“Si Pejabat Tinggi”, Motor Penggerak UMKM Gula Kelapa

advertisement
“Si Pejabat Tinggi”, Motor Penggerak UMKM Gula Kelapa
Oleh : Bambang Maryoto, S. St.
Pahlawan pendapatan asli daerah yang tak terlindungi
Mentari baru sepenggalah tingginya. Nisman, Suroso, dan
Ngadiman sudah memulai aktivitasnya, memanjat pohon-pohon kelapa—
sumber rejeki mereka. Ketiganya adalah warga RT 01 RW 09 Dusun
Kedungdaun Desa Bumireja kecamatan Kedungreja.
Meskipun embun masih membasahi pohon kelapa, mereka pantang
menyerah melawan licin demi mendapatkan beberapa liter nira dari
manggar yang mereka tampung sore sebelumnya. Bak pemanjat tebing
profesional mereka sangat cekatan mencapai pongkor penampung nira.
Tanpa berbekal alat pengaman mereka sering berada pada ketinggian1520 meter, setara dengan tinggi gedung berlantai 4. Bayangkan saja, apa
yang terjadi bila mereka jatuh dari ketinggian tersebut? Tewas, cacat, pun
selamat, itu kemungkinannya.
Gesit, mereka menurunkan pongkor-pongkor berisi nira, lalu
menggantinya dengan pongkor baru untuk diambil setengah hari
kemudian. Tak lebih 10 menit mereka turun, melanjutkan hal sama pada
pohon kelapa lainnya. Mereka harus berpacu dengan waktu, karena jika
nira yang didapat tidak segera diolah maka nira tersebut akan berkualitas
rendah
bahkan
tidak
bisa
memadat
ketika
diolah.
Orang-orang
menyebutnya gula gemblung. Gula ini dihargai sangat murah. Bila harga
1kg gula berkualitas mencapai 7500, maka pengepool akan memberikan
harga jauh lebih rendah
pada gula gemblung. Sudah bisa diterka
penderes akan merugi.
Setelah nira terkumpul dan sampai di rumah, giliran para istri ambil
bagian, melanjutkan proses pembuatan gula. Nira yang didapatkan
disaring agar gula bebas atau minim kotoran. Lalu nira dituang ke dalam
wajan, dimasak sambil diaduk hingga kandungan air berkurang dan
mengental. Proses ini membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam. Kemudian
gula dituang ke dalam cetakan berupa potongan pipa bambu atau ceruk
batok kelapa. Gula-gula akan memadat ketika dingin dan siap dilepaskan
dari cetakan. Gula pun siap dikemas dengan plastik atau dedaunan agar
aromanya khas.
Biasanya gula produksi mereka sudah ditunggu para pengepool—
para pemilik modal besar. Jadi pembuat gula tidak perlu repot
memasarkan produknya sendiri. Pembuat gula merasa diuntungkan
meskipun sebenarnya tidak begitu. Para pengepool tersebut bisa
mengambil gula dan membayarnya ketika mengambil gula berikutnya.
Dengan begitu pembuat gula “diikat” agar selalu menjual produk kepada
pengepool tersebut. Namun ada juga pengepool yang mengikat penjual
gula dengan memberikan pinjaman modal sehingga ikatan sosial
membuat pembuat gula rikuh menjual produknya ke pengepool lain.
Meskipun, pengepool tersebut bisa membeli gula mereka dengan harga
lebih rendah karena alasan masih adanya utang dan bunga yang harus
dibayar.
Ironis sekali, ketika para pembuat gula tersebut pasrah menerima
upah sekitar 7500 untuk setiap kilogram gula yang dibuatnya, Lutfhi
Makhasin, dosen dan peneliti dari Universitas Jenderal Soedirman
bercerita dalam kebun kelapa blogspot, ketika ia mendapatkan gula
kelapa kemasan 100 gram di sebuah Asian Store di Canberra, ia kaget
mendapati harganya yang $3,5. Itu artinya, sekilo gula kelapa di sana
dihargai sekitar 200 ribu perak.
Fenomena pasar gula seperti ini merujuk pada istilah Polanyi
dengan fenomena pasar yang mengatur dirinya sendiri—self regulating
market (dalam Lutfhi Mukhasin di pohon kelapa blog spot). Selanjutnya,
Lutfhi juga mengatakan bahwa tak ada perlindungan memadai bagi
mereka yang berada di hierarki terbawah, yakni penderes. Penderes
menjadi pihak yang mudah diserang, diakali dalam tindak pendisiplinan
pasar. Sedangkan juragan bisa mengalihkan resiko pendisiplinan pasar
dengan menurunkan harga beli gula pada produsen gula atau mencari
cara nakal lainnya.
Butuh perhatian pemerintah
Menurut Tundan Iriani, Kabid Produksi Dishutbun kabupaten
Cilacap yang dilansir Suara Merdeka 14 Oktober lalu, pembuatan gula
kelapa terkendala pada distribusi
pemasaran dan permodalan. Hal ini
menimpa sebagian besar dari seluruh penderes yang berjumlah 13,326
orang yang tersebar di 22 kecamatan seluruh kabupaten Cilacap dengan
luas lahan pengolahan gula 5.197 hektare.
Saatnya pemerintah turun tangan memberikan bantuan. Baik
berupa pembinaan maupun pinjaman modal. Hal ini bisa dilakukan
pemerintah dengan
menggandeng pihak swasta seperti bank atau
perusahaan untuk mengurangi biaya operasional pembinaan jika ternyata
dana untuk kegiatan pembinaan terbentur pada ketiadaan anggaran.
Yang pertama, bantuan permodalan bagi penderes bisa berupa
kredit
dengan
bunga
ringan.
Biasanya
memerintah
sudah
menyediakannya dalam bentuk kredit usaha rakyat.
Kedua, bantuan pembinaan bisa berupa mengarahkan penderes
dan pengrajin gula kelapa untuk membangun koperasi gula kelapa. Hal
ini bisa mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan produsen
gula pada para tengkulak.
Penjelasan tentang regulasi ataupun undang-undang jaminan
pangan juga diperlukan. Misalnya, undang-undang no.18 tahun 2012
tentang pangan. Pada pasal 1 ayat 5 memuat regulasi menyangkut
keamanan pangan supaya produsen
mengupayakan pemenuhan
persyaratan pencegahan pangan dari pencemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang membahayakan kesehatan manusia. Dengan brgitu
produsen tidak berlaku nakal dengan menambahkan bahan berbahaya
seperti boraq, formalin untuk mengawetkan produknya, ataupun pewarna
textil untuk bahan makanan. Apabila produsen masih nekad berlaku
curang, maka ia juga tahu bahwa ada sanksi tegas bagi produsen pangan
nakal yang diatur dalam pasal 64 undang-undang pangan.
Pemerintah juga bisa mengarahkan pengrajin gula untuk mengurus
standar kualitas produk di kantor BPMPP, Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perijinan. Kualitas produk bisa dilihat dari penyajian kemasan
yang berisi nama, pembuat produk, dan informasi tentang produk. Dengan
demikian konsumen akan lebih tertarik pada produk yang terstandarisasi.
Tentu saja para pengrajin gula ini tidak akan menolak apabila
pemerintah
mengajak
mereka
melakukan
studi
banding.
Hal
ini
dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan dan motivasi
serta perubahan paradigma berpikir dari para petani penderes kelapa
dalam mengembangkan usaha industri kelapa dari hulu hingga hilir, yakni
dari pemuliaan bibit kelapa sebagai bahan baku nira kelapa, proses
produksi,
manajemen
usaha,
kemitraan
sampai
dengan
proses
pemasaran.
Yang ketiga, pemerintah bisa memberikan bantuan kecelakaan
kepada penderes gula kelapa berupa santunan kecelakaan penderes.
Seperti
halnya
asuransi
jiwa,
namun
pemerintah
daerah
yang
membayarkan preminya. Hal serupa pernah dilakukan pemerintah desa
Srowot terhadap warganya yang berprofesi sebagai penderes, bulan
Agustus silam.
Bila mendengar wacana seperti ini tentunya, para penderes akan
sedikit bungah karena bebannya terkurangi . Selanjutnya mereka kembali
tersenyum kecut mengira-ngira harga BBM akan menjadi berapa? Karena
jika benar asumsi biaya transportasi naik 20%, maka nilai penghasilan
mereka juga akan turun, sedangkan harga gula belum tentu naik. Ini
berarti pengeluaran mereka semakin tinggi, penghasilan mereka tetap
saja sehingga mereka akan semakin miskin. Jika mereka tahu berita yang
dilansir Detik.com 14 Nopember bahwa harga minyak dunia turun sampai
US$ 80 per barrel dan presiden Jokowi akan mengkalkulasi kenaikan BBM
setelah beliau pulang dari Brisbane, mungkin mereka berharap semoga
harga minyak dunia kembali turun dan harga BBM tidak jadi naik.
Download