peran endorser selebriti dalam meningkatkan minat beli konsumen

advertisement
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
PERAN ENDORSER SELEBRITI DALAM
MENINGKATKAN MINAT BELI KONSUMEN
Ken Sudarti
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung Semarang
[email protected]
Abstrak
Artikel ini menjelaskan tentang peran dari endorser selebriti dalam
meningkatkan minat beli konsumen. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
terbukti bahwa selebriti lebih efektif dibandingkan dengn beberapa
endorser lainnya seperti profesional atau manajer perusahaan. Selebriti yang
memiliki kesamaan personaliti dengan merek dan personaliti konsumen,
memiliki kredibilitas yang tinggi dan memiliki power, dapat meningkatkan
minat beli konsumen, meningkatkan rating dan meningkatkan laba.
Penggunan selebriti akan lebih efektif dalam jangka pendek apabila tujuan
iklan adalah menciptakan brand awareness produk-produk baru.
Kata kunci: iklan, selebriti, minat beli konsumen
A. PENDAHULUAN
Iklan adalah semua bentuk penyajian komunikasi non personal tentang ideide, barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen dengan maksud untuk
mempengaruhi konsumen agar mau membeli produk yang ditawarkan
(Dun&Barban et al., 1982) dalam Thamrin (2003). Melalui iklan, produsen
menyatakan keberadaan merek dan membujuk konsumen untuk membelinya.
Iklan merupakan metode komunikasi yang efektif untuk mencapai audience yang
luas (Rex, 1997). Iklan juga dipandang sebagai cara perusahaan untuk
membedakannya dengan pesaingnya (Kaira dan Goodstein, 1998). Periklanan
akan mempertinggi keakraban dengan merek, yang mana pada akhirnya
berdampak pada perilaku masa datang ketika konsumen membutuhkan produk
tersebut. Periklanan juga akan meningkatkan pengulangan dan mencegah agar
konsumen tidak lupa terhadap nama merek, yang mana akan meningkatkan
kemungkinan konsumen akan menggunakan produk tersebut jika mereka
membutuhkannya dimasa datang (Tellis, Chandy&Thaivandich, 2000). Iklan
1
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
terbukti dapat menciptakan consumer awareness terhadap sebuah produk dan
menyebabkan produk yang sebelumnya kurang disukai menjadi produk yang
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan pembelian (Terhune dan Steinberg,
2003). Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Ehrenberg (1974) dalam Thamrin
(2003) yang menyatakan bahwa periklanan dapat meningkatkan kesadaran merek,
mendorong percobaan terhadap merek dan menekankan pembelian yang berulang.
D’Souza dan Rao (1995) mengatakan bahwa iklan memliliki efek positif yang
kuat terhadap preferensi ketika pengalaman konsumen akan produk sarat akan
ketidakjelasan. Pengiklan berinteraksi dengan pengalaman masa lalu dalam
menggunakan suatu merek untuk mendorong kecenderungan melakukan
pembelian berulang (Deighton et al., 1994) dalam Thamrin (2003).
Ada beberapa kriteria dalam membuat suatu iklan yang berhasil. Pertama,
iklan harus komunikatif. Pesan yang disampaikan oleh iklan harus mengenai
sasaran yang dituju. Philip Kotler (2000) dalam Simamora (2003) mensyaratkan
empat komponen yang harus ada dalam membuat iklan yang dikenal dengan
singkatan AIDA , yaitu iklan iklan harus mampu mendapat perhatian (Attention),
menarik (Interest), membangkitkan keinginan (Desire) dan menghasilkan
tindakan (Action). Untuk mengetahui hal ini biasanya dilakukan survei untuk
melihat respon konsumen. Kedua, iklan hendaknya menghibur. Hal ini
berhubungan dengan daya tarik iklan sehingga konsumen mau melihat, sehingga
akhirnya pesan dapat tersampaikan. Dalam hal menciptakan daya tarik iklan ini,
pemasaran dapat menggunakan selebriti yang sedang naik daun, membuat iklan
humor atau membuat iklan novelty. Dengan ketertarikan konsumen ini akan
menghindari zapping (pemindahan cannel) ketika iklan itu ditayangkan. Ketiga,
ada relevansinya dengan merek. Keempat, memiliki respek. Tayangaan iklan
yang sedang ditayangkan hendaknya menimbulkan simpati konsumen yang
sedang
melihatnya.
Ada
beberapa
iklan
yang
diulang-ulang
sehingga
membosankan dan malah membuat benci audience yang melihatnya. Selain itu
iklan yang tidak mendidik, memperlihatkan ekploitasi anak dan tidak pro
lingkungan juga tidak menimbulkan simpati.
2
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Iklan sebagai bentuk komunikasi antara produsen dan calon pelanggan
atau pelanggan bertujuan untuk mengubah perilaku pelanggan melalui:
ketertarikan, kesadaran, pemahaman, penerimaan, keyakinan, motivasi dan
pembelian produk (Ali Hasan, 2008). Respon terhadap iklan yang diinginkan
menyangkut sikap positif (positive attitude) terhadap produk, jasa maupun ide
yang ditawarkan. Oleh karena itu, iklan sebagai proses komunikasi pemasaran
harus memiliki kekuatan persuasif.
Simamora (2001) menyatakan bahwa ada tiga sasaran utama iklan, yaitu
memberitahukan (to inform), membujuk (to persuade) dan mengingat (to remind).
Menurut Joshi (2003), tujuan utama perusahaan pada saat mengiklankan
produknya adalah untuk membuat produk tersebut dikenal dan untuk menciptakan
kesadasaran yang bersifat instan. Namun menurut Stanton (1997) dalam
Simamora (2003) apapun tujuannya,iklan harus memenuhi dua hal, yaitu
mendapatkan perhatian (attention) dan mempengaruhi (influence). Untuk
mencapai dua hal tersebut, dampak iklan tidak hanya tergantung pada ‘apa’ yang
disampaikan, akan tetapi juga tergantung pada ‘bagaimana’ pesan itu disampaikan
(Kotler, 2000). Untuk itulah perlu adanya kereatifitas dalam periklanan yang salah
satunya dengan menggunakan selebriti.
Di Amerika, 25 persen iklan yang dilakukan perusahaan menggunakan
selebriti (Shimp, 2000). Menurut survey Frontier, sepertiga iklan di Indonesia
menggunakan selebriti. Frans M. Royan (2004) mengatakan bahwa pesan yang
disampaikan oleh sumber yang menarik (selebriti) akan mendapatkan perhatian
yang lebih besar dan mudah diingat dibandingkan dengan endorser lain seperti
para ahli atau profesional dan manajer perusahaan (Friedmen dan Friedmen, 1979
dalam Diana dan Lukas, 2007). Selebriti juga dapat meningkatkan rating iklan dan
mempunyai pengaruh positif dalam perolehan laba (Erdogan, 2001 dalam Byrne
dan Whitehead, 2003). Hal ini disebabkan karena selebriti dipandang sebagai
sosok yang dapat dipercaya, disukai dan mampu membujuk (Freiden, 1984 dalam
Silvera dan Austad, 2004). Selanjutnya Ohanian (1991) mengatakan bahwa
dengan terciptanya kesadaran konsumen yang tinggi akibat penggunaan selebriti,
akan dapat meningkatkan minat beli konsumen. Hal inilah yang menyebabkan
3
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
banyak perusahaan lebih senang menggunakan selebriti dalam iklan mereka,
meskipun penggunaan selebriti itu sendiri mempunyai beberapa kelemahan.
B. MENGAPA HARUS MENGGUNAKAN SELEBRITI?
Selebriti adalah orang yang terkenal di masyarakat. Selebriti dapat
berprofesi sebagai bintang film, sinetron, olahragawan, pebisnis, penyanyi,
politikus dan orang-orang terkenal lainnya (O’Mahony and Meenaghan, 1998).
Endorser selebriti telah menjadi salah satu strategi komunikasi yang mencoba
membangun kesamaan antara merek dengan konsumen. Alasan pemakaian
selebriti sebagai bintang iklan karena dipercaya dapat meningkatkan attention saat
stimulus diekspose dan proses recall saat konsumen mengasosiasikan dengan
jaringan semantik dalam memori (Ohainan, 1991).
Fakta empiris menunjukkan bahwa penggunaan selebriti dalam iklan
merupakan
metode
yang
efektif
untuk
komunikasi
yang
persuasif
(Hsu&McDonald, 2002). Selebriti lebih disukai daripada orang biasa dalam
menyampaikan pesan iklan (Kamins, 1989). Mereka mempunyai citra spesifik
yang dapat membedakannya dari orang biasa. Hal ini menyebabkan banyak orang
memberi respek dan seringkali mengadopsi penampilan dan gaya hidup selebriti
yang dikaguminya. Oleh karena itu, iklan yang menggunakan selebriti sebagai
pembawa pesan mudah diterima oleh para penggemar dan pengagum sang
selebriti. Manajer berkeyakinan bahwa pesan iklan yang disampaikan oleh
selebriti sebagai orang yang dikenal dalam masyarakat menghasilkan perhatian
yang tinggi (Ohainan, 1991). Tom, Clark, Elmer, Grech, Masetti Jr. dan Sandhar
(1992) menambahkan bahwa selebriti dapat membuat pesan yang disampaikan
mudah diingat oleh audience-nya. Endorser selebriti juga dapat menghasilkan
respon positif dan dapat meningkatkan minat pembelian dibandingkan dengan
selain endorser selebriti (Atkin dan Block, 1983; Petty dan Cacciopo, 1983 dalam
Byrne, Whitehead dan Breen, 2003).
Penggunaan selebriti dalam iklan juga dapat meningkatkan value merek
produk yang diiklanlam (Frans M. Royan, 2004). Pada produk jamu misalnya,
4
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
yang sebelumnya hanya kalangan bawah saja yang mengkonsumsinya, sekarang
telah dikonsumsi oleh kalangan atas akibat dari penggunaan selebriti ini.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM
MEMILIH SELEBRITI
1.
Kesesuaian Personaliti Endorser Selebriti dengan Brand Personality dan
Consumer Personality.
Walker
dan
Lang-Meyer
(1992)
menyatakan
bahwa
kesuksesan
penggunaan selebriti sangat tergantung pada kesesuaian antara personaliti sang
selebriti dengan produk yang diiklankan. Kamins (1990) juga menyatakan bahwa
sebuah iklan akan lebih efektif apabila pembawa pesan dan produk yang
diiklankan memiliki kesamaan atribut. Misra (1990) menyatakan bahwa pengiklan
harus mencocokkan antara produk, karakteristik target market dan personaliti dari
selebriti dalam hal menentukan pesan yang efektif. Ukuran kecocokan antara
endorser selebriti dan merek tergantung pada tingkat kesesuaian yang
dipersepsikan antara produk dan citra selebriti tersebut. Jika tidak ada kesesuaian,
maka audiences hanya mengingat selebritinya, dan bukan produknya. Sebagai
contoh, obat sakit kepala merek Bodrex yang dipersepsikan sebagai obat yang
keras ampuh dan cepat menyembuhkan menggunakan Dede Yusuf sebagai
endorsernya. Dipilihnya Dede Yusuf ini karena dia diposisikan sebagai artis yang
mempunyai karakter kuat dan keras yang ditunjukkan dengan kepiawaiannya
dalam olah raga bela diri. Ia menumbangkan lawannya dengan sekali tendangan
yang merupakan analog dari tendangan “ampuh” melawan sakit kepala.
Penggunaan selebriti sebagai alat promosi diakui akan efektif bila
kepribadian sang bintang identik dengan produk personaliti. Identitas produk akan
cepat terbentuk jika personaliti sang artis mendukung. Sebaliknya, jika personaliti
selebrtiti sangat bertentangan dengan personaliti produk maka persepsi yang
dimunculkan pada iklan akan bertentangan, bahkan melemahkan merek produk
dan membingungkan target market. Namun demikian, terlepas dari beberapa
permasalahan tersebut, penggunaan selebriti sebagai pembawa pesan produk atau
5
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
merek dapat memegang pesan penting dalam membangun ekuitas merek dan
memperkuat posisi saing merek (Till, 1998).
2. Kredibilitas
Perusahaan
menggunakan
selebriti
sebagai
endorser
dikarenakan
kredibilitas dan daya pikatnya (Goldsmith et al., 2000; dan Kamins, 1990).
Kredibilitas endorser mempunyai pengaruh yang paling kuat pada audience
(Goldsmith, 2000). Secara umum kredibilitas endorser dapat diartikan sebagai
suatu karakteristik positif komunikator yang berpengaruh terhadap penerimaan
suatu pesan oleh receiver (Stafford et al., 2002). Kredibilitas selebriti merupakan
faktor penting untuk efektivitas penyampaian pesan. Penelitian mengenai
kredibilitas bintang iklan menunjukkan bahwa dalam banyak situasi kredibilitas
pembawa pesan yang tinggi lebih efektif daripada yang kurang kredibel.
Contohnya iklan jamu Sido Muncul. Setelah menggunakan endorser Rhenald
Kasali dan beberapa selebriti yang memiliki kredibilitas tinggi, sekarang value
dari jamu terangkat naik. Oleh sebab itu perusahaan harus berhati-hati dalam
memilih endorser selebritinya, sebab bisa jadi pemilihan bintang iklan yang salah
justru dapat menurunkan value produk yang bersangkutan, misalnya penggunaan
Charlie Chaplin dapat menurunkan merek IBM. Brand personality yang ingin
dibangun adalah ‘user friendly’ yang jelas kurang pas dengan Charlie Chaplin.
Frans M. Royan (2004) mengatakan bahwa untuk produk-produk yang low
involvement, penggunaan bintang iklan yang setara dengan konsumen tidak
menjadi masalah, namun untuk produk-produk yang high-involvement, tentunya
harus menggunakan bintang iklan yang memiliki kemampuan yang dapat
dipercaya audience-nya.
Kredibilitas bintang iklan yang tinggi juga telah ditemukan menyebabkan
perubahan sikap yang lebih positif dibandingkan dengan yang kurang kredibel
(Lafferty dan Goldsmith, 1999). kredibilitas bintang iklan menjadi variabel yang
mendahului (antecedence) dalam sikap terhadap iklan dan sikap terhadap merek
(Goldberg and Hartwick, 1990). Goldsmith et al. (2000) menyatakan bahwa
kredibilitas bintang iklan berpengaruh secara positif terhadap sikap terhadap iklan.
6
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Ohanian (1990) mengidentifikasi tiga dimensi
yang membentuk
kredibilitas selebriti, yaitu: attractiveness (daya pikat), trustwortihiness (tingkat
kepercayaan), expertise (keahlian). Selanjunya Ohanian menjelaskan bahwa
ketiga dimensi tersebut, baik secara mandiri maupun bersama-sama mempunyai
kontribusi dalam mempengaruhi sikap audience terhadap iklan dan niat beli.
a. Daya Tarik
Solomon, Ashmore dan Longo (1992) mengatakan bahwa spokeperson
yang attractive lebih efektif dibandingkan dengan yang tidak attractive dalam
iklan dan promosi. Ohanian (1991) menyatakan bahwa attractiveness menjadi
suatu dimensi penting dari kredibilitas sumber. Daya pikat fisik akan cenderung
memberikan dampak persuasi bagi orang yang melihatnya (Stafford et al., 2002).
Studi empiris menunjukkan bahwa selebriti lebih mempunyai daya pikat
dibandingkan dengan non-selebriti (Rex, 1997). Endorser yang mempunyai daya
pikat lebih mampu mendorong niat beli audience-nya dibandingkan dengan yang
tidak mempunyai daya pikat (Rex, 1997). Daya pikat fisik (cantik atau tampan)
selebriti dapat mempengaruhi opini audience dalam mengevaluasi produk
(Goldsmith et al., 2000). Kamins (1990) menyatakan bahwa daya pikat fisik
selebriti dapat meningkatkan citra produk selama karakteristik produk tersebut
sesuai dengan citra selebriti. Dia juga menemukan bahwa daya pikat fisik selebriti
berpengaruh positif terhadap kredibilitas sang selebriti sebagai pembawa pesan
dan sikap terhadap iklan.
Frans M. Royan (2004) menyatakan bahwa dua komponen yang harus ada
dalam hubungannya dengan daya tarik selebriti adalah likeability (tingkat
kesukaan audience) dan similarity (tingkat kesamaan personaliti yang diinginkan
pengguna produk), dimana keduanya tidak dapat dipisahkan dan harus saling
berdampingan. Jadi disukai saja,misalnya, tidak akan dapat mendorong minat beli.
Oleh karena itu, agar endorser selebriti memiliki kesamaan dengan personaliti
yang diinginkan oleh target market, setidaknya selebriti harus mencerminkan
brand personality. Untuk mendapatkan selebriti yang seperti ini, perusahaan harus
mengadakan survei positioning terhadap selebriti dengan metode perceptual map.
7
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Dengan metode ini, dapat diketahui bagaimana positioning tiap selebriti.
Misalnya, Maudy Kusnaedy mendapat image sebagai wanita yang cerdas dan
berpengetahuan, Agnes Monica mendapat image sebagai anak muda yang enerjik
dan kreatif, Julia Perez mendapat image sebagai wanita seksi, Sule mendapat
image bintang yang lucu dan lain sebagainya. Namun demikian mengingat begitu
rentannya image selebriti, maka perlu kehati-hatian dalam pemilihan selebriti. Hal
ini dapat sedikit diatasi dengan pembuatan perjanjian antara perusahaan dengan
selebriti, misalnya tidak boleh ini dan itu selama menjadi endorser produknya.
Sanksi akan didapat salah satu pihak bila melanggar perjanjian yang ada.
b. Dapat Dipercaya
Trustworthiness mengacu pada kepercayaan konsumen kepada sumber
untuk memberikan informasi dengan cara yang objektif dan jujur (Ohanian,
1990). Trustworthiness atau sifat dapat dipercaya merupakan karakteristik kunci
bagi efektivitas pembawa pesan. Banyak dari kita akan lebih percaya pada teman
dibandingkan pada tenaga penjualan, yang meskipun memiliki pengetahuan yang
tinggi tentang produk, tetapi kita ragu membeli karena belum ada kepercayaan
terhadapnya. Konsumen dalam hal ini melihat kemungkinan terjadi konflik
kepentingan pada diri penjual sehingga apapun pendapatnya selalu memihak pada
produk. Oleh karena itu Ohanian (1990) menganjurkan agar perusahaan tidak
memilih selebriti dalam iklan yang memiliki expertise dan trustworthiness secara
bersamaan. Kalau expertise mengacu pada tingkat pengetahuan tentang obyek,
maka trustworthiness mengacu pada kejujuran dan sifat dapat dipercaya
(Goldsmith et al., 2000; Stafford et al., 2002; O’Mahony dan Meenaghan, 1998).
Lebih lanjut Ohanian (1990) menambahkan bahwa sebuah iklan dapat mengubah
sikap audience jika mereka menganggap bahwa pembawa pesan dapat dipercaya.
c.
Keahlian
Expertise (keahlian) didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana
komunikator dipersepsikan sebagai sumber dengan pernyataan yang valid dan
dipercaya memberikan opini yang obyektif tentang subyek (Ohanian, 1991).
8
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Pengetahuan komunikator sangat mendukung atas pernyataan yang disampaikan
dalam iklan (Avery, 1998). Sebagai contoh, atlit, dokter dan pengacara adalah
endorsers yang tepat untuk produk yang berhubungan dengan bidang profesi
mereka (O’Mahony dan Meenaghen, 1998).
Studi empiris menggarisbawahi tentang pentingnya aspek expertise bagi
pembawa pesan (Ohanian, 1991 dan Rex, 1997). Menon, Boone dan Rogers
(2001) dan Ohanian (1991) bahkan menemukan dari ketiga sumber kredibilitas
selebritis hanya expertise yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap minat
beli. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan expertise dari selebritis dapat
menstimuli perubahan sikap konsumen.
Konsumen mempersepsikan produk atau merek yang diiklankan oleh
selebriti yang mempunyai citra expertise dan trustworthiness sebagai produk atau
merek yang kredibel (Johnson, 2001). Hal ini memberikan kepada konsumen
sebuah referensi dalam membandingkan atribut produk dan memudahkan mereka
dalam memilih produk yang akan dibelinya (Ohanian, 1991).
3. Power
Selebriti yang digunakan dalam model iklan harus memiliki kekuatan
“memerintah” target market untuk membeli. Oleh karena itu, “power” hanya akan
efektif jika tujuan komunikainya adalah minat pembelian. Sayangnya memilih
selebriti yang memiliki kemampuan untuk membujuk sangat sulit, sebab selebriti
selain terkenal dan menarik harus masuk dalam level pemujaan oleh audience.
Pada tingkat pemujaan yang tinggi ini dengan sendirinya akan mendorong target
audience untuk membeli.
SIMPULAN
Tiga sasaran utama iklan, yaitu memberitahukan (to inform), membujuk
(to persuade) dan mengingat (to remind). Untuk mencapai ketiga sasaran tersebut
diperlukan seorang selebriti. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penggunaan
selebriti dalam iklan dapat meningkatkan sikap terhadap produk minat beli
konsumen. Untuk dapat meningkatkan sikap terhadap produk dan minat beli
konsumen, beberapa syarat harus dipenuhi oleh seorang selebriti sebagai endorser,
9
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
yaitu
kredibilitas (yang terdiri dari aspek daya tarik, dapat dipercaya dan
keahlian) , power (berhubungan dengan kekuatan untuk meningkatkan minat beli
konsumen) dan kesamaan personalitinya dengan produk yang diiklankan.
Banyak keuntungan yang didapat perusahaan dengan menggunakan
selebriti. Yang paling menonjol adalah terciptanya brand awareness. Itulah
sebabnya produk baru umumnya lebih cepat mendapat keuntungan dengan
menggunakan selebriti dibandingkan dengan produk yang sudah mapan. Tujuan
terbentuknya brand awareness ini digolongkan tujuan jangka pendek dan
kesesuaian antara kepribadian selebriti dan brand personality berorientasi jangka
panjang.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa penggunaan selebriti merupakan suatu
pilihan dan bukan suatu keharusan, karena bukti di lapangan menunjukkan banyak
iklan yang tidak menggunakan selebriti juga berhasil meingkatkan minat beli
konsumen. Kecerdasan dalam eksekusi di lapanganlah yang menjadi faktor kunci
keberhasilan sebuah iklan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasan (2008), Marketing, Penerbit MedPres, Yogyakarta
Avery, Rosemary (1998), ”Persuasive Communication”, http://www.tristate.edu/
faculty/ herbing/imc06.htm
Byrne, Angela and Whitehead, Maureen (2003), “The Naked of Celebrity
Endorsement”, British Fixed Journal,106,4/5, 288-196
Deighton, Jhon, Caroline M.Henderson and Scott A Neslin (1994). “The Effect of
Advertising on Brand Switching and Repeat Purchasing”, Journal of Marketing
Research, Vol. 31.
Diana Seno and Bryan A.Lukas (2007), The Equity Effect of Product
Endorsement by Celebrity”, European Journal of Marketing, 41, ½, 121-134
Frans M. Royan (2004). “Marketing Celebrities”, Penerbit: Elex Media
Komputindo, Jakarta
10
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Goldsmith, Ronald E., Lafferty, Barbara A., and Newell, Stephen J. (2002),”The
Impact of Corporate Credibility and Celebrity Credibility on Consumer Reaction
to Advertisement and Brands, Journal of Advertising, 29, 3, 43-54
Goldberg, Marvin E., and hartwick, John (1990). “The Effects of Advertiser
Reputation and Extremity of Advertising Claim on Advertising Efectiveness”.
Journal of Consumer Behaviour, 17, 9, 172-179
Ganesan, Shanker. (1994),”Determinants of Long-Term Orientation in BuyerSeller Relationship”, Journal of Marketing, 58, April, 11-27
Johnston,
Russ
(2001),”Credibility
and
Celebrity
Endorsement.
http://www.ciadvertising.org/student_account/fall_01/adv382j/russj/celebrity.html
.
Joshi, Sangita (2003), “Face value: A Celebrity is Used to Impart Credibility and
Aspirational Values to a Brand but the Celebrity Needs to Match the Product”.
Business Line.Chenai, April 24
Kamins, Michael A. (1989),”Celebrity and Non-Celebrity Advertising in a TwoSided Context”, Journal of Advertising Research, June/July, 34042.
Kaira, Ajay, and Goodstein, Ronald, C. (1998), Physical Attractiveness of the
Celebrity Endorser: A Social Adaptation Perspective, Journal of Consumer
Research, 11, 954-961
Lafferty, Barbara A. and Goldsmith, Ronald E. (1999),”Corporate Credibility’s
Role in Consumers Attitudea and Purchase Intentions When a High Versus a Low
Credibility Endorser Is Used in the Ad”, Journal of Business Research, 44, 109116.
Ohanian, Roobina (1990),”Construction and Validation of a Scale to Measure
Celebrity Endorsers’ Perceived Expertise, Trustwhortiness, and Attractiveness”,
Journal of Advertising, 19, 1, 39-52
O’Mahony, Sheila and Meenaghan, Tony (1998), ”The Impact of Celebrity
Endorsement on Consumers”, Irish Marketing Review, 10, 12, 15-24.
Rex, Megan (1997),”Source Expertise and Attractiveness of Celebrity
Endorsement: A Literature Review”, Cyber Journal of Sport Marketing, ISSN,
1327-6816.
Solomon, Michael R., Ashmore, Richard D., and Longo, Laura C (1992),”The
Beauty Match-up Hypotesis: Beauty and Product Images in Advertising”, Journal
of Advertising, 21, 4, 23-34.
11
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Stafford, Marla R., Stafford, Thomas F., and Day, Ellen (2002),”A Contingency
Approach: The Effects of Spokesperson Type and Service Type on Service
Advertising Perceptions”, Journal of Advertising, 31, 2, 17-34
Simamora, Bilson (2003), “Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan
Profitabel”, Penerbit Gramedia, Jakarta.
Till, Brian D. (1998),”Using Celebrity Endorsers Effectively: Lessons from
Associative Learning”, Journal of Product and Brand Management, 7, 5, 400
Tellis, Gerard, J., rajesh K. Chandy and pattana Thaivanich (2000),”Which Ad
Work,When,Where, and How Often? Modeling The Effect of Direct Television
Advertising”, Journal of Marketing Research, 37, Feb., 32-46
Thamrin, Sylvia Denada (2003),”Studi Mengenai Proses Adopsi Konsumen Paska
Masa Tayang Iklan Produk “Xonce” di Surabaya”, Jurnal Sains Pemasaran
Indonesia, 2, 141-154
Terhune, Chad, and Steinberg, Brian (2003), Coca Cola Signs NBA Wunderkind:
LeBron James’s Deal to Sell Sprite Comes as Woes Beset Current Pitchman
Bryant, Wall Street Journal, Earstern ed, August 22.
Tom, G., R., Elmer, L., Grech, E. Masseti Jr., and Sandhar, H. (1992), The Used
of Created Versus Celebrity Spokespersons in Advertisement. The Journal of
Consumer Marketing, 19, 4, 45-51
Walker, Mary,Langmeyer, Lynn, and Langmeyer, Daniel (1992),”Celebrity
Endorsers: Do You Get What you Pay For?. The Journal of Consumer Marketing,
9, 2, 69-76
12
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
13
Download