1 pengaruh teknik pembelajaran kolaboratif send a problem

advertisement
1
PENGARUH TEKNIK PEMBELAJARAN KOLABORATIF SEND A PROBLEM
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA
KELAS X SMA NEGERI TUGUMULYO TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh:
Leni1, Sukasno2, Reny Wahyuni3
STKIP-PGRI Lubuklinggau
ABSTRACT
This thesis entitled "The Effect of Collaborative Learning Techniques Send a Problem
toward Student’s Creative Thinking of Mathematics Ability Class X SMA Negeri
Tugumulyo Academic Year 2015/2016". The problem in this study was whether there is
influence of collaborative learning Techniques Send a Problem toward student’s creative
thinking of mathematics ability class X SMA Negeri Tugumulyo academic year
2015/2016. This type of research was True Experimental Design. The population was
throughout of the students class X SMA Negeri Tugumulyo academic year 2015/2016,
which consisted of 364 students and as experimental class samples was X.1, and as control
class was X.2. Data collected by testing techniques. Collected data were analyzed using ttest. Based on t-test data analysis with significance α = 0.05, retrieved t obtain > ttable (12.35 >
1.66), so can be concluded that there is influence of the collaborative learning Techniques
Send a Problem toward student’s creative thinking of mathematics ability class X SMA
Negeri Tugumulyo academic year 2015/2016. The average score of the student’s creative
thinking ability after being given preferential treatment in the experiment class of 43.51
and control class of 27.33.
Keywords: Collaborative, Send a Problem, Creative Thinking, Mathematics.
A. PENDAHULUAN
Menurut Sundayana (2013:2) “Matematika merupakan salah satu komponen dari
serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan.”
Mengingat pentingnya mata pelajaran matematika, maka pembelajaran matematika
diberikan disemua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD) sampai perguruan
tinggi (Purwati, 2015:40).
Pembelajaran matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal bagi siswa untuk
berpikir logis, analitik, sistematis, kritis dan kreatif (Sundayana, 2013:2). Kreatif
berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan suatu yang baru
dengan menggunakan sesuatu yang telah ada (Slameto, 2010:145). Sehingga pembelajaran
matematika seharusnya merupakan pelajaran yang disukai, menyenangkan, dan diminati
1
Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau
Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
2,3
2
oleh semua siswa. Namun sampai saat ini masih banyak siswa yang merasa matematika
sebagai mata pelajaran yang sulit, tidak menyenangkan, bahkan momok yang menakutkan
(Sundayana, 2013:2). Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang mengalami kesulitankesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah seorang guru
matematika kelas X SMA Negeri Tugumulyo, didapatkan informasi bahwa ada beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika di kelas.
Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, siswa kurang aktif pada
saat mengikuti proses pembelajaran. Kedua, siswa mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal latihan yang sedikit berbeda dengan contoh soal yang diberikan oleh
guru. Ketiga, siswa kesulitan ketika memahami permasalahan matematika yang diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Serta didapatkan juga informasi bahwa ketika guru
menjelaskan materi, interaksi yang terjadi hanya satu arah (konvensional) yaitu dari guru
ke siswa, yang menyebabkan siswa pasif, serta tidak memiliki kesempatan untuk
berkerjasama. Sehingga masih banyak nilai matematika siswa yang belum mencapai KKM.
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran siswa dituntut lebih aktif dalam mengkontruksi
pengetahuannya sendiri dan guru hanya sebagai fasilitator atau pengarah.
Selain itu, untuk meningkatkan keaktifan siswa, guru matematika kelas X SMA
Negeri Tugumulyo memberikan siswa soal latihan dan menyimpulkan materi. Ketika siswa
mengerjakan soal latihan, siswa cenderung menyelesaikannya seperti pada contoh soal
yang telah dikerjakan. Dengan kata lain, siswa cederung terpaku pada cara pengerjaan
yang ada dalam contoh soal yang dibahas (Purwati, 2015:42). Padahal ada banyak cara
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Hal tersebut dapat dijadikan
sebagai dugaan bahwa kreativitas siswa belum dikembangkan secara maksimal di SMA
tersebut, sehingga hampir sebagian besar siswanya memiliki kemampuan berpikir kreatif
yang rendah. Hal tersebut juga terlihat dari hasil tes yang telah dilakukan pada tanggal 17
November 2015, dengan memberikan 2 soal kemampuan berpikir kreatif matematika
dengan pokok persamaan kuadrat yang diberikan kepada 41 siswa dengan skor maksimal
20, yaitu rata-rata skornya 13,94.
Kreativitas menurut Saefudin (2012:41) merupakan suatu produk kemampuan
(berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau suatu yang baru dalam menghadapi
suatu masalah atau situasi. Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa
memiliki kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu
faktor penting dari tujuan pembelajaran, karena memberi pengetahuan semata-mata kepada
3
siswa tidak akan banyak menolongnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam
pembelajaran sebaiknya dapat mengembangkan sikap dan kemampuan siswa yang dapat
membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan di masa mendatang secara kreatif
(Munandar, 2009:11). Di samping tujuan tersebut, mata pelajaran matematika diberikan
kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam
pemecahan masalah (Saefudin, 2012:38). Dalam pemecahan masalah matematika,
diperlukan pemikiran dan gagasan yang kreatif dalam membuat (merumuskan) dan
menyelesaiakan serta menafsirkan solusi dari suatu masalah matematika. Pemikiran dan
gagasan yang kreatif tersebut akan muncul dan berkembang jika proses pembelajaran
matematika di dalam kelas menggunakan teknik pembelajaran yang tepat (Saefudin,
2012:38).
Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif, berpikir
kritis dan bertindak kreatif dalam pembelajaran adalah teknik pembelajaran kolaboratif
send a problem. Send a problem merupakan sebuah teknik yang paling efektif untuk
membangun solusi dengan pemikiran mendalam bagi masalah-masalah yang lebih
kompleks yang tidak memiliki jawaban tunggal yang tepat (Barkley, Cross, dan Major,
2012:267). Di samping itu, send a problem menuntut siswa untuk berpikir kritis dan
bertindak kreatif. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud mengadakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Teknik Pembelajaran Kolaboratif Send A Problem
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri
Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016”.
B. LANDASAN TEORI
Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri interaksi dengan lingkungannya.
Sehingga perlu untuk mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh
yang positif terhadap seseorang sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya (Slameto,
2010:72). Belajar menurut Djamarah (2011:13) adalah serangkaian kegiatan jiwa raga
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Interaksi dengan lingkungannya tersebut dapat berarti aktivitas pengembangan diri. Hal
tersebut senada dengan pendapat Tirtarahardja dan Sulo (2010:51) yang menyatakan
4
bahwa belajar sebagai aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman, bertumpu pada
kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan seseorang melalui
interaksi antara individu dengan lingkungannya untuk mendapatkan pengetahuan,
pengalaman, keterampilan maupun sikap, agar menjadi seseorang yang lebih baik dari
sebelumnya.
Kemampuan Berpikir Kreatif
1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif
Kreativitas berasal dari kata “to create” artinya membuat. Kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk membuat sesuatu, apakah itu dalam bentuk ide, langkah, atau
produk (Sudarma, 2013:9). Produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari
proses kreativitas, ialah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna (Munandar, 2009:27).
Hal ini sejalan dengan pendapat Saefudin (2012:41) yang menyatakan bahwa kreativitas
merupakan produk kemampuan (berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau suatu
yang baru dalam menghadapi suatu masalah atau situasi. Sehingga kreativitas dalam
matematika lebih menekankan pada kemampuan berpikir kreatif matematika.
Kemampuan berpikir kreatif menurut Haerudin (2013:146) adalah kegiatan dalam
mencetuskan gagasan-gagasan yang cemerlang dan pemahaman baru yang kreatif dan
inovatif serta mampu menentukan keputusan yang tepat. Keputusan tersebut berhubungan
dengan menentukan penyelesaian suatu permasalahan. Uno dan Mohamad (2012:164)
mengartikan kemampuan berpikir kreatif sebagai usaha untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dengan melibatkan segala tampakan dan fakta pengolahan data di otak.
Pengolahan data di belahan otak kiri dan kanan sangat penting untuk keseimbangan logika
dan kreativitas serta akan sangat diperlukan dalam berpikir kreatif (Putra, Irwan, dan
Vionanda, 2012:23).
Kemampuan berpikir kreatif, akan menyebabkan individu yang kreatif mampu
melahirkan ide atau gagasan baru atau gagasan kreatif mengenai sesuatu hal yang tengah
dibicarakannya (Sudarma, 2013:17). Sementara itu, Putra, Irwan, dan Vionanda (2012:23)
mengartikan kemampuan berpikir kreatif sebagai suatu proses berpikir yang menghasilkan
bermacam-macam kemungkinan ide dan cara secara luas dan beragam. Dalam
menyelesaikan suatu persoalan, apabila menerapkan berpikir kreatif, akan menghasilkan
banyak ide yang berguna dalam menemukan penyelesaian. Hal ini sejalan dengan pendapat
5
Anggitasari, Isnaeni, dan Susilowati (2012:65) yang menyatakan bahwa kemampuan
berpikir kreatif sebagai suatu proses berpikir untuk mengembangkan atau menerapkan ide
yang asli.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
kemampuan berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir untuk menghasilkan suatu cara,
gagasan-gagasan, ide yang baru, dan tepat, untuk dijadikan penyelesaian suatu masalah.
2. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif
Indikator untuk menilai kemampuan berpikir kreatif siswa menurut Silver (dikutip
dari Saefudin, 2012:41) diindikasikan dengan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan.
Munandar (2009:192) berpendapat bahwa indikator kemampuan berpikir kreatif terbagi
menjadi 4 aspek, yaitu sebagai berikut:
1) Berpikir lancar (Fluency)
a) menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan,
b) arus pemikiran lancar
2) Berpikir luwes (Flexibility)
a) Menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam
b) Mampu mengubah cara atau pendekatan
c) Arah pemikiran yang berbeda-beda
3) Berpikir orisinal (Originality)
a) Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang
jarang diberikan kebanyakan orang
4) Berpikir terperincian (Elaboration)
a) Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan
b) Memperinci detail-detail
c) Memperluas suatu gagasan
Putra, Irwan, dan Vionanda (2012:23) menyimpulkan bahwa ada empat
indikator/komponen berpikir kreatif yaitu kefasihan, keaslian, keluwesan, dan kebaruan.
Sedangkan Noer (2011:106) menyimpulkan bahwa indikator kemampuan berpikir kreatif
meliputi lima aspek, yaitu: kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keterperincian
(elaboration), kepekaan (sensitivity), dan keaslian (originality).
Berdasarkan pendapat di atas maka indikator yang dapat dipergunakan untuk
menentukan kemampuan berpikir kreatif matematika yaitu sebagai berikut: kepekaan
(sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan
keterperincian (elaboration). Pemberian skor kemampuan berpikir kreatif dalam penelitian
6
ini mengacu pada skor rubrik yang dimodifikasi oleh Bocsh dikutip dari Suriany
(2013:38), seperti pada tabel 1.
Aspek
Tabel 1
Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Kriteria
Tidak menjawab atau salah mendeteksi pernyataan atau situasi
sehingga memberikan jawaban salah
Salah mendeteksi pernyataan atau situasi, tetapi memberikan
sedikit penjelasan yang mendukung penyelesaian.
Kepekaan
Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar, tetapi
(sensitivity) memberikan jawaban yang salah atau tidak dapat dipahami
Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar tetapi
memberikan jawaban kurang lengkap
Mendeteksi pernyataan atau situasi serta memberikan jawaban
dengan benar dan lengkap
Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah
Terdapat kesalahan dalam jawaban dan tidak disertai perincian
Terdapat kesalahan dalam jawaban tapi disertai perincian yang
Elaborasi
kurang detil
(elaboration)
Terdapat kesalahan dalam jawaban tapi disertai perincian yang
rinci
Memberi jawaban yang benar dan rinci
Tidak menjawab atau memberikan ide yang tidak relevan
Memberikan sebuah ide yang relevan tetapi penyelesaiannya
kurang jelas
Memberikan sebuah ide yang relevan dan penyelesaiannya
Kelancaran
benar dan jelas
(fluency)
Memberikan lebih dari satu ide yang relevan tetapi jawabannya
masih salah
Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dan
penyelesaiannya benar dan jelas
Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara
atau lebih tetapi semua salah
Memberikan jawaban hanya satu cara tetapi memberikan
jawaban yang salah
Memberikan jawaban dengan satu cara, proses perhitungan dan
Keluwesan
hasilnya benar
(flexibility)
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi
hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam
proses perhitungan
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam), proses
perhitungan dan hasilnya benar
Tidak menjawab atau memberi jawaban yang salah
Keaslian
Memberi jawaban dengan caranya sendiri tetapi tidak dapat
(originality)
dipahami
Skor
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
0
1
7
Aspek
Kriteria
Skor
Memberi jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan
sudah terarah tetapi tidak selesai
Memberi jawaban dengan caranya sendiri tetapi terdapat
kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah
Memberi jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan
dan hasilnya benar
2
3
4
Teknik Pembelajaran Kolaboratif
Menurut Barkley, Cross, dan Major (2012:141) teknik pembelajaran kolaboratif
(CoLT) serupa dengan resep karena hanya memberikan arahan, sama seperti memasak,
pengajar harus meracik “bumbu” yang sesungguhnya. Bumbu-bumbu tersebut adalah
tugas-tugas pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran kolaboratif menuntut siswa untuk
mengambil
peran-peran
baru
dan
membangun
keterampilan-keterampilan
baru.
Pembelajaran kolaboratif merepresentasikan filosofi interaksi yang berbeda dimana siswa
diberi wewenang yang lebih besar terhadap pembelajaran mereka sendiri (Huda,
2013:331). Johson, Johson, dan Holubec (2012:5) menyatakan bahwa pembelajaran
kolaboratif membuat semua siswa akan belajar tentang bagaimana caranya bekerja sama
dengan orang lain, bersaing untuk bersenang-senang dan kegembiraan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa teknik
pembelajaran kolaboratif adalah sebuah cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan pembelajaran secara kolaboratif (berkerja sama) secara spesifik,
sehingga memudahkan para siswa bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah
bersama.
Send a Problem
Menurut Barkley, Cross, dan Major (2012:272) send a problem adalah sebuah
teknik paling efektif untuk membangun solusi dengan pemikiran mendalam bagi masalahmasalah yang lebih kompleks yang tidak memiliki jawaban tunggal yang tepat. Send a
problem sebagai pengajaran pemecahan masalah yang efektif dapat terlihat pada kegiatan
siswa dalam menafsirkan konsep diagram atau melakukan perhitungan matematika dan
cocok untuk menyalurkan keterampilan belajar siswa (Millis, 2010:162). Hal ini sejalan
dengan pendapat Kagan (dikutip dari Spirit, 2014:01) yang menyatakan bahwa send a
problem dapat digunakan untuk meningkatkan diskusi dan meninjau materi, atau membuat
isi solusi.
Send a problem melibatkan dua tahap kegiatan yaitu menyelesaikan masalah dan
evaluasi solusi. Tujuan dari tahap pertama adalah memberi kesempatan pada siswa untuk
8
berlatih dan mempelajari keterampilan berpikir yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
masalah yang efektif. Tujuan tahap kedua adalah membantu siswa belajar membandingkan
dan membedakan berbagai macam solusi (Barkley, Cross, dan Major., 2012:267). Hal ini
sejalan dengan pendapat Millis (2010:162) yang menyatakan bahwa kegiatan inti siswa
adalah memecahkan masalah secara berurutan, mengirim masalah, menambahkan solusi
dan menganalisis jawaban kelompok sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa send a
problem merupakan teknik paling efektif yang menuntut siswa untuk menyelesaikan
permasalahan secara berkelompok, dan membuat jawaban permasalahan secara beragam
serta relevan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah pembelajaran dengan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri atas dua sampai
empat siswa.
2) Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran menggunakan send a problem, ini dilakukan
pada awal pembelajaran atau pertemuan awal kegiatan.
3) Guru membagikan masalah yang berbeda untuk masing-masing kelompok.
4) Guru memberikan perintah kepada semua anggota kelompok untuk mendiskusikan
masalah mereka.
5) Guru memberikan perintah kepada semua kelompok untuk menuliskan jawaban hasil
diskusi pada selembar kertas dan memasukkannya ke dalam map.
6) Guru memberikan perintah kepada semua anggota kelompok untuk mengirimkan map
kepada kelompok lain.
7) Siswa pada setiap kelompok berdiskusi kembali mengenai masalah baru yang
diterima.
8) Siswa pada setiap kelompok mengulangi seperti pada proses 5) dan 6) sesuai dengan
perintah guru.
9) Guru memberikan perintah kepada semua kelompok terakhir yang menerima masalah
untuk mengevaluasi solusi-solusi yang diterima dari kelompok lain dan memilih solusi
yang paling tepat.
10) Guru meminta masing-masing kelompok melaporkan hasil evaluasi, dengan
menuliskan solusi-solusi yang telah dievaluasi di papan tulis.
11) Guru menambahkan poin-poin yang terlewatkan dengan memberikan penguatan
terhadap solusi-solusi yang telah dibuat siswa.
9
C. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah true experimental design. True experimental design,
yaitu jenis-jenis eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi
persyaratan. Yang dimaksud dengan persyaratan dalam eksperimen adalah adanya
kelompok lain yang tidak dikenal eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan
(Arikunto, 2010:125). Desain penelitian yang digunakan berbentuk random, pre-test, posttest group design yang dapat digambarkan sebagai berikut :
E
O1
X
O2
(Arikunto, 2010:126)
R
K
O1
O2
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri
Tugumulyo tahun pelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X.1
sebagai kelas eksperimen diberikan perlakuan menggunakan send a problem dan kelas X.2
sebagai kelas kontrol diberikan perlakuan menggunakan pembelajaran konvensional.
Teknik pengumpulan
dataO3dalam penelitianO4ini adalah teknik tes. Teknik tes
K
digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan berpikir kreatif matematika
siswa. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal dan tes akhir pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian (essay)
sebanyak lima soal dengan materi pokok Trigonometri. Sebelum instrumen tersebut
digunakan maka terlebih dahulu instrumen diuji coba. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kualitas dan mutu soal yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data. Dari hasil uji
coba instrumen lima butir soal, seluruh soal tersebut valid dan diperoleh koefisien
reliabilitas sebesar 0,76. Hal ini berarti soal tes tersebut memiliki derajat reliabilitas tinggi,
sehingga dapat dijadikan alat ukur. Serta untuk menguji hipotesis menggunakan uji−๐‘ก pada
taraf kepercayaan ๐›ผ = 0,05.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan berpikir
kreatif matematika siswa kelas eksperimen sebesar 10,55 dan kelas kontrol sebesar 9,82.
Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika siswa
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Begitupun dengan analisis uji−๐‘ก
data hasil pre-test diperoleh ๐‘กโ„Ž๐‘–๐‘ก๐‘ข๐‘›๐‘” = 0,74. Nlai ๐‘ก๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘’๐‘™ pada taraf signifikan α = 0,05 dan
dk = 74 adalah ๐‘ก๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘’๐‘™ = 1,98 hal ini berarti ๐ป๐‘œ diterima. Dengan demikian tidak terdapat
10
perbedaan yang signifikan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematika awal
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan data hasil post-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen sebesar 43,51 dan kelas kontrol sebesar
27,33. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika
siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan analisis data
hasil post-test menunjukkan nilai ๐‘กโ„Ž๐‘–๐‘ก๐‘ข๐‘›๐‘” = 12,35 ≥ ๐‘ก๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘’๐‘™ = 1,66, sehingga dapat
disimpulkan ๐ป๐‘œ ditolak dan ๐ป๐‘Ž diterima. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun
Pelajaran 2015/2016.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Tugumulyo selama tiga minggu dan
dilakukan langsung oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
pembelajaran kolaboratif send a problem dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh teknik
pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika
siswa kelas X di SMA Negeri Tugumulyo.
Berdasarkan data hasil penelitian diperoleh saat pre-test skor rata-rata kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas
kontrol, hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif
matematika kelas eksperimen sebesar 10,55 dan rata-rata kelas kontrol 9,82.
Pada saat pelaksanaan pre-test masih banyak kesalahan siswa dalam mengerjakan soal baik
di kelas eksperimen maupun kelas kontrol, ada beberapa siswa yang tidak mengetahui
tujuan dari soal yang diberikan, bahkan semua siswa hanya menjawab dengan satu cara
padahal ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengerjakan soal tersebut. Hal
tersebut dikarenakan siswa terbiasa mengerjakan soal dengan satu cara, dan siswa tidak
terbiasa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah yang membutuhkan kemampuan
berpikir kreatif matematika. Setelah dilakukan pre-test, pada kelas eksperimen diberi
perlakuan dengan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem yang dilakukan
langsung oleh peneliti, sedangkan di kelas kontrol menggunakan pembelajaran
konvensional oleh guru matematika kelas tersebut dengan materi yang sama dengan kelas
eksperimen yaitu trigonometri.
11
Pada pertemuan pertama di kelas eksperimen peneliti menggunakan teknik
pembelajaran kolaboratif send a problem dengan panduan RPP. Proses pembelajaran
tersebut menggunakan kartu soal, map, dan lembar jawaban siswa. Peneliti membagi siswa
dalam 12 kelompok, kemudian 12 kelompok tersebut dibagi kembali dalam 4 kelompok
besar, setelah itu siswa diminta untuk duduk secara berkelompok. Ketika menjelaskan
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan teknik pembelajaran send a problem, masih
banyak siswa yang bingung dan kesulitan, tetapi masalah tersebut dapat diatasi oleh
peneliti dengan memberikan penjelasan kembali serta memotivasi dan memberikan
semangat kepada siswa, karena motivasi serta semangat berpengaruh besar terhadap
pencapaian belajar siswa sehingga dapat menggerakan, mengarahkan tindakan, serta
menambah antusias siswa dalam belajar.
Peneliti membagi kartu soal, map, dan lembar jawaban siswa pada masing-masing
kelompok. Pada pertemuan ini siswa menyelesaikan tiga masalah, dimana dalam setiap
kartu soal terdapat satu masalah. Setelah diberikan masalah yang berkaitan dengan
trigonometri kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal secara berkelompok,
kemudian menuliskan jawaban hasil diskusi pada lembar jawaban siswa dan
memasukkannya ke dalam map. Siswa mengalami kesulitan ketika diminta untuk
mengirimkan kartu soal dan map kepada kelompok berikutnya, tetapi kesulitan tersebut
dapat diatasi oleh peneliti dengan memberikan arahan serta peneliti sebagai pengatur
waktu. Siswa pada setiap kelompok berdiskusi kembali mengenai masalah baru yang
diterimanya tanpa melihat jawaban kelompok sebelumnya, kemudian menuliskan kembali
jawaban hasil diskusi pada lembar jawaban siswa dan memasukkannya ke dalam map
kemudian mengirimkannya kepada kelompok berikutnya.
Semua kelompok terakhir yang menerima masalah untuk mengevaluasi solusisolusi atau jawaban yang diterima dari kelompok sebelumnya dan memilih jawaban yang
paling tepat serta dapat menambahkan solusinya sendiri. Setelah itu masing-masing
kelompok menuliskan solusi-solusi yang telah dievaluasi di papan tulis. Peneliti
memberikan tanggapan serta penguatan terhadap solusi-solusi yang telah dibuat siswa.
Pada pertemuan ini siswa diajarkan untuk mengetahui tujuan atau masalah yang terdapat
pada soal, sehingga dapat mengidentifikasi serta dapat membuat rumusan masalah model
matematika. Hal tersebut sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kreatif matemtika
yang ingin dicapai.
Pada pertemuan kedua, peneliti masih menggunakan kartu soal, map, lembar
jawaban siswa dan siswa akan menyelesaikan tiga masalah, dimana dalam setiap kartu soal
12
terdapat satu masalah. Kemudian siswa diminta untuk kembali pada kelompoknya. Setelah
diberikan masalah yang berkaitan dengan trigonometri kemudian siswa diminta untuk
mengerjakan soal secara berkelompok, kemudian menuliskan jawaban hasil diskusi pada
lembar jawaban siswa dan memasukkannya ke dalam map. Peneliti mengarahkan masingmasing kelompok untuk mengirimkan kartu soal dan map kepada kelompok berikutnya.
Siswa mengalami kesulitan pada saat menjawab masalah baru yang diterimanya
serta memberikan jawaban atau solusi yang berbeda dari jawaban kelompok sebelumnya,
tetapi kesulitan tersebut dapat diatasi peneliti dengan memberikan arahan kepada
kelompok tersebut. Setiap kelompok menuliskan kembali jawaban hasil diskusi pada
lembar jawaban siswa dan memasukkannya ke dalam map setelah itu mengirimkannya
kepada kelompok berikutnya. Semua kelompok terakhir yang menerima masalah
mengevaluasi solusi-solusi atau jawaban yang diterima dari kelompok sebelumnya serta
dapat menambahkan solusi yang mereka inginkan.
Setelah itu masing-masing kelompok menuliskan solusi-solusi yang telah dievaluasi
di papan tulis. Peneliti memberikan tanggapan serta penguatan terhadap solusi-solusi yang
telah dibuat siswa. Pada pertemuan ini siswa diajarkan untuk mengetahui tujuan atau
masalah yang terdapat pada soal, serta dapat meyelesaikan soal dan menafsirkan hasil
peyelesaian masalah dengan tepat dengan berbagai macam solusi.
Pertemuan ketiga, siswa sudah terbiasa belajar dengan menggunakan teknik
pembelajaran kolaboratif send a problem yang menggunakan kartu soal, map, lembar
jawaban siswa dan siswa sudah terlatih menyelesaikan tiga masalah dimana dalam setiap
kartu soal terdapat satu masalah dan saling bekerjasama dengan kelompoknya masingmasing, kemampuan berpikir kreatif matematika siswa meningkat, hal tersebut terlihat dari
cepatnya siswa menyelesaikan soal dengan solusi yang tepat walaupun masih terdapat
kekeliruan perhitungan pada saat mengerjakan perbandingan trigonometri. Pada pertemuan
ini dapat disimpulkan bahwa siswa sudah bisa menyelesaikan tiga masalah yang diberikan
dengan mengenal tujuan masalah serta dapat mengidentifikasi, membuat rumusan model
matematika, menyelesaikan soal, dan menafsirkan hasil penyelesaikan masalah.
Teknik pembelajaran kolaboratif send a problem melibatkan dua tahap kegiatan
yaitu menyelesaikan masalah dan evaluasi solusi. Tujuan dari kedua tahap kegiatan
tersebut yaitu dapat memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dan mempelajari
keterampilan berpikir yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah yang efektif serta
membantu siswa belajar membandingkan dan membedakan berbagai macam solusi
(Barkley, Cross, dan Major., 2012:267). Hal ini sejalan dengan pendapat Putra, Irwan, dan
13
Vionanda (2012:23) bahwa kemampuan berpikir kreatif sebagai suatu proses berpikir yang
menghasilkan bermacam-macam kemungkinan ide dan cara secara luas dan beragam.
Kemampuan berpikir kreatif juga sangat diperlukan bagi siswa karena akan memudahkan
dalam menemukan gagasan baru yang sesuai berdasarkan konsep-konsep dan prinsipprinsip yang rasional terutama pelajaran matematika sehingga pelajaran matematika tidak
lagi menjadi pelajaran yang dianggap sulit atau ditakuti tetapi menjadi pelajaran yang
menyenangkan (Haerudin, 2013:144).
Sedangkan pada kelas kontrol, setelah peneliti melakukan pre-test selanjutnya
proses pembelajaran dilaksanakan oleh guru kelas itu sendiri seperti biasanya. Proses
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode konvensional dan materi yang sama
dengan materi yang diajarkan pada kelas eksperimen yaitu Trigonometri. Pada proses
pembelajaran guru tersebut juga membahas masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
memberikan contoh soal tentang identitas trigonometri dengan menggunakan tiga cara.
Setelah peneliti menyelesaikan pelaksanaan pembelajaran yaitu sebanyak tiga
pertemuan, maka pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan post-test. Post-test tersebut
diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Post-test
tersebut sebagai tolak ukur untuk mengetahui pengaruh teknik pembelajaran kolaboratif
send a problem terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.
Setelah dilaksanakannya post-test peneliti memeriksa hasilnya dan melakukan
perhitungan, dari data tersebut peneliti menemukan bahwa jawaban siswa di kelas
eksperimen terlihat lebih baik dengan penyelesaian yang jelas dan sesuai dengan proses
kemampuan berpikir kreatif matematika, walupun masih ada beberapa siswa yang
melakukan kesalahan dalam perhitungannya, tetapi secara umum siswa kelas eksperimen
sudah bisa memahami tujuan dari soal dan proses pengerjaannya dengan dua cara.
Sehingga rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen pun
meningkat.
Pada jawaban post-test kelas kontrol, peneliti masih menemukan banyak siswa
yang belum bisa menyelesaikan masalah dan juga belum bisa sepenuhnya mengetahui
maksud dan tujuan dari soal yang diberikan serta menyelesaikannya hanya dengan satu
cara dan ada beberapa siswa yang mengulangi kesalahan yang sama seperti pada saat
mengerjakan pre-test. Selain itu ada sebagian siswa telah menjawab dengan baik walaupun
belum sepenuhnya memahami maksud dari soal tersebut, serta ada beberapa siswa yang
menyelesaikannya dengan dua cara walaupun hanya pada soal tertentu saja. Jika
14
disimpulkan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas kontrol
mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut tidak maksimal. Hal tersebut
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Peningkatan aspek kemampuan berpikir kreatif matematika siswa
Hasil (%)
Aspek
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Kepekaan (sensitivity)
58,05
36,31
Elaborasi (elaboration)
51,00
24,55
Kelancaran (fluency)
67,01
36,46
Keluwesan (flexibility)
Keaslian (originality)
54,55
21,15
31,60
1,92
Berdasarkan tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir
kreatif siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Pada tahap kelancaran
(fluency) siswa mencapai nilai terbaik karena tahap ini merupakan tahap awal siswa
memunculkan berbagai ide yang mereka pikirkan, serta pada tahap ini jumlah jawaban
yang dihasilkan siswa belum termasuk dalam penilaian sehingga nilai yang diperoleh
tinggi. Sedangkan pada tahap keaslian (originality) diperoleh hasil terendah dari semua
penilaian. Hal tersebut disebabkan karena untuk memperoleh ide yang asli sangatlah sulit.
Siswa cenderung menjawab berdasarkan sumber yang telah mereka cari sebelumnya atau
yang telah dipelajari sebelumnya.
Teknik pembelajaran kolaboratif send a problem dapat menjadi salah satu teknik
pembelajaran yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang efektif dengan berbagai
macam solusi serta dalam menyelesaikan masalah yang membutuhkan kemampuan
berpikir kreatif matematika khususnya masalah yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga siswa dapat menggunakan kemampuan berpikir kreatif matematika.
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui peningkatan skor rata-rata kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen sebesar 32,96 sedangkan pada kelas
kontrol hanya mengalami peningkatan skor rata-rata kemampuan berpkir kreatif
matematika siswa sebesar 17,51 saja. Hal tersebut berarti peningkatan skor rata-rata
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh kesimpulan
pada uji-t yaitu Ho ditolak dan Ha diterima, karena thitung > ttabel (12,35 > 1,66) sehingga
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti. Jadi kesimpulan pada penelitian ini
adalah “terdapat pengaruh teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap
15
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo Tahun
Pelajaran 2015/2016”.
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X SMA Negeri Tugumulyo tahun
pelajaran 2015/2016. Rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diberi
perlakuan di kelas eksperimen sebesar 43,51 dan kelas kontrol sebesar 27,33.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan agar kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa meningkat, dapat dilaksanakan dengan teknik pembelajaran kolaboratif
send a problem. Hal ini dikarenakan teknik pembelajaran kolaboratif send a problem
memberikan kesempatankepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara luas
sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Anggitasari, V., Isnaeni, W., dan Susilowati, S.M.E. 2012. Pengaruh Penerapan Strategi
Divergent Thinking terhadap Kreativitas Siswa. Unnes Journal of Biology
Education, 1 (2) ISSN 2252-6579.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Barkley, E.E., Cross, K.P., dan Major, C.H. 2012. Collaborative Learning Techniques.
Bandung: Nusa Media.
Djamarah, S.B. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Haerudin. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SD
melalui Pendekatan Savi. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1 ISSN 977-2338831.
Huda, M. 2013. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Johnson, R.T., Johnson D.W., dan Holubec, E.J. 2012. Colaborative Learning. Bandung:
Nusa Media.
Millis, B. J. (Ed). 2010. Cooperative Learning in Higher Education: Across the
Disciplines, Across the Academy. Sterling, VA: Stylus Publishing.
Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rinaka Cipta.
Noer, S.H. 2011. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dan Pembelajaran Matematika
Berbasis Masalah Open-Ended. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5 No. 1,
Januari 2011.
16
Purwati. 2015. Efektifitas Pendekatan Creative Problem Solving terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMA. Jurnal Ilmiah Edukasi
Matematika, Vol. 1 No. 1 April 2015, ISSN: 977-2442-8780-11.
Putra, T.T., Irwan, dan Vionanda, D. 2012. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika,
Vol. 1 No. 1, Part 3: Hal. 22-26.
Saefudin, A.A. 2012. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam
Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI). Al-Bidayah Vol. 4 No. 1, Juni 2012.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Spirit.
2014. Cooperative Learning Example Send a Problem. [online]
http://www.spiritsd.ca/curr_content/bestpractice/coop/examples3.html. [10 Oktober
2015].
Sudarma, M. 2013. Mengambangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Sundayana, H.R. 2013. Media Pembelajaran Matematika. Bandung: Alfabeta.
Suriany, E. 2013. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis
Siswa SMA melalui Pembelajaran Math Talk Learning Community. Universitas
Pendidikan Indonesia: repository.upi.edu
Tirtarahardja, U., dan Sulo L.S.L. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Uno, H.B, dan Mohamad, N. 2012. Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif
Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta: Bumi Aksara.
Download