1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pria

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Pria-Pria Metroseksual
Era globalisasi dan perdagangan bebas dunia telah merubah banyak
aspek dalam kehidupan manusia. Berbagai perkembangan pesat terjadi pada
bidang teknologi, hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, hingga kesehatan dan
kesenian. Perkembangan ini tidak hanya menciptakan mutu kehidupan yang lebih
baik, namun juga secara langsung telah memunculkan tatanan sosial
kemasyarakatan yang baru. Nilai-nilai kehidupan dengan sendirinya akan
beradaptasi dengan perubahan-perubahan zaman. Tanpa pernah kita sadari
sepenuhnya, era globalisasi dan perdagangan bebas dunia telah berhasil
menciptakan gaya hidup dan tuntutan sosial yang jauh berbeda dengan masa-masa
sebelumnya.
Saat ini kesuksesan seseorang tidak hanya ditunjukkan lewat pencapaian
materi namun juga melalui tampilan fisik yang menarik. Oleh karena itu tidak
mengherankan apabila baik pria maupun wanita masa kini beranggapan bahwa
tuntutan berpenampilan prima menjadi hal yang tidak terelakkan. Hal ini
merupakan salah satu diantara banyak hal yang menandai terjadinya perubahan
gaya hidup dan cara pandang manusia masa kini. Penampilan yang menarik
menjadi salah satu penentu dalam kesuksesan dan keberuntungan dalam hidup
1
2
seseorang (Patzer, 2006; Dimitrius dan Mazzarella, 2001; Jeffes, 1998; Hatfied
dan Sprecher, 1986 dalam Tan, 2008).
Nampak anggun, sehat dan menarik menjadi keinginan banyak orang
saat ini. Kaum pria secara khususnya, menjadi lebih ekspresif dalam
menampilkan citra dirinya di hadapan publik. Hal ini disebabkan oleh
berubahnya ekspektasi sosial terhadap kaum pria saat ini, yang diharapkan
memiliki penampilan yang lebih prima dan menarik. Budaya kontemporer mulai
menunjukkan tuntutan bagi pria untuk memiliki standar perawatan dan
penampilan yang sama dengan kaum wanita (Roedel, 2009).
Secara esensi, kaum pria saat ini sedang mengalami proses transformasi
yang menghasilkan perwujudan baru yang disebut sebagai metroseksualitas.
Dengan pesatnya informasi dan makin besarnya tuntutan sosial, maka pria mulai
melihat penampilan dirinya sebagai salah satu hal yang utama (Roedel, 2009).
Simpson (1994) dalam Tan (2008) mendefinisikan pria metroseksual
sebagai jenis pria yang menghabiskan waktu dan membelanjakan uangnya untuk
memperbaiki penampakan atau penampilan fisik dan gaya hidup mereka. Pria
metroseksual adalah pria yang menempatkan citra dan presentasi diri sebagai hal
yang amat penting (Tan, 2008).
Era metroseksualitas telah menempatkan kaum pria ke dalam golongan
konsumen berbasis konsumsi (the consumption-based consumer society), yang
secara alamiah akan dieksplorasi oleh industri kosmetik dan kesehatan pria. Di
seluruh dunia, penjualan kosmetika bagi pria cenderung mengalami peningkatan.
Survei yang dilakukan oleh Datamonitor pada tahun 2005 mengungkap bahwa
3
sebanyak 73% dari laki-laki di Eropa dan Amerika Serikat merasa “penting” dan
“amat penting” untuk memperbaiki penampilan personal mereka. Hasil ini 1%
lebih tinggi dari jumlah wanita di kedua negara tersebut yaitu sebesar 72%
(Datamonitor, 2005 dalam Cheng et al., 2010).
Pada tahun 2009, MarketResearch.com memprediksikan kenaikan
penjualan di tahun 2014 mencapai $84,9juta pada segmen toiletries dan produk
grooming bagi pria. Sementara itu pada produk pria yang lebih spesifik seperti
deodoran, krim cukur, pisau cukur, sabun mandi dan sabun wajah, diperkirakan
mengalami kenaikan yang cukup signifikan di tahun 2014. Secara global
penjualan di tahun 2009 adalah sebesar $19,7juta, dan pada tahun 2014
diperkirakan mencapai $28,0 juta (MarketResearch.com, 2009 dalam Moungkhem
dan Surakiatpinyo, 2010).
Di luar area penjualan kosmetika namun masih dalam ruang lingkup
metroseksualitas pada pria, The American Society for Aesthetic Plastic Surgery
(ASAPs), melaporkan bahwa jumlah prosedur operasi plastik yang dilakukan oleh
pria meningkat sebanyak 243% dari tahun 1997 hingga tahun 2005; sementara
tindakan non-operasi meningkat sebesar 749%. Adapun yang termasuk ke dalam
tindakan non-operasi adalah injeksi Botox dan mikrodermabrasi (ASAPs, 2005: 9
dalam Roedel, 2009).
Pria akan berusaha meningkatkan penampilan mereka melalui gerakan
tubuh, dekorasi tubuh, rambut dan pakaian mereka (Weiken, 1998 dalam Cheng
et al., 2010). Pada sebuah artikel berjudul “Reaching to Feminine Side of Men”
di majalah Marketing Week, Caroline (2005) dalam Cheng et al. (2010)
4
menuliskan bahwa pria akan menggunakan produk perawatan yang sesuai
dengan diri mereka untuk dapat bersosialisasi.
Berdasarkan penelitian Grubb dan Gratwohl (1967) dalam Cheng et al.
(2010) menjelaskan, pria menyatakan bahwa mereka akan mempergunakan
produk untuk meningkatkan citra diri mereka dengan cara mengubah arti simbolik
produk menjadi citra nyata yang betul-betul diharapkan.
Kosmetika
(Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.386/Men.Kes/SK/IV/1994) didefinisikan sebagai sediaan atau paduan bahan
yang siap untuk digunakan pada bagian luar dalam (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut, untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam
keadaan baik dan memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Maka berdasarkan tujuan
pemakaiannya kosmetika dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu kosmetika
penambah daya tarik (enhancing appearance cosmetics), kosmetika perawatan
(beauty care cosmetics) dan untuk mengatasi masalah penampilan dengan
memperbaiki atau menyembunyikan suatu kekurangan pada penampilan
(problem solving cosmetics). Dalam Putri (2003) lebih lanjut dijelaskan bahwa
enhancing appearance cosmetics digunakan untuk membuat wajah menjadi lebih
cantik, misalnya: lipstick, maskara, eyeshadow, eyeliner, foundation, lipliner,
pensil alis dan lain-lainnya. Beauty care cosmetics digunakan untuk menjaga atau
merawat kondisi kulit wajah agar dalam keadaan baik , misalnya: sabun muka,
pembersih atau penyegar, masker, lipcare, sunblock, peeling, dan krim malam
5
dan lain-lainnya. Problem solving cosmetics (Bower dan Landreth, 2001)
digunakan untuk mengatasi, memperbaiki dan menyembunyikan masalah pada
kulit wajah, misalnya: obat jerawat, pemutih, anti kerut, kulit berminyak dan
lain-lainnya.
Kemunculan para selebriti pria yang menjadi pendukung dalam iklan
kosmetika bagi pria juga memunculkan potensi konsumsi tersendiri bagi
perindustrian kosmetika dan kesehatan saat ini. Sebagai hasil dari peningkatan
paparan selebriti pendukung metroseksual dalam berbagai iklan kosmetika pria,
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri kesehatan dan kosmetika
telah sangat diuntungkan; mengingat saat ini industri perawatan pria telah menjadi
pasar yang potensial dengan meningkatnya kepedulian dan kesadaran kaum pria
saat ini untuk mencapai popularitas sosial yang diharapkan (AMA, 2007 dalam
Cheng et al., 2010).
David Beckham dan Brad Pitt adalah dua dari selebriti pria yang
mengakui secara terbuka bahwa mereka telah menggunakan produk-produk
perawatan kulit. Pengakuan ini berkontribusi secara positif di kalangan kaum pria
untuk mulai mengubah pandangan mereka mengenai penggunaan produk-produk
perawatan pria dan menjadikan mereka lebih nyaman dalam menggunakannya
(Cole, 2008 dalam Cheng et al., 2010).
1.1.2. Pendukung Pada Iklan Kosmetik
Erdogan (1999) menyatakan bahwa selebriti yang berperan sebagai
pendukung suatu produk disebut sebagai selebriti pendukung (celebrity endorser).
Selebriti pendukung digunakan sebagai bagian dari komunikasi pemasaran yang
6
memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu sebagai spokeperson, endorsement dan testimonial.
Perusahaan lebih sering menggunakan selebriti pendukung dibandingkan dengan
orang biasa karena ciri atau sifat atau atribut popularitas yang dimiliki oleh
selebriti, termasuk di dalamnya adalah aspek kecantikan, keberanian, bakat, jiwa
olah raga, keanggunan atau kekuasaan dan daya tarik seksual (sexual appeal),
yang merupakan pemikat yang diinginkan untuk produk-produk dari perusahaan
yang akan didukung oleh selebriti yang bersangkutan. Atribut popularitas inilah
yang diharapkan dapat menarik minat konsumen untuk membeli produk, sehingga
dapat meningkatkan penjualan dan meningkatkan kesetiaan pada merek.
Terdapat 4 (empat) jenis pendukung yang terdiri dari ahli (expert),
selebriti (celebrity), pemimpin perusahaan (company president) dan konsumen
(typical consumers). Dari 4 jenis pendukung tersebut, penggunaan selebriti
dianggap menjadi pendukung yang paling efektif
(Friedmen et al., 1976).
Menurut Jaiprakash (2008) bahwa penggunaan selebriti pendukung akan
mempengaruhi secara positif citra mereka dan akan berpengaruh juga pada ekuitas
merek.
Pemakaian selebriti pendukung harus melalui beberapa pertimbangan,
diantaranya tingkat popularitas selebriti yang terkait dengan kemampuan selebriti
dalam mewakili karakter produk yang sedang diiklankan (Royan, 2004: 7). Perlu
diingat bahwa penggunaan selebriti pendukung dapat memiliki dua efek. Pada
satu sisi, penggunaan selebriti pendukung dapat memberikan keuntungan namun
di sisi yang lain dapat menjadi hal yang merugikan bagi perusahaan. Mooj (1994)
dan Hofstede (1984) dalam Erdogan (1999) menyatakan bahwa, penggunaan
7
selebriti pendukung dapat menjadi penolong bagi perusahaan untuk menghadapi
pemasaran global. Pizza Hut dapat meningkatkan pangsa pasarnya secara global
dengan menggunakan Cindy Crawford sebagai selebriti pendukung. Belch dan
Belch (1995) dalam Erdogan (1999) menyatakan bahwa penggunaan selebriti
pendukung akan berpengaruh terhadap kesadaran merek (brand awareness),
mengingat ulang (recall of copy point), argumentasi pesan (message argument)
dan asosiasi merek (brand association). Namun penggunaan selebriti pendukung
akan mengalihkan (overshadow) jika seorang selebriti pendukung menjadi
pendukung bagi berbagai macam produk yang tidak sejenis (Erdogan, 1999).
Cooper (1984) dan Kaikati (1987) dalam Erdogan (1999) menyatakan
bahwa selebriti pendukung yang memiliki informasi yang negatif akan
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap selebriti, dan akan mempengaruhi
produk yang didukung olehnya. Selebriti yang memiliki karakteristik yang positif
akan mempengaruhi pesan yang akan diterima oleh konsumen. Selebriti yang
kredibel akan menjadi identifikasi utama dalam pemilihan selebriti, yang akan
memiliki pengaruh positif dalam membujuk dan mempengaruhi sikap konsumen
terhadap suatu produk (Langmeyer dan Shanklin, 1994 dalam Putri, 2003).
Penggunaan selebriti yang terkenal merupakan salah satu cara untuk
mempromosikan produk, karena untuk meyakinkan kepada konsumen bahwa
produk yang ditawarkan oleh selebriti tersebut lebih baik kualitasnya
dibandingkan produk yang ditawarkan oleh kompetitor. Merujuk penelitian yang
dilakukan oleh Till dan Busler (1998) dalam Silvera dan Austad (2004) dan Kahle
dan Homer (1985), bahwa daya tarik yang dimiliki oleh selebriti haruslah sesuai
8
dengan produk yang diiklankan (match-up hypothesis). Misalnya, untuk produk
jenis kosmetika maka selebriti pendukung yang dipilih haruslah memiliki daya
tarik fisik yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ranjbarian et al., (2010) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap terhadap selebriti pendukung
dan sikap terhadap iklan dan merek. Sikap terhadap iklan merupakan mediator
dari penggunaan selebriti pendukung dan sikap terhadap merek. Pesan dalam iklan
dapat tersampaikan secara efektif jika seluruh konsumen memiliki kesamaan
persepsi dalam melihat keahlian dan kepercayaan yang dimiliki oleh selebriti
pendukung iklan (Junokaite et al., 2007).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis bermaksud untuk
membuat tesis yang berjudul “Analisis Penggunaan Selebritas versus NonSelebritas Pendukung Pada Sikap Terhadap Iklan Kosmetika Pria Jenis Beauty
Care dan Problem Solving” .
1.2. Rumusan Masalah
Mengetahui efektivitas pendukung merupakan hal yang penting bagi
para praktisi maupun akademisi (Kaikati, 1987 dalam Putri 2003). Sejumlah
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara pendukung dalam
suatu produk (Agrawal dan Kamakura, 1995; Atkin dan Block, 1983). Walaupun
para praktisi di bidang pemasaran dan periklanan percaya bahwa penggunaan
pendukung dengan daya tarik fisik tinggi akan lebih efektif, namun Kahle dan
Homer (1985) menyatakan bahwa tiap pendukung akan memberikan pengaruh
9
yang berbeda jika dipasangkan dengan produk yang berbeda pula (model-product
type match-up).
Dengan diproduksinya berbagai produk perawatan wajah bagi pria dan
wanita seperti Garnier, Vaseline, dan L’Oreal, pemasar kini lebih senang
menggunakan selebriti, baik pria maupun wanita, sebagai pendukung pada
produk-produknya. Seperti yang diketahui bersama bahwa merek Garnier,
Vaseline dan L’Oreal kini tidak hanya menyediakan produk perawatan wajah bagi
wanita saja namun juga pria. Ketiga merek kosmetika tersebut menggunakan
selebriti sebagai pendukungnya. Laudya Cynthia Bella dan Pasha Ungu menjadi
selebriti pendukung dari produk Garnier, Darius Sinathrya menjadi pendukung
dari produk Vaseline Men dan Nicolas Saputra menjadi pendukung dari produk
L’Oreal Men Expert.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan permasalah
penelitian sebagai berikut:
1) Apakah ada perbedaan persepsi daya tarik (attractiveness) antara pengunaan
selebriti dan non-selebriti sebagai pendukung untuk masing-masing jenis
kosmetika (beauty care dan problem solving)?
2) Apakah ada perbedaan persepsi kejujuran atau kepercayaan (trustworthiness)
antara penggunaan selebriti dan non-selebriti sebagai pendukung untuk
masing-masing jenis kosmetika (beauty care dan problem solving)?
3) Apakah ada perbedaan persepsi keahlian atau pengalaman (expertise) antara
penggunaan selebriti dan non-selebriti sebagai pendukung untuk masingmasing jenis kosmetika (beauty care dan problem solving)?
10
4) Apakah ada perbedaan antara penggunaan selebriti dan non-selebriti pada
sikap terhadap iklan (Attitude toward Advertisement) untuk masing-masing
jenis kosmetika (beauty care dan problem solving)?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis dampak
penggunaan pendukung yang berbeda, yaitu selebriti dan non-selebriti dengan
produk iklan kosmetika pria jenis beauty care dan problem solving ditinjau dari
dimensi pendukung, yaitu: daya tarik, kejujuran atau kepercayaan dan keahlian
atau pengalaman.
Tujuan spesifik penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui perbedaan persepsi daya tarik antara pengunaan selebriti
dan non-selebriti sebagai pendukung untuk masing-masing jenis kosmetika
(beauty care dan problem solving).
2) Untuk mengetahui perbedaan persepsi kejujuran atau kepercayaan antara
pengunaan selebriti dan non-selebriti sebagai pendukung untuk masingmasing jenis kosmetika (beauty care dan problem solving).
3) Untuk mengetahui perbedaan persepsi keahlian atau pengalaman antara
pengunaan selebriti dan non-selebriti sebagai pendukung untuk masingmasing jenis kosmetika (beauty care dan problem solving).
4) Untuk mengetahui perbedaan antara penggunaan selebriti dan non-selebriti
pada sikap terhadap iklan (Attitude toward Advertisement) untuk masingmasing jenis kosmetika (beauty care dan problem solving).
11
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat lebih, baik bagi penulis
maupun pembaca, dalam konteks tambahan kepustakaan yang berkaitan dengan
penggunaan selebriti pendukung pria dan sikap terhadap iklan kosmetika pria
jenis beauty care dan problem solving. Meskipun dilakukan dalam ruang lingkup
yang sangat terbatas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran
singkat mengenai evaluasi penggunaan selebriti dan non-selebriti sebagai
pendukung serta efeknya pada sikap terhadap iklan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencapai manfaat yang diharapkan maka penelitian ini dilakukan
dalam ruang lingkup sebagai berikut:
1) Penelitian dilakukan untuk produk kosmetika bagi pria.
2) Penelitian dilakukan pada jenis kosmetika beauty care dan problem solving
bagi pria.
3) Penelitian dilakukan pada jenis kosmetika yang digunakan di wajah.
4) Penelitian ini menggunakan partisipan dengan jenis kelamin pria dengan
jangkauan umur antara 20-35 tahun.
Download