
T. Parson & N.J Smelser, Economy and
Society: A Study in The Integration of
Economic and Social Theory, The Free
Press, Illinois. 1956.
Weber, Economiy and Society, jilid 1,
University of California Press, Berkely,
1978.
Win A. Backer, “Decion Structure of National
Security Market”, American Journal of
Sociology, Volume 89 No 4 January 1994.
Drajat Tri Kartono “Pasar Modal Tradisional (Analisis Sosiologi Ekonomi terhadap Reintenir)”
9
Download